Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEK PADA REMAJA

DI DESA LAMCOT KECAMATAN DARUL IMARAH


KABUPATEN ACEH BESAR

Mata Kuliah : Perencanaan Program Gizi


Dosen Pengampu : Jnuaidi, S.ST, M.Kes

Anggota:
Cut Intan Fadia
Melda Yuliska
Mizanul Adilla
Rika Anisa Putri
Salmawati

PROGRAM STUDI DIPLOMA III GIZI


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN ACEH
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu masalah gizi yang mengancam remaja Indonesia adalah kurang energi
kronis (KEK) (Kementerian KesehatanRI, 2018). Remaja yang mengalami KEK dapat
disebabkan oleh kurangnya asupan zat gizi karena alasan ekonomi ataupun psikososial
seperti penampilan (Kementerian Kesehatan RI,2018). Asupan energi yang kurang dapat
menyebabkan simpanan energi dalam tubuh rendah dan penurunan berat badan (Arista et al,
2017). KEK dapat diketahui dengan ukuran lingkar lengan atas (LILA) wanita usia subur
kurang dari 23,5 cm (Harahap, 2002). Wanita usia subur (WUS) merupakan wanita yang
tergolong usia 15-49 tahun denganorgan reproduksi sudah matang dan berfungsi degan
baik (Depkes, 2004). Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menunjukkan sebanyak 14,5%
WUSKEK tidak hamil dan 17,3% WUS KEK hamil. Berdasarkan kelompok usia,
proporsi KEK pada WUS yang tertinggi berada pada usia 15-19 tahun.Pada kelompok
usia tersebut, sebanyak 36,3% WUSKEKtidak hamil dan 33,5%
WUSKEKhamil(Kemenkes, 2018).Menurut WHO, usia15-19 tahun tergolong ke dalam
usia remaja(World Health Organization, 2018).Remaja mengalami penambahan massa
otot, penambahan jaringan lemak tubuh, danperubahan hormonyang dapat mempengaruhi
kebutuhan gizinya(Hardinsyah danSupariasa, 2016). Kebutuhan gizi yang dapat terpenuhi
dari asupan makanan yang cukup berguna untuk menjalankan kegiatan fisik remaja
yang sangat meningkat (Noviyanti dan Marfuah, 2017). Namun, kebutuhan gizi yang tidak
terpenuhi dapat menyebabkan kurangnya energi yang dihasilkan tubuh sehingga terjadi
kekurangan zat gizi (Ertiana dan Wahyuningsih, 2019). KEK memiliki dampak buruk bagi
masa remaja maupun fase kehidupan selanjutnya. Dampak buruk KEK pada masa remaja
adalah anemia, perkembangan organ yang kurang optimal, pertumbuhan fisik yang kurang,
mempengaruhi produktivitas kerjanya(Yulianasari et al., 2019). Remaja yang mengalami
KEK hingga fase ibu hamildapat berpengaruh buruk terhadap janin, seperti keguguran,
bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, dan bayi berat lahir
rendah, sedangkan saat persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama,
persalinan sebelum waktunya, dan pendarahan(Maharani et al., 2018). Berdasarkan latar
belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian kurang energi kronis pada remaja putri.Literatur yang digunakan sebagai
bahan review berupa jurnal nasional terakreditasi dan prosiding seminar nasional.Metode
yang digunakan pada penulisan artikel ini adalah studi literatur.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud dengan KEK?
b. Apa yang menyebabkan terjadinya KEK?
c. Apa saja tanda dan gejala KEK?
d. Apa saja faktor yang mempengaruhi KEK?
e. Bagaimana cara mencegah KEK?
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan KEK, apa yang dapat
menyebabkan KEK, apa saja tanda dan gejala KEK, apa saja faktor yang
mempengaruhi KEK, dan bagaimana cara mencegah KEK denga baik dan benar.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan KEK
2. Apa yang menyebabkan terjadinya KEK?
3. Apa saja tanda dan gejala KEK?
4. Apa saja faktor yang mempengaruhi KEK?
5. Bagaimana cara mencegah KEK?
1.4 Manfaat
a. Bagi Wilayah

b. Bagi Masyarakat
Dapat memberikan informasi bagi Masyarakat bahwa kekurangan energi kronik
bisa disebabkan karena kurang asupan zat gizi, baik karena alasan ekonomi maupun
alasan kebiasaan sehari hari seperti asupan makan, dan aktifitas.
c. Bagi Mahasiswa
Dapat memperoleh wawasan, pengetahuan, pengalaman, serta keterampilan dalam
melakukan penelitian tentang faktor yang mempengaruhi KEK pada remaja
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Pengertian KEK (Kekurangan Energi Kronik)
Kekurangan Energi Kronik (KEK) merupakan salah satu keadaan malnutrisi,
dimana terjadi kekurangan asupan makanan dalam waktu yang cukup lama, hitungan
tahun yang mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan. Apabila ukuran lingkar
lengan atas (LiLA) kurang dari 23,5 cm artinya wanita tersebut beresiko KEK, dan
diperkirakan akan melahirkan bayi berat lahir rendah (Supariasa, 2016).
Kekurangan Energi Kronik (KEK) adalah salah satu keadaan malnutrisi. Dimana
keadaan remaja menderita kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronik)
yang mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan pada remaja secara relative atau
absolut satu atau lebih zat gizi. Menurut Depkes RI dalam Program Perbaikan Gizi
Makro menyatakan bahwa Kurang Energi Kronik merupakan keadaan dimana penderita
kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronik) yang mengakibatkan
timbulnya gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan yang dapat ditimbulkan KEK jika
diderita oleh remaja putri adalah kekurangan zat besi dengan dampak anemia,
kekurangan kalsium dengan dampak osteoporosis, dan kekurangan gizi dengan dampak
terganggunya proses pertumbuhan remaja (Muhamad & Liputo, 2017).

2. Penyebab Terjadinya KEK


Meskipun penyebabnya belum jelas, risiko terjadinya kekurangan energi kronis
dapat meningkat karena jenis kelamin dan usia. Wanita lebih rentan menderita
kekurangan energi kronis daripada pria. Sementara itu, dari segi usia, kondisi ini lebih
sering terjadi pada orang berusia 40–50 tahun.
Selain usia dan jenis kelamin, kekurangan energi kronis juga dapat dipicu oleh
beberapa hal berikut:
 Genetik
 Trauma secara emosional
 Infeksi virus maupun bakteri
 Infeksi bakteri
 Gangguan sistem kekebalan tubuh
 Ketidakseimbangan hormon.
Kekurangan energi kronis dapat menimbulkan berbagai gejala, antara lain:
 Rasa lelah yang berkepanjangan
 Konsentrasi dan daya ingat menurun
 Sering sakit kepala.atau sakit tenggorokan
 Nyeri otot atau persendian tanpa sebab yang jelas
 Pembengkakan kelenjar getah bening di leher atau ketiak
Jika masih ringan, gejala yang timbul sering kali tidak terlalu jelas. Namun, pada kondisi
yang berat, penderita kekurangan energi kronis akan sulit untuk menjalani aktivitas
sederhana dan terkadang perlu menggunakan kursi roda karena tidak ada tenaga untuk
berjalan.
Selain itu, penderitanya juga menjadi lebih sensitif terhadap cahaya atau suara dan
merasa sangat lelah setelah keluar dari rumah, meskipun hanya sebentar.

3. Tanda dan Gejala KEK


Tanda dan gejala terjadinya kurang energi kronik adalah berat badan kurang dari
40 kg atau tampak kurus dan kategori KEK bila LiLA kurang dari 23,5 cm atau berada
pada bagian merah pita LiLA saat dilakukan pengukuran (Supariasa, 2016). Adapun
tujuan pengukuran LiLA pada kelompok wanita usia subur merupakan salah satu deteksi
dini yang mudah dan dapat dilaksanakan pada masyarakat awam untuk mengetahui
kelompok beresiko KEK. Tujuan pengukuran LiLA adalah mencakup masalah WUS baik
pada ibu hamil maupun calon ibu (remaja putri). Adapun tujuan lebih luas antara lain:
1. Mengetahui resiko KEK pada WUS, baik ibu hamil maupun calon ibu, untuk
menapis wanita yang mempunyai resiko melahirkan bayi berat lahir rendah.
2. Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan dalam
pencegahan dan penanggulangan KEK.
3. Mengembangkan gagasan baru di kalangan masyarakat dengan tujuan
meningkatakan kesejahteraan ibu dan anak.
4. Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang menderita
KEK.
5. Meningkatkan peran dalam upaya perbaikan gizi WUS yang menderita KEK.

4. Faktor Faktor yang Mempengaruhi KEK


Faktor-faktor yang memengaruhi KEK antara lain:
a. Pola Makan
Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan. Kualitas
hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh didalam
susunan hidangan dan perbandingannya yang satu dengan yang lain. Kuantitas
hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh didalam
susunan hidangan dan perbandingannya yang satu dengan yang lain. Kuantitas
menunjukkan kuantum masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh Soekarti,
2013).
Buruknya jumlah asupan makan saat remaja akan menimbulkan berbagai
permasalahan gizi. Asupan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dalam
periode waktu yang lama akan berimbas pada KEK. Oleh karena itu, pengukuran
konsumsi makanan sangat penting untuk mengetahui proporsi yang dimakan oleh
masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengukur gizi dan menemukan faktor
diet yang menyebabkan malnutrisi.
Jenis-jenis gizi seimbang adalah susunan asupan sehari-hari yang jenis dan jumlah
zat gizinya sesuai dengan kebutuhan tubuh. Pemenuhan asupan gizi ini juga harus
memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup
bersih, dan mempertahankan berat badan normal guna mencegah masalah gizi,yang
tergolong gizi seimbang adalah gizi makro dan gizi mikro. Zat gizi makro adalah zat
gizi yang diperlukan tubuh dengan jumlah besar (makro), yaitu dalam satuan
gram/orang/hari, sedangkan zat gizi mikro adalah zat gizi yang diperlukan dalam
jumlah kecil yaitu dalam satuan milligram atau bahkan mikrogram/orang/hari.
1. Karbohidrat
Karbohidrat memiliki molekul-molekul yang terdiri atas monosakarida,
disakarida, dan polisakarida. Polisakarida dianggap lebih baik daripada
monosakarida. Pasalnya, polisakarida lebih kompleks sehingga butuh waktu
lama untuk diserap ke dalam aliran darah dan tidak memicu lonjakan gula darah
yang besar.Karena itu, semakin kompleks karbohidrat yang Anda konsumsi,
nutrisi yang Anda dapatkan akan semakin baik. Contoh karbohidrat kompleks
adalah gandum utuh, nasi merah, dan biji-bijian. Sedangkan jenis karbohidrat
sederhana meliputi nasi putih, roti putih, dan pasta.
2. Protein
Dikutip dari Medlin Plus, protein disusun oleh 20 jenis asam amino. Sebagian
asam amino disebut esensial karena tidak bisa diproduksi oleh tubuh, sehingga
harus didapatkan melalui makanan. Sementara sebagian lainnya termasuk
nonesensial sebab bisa diproduksi sendiri oleh tubuh Isoleucine, histidine,
leucine, lysine, methionine, phenylalanine, tryptophan, threonine, dan valine
merupakan contoh asam amino esensial. Sementara asam amino non esensial
meliputi aspartic acid, cysteine, glutamic acid, alanine, arginine, asparagine,
glutamine, glycine, proline, serine, dan tyrosine.Ahli gizi merekomendasikan
makanan berprotein seperti ikan, gandum utuh, kacang-kacangan, dan daging
ungags
3. Lemak
Lemak sejatinya termasuk salah satu gizi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk
berfungsi dengan baik. Mulai dari membantu organ-organ dalam menghasilkan
hormon, melumasi persendian, menyerap vitamin tertentu, dan menjaga
kesehatan otak. Banyak orang menghindari asupan lemak karena takut akan
terkena penyakit, padahal Anda dapat mengganti dengan lemak sehat seperti
alpukat, keju, telur, kacang, minyak kelapa untuk memenuhi kebutuhan lemak
dalam tubuh.
4. Serat
Sebagian besar serat terdiri atas karbohidrat. Nutrisi ini penting untuk
mendukung pertumbuhan bakteri baik dalam sistem pencernaan. Seperti yang
sudah diketahui, sumber serat berasal dari sayur dan buah- buahan.
5. Mineral
Di samping oksigen, karbon, hidrogen, dan nitrogen, tubuh juga memerlukan
mineral dari makanan. Terdapat berbagai mineral yang penting untuk proses
biokimia manusia. Misalnya, kalium, klorida, natrium, kalsium, fosfor,
magnesium, zinc, zat besi, mangan, tembaga, iodin, selenium, dan
molibdenum.Dalam pola makan seimbang, kebutuhan mineral akan tercukupi
dengan baik. Mineral juga terkadang ditambahkan ke produk tertentu agar dapat
memenuhi kebutuhan Anda. Proses penambahan ini disebut fortifikasi.
6. Vitamin
Vitamin tidak dapat diproduksi secara cukup, sehingga manusia perlu
memperolehnya dari bahan pangan. Vitamin terbagi menjadi dua kelompok
besar, yakni vitamin yang larut dalam air (seperti vitamin A, D, E, K) dan
vitamin yang larut dalam lemak (vitamin B1, B2, B3, B5, B6, B7, B9, B12, dan
C). Vitamin larut air akan keluar lebih cepat melalui urine setelah dikonsumsi.
Karena itu, vitamin jenis ini perlu dikonsumsi dengan lebih teratur. Sedangkan
vitamin yang larut dalam lemak mudah menumpuk di tubuh karena sulit
dihilangkan dengan cepat. Penumpukan vitamin secara berlebihan ini disebut
hipervitaminosis

b. Beban Kerja/Aktivitas
Aktivitas dan gerakan seseorang berbeda-beda, seorang dengan aktivitas fisik
yang lebih berat otomatis memerlukan energi yang lebih besar dibandingkan yang
kurang aktif.
Aktivitas fisik atau disebut juga aktivitas eksternal adalah sesuatu yang
menggunakan tenaga atau energi yang berbeda menurut lamanya intensitas dan sifat
kerja otot. Latihan fisik dapat meningkatkan kemampuan fungsional kardiovaskuler
dan menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung yang diperlukan pada setiap
penurunan aktivitas fisik seseorang. Aktifitas fisik adalah salah satu strategi dalam
memberikan treatment untuk menstabilkan keadaan malnutrisi baik untuk obesitas
ataupun kurang gizi (Diana dkk., 2020).
Aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran
tenaga secara sederhana yang sangat penting bagi pemeliharaan fisik, mental dan
kualitas hidup sehat. Gaya hidup yang kurang menggunakan aktivitas fisik akan
berpengaruh terhadap kondisi tubuh seseorang, bila kalori yang masuk berlebihan
dan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik maka akan memudahkan Orang
mengalami kegemukan begitupun sebaliknya. Pengeluaran energi yang tinggi tidak
diimbangi dengan asupan yang tinggi dapat menyebabkan keseimbangan energi
negatif. Aktivitas fisik didefinisikan sebagai setiap pergerakan jasmani yang
dihasilkan otot skelet yang memerlukan pengeluaran energi.
Menurut WHO 2015 istilah ini meliputi menimba air, mendaki gunung, lari cepat,
menebang pohon, mencangkul dll. Sedangkan aktivitas fisik sedang apabila
melakukan kegiatan fisik sedang (menyapu, mengepel dll) minimal lima hari atau
lebih dengan durasi beraktivitas minimal 150 menit dalam satu minggu. Selain
kriteria di atas maka termasuk aktivitas fisik ringan seperti berjalan santai, membaca,
menulis, mencuci piring, peregangan, memancing, memanah, menembak, golf, dll
(Diana dkk., 2020).
c. Penyakit /Infeksi
Malnutrisi dapat menjadikan tubuh rentan terkena penyakit infeksi dan
sebaliknya penyakit infeksi akan menyebabkan penurunan status gizi dan
mempercepat terjadinya malnutrisi. Mekanismenya yaitu:
a. Penurunan asupan gizi mengakibat terjadi penurunan nafsu makan, menurunnya
absorbsi serta kebiasaan mengurangi makanan pada waktu sakit.
b. Peningkatan kehilangan cairan atau zat gizi akibat diare, mual, muntah dan
perdarahan yang terus menerus.
c. Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit
d. atau parasit yang terdapat pada tubuh (Fauziah, Thaha, dan Abdul, 2005).
d. Pengetahuan Tentang Gizi
Pemilihan makanan dan kebiasaan diet dipengaruhi oleh pengetahuan dan
sikap terhadap makanan. Pendidikan formal sering kali mempunyai asosiasi yang
positif dengan pengembangan pola-pola konsumsi makanan dalam keluarga.
Beberapa studi menunjukkan bahwa jika tingkat pendidikan meningkat, maka
pengetahuan terkait gizi juga akan bartambah baik.
Tingkat pengetahuan biasanya dikaitkan dengan tingkat pendidikan
seseorang yang akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan
pemenuhan kebutuhan gizi. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan merupakan
faktor lansung yang mempengaruhi status gizi. Orang dengan pengetahuan gizi
yang baik maka akan tahu dan berupaya untuk mengatur pola makan sedemikian
rupa sehingga seimbang tidak berkurang dan tidakberlebih. Karena dengan
memiliki pengetahuan yang cukup khususnya tentang kesehatan, seseorang dapat
mengetahui berbagai macam ganguan kesehatan yang mungkin akan timbul
sehingga dapat dicari pemecahannya (Rosmala & Sri, 2021).
Pendidikan yang tinggi memudahkan seseorang menerima informasi lebih
banyak dibandingkan dengan pendidikan rendah. Pengetahuan tentang kesehatan
yang tinggi menunjang perilaku hidup sehat dalam pemenuhan gizi. Pendidikan
kesehatan pada hakekatnya merupakan suatu usaha untuk menyampaikan pesan
kesehatan kepada masyarakat, kelompok, atau individu. Dengan harapan bahwa
dengan adanya pesan tersebut masyarakat dapat memperoleh pengetahuan tentang
pentingnya asupan nutrisi selama kehamilan. Pengetahuan juga merupakan hasil
dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan suatu obyek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yakni indra
pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan perabaan (Rosmala & Sri, 2021)
e. Presepsi body image
 Pengertian Persepsi Citra Tubuh
Citra Tubuh adalah penilaian seseorang terhadap bentuk tubunya, ada dua
macam jenis citra tubuh yaitu citra tubuh negatif dan citra tubuh positif. Citra
tubuh positif adalah persepsi seseorang yang puas terhadap bentuk tubuhnya,
sedangkan citra tubuh negative adalah persepsi seseorang yang merasa tidak
puas dengan bentuk tubuhnya membandingkan dengan yang lain dan merasa
malu dan cemas tentang tubuh yang dimiliki sehingga remaja tidak puas
dengan dirinya, menjadi sulit menerima diri apa adanya, responsive terhadap
pujian, peka terhadap kritik dan pesimis bahkan ada yang sampai melakukan
diet demi mendapatkan bentuk tubuh yang diinginkan (Arthur, 2010).
 Faktor-Faktor Persepsi Cita Tubuh
1. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan faktor yang mempengaruhi citra tubuh
seseorang. Beberapa penelitian yang sudah dilakukan menyatakan bahwa
wanita lebih negatif memandang citra tubuh nya dibanding pria. Pria ingin
bertubuh besar dikarenakan mereka ingin tampil percaya diri di depan
temantemannya dan mengikuti trend yang sedang berlangsung. Sedangkan
wanita ingin memiliki tubuh kurus menyerupai tubuh ideal yang digunakan
untuk menarik perhatian pasangannya. Usaha yang dilakukan pria untuk
membuat tubuh lebih berotot dipengaruhi oleh gambar di media massa
yang memperlihatkan model pria yang kekar dan berotot. Sedangkan
wanita cenderung untuk menurunkan berat badan disebabkan oleh artikel
dalam majalah wanita yang sering memuat artikel promosi tentang
penurunan berat badan (Denich dan Ifdil, 2018).
2. Usia
Pada masa perkembangan remaja, citra tubuh menjadi penting. Hal
ini berdampak pada usaha berlebihan pada remaja untuk mengontrol berat
badan umumnya lebih sering terjadi pada remaja putri dibanding remaja
putra. Remaja putri mengalami kenaikan berat badan pada masa pubertas
dan menjadi tidak bahagia dengan penampilannya dan hal ini dapat
menyebabkan remaja putri mengalami gangguan makan (eating disorder)
(Wati dan Sumarmi, 2017).
3. Media Masa
Media yang muncul dimana-mana memberikan gambaran ideal
mengenai figur perempuan dan laki-laki yang dapat mempengaruhi citra
tubuh seseorang. Media massa menjadi pengaruh yang paling kuat dalam
budaya sosial. Anakanak dan remaja lebih banyak menghabiskan
waktunya untuk menonton televisi. Konsumsi media yang tinggi dapat
mempengaruhi konsumen. Isi tayangan media sering menggambarkan
bagaimana standart kecantikan seorang perempuan dan bagaimana
gambaran ideal bagi laki-laki (Denich dan Ifdil, 2018).
4. Keluarga
Orang tua merupakan model yang paling penting dalam proses
sosialisasi sehingga mempengaruhi citra tubuh anak-anaknya. Harapan,
pandangan, dan pesan secara verbal atau nonverbal dalam keluarga juga
berkontribusi terhadap pembentukan citra tubuh (Chairiah, 2012).
5. Cara Pencegahan KEK
Untuk mencegah kurang energi kronis pada remaja, remaja harus bisa
menjaga pola makan dengan gizi seimbang. Gizi seimbang adalah susunan
asupan sehari-hari yang jenis dan jumlah zat gizinya sesuai dengan
kebutuhan tubuh. Pemenuhan asupan gizi ini juga harus memperhatikan
prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih, dan
mempertahankan berat badan normal guna mencegah masalah gizi. Dalam
prinsipnya, gizi seimbang terdiri dari 4 pilar, yang pada dasarnya
merupakan upaya untuk menyeimbangkan antara zat gizi yang keluar dan
zat gizi yang masuk dengan mengontrol berat badan secara teratur.
B. Kerangka Teori

Pola makan

Beban Kerja/Aktivitas

Penyakit infeksi KEK pada Remaja

Pegetahuan gizi

Presepsi bodi image

Sumber : Modifikasi Sela Septriani (2022)

C. Kerangka Konsep

Beban Kerja/Aktivitas

Pegetahuan gizi
D. Definisi Operasional

No Variable Devinisi Cara dan Hasil Ukur Skala


Alat Ukur Ukur
1. Kejadian Pengukuran Pengukurann 1 = KEK (< 23,5 cm) Ordinal
KEK pada lingkar LILA 2 = tidak KEK (≥ 23.5
lengan atas menggunakan cm)
untuk melihat pita LILA
gizi pasien
2. Aktifitas Setiap Gerakan Wawancara 1 = ringan Ordinal
fisik tubuh yang meggunakan 2 = sedang
mengakibatkan kuesioner
pengeluaran
tenaga serta
energi
3. Pegetahuan Sesuatu yang Wawancara 1= kurang (nilai < 50 Ordinal
dipahami menggunakan jawaban benar)
responden kuesioner 2 = baik (nilai 50 -100
terkait penilaian jawaban benar)
kejadian KEK pengetahuan
BAB III
METODE BASELINE DATA

A. Jenis Survei
Jenis survey yang di pakai ialah antropometri yang digunakan untuk mengukur
resiko KEK kronik pada wanita usia subur (WUS) adalah lingkar lengan atas
(LiLA). Sasarannya adalah wanita pada usia 15 sampai 55 tahun yang terdiri dari
remaja, ibu hamil, menyusui dan pasangan usia subur (PUS). Ambang batas LiLA
WUS dengan resiko,KEK adalah 23,5 cm. Apabila LiLA kurang dari 23,5 cm
artinya wanita tersebut mempunyai resiko KEK dan diperkirakan akan melahirkan
BBLR.

B. Tempat dan Waktu Survei


Penelitian di lakukan di desa lamcot kecamatan darul imarah kabupaten aceh
besar dan akan di lakukan pada bulan agustus 2023.

C. Populasi dan Sampel


a. Populasi
Populasi adalah Wilayah Generalisasi yang terdiri atas Objek atau Subjek yang
mempunyai kuantitas dan karakteritis tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik, Populasi yang digunakan dalam penlitian ini
adalah remaja yaitu usia remaja 14-18 tahun yakni remaja yang tinggal di desa
lamcot kecamatan darul imarah kabupaten aceh besar. yang berjumlah 50 orang.

b. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut, dalam penelitian ini menggunakan desain non probability sampling, yang
menggunakan teknik proporsive sampling sampel dengan sengaja diambil atau
memilih responden. Sampel mahasiswi remaja putri berjumlah 47 orang dengan
kriteria inklusi dan ekslusi dalam.

D. Teknik Pengumpulan Data


Berdasarkan Sumbernya
`1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden meliputi
pola makan, aktivitas fisik, persepsi body imagepenyakit infeksi, dan pengetahuan
gizi dengan pengukuran LILA menggunakan instrumen penelitian, meliputi :
a. Data responden:
1. Nama Responden
2. Umur
3. Alama
4.LILA
5. Riwayat penyakit infeksi

2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dengan cara
meminta data jumlah remaja putri di desa lamcot kecamata darul imarah
kabupaten aceh.data yang diambil adalah data remaja berjumlah 50 orang.

E. Pengumpulan Data
Data yang terkumpul dilakukan proses pengolahan dan tabulasi. Data yang
diperoleh selanjutnya diolah supaya dapat dianalisisPengolahan data dilakukan
dengan tahap-tahap sebagai berikut:

a. Editing

Editing atau penyuntingan adalah tahapan dimana data yang sudah dikumpulkan
dari hasil pengisian kuesioner disunting kelengkapan jawabannya. Jika pada
tahapan penyuntingan ternyata ditemukan ketidaklengkapan dalam pengisian
jawaban, maka harus melakukan pengumpulan data ulang. Dilakukan memeriksa
kelengkapankejelasan, relevansikonsistensi masing-masing

b. Coding

Coding adalah kegiatan merubah data dalam bentuk huruf menjadi data dalam
bentuk angka/bilangan. Kode adalah simbol tertertu dalam bentuk huruf atau
angka untuk memberikan identitas data. Kode yang diberikan dapat memiliki arti
sebagai data kuantitatif (berbentuk skor)
c. Data Entry

Data entry adalah mengisi kolom dengan kode sesuai dengan jawaban masing-
masing pertanyaan (Notoadmojo, 2010). Jawaban -jawaban dari masing-masing
responden yang dalam bentuk "kode" (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam
program atau "software" Komputer.

d. Cleaning Semua data dari setiap sumber yang selesai dimasukan, perlu dicek
kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan kesalahan
kode, ketidak lengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau
koreksi.
F. Analisa Data
Proses pengolahan data dilakukan dengan perangkat lunak komputer, teknik
analisa data menggunakan analisis univariat dan bivariat

1. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau univariat tergantung dari


jenis datanyaPada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi
frekuensi dan persentase dari tiap variabel. mendeskripsikan karakteristik setiap
variabel penelitian. Bentuk analisis Hasil analisis univariat disajikan dalam bentuk
grafik dan narasi (Notoatmodjo, 2012)
Variabel yang akan dilakukan analisis univariat dalam penelitian ini adalah pola
makan, aktivitas fisik. persepsi body imagepenyakit infeksi dan pengetahuan gizi.
Dari analisis univariat digunakan untuk melihat mean, median, standar deviasi
dan nilai minimum-maksimum

2. analisa bivariate

Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan
atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2012). Data yang diperoleh kemudian diolah,
dianalisis dalam suatu pembahasan dan disajikan dalam bentuk tabel. Pada saat
dilakukan uji hipotesa dianalisa dengan uji statistik. Uji statistik yang digunakan
adalah uji parametrik (T-test Dependent) jika data berdistribusi normal pada
penelitian ini maka dilakukan uji Chi Square, untuk menilai besar hubungan
antara faktor- faktor penyebab dengan kejadian Kekurangan Energi Kronik (KEK)

3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui variabel independen mana yang


menunjukkan paling dominan berhubungan terhadap variabel dependenDalam
penelitian ini, uji multivariat dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik
berganda karena variabel dependen berupa data kategorikUji regresi logistik
berganda yang digunakan adalah uji regresi logistik berganda dengan pemodelan
prediksi. Pemodelan prediksi bertujuan untuk memperoleh model yang terdiri dari
beberapa variabel independen yang dianggap terbaik untuk memprediksi kejadian
dependen

Analisis multivariat diawali dengan melakukan analisis bivariat terhadap masing-


masing variabel independen dengan variabel dependen. Apabila hasil analisis
bivariat menunjukkan nilai p-value (sig) <0.05, maka variabel penelitian dapat
masuk ke dalam permodelan analisis multivariat. Sebaliknya, apabila hasil
analisis bivariat menunjukkan nilai p-value (sig) 0.05maka variabel terebut tidak
dapat masuk ke dalam pemodelan multivariat.
Setelah diperoleh pemodelan akhir, tahap selanjutnya adalah memeriksa apakah
terdapat interaksi antar variabel independen melalui uji interaksi. Uji interaksi
dilakukan pada variabel independen yang diduga secara substansi terdapat
interaksi. Apabila nilai p-value < 0,05 berarti terdapat interaksi antar variabel
independen tersebut dan sebaliknya. Apabila terdapat interaksi, maka pemodelan
akhir yang digunakan adalah pemodelan multivariat dengan interaksi. Apabila
tidak terdapat interaksi, maka pemodelan akhir yang digunakan adalah model
multivariat tanpa interaksi. Adapun penyajian data pada penelitian ini disajikan
dalam bentuk tabel dan narasi.

G. Penyajian Data

Anda mungkin juga menyukai