Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU


BAB I
ANALISA KASUS

IDENTITAS

Nama : Ny. MYRW

Jenis Kelamin : Perempuan

Tgl Lahir : 21-03-1992

Usia : 31 tahun

Status : Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Kebangsaan : WNI

Alamat : Griya Permata Batu Aji D/41

Tanggal Masuk RS : 16 Agustus 2023

Anamnesis
Keluhan Utama

Perdarahan dari jalan lahir

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke UGD dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir sejak 1 hari SMRS.
Pasien mengaku perdarahan terjadi di luar siklus haid, sebanyak 3 kali ganti pembalut
namun tidak penuh. Gumpalan (+). Pasien juga mengeluhkan nyeri hebat pada perut
bawahnya terutama perut kiri bawah pada 1 hari SMRS yang disertai dengan lemas dan
keringat dingin saat serangan. Namun saat ini, keluhan nyeri sudah berkurang. Keluhan
lain seperti mual dan muntah disangkal. Keluhan BAB dan BAK disangkal pasien.

HPHT: 27/7/2023

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Hipertensi, dan DM disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Hipertensi, dan DM disangkal.

Riwayat Menstruasi

- Menarche usia 13 thn


- Siklus teratur ±28 hari
- Volume haid ±50 ml (2-3x pembalut/hari)
- Lama haid 5 hari
- Keluhan selama menstruasi (-)

Riwayat Obstetri

No Tahun Umur Jenis Penolong JK BB Kedaan


Persalinan Kehamilan Persalinan (gram) Sekarang
1 2014 Aterm SC Dokter Pria 3000 9 th
2 2017 Aterm SC Dokter Pria 3300 6 th
3 2019 Aterm Spontan Dokter Pria 3300 4 th
Per
Vaginam
4 Hamil Ini

Riwayat Kontrasepsi

Pasien sedang menggunakan KB suntik setiap 1 bulan.

Riwayat Pengobatan

Pasien tidak mengonsumsi obat apapun.


Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata

Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : compos mentis GCS 15

TD : 132/88 mmHg

RR : 21 x/mnt

Nadi : 82 x/mnt, regular

Suhu : 36.8⁰C

SpO2 : 99%

Pemeriksaan Sistem:

- Kepala : Bentuk dan ukuran normal, benjolan (-)


- Mata : Conjungtiva Anemis +/+ , Sklera Ikterik -/- , Refleks Cahaya +/+ , pupil isokor
- Hidung : Bentuk normal, sekret -/- , massa -/-
- Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, sekret -/-
- Mulut : T1/T1 , hiperemis (-)
- Leher : Bentuk normal, massa (-)

- Paru :
I : Bentuk dada simetris, memar (-)

P : Pergerakan nafas kanan kiri sama kuat

P : Sonor pada kedua lapang paru

A : Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-

- Jantung :
I : Pulsasi ictus cordis tidak tampak

P : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V MCLS, kuat angkat


P : Batas jantung hepar ICS VI midclavicula dextra

A : BJ I dan II regular, gallop (-), murmur (-)

- Abdomen :
I : Tampak datar, tidak tampak benjolan/massa (-)

A : BU (+)

P : Timpani di seluruh lapang abdomen, nyeri ketok CVA (-)

P : Supel, Nyeri tekan (+) suprapubic dan kiri bawah

- Kulit : Turgor kulit baik, CRT <2 detik di ke 4 ekstremitas

- Genitalia : Perdarahan (+)

- Ekstremitas: Akral hangat, edema (-)


Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 16 Agustus 2023 jam 10.34

Darah Rutin
Leukosit 6.57
Eritrosit 3.29 ↓
Hemoglobin 10.4 ↓
Hematokrit 30.3 ↓
MCV 92.3
MCH 31.5
MCHC 34.2
RDW 13.6
Thrombosit 281
MPV 8.1
Limfosit 19.7 ↓
Monosit 2.8
Neutrofil 76.8
Eosinofil 0.4
Basofil 0.2

Gula Darah Sewaktu 117

Tanggal 16 Agustus 2023 jam 16.57

Darah Rutin
Leukosit 5.06
Eritrosit 3.27 ↓
Hemoglobin 10.1 ↓
Hematokrit 30.8 ↓
MCV 94.1
MCH 30.7
MCHC 32.7 ↓
RDW 13.3
Thrombosit 290
MPV 7.5
Limfosit 31.4
Monosit 4.4
Neutrofil 60.3
Eosinofil 3.6
Basofil 0.3
Gula Darah Sewaktu 94
CT 10
BT 3
Anti-HIV R1 Non Reactive
Golongan Darah / Rh "B"/Rh (+) Positif

Tanggal 17 Agustus 2023 jam 11.58

Darah Rutin
Leukosit 9.3
Eritrosit 3.17 ↓
Hemoglobin 9.9 ↓
Hematokrit 30.1 ↓
MCV 95
MCH 31.3
MCHC 33
RDW 13.4
Thrombosit 291
MPV 7.5
Limfosit 14.3 ↓
Monosit 4.3
Neutrofil 79.7
Eosinofil 1.5
Basofil 0.2

Pemeriksaan USG
Tanggal 16 Agustus 2023

- GS intrauterin (-)
- Tanda cairan bebas di cavum abdomen (+)

Kesan: Kehamilan Ektopik Terganggu


DIAGNOSIS KERJA
G4P3A0 Uk 3 – 4 mgg + KET

PENATALAKSANAAN
Farmakologis

 Inj Ceftriaxone 1gr/24 jam


 Inj Ondansentron 8mg/12 jam
 Paracetamol tab 1000mg/8 jam

Non-Farmakologis
 Pro – Laparotomi
 IVFD RL:D5 (2:1) 500cc + Petidine 100mg + Ketorolac 30mg / 8 jam

PROGNOSA
 Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad functionam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
16/08/2023 17/06/2023 18/06/2023 19/06/2023
S Nyeri perut kiri Nyeri daerah post op Nyeri daerah post op (+) Nyeri daerah post op (+)
bawah, mual (+), pusing

O KU TSS, TD 137/88 KU TSS, TD 111/64 KU TSS, TD 109/64 KU TSS, TD 100/65


mmHg, nafas 20x/m, mmHg, nafas 20x/m, mmHg, nafas 20x/m, mmHg, nafas 20x/m,
nadi 82x/mnt, suhu nadi 74x/mnt, suhu nadi 76x/mnt, suhu 36, nadi 81x/mnt, suhu 36,
36, spO2 98%; 36.1, spO2 99%; spO2 99%; spO2 99%;
CA Anemis +/+, Nyeri CA +/+, VAS 4, CA +/+, VAS 2, CA +/+, VAS 2,
tekan suprapubik rembesan darah (-), terpasang drain dan DC terpasang drain, luka
dan kiri bawah, VAS BU (+), terpasang cath, luka baik, baik, rembesan darah
8, BU (+) drain dan DC cath rembesan darah (-), BU (-), BU (+)
(+)
A G4P3A0 Uk 3 – 4 mgg P3A1 Post P3A1 Post Laparotomi P3A1 Post Laparotomi
+ KET Laparotomi a/i KET a/i KET a/i KET
P IVFD RL:D5 (2:1) IVFD RL Drip IVFD RL 20 tpm Aff drain
500cc + Petidine Ketorolac 30mg / 20
100mg + Ketorolac tpm
30mg / 8 jam
Inj. Ceftriaxone 1x1gr Inj. Ceftriaxone 1x1gr Aff DC Cath Livron 2 x 1
Inj. Ondansentron Inj. Ondansentron Livron 2 x 1 Asam Mefenamat
2x8mg 2x8mg 1x500mg
Livron 2 x 1 Asam Mefenamat Paracetamol 3x1000mg
1x500mg tab
Asam Mefenamat Paracetamol 3x1000mg Cefadroxil 2x500mg
1x500mg tab
Paracetamol Cefadroxil 2x500mg BLPL:
3x1000mg tab -Asam Mefenamat
Paracetamol 3x500mg
3x1000mg tab -Paracetamol 3x500mg
-Cefadroxil 2x500mg
-Livron 2x1
Lapatoromi
BAB II

PENDAHULUAN

World Health organization (2008) melaporkan pada tahun 2005 terdapat 536.000 wanita
meninggal akibat dari komplikasi kehamilan dan persalinan, dan 400 ibu meninggal per 100.000
kelahiran hidup (Maternal Mortality Ratio). Jika dilihat dari golongan sebab sakit, kasus
obstetrik terbanyak pada tahun 2006 adalah disebabkan penyulit kehamilan, persalinan dan masa
nifas lainnya dengan proporsi 47,3 %, diikuti dengan kehamilan yang berakhir abortus dengan
proporsi 31,5%. Kehamilan ektopik merupakan salah satu kehamilan yang berakhir abortus, dan
sekitar 16 % kematian oleh sebab perdarahan dalam kehamilan dilaporkan disebabkan oleh
kehamilan ektopik yang pecah.

Kehamilan ektopik terjadi apabila hasil konsepsi berimplantasi, tumbuh dan berkembang
di luar endometrium normal. Kehamilan ektopik ini merupakan kehamilan yang berbahaya bagi
wanita yang bersangkutan berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan gawat.
Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) dimana terjadi
abortus maupun ruptur tuba. Abortus dan ruptur tuba menimbulkan perdarahan ke dalam kavum
abdominalis yang bila cukup banyak dapat menyebabkan hipotensi berat atau syok. Bila tidak
atau terlambat mendapat penanganan yang tepat penderita akan meninggal akibat kehilangan
darah yang sangat banyak.

Sekurangnya 95 % implantasi ekstrauterin terjadi di tuba Fallopii. Di tuba sendiri, tempat


yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut pada pars ismika, infundibulum
dan fimbria, dan pars intersisialis dapat juga terkena. Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks,
atau cavum peritonealis jarang ditemukan.

Sebagai suatu keadaan yang mengancam kehidupan, kehamilan ektopik menuntut para
ahli kebidanan untuk mengetahui metoda-metoda pengobatan yang mutakhir. Meskipun
penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik adalah dengan pembedahan, tetapi saat ini mulai
dikembangkan penatalaksanaan dengan obat-obatan yaitu dengan methotrexate. Metoda ini
tampaknya efektif dan cukup aman sehingga dapat menjadi metoda alternatif pada pengobatan
kehamilan ektopik.
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar lokasi normal endometrium. Blastokis
normalnya akan berimplantasi pada endometrium kavum uteri. Bila blastokis tidak berimplantasi
pada tempat tersebut, maka disebut kehamilan ektopik. Kehamilan Ektopik tergangu (KET)
merupakan kehamilan ektopik yang disertai dengan gejala akut abdomen, dengan trias gambaran
klasik yaitu amenore, nyeri abdomen akut dan perdarahan pervaginam. Implantasi hasil konsepsi
dapat terjadi pada tuba fallopii, ovarium, dan kavum abdomen atau pada uterus namun dengan
posisi yang abnormal (kornu, serviks).2,3 Kehamilan ekstrauterin tidak bersinonim dengan
kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars intersitialis tuba dan kanalis servikalis masih
termasuk dalam uterus, tetapi jelas kehamilan ektopik. Kira-kira 95% kasus kehamilan ektopik
terjadi pada tuba falopii dan kehamilan ini disebut sebagai kehamilan tuba.3,4
Bentuk-bentuk kehamilan ektopik yaitu kehamilan tuba, kehamilan kornu uteri,
kehamilan interstisial tuba, kehamilan servikal, kehamilan ovarial, kehamilan abdominal,
kehamilan uterus rudimenter dan kehamilan ektopik rudimenter.1,5
Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi pada tuba fallopi, di pars ampularis 80%,
pars ismika 12%, fimbriae 5%, dan kornual 2%. Sangat jarang terjadi implantasi pada ovarium
(0,2%), rongga perut (1,4%), kanalis servikalis uteri (0,2%), kornu uterus yang rudimenter dan
divertikel pada uterus.3,6 Terbatasnya kemampuan tuba fallopi untuk mengembang menyebabkan
kehamilan ektopik mengalami ruptur tuba sehingga dapat timbul perdarahan ke dalam kavum
abdomen, keadaan ini biasa dikenal dengan kehamilan ektopik terganggu.1

Gambar 1. Anatomi Organ Reproduksi Wanita dan Lokasi Kehamilan Ektopik


Epidemiologi
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Angka kejadian
kehamilan ektopik per 1000 kehamilan yang dilaporkan di Amerika Serikat meningkat empat
kali lipat dari tahun 1970 sampai tahun 1992. Pada tahun 1992 di Amerika Serikat angka
kejadian kehamilan ektopik hampir 2% dari seluruh kehamilan. Kehamilan ektopik
menyebabkan 10% kematian yang berhubungan dengan kehamilan. Sedangkan di Indonesia,
laporan dari Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka kejadian kehamilan ektopik
pada tahun 1987 ialah 153 diantara 4007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan. Di Amerika
Serikat, sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 35-44 tahun
dimana wanita kulit hitam memiliki resiko 1,6 kali lebih tinggi untuk mengalami kehamilan
ektopik dibandingkan wanita kulit putih. Di Indonesia berdasarkan penelitian kehamilan ektopik
di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo selama 3 tahun (1 Januari 1997- 31 Desember 1999) wanita
yang mengalami kehamilan ektopik terbanyak pada usia 26-30 tahun yaitu 44,59 %. Sedangkan
resiko untuk mengalami kehamilan ektopik yang berulang dikatakan 7-13 kali lebih besar atau
sekitar 10-25% dibandingkan wanita yang tidak pernah mengalami kehamilan ektopik.

Etiologi
Kehamilan ektopik telah banyak diselidiki untuk mengetahui penyebabnya. Penyebab yang
paling sering adalah salpingitis yang terjadi sebelumnya akibat penyakit menular seksual seperti
infeksi gonokokal, klamidia, atau salpingitis yang mengikuti abortus septik dan sepsis
puerperium.5
Aktivitas mioelektrik bertanggung jawab terhadap aktivitas dalam tuba fallopi. Aktivitas
ini membantu pergerakan sperma dan ovum agar saling bertemu dan membantu zigot menuju ke
kavum uteri. Estrogen akan meningkatkan aktivitas otot polos dan progesteron menurunkan
aktivitas tersebut. Proses penuaan menyebabkan hilangnya aktivitas mioelektrik tuba fallopi
secara progresif, sehingga bisa dijelaskan terjadinya peningkatan insiden kehamilan tuba pada
wanita perimenopause. Adanya kontrol hormonal pada aktivitas otot tuba falopii mungkin
menjelaskan peningkatan insiden kehamilan ektopik yang berhubungan dengan penggunaan mini
pil, IUD, dan induksi ovulasi. 8
Sekitar 2 % hingga 8 % konsepsi IVF (Invitro Fertilization) adalah daerah tuba. Faktor
predisposisi masih tidak jelas, mungkin karena penempatan embrio pada kavum uterus terlalu
diatas, refluks cairan ke dalam tuba, dan faktor kelainan tuba lainnya yang mencegah refluks
embrio kembali ke dalam kavum uterus.8
The Society of Assisted Reproductive Tecnology (1993) melalui The National IVF
Registry, melaporkan insiden kehamilan ektopik per kehamilan klinis adalah 5,5 % untuk IVF,
2,9 % untuk Gamete Intrafallopian Transfer, dan 4,5 % untuk Zygote Intrafallopian Transfer
pada tahun 1991.4

Gambar 2. Kehamilan Ektopik

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kehamilan ektopik 4,6,8:


1. Salpingitis, khususnya endosalpingitis, yang menyebabkan aglutinasi lipatan
arboresen mukosa tuba dengan penyempitan lumen atau pembentukan kantong-
kantong buntu. Berkurangnya siliasi mukosa tuba akibat infeksi dapat turut
menyebabkan implantasi zigot dalam tuba fallopi.
2. Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus atau infeksi masa nifas, apendisitis
ataupun endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba dan penyempitan
lumennya.
3. Kelainan pertumbuhan tuba, khususnya divertikulum, ostium assesorius dan
hipoplasia. Kelainan semacam ini sangat jarang terjadi.
4. Kehamilan ektopik sebelumnya, dan sesudah sekali mengalami kehamilan ektopik,
insiden kehamilan ektopik berikutnya akan menjadi 7 hingga 15 persen.
Meningkatnya risiko ini kemungkinan disebabkan oleh salpingitis yang terjadi
sebelumnya.
5. Pembedahan sebelumnya pada tuba, entah dilakukan untuk memperbaiki patensi tuba
atau kadang-kadang dilakukan pada kegagalan sterilisasi. Wanita yang pernah
mengalami pembedahan tuba mempunyai risiko kehamilan ektopik yang lebih tinggi.
6. Abortus induksi yang dilakukan lebih dari satu kali akan memperbesar risiko
terjadinya kehamilan ektopik. Risiko ini tidak berubah setelah satu kali menjalani
abortus induksi, namun akan menjadi dua kali lipat setelah menjalani abortus induksi
sebanyak dua kali atau lebih, kenaikan risiko ini kemungkinan akibat peningkatan
insiden salpingitis.
7. Tumor yang mengubah bentuk tuba, seperti mioma uteri dan adanya benjolan pada
adneksa.
8. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim yang digalakkan akhir-akhir ini telah
meningkatkan insiden kehamilan ektopik. Tapi harus diingat bahwa penggunaan IUD
modern seperti Copper T tidak meningkatkan risiko kehamilan ektopik dan malahan
merupakan proteksi terhadap kehamilan.

Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan di kavum
uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada nidasi yang kolumner,
telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya
dipengaruhi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan dengan mudah
dapat diresorbsi total. Pada nidasi interkolumner, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping.
Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang
menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba
tidak sempurna, dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan
otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya
bergantung pada beberapa faktor seperti tempat implantasi dan tebalnya dinding tuba.1
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena tuba bukan
tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh secara utuh seperti
dalam uterus. Sebagian besar kehamilan terganggu pada umur kehamilan antara 6-10 minggu. 1,3
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada
kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan yang lebih
lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah penembusan villi korialis ke dalam lapisan
muskularis tuba terus ke peritonem. Ruptur dapat terjadi secara spontan namun dapat pula karena
trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal.1 Akibat dari ruptur ini akan terjadi
perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit namun dapat pula banyak sampai
menimbulkan syok dan kematian. 3,4,5
Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen
tuba.3,4,5 Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris. Bila
pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian
didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale. Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak
sempurna pada abortus, perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah
sehingga berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba
membesar dan kebiru-biruan (hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut
melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas dan akan membentuk
hematokel retrouterina.1

Gambaran Klinis
Adapun gejala dan tanda dari kehamilan ektopik terganggu yang sering dijumpai ialah sebagai
berikut 1,4,6,8,9:
1. Nyeri perut
Merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu, yang terjadi pada kira-
kira 90-100% penderita. Nyeri bisa terjadi unilateral atau bilateral dan bisa terjadi baik pada
perut bagian bawah maupun atas. Nyeri juga bisa dirasakan sebagai nyeri tajam, nyeri tumpul,
atau kram serta bisa terus menerus atau hilang timbul. Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian
bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya sangat berat disebabkan oleh darah yang
mengalir ke dalam kavum peritonei. Biasanya pada abortus tuba, nyeri tidak seberapa hebat dan
tidak terus menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke
dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut bawah. Darah
dalam rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga menyebabkan nyeri bahu dan bila
membentuk hematokel retrouterina dapat, menyebabkan nyeri saat defekasi.
2. Perdarahan pervaginam
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik
terganggu, kira-kira terjadi pada 60-80% penderita. Perdarahan biasanya mulai 7-14 hari setelah
periode menstruasi yang terlewatkan/tidak terjadi. Selama fungsi endokrin plasenta masih
bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak ditemukan; namun bila dukungan endokrin dari
endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus akan mengalami perdarahan. Hal ini
menunjukkan sudah terjadi kematian janin dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan
desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya sedikit-sedikit, berwarna coklat tua, dan
dapat terputus-putus atau terus menerus. Perdarahan berarti gangguan pembentukan human
chorionic gonadotropin. Jika plasenta mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya.
3. Amenore
Tidak adanya riwayat terlambat haid bukan berarti kemungkinan kehamilan tuba dapat
disingkirkan. Lamanya amenore tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi.
Sebagian penderita tidak mengalami amenore karena kematian janin sebelum haid berikutnya.
4. Tekanan darah dan denyut nadi
Sebelum terjadi ruptur, tanda vital umumnya normal. Respon awal terhadap perdarahan
bervariasi dari tanpa perubahan tanda vital sampai bradikardi dan hipotensi.
5. Perubahan uterus
Pada kehamilan ektopik terganggu, uterus juga membesar karena pengaruh hormon-
hormon kehamilan, terutama selama 3 bulan pertama, dimana tetap terjadi pertumbuhan uterus
hingga mencapai ukuran yang hampir mendekati ukuran uterus pada kehamilan intrauteri.
Konsistensinya juga serupa selama janin masih dalam keadaan hidup. Uterus pada kehamilan
ektopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh massa ektopik tersebut.
6. Tumor dalam rongga panggul (massa pelvis)
Pada sekitar 20% pasien ditemukan massa lunak kenyal pada rongga panggul. Massa ini
memiliki ukuran, konsistensi, serta posisi yang bervariasi. Biasanya massa berukuran antara 5-15
cm, teraba lunak dan elastis. Akan tetapi, dengan terjadinya infiltrasi tuba yang luas oleh karena
darah, massa dapat teraba keras. Hampir selalu massa pelvic ditemukan di sebelah posterior atau
lateral uterus. Timbulnya massa pelvis disebabkan kumpulan darah di tuba dan sekitarnya.
Keluhan nyeri dan nyeri tekan kerapkali mendahului gejala massa yang ditemukan dengan
palpasi.
7. Gangguan kencing
Kadang-kadang terdapat gejala beser kencing karena perangsangan peritoneum oleh
darah di dalam rongga perut.
8. Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh bisa tetap normal atau bahkan menurun. Suhu
yang sampai 38 0C dan mungkin berhubungan dengan hemoperitonium dapat terjadi; namun
suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa adanya infeksi.

9. Pada pemeriksaan dalam


Nyeri goyang porsio, menonjol dan nyeri pada perabaan dengan jari, dijumpai pada lebih
dari tiga perempat kasus kehamilan tuba yang sudah atau sedang mengalami ruptur, tetapi
kadang-kadang tidak terlihat sebelum ruptur terjadi.
10. Hematokel pelvis
Pada banyak kasus ruptur kehamilan tuba, terdapat kerusakan dinding tuba yang terjadi
bertahap, diikuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam lumen tuba, kavum
peritoneum atau keduanya.4,5,6

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis kehamilan ektopik
ialah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Hb dan jumlah sel darah merah
Dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada kehamilan tuba yang terganggu,
karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut, tapi turunnya Hb disebabkan karena
darah diencerkan oleh air dan jaringan untuk mempertahankan volume darah. Hal ini
memerlukan waktu 1-2 hari. Jadi mungkin pada pemeriksaan Hb yang pertama, kadar Hb belum
seberapa turunnya, maka kesimpulan adanya perdarahan didasarkan atas penurunan kadar Hb
pada pemeriksaan kadar Hb yang berturut-turut. Pada kasus jenis tidak mendadak, biasanya
ditemukan anemia tetapi harus diingat bahwa penurunan Hb baru terlihat setelah 24 jam 4,5,6.
b. Perhitungan leukosit
Perdarahan juga menimbulkan naiknya leukosit, sedangkan pada perdarahan sedikit
demi sedikit, leukosit normal atau sedikit meningkat. Ini berguna dalam menegakkan diagnosis
kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut.
Untuk membedakan kehamilan ektopik dan infeksi pelvik dapat diperhatikan jumlah leukosit,
jika > 20.000 biasanya menunjukkan adanya infeksi pelvic. 4,5,6
c. Tes kehamilan
Jaringan tropoblas pada kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar yang lebih
rendah daripada kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itu dibutuhkan tes yang mempunyai
tingkat sensitivitas yang lebih tinggi 2. Akan tetapi tes negatif tidak menyingkirkan kemungkinan
kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi tropoblas
menyebabkan produksi hCG menurun dan menyebabkan hasil tes negatif. Permasalahan yang
timbul kemudian adalah bagaimana mendeteksi penanda kehamilan ini dengan cara klinik yang
terefektif.4,8
Tes kehamilan melalui urin merupakan slide test inhibisi aglutinasi lateks yang paling
sering dikerjakan, karena memiliki kepekaan terhadap korionik gonadotropin yang berkisar dari
500 hingga 800 mIU per mL. Kemudahan penggunaannya dan kecepatannya diimbangi dengan
persentase kemungkinan hasil positif yang besarnya hanya sekitar 50 hingga 60 persen pada
wanita dengan kehamilan ektopik. 4,8
Doubling time untuk serum beta-hCG pada kehamilan intrauterine adalah 48 jam
hingga mencapai 10.000-20.000 mIU/mL.5,11 Berdasarkan penelitian tentang doubling time,
serum level beta-hCG akan meningkat paling kurang 66 % dalam 48 jam pada 85 % kehamilan
normal. Doubling time hanya bisa digunakan pada awal kehamilan hingga kurang dari 41 hari
kehamilan.5
2. Ultrasonografi (USG)
USG yang digunakan meliputi USG transabdominal dan USG transvaginal. Diagnosis dari
kehamilan ektopik dapat dibuat 1 minggu lebih cepat dengan USG transvaginal dibandingkan
dengan USG transabdominal. Pada USG transabdominal biasanya ditemukan kavum uteri yang
tidak berisi kantong gestasi, gambaran cairan bebas serta massa abnormal di daerah pelvis.
Sedangkan pada USG transvaginal digunakan setelah satu minggu telat haid yang dikombinasi
dengan pemeriksaan kadar ß-hCG serum.4,8 Sebuah kantung gestasi merupakan tanda pada USG,
yang berlokasi pada permukaan endometrial dan tampak dengan USG transvaginal 30-35 hari
setelah menstruasi terakhir. Terlihat daerah sonolusen di tengah yang dikelilingi dengan lapisan
ekogenik tebal, yang dibentuk oleh reaksi desidual di sekeliling kantong korionik. Yolk sac
sebagai struktur yang pertama kali terlihat dalam kantong gestasi, tampak pada 5 minggu setelah
menstruasi terakhir. Gerakan jantung janin pertama kali terlihat saat umur kehamilan 5-6
minggu. Kegagalan untuk dapat melihat kantong gestasi sampai 24 hari atau lebih setelah
konsepsi (38 hari atau lebih) biasanya menunjukkan adanya kehamilan ektopik.6,8
Saat beta-hCG mencapai 2000 mIU/mL, gestasional sac harus bisa dilihat didalam uterus
pada USG transvaginal, ketika sudah mencapai 6000 mIU/mL harus sudah bisa dilihat dengan
USG abdominal.11
USG transvaginal dapat membedakan kehamilan dalam uterus atau di luar antara lain sebagai
berikut :11
1. Kehamilan intrauterine (IUP) : sebuah gestational sac dengan sebuah sonolusent center
(diameter >5mm) dikelillingi oleh cincin yang tebal, konsentris dan echogenic, terletak
didalam endometrium dan mengandung fetal pole, yolk sac, atau keduanya.
2. Kemungkinan IUP abnormal : gestational sac dengan diameter lebih besar dari 10 mm
tanpa fetal pole atau dengan fetal pole tanpa aktivitas kardiak.
3. Kehamilan ektopik : sebuah struktur seperti cincin tebal, echogenik terletak diluar uterus,
dengan gestational sac yang mengandung fetal pole, yolk sac atau keduanya.
USG Doppler memiliki sensitivitas yang lebih baik dan secara tehnik lebih cepat. Meskipun
USG tradisional dapat menunjukkan massa adneksa, Doppler dapat menunjukkan bahwa massa
tersebut adalah massa ektopik dengan menunjukkan adanya aktivitas vaskular abnormal pada
massa tersebut dan juga gambaran vaskular uterin yang tenang. Perbedaan USG Doppler dan
USG standar ini sangat berarti pada awal kehamilan, dan hal ini dapat mengarah kepada
pengobatan medisinalis seawal mungkin.6,8
3. Kombinasi USG dengan pengukuran serum ß-hCG
Bila pada USG transvaginal ditemukan uterus yang kosong, dan kadar ß-hCG serum 1500
mIU/ml atau lebih, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat dipastikan dengan tingkat akurasi
hampir 100%.4
4. Kuldosintesis
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah atau
cairan lain. Serviks ditarik ke arah simfisis dengan tenakulum, kemudian sebuah jarum panjang
ukuran 16 atau 18 dimasukkan lewat forniks posterior vagina ke dalam kavum Douglas dan
kemudian dilakukan aspirasi cairan yang ada di dalamnya. Jika darah yang diaspirasi kemudian
membeku, darah ini mungkin berasal dari pembuluh darah yang mengalami perforasi bukan dari
kehamilan ektopik yang mengalami perdarahan kecuali terjadi perdarahan cepat dari tempat
ruptur dan darah dapat diaspirasi dari kavum Douglas sebelum sempat membeku.4
5. Kadar Progesteron
Pada umumnya kadar serum progesterone pada pasien dengan kehamilan ektopik lebih rendah
dibandingkan kehamilan normal. Kadar progesterone serum dapat dipergunakan untuk skrining
tes baik pada kehamilan ektopik maupun pada kehamilan normal terutama apabila tidak tersedia
pemeriksaan hCG dan USG. Kadar progesterone serum yang kurang dari 5 ng/mL mempunyai
sensivitas yang tinggi adanya kehamilan yang abnormal, tetapi tidak sampai 100%. Resiko

terjadinya kehamilan normal dengan kadar progesterone serum kurang dari 5 ng/mL kira-kira
1:1500. Karena itu pengukuran progesterone serum saja tidak bisa dipergunakan untuk
menegakkan diagnosa.

Bagan 1. Algoritma Diagnosis Kehamilan Ektopik Berdasarkan Kadar Progesteron Serum dan ß-Hcg

Diagnosis
Diagnosis KET ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang1-8
1. Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan trias KET klasik yaitu: amenorea, nyeri perut yang
biasanya bersifat unilateral serta perdarahan pervaginam. Gejala tak spesifik lainnya seperti
perasaan enek, muntah dan rasa tegang pada payudara serta kadang-kadang gangguan defekasi.
2. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda syok: tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat dan
lemah (> 110 kali permenit), pucat, berkeringat dingin, kulit yang lembab, nafas cepat
(> 30 kali permenit), cemas, kesadaran berkurang atau tidak sadar.
b. Gejala akut abdomen: perut tegang pada bagian bawah, nyeri tekan, nyeri ketok dan
nyeri lepas dari dinding perut.
c. Pemeriksaan ginekologi: biasanya didapatkan servik teraba lunak, nyeri tekan dan
nyeri goyang, korpus uteri normal atau sedikit membesar, kadang-kadang sulit
diketahui karena nyeri abdomen yang hebat, kavum Douglas menonjol oleh karena
terisi darah.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Kadar Hb, jumlah sel darah merah dan leukosit, tes kehamilan
b. USG
c. Kombinasi USG dengan pemeriksaan kuantitatif ß-hCG
d. Kuldosintesis
e. Kadar progesteron

Diagnosis Banding
Diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu ialah infeksi pelvis, abortus iminens, kista
folikel, korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai, serta apendisitis.
Penyakit-penyakit ini dapat memberikan gambaran klinis yang hampir sama dengan KET.
Perbedaan dari masing-masing penyakit tersebut adalah sebagai berikut:7,8,10
1. Infeksi pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah amenore.
Gejala tersebut berupa nyeri perut bawah dan tahanan yang dapat diraba pada pemeriksaan
vagina, yang pada umumnya bilateral. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perbedaan suhu rektal
dan aksila melebihi 0,50C, sedangkan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis
yang lebih tinggi daripada KET serta tes kehamilan negatif.
2. Abortus iminens atau insipiens
Pada abortus iminens maupun insipiens, perdarahan umumnya lebih banyak dan lebih merah
sesudah amenore. Rasa nyeri yang muncul berlokasi di daerah median. Sedangkan pada
pemeriksaan fisik tidak dapat diraba tahanan di samping atau di belakang uterus serta gerakan
servik uteri tidak menimbulkan nyeri.

3. Ruptur korpus luteum


Terjadi pada pertengahan siklus haid dan biasanya tanpa disertai perdarahan pervaginam, serta
tes kehamilan (-).
4. Torsi kista ovarium dan apendisitis
Umumnya tidak ada gejala dan tanda kehamilan muda, amenore dan perdarahan pervaginam.
Torsi kista ovarii biasanya lebih besar dan lebih bulat daripada kehamilan ektopik. Pada
apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan serviks kurang nyata, serta lokasi
nyeri perutnya di titik McBurney.

Penatalaksanaan
Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu ialah 1,5,6,8:
1. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk mengoreksi anemia dan hipovolemia.
2. Operasi segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan. Jenis operasi yang dikerjakan
antara lain berupa salpingektomi yang dilakukan pada kehamilan tuba dan oovorektomi
atau salpingoovorektomi pada kehamilan di kornu. Pada kehamilan di kornu jika pasien
berumur >35 tahun sebaiknya dilakukan histerektomi, bila masih muda sebaiknya
dilakukan fundektomi. Pada kehamilan abdominal, bila kantong gestasi dan plasenta
mudah diangkat sebaiknya diangkat saja tetapi bila besar dan susah diangkat maka anak
dilahirkan dan tali pusat dipotong dekat plasenta, plasenta ditinggalkan dan dinding
perut ditutup.
Penanganan terhadap kehamilan tuba paling sering berupa salpingektomi untuk mengangkat tuba
fallopi yang koyak dan mengalami perdarahan, dengan atau tanpa ooforektomi ipsilateral.
Tujuan penanganan tersebut harus dan tetap terletak dalam upaya untuk menyelamatkan jiwa
ibu. Akhir-akhir ini, penanganan terhadap kehamilan ektopik telah berubah dari salpingektomi
menjadi prosedur untuk mempertahankan fungsi tuba. Pembedahan yang dahulunya lebih radikal
akan dijelaskan pertama dan kemudian diikuti dengan uraian mengenai teknik pembedahan yang
lebih baru untuk mempertahankan kelangsungan fungsi tuba fallopi.4,5,6,8,11
1. Salpingektomi
Dalam pengangkatan tuba fallopi, dianjurkan untuk membuat eksisi berbentuk baji
yang tentu saja tidak lebih dari sepertiga luar pars interstisialis tuba (tindakan ini dinamakan
reseksi kornu), untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kehamilan dalam puntung tuba
(jarang dijumpai) tanpa melemahkan miometrium di tempat eksisi tersebut. Harus dihindari
reseksi yang terlampau luas agar tidak mengenai kavum uteri; kalau tidak, cacat yang
ditimbulkan oleh reseksi akan menimbulkan ruptura uteri pada kehamilan intrauteri berikutnya.
Bahkan dengan reseksi kornu sekalipun, kehamilan interstisial selanjutnya tidak dapat dicegah.
2. Ooforektomi ipsilateral
Pengangkatan ovarium di sebelahnya pada saat dilakukan salpingektomi pernah
dianjurkan sebagai prosedur yang mungkin dapat memperbaiki kesuburan penderita maupun
menurunkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik berikutnya. Dengan demikian, ovulasi
selalu akan terjadi dari ovarium yang paling dekat pada tuba fallopi yang masih tertinggal.
Keadaan ini mempermudah pengambilan ovum oleh tuba dan menghindari kemungkinan
terjadinya migrasi eksterna ovum serta kehamilan ektopik yang bisa timbul akibat telur yang
peripatetik tersebut.
3. Sterilisasi
Sebelum dilakukan pembedahan eksplorasi untuk kecurigaan kehamilan ektopik, ibu
harus ditanya dahulu apakah ia menginginkan kehamilan selanjutnya. Jika wanita tersebut sudah
tidak ingin mempunyai anak lagi dan kehamilan ektopik yang terjadi merupakan akibat tindakan
kontrasepsi yang gagal, keputusan yang diambil dokter biasanya ke arah tindakan sterilisasi. Jika
diputuskan demikian, dan keadaan pasien baik, dokter dapat mempertimbangkan histerektomi.
Kalau tidak, tubektomi biasanya dapat dilakukan dengan cepat tanpa meningkatkan risiko.
Sebaliknya, semua organ ini perlu diselamatkan sedapat mungkin pada wanita yang masih ingin
hamil lagi, sekalipun risiko kehamilan ektopik yang akan dihadapinya pada kehamilan
berikutnya cukup besar.
4. Menyelamatkan tuba fallopi
Karena adanya kemungkinan yang besar untuk terjadi kemandulan setelah kehamilan
tuba yang ditangani dengan salpingektomi, cara lain untuk mengangkat tuba harus
dipertimbangkan. Penggunaan teknik diagnostik dan prosedur pembedahan yang lebih mutakhir
untuk mempertahankan tuba yang rusak akan memberikan hasil akhir yang lebih baik lagi dalam
kehamilan berikutnya.

Beberapa tindakan bedah rekonstruksi tuba dibahas dibawah ini:


a. Salpingostomi
Teknik ini digunakan untuk mengangkat kehamilan yang kecil dengan panjang yang
biasanya kurang dari 2 cm dan terletak dalam sepertiga distal tuba fallopi. Suatu insisi linier
sepanjang 2 cm atau kurang dilakukan pada batas antimesenterik di dekat kehamilan ektopik.
Implantasi ektopik ini biasanya akan menonjol keluar dari lubang insisi sehingga dapat
dikeluarkan dengan hati-hati. Tempat perdarahan dikendalikan dengan elektrokauter atau laser,
dan luka insisi dibiarkan tanpa penjahitan sampai sembuh sendiri.
b. Salpingotomi
Suatu insisi longitudinal dilakukan pada batas antimesenterik tuba fallopi langsung di
daerah implantasi ektopik. Hasil konsepsi diangkat dengan forseps atau diisap dengan hati-hati
dan tuba yang terbuka lalu diirigasi dengan larutan ringer laktat (jangan memakai larutan salin
isotonik), sehingga tempat perdarahan dapat dikenali dan dikendalikan seperti dijelaskan di atas.
Penutupan luka yang paling dianjurkan dilakukan dengan jahitan satu lapis memakai benang
vicryl 7-0 yang dipasang satu persatu.
c. Reseksi segmental dan anastomosis
Prosedur ini dianjurkan untuk kehamilan ektopik yang mengalami ruptur dalam
bagian isthmus tuba, mengingat salpingotomi atau salpingostomi kemungkinan akan
menimbulkan jaringan parut dan selanjutnya penyempitan lumen tuba yang kecil ini. Setelah
segmen tuba terlihat, mesosalping di bawah tuba diinsisi, dan bagian isthmus tuba yang berisikan
implantasi ektopik tersebut direseksi. Mesosalping lalu dijahit dan dengan demikian merapatkan
kembali kedua puntung tuba. Segmen tuba tersebut kemudian dianastomosiskan satu sama lain
secara berlapis dengan benang vicryl 7-0 yang dijahit satu per satu (jahitan terputus); penjahitan
ini sebaiknya dilakukan dengan pembesaran. Tiga jahitan dibuat pada tunika muskularis dan tiga
lagi pada tunika serosa yang dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengenai lumen tuba.
Penjahitan lapisan serosa akan menambah kekuatan pada lapisan pertama.
d. Evakuasi fimbria
Pada kehamilan tuba yang implantasinya di bagian distal diusahakan untuk
mengosongkan hasil konsepsi dengan cara “mengurut” atau “mengisap” implantasi ektopik
tersebut dari dalam lumen tuba. Tindakan ini tidak dianjurkan karena akan disertai dengan angka
kehamilan ektopik rekuren yang besarnya dua kali lipat bila dibandingkan dengan salpingotomi.
Pada tindakan ini juga terdapat angka pembedahan reeksplorasi yang tinggi untuk mengatasi
perdarahan rekuren akibat jaringan trofoblastik persisten.

Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu antara lain berupa syok
1,8,10
yang irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus . Komplikasi yang lain berupa jaringan
trofoblastik persisten dan kehamilan ektopik persisten. Namun kedua hal tersebut biasanya
terjadi pada kehamilan ektopik yang belum pecah dan menjalani terapi bedah konservatif
(salpingostomi), sehingga diperlukan pemantauan yang ketat pasca terapi.4,5,6,8
Risiko kehamilan ektopik persisten dengan pembedahan konservatif melalui
laparotomi sebesar 5 %. Laparoskopi salpingostomi dihubungkan dengan tingginya angka
jaringan tropoblas persisten; kira-kira 15 % pasien memerlukan pengobatan lanjutan. Risiko
jaringan trofoblastik persisten sangat bermakna dengan hematosalping berdiameter lebih besar
dari 6 cm, titer HCG lebih besar dari 20.000 IU/L dan hemoperitonium lebih dari 2000 ml.
Meskipun reoperasi merupakan pengobatan pilihan, tetapi methotrexate lebih disukai.
Pengobatan profilaksis dapat diberikan dengan memberikan dosis multipel methotrexate (1
mg/kg) atau dosis tunggal methotrexate (15 mg/m2) dapat diberikan setelah diagnosis
ditegakkan.4,6,8

Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dan
persediaan darah yang cukup. Pada umumnya, kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik
bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau
dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Selain itu, kemungkinan untuk
hamil akan menurun. Hanya 60% wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu
dapat hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan
ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%. Untuk wanita dengan anak yang
sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateralis.4,5,6,8
Setelah mengalami kehamilan ektopik, kemungkinan untuk mengandung dan melahirkan
anak sebesar 85% pada kehamilan berikutnya. Setelah 2 kali mengalami kehamilan ektopik,
risiko kehamilan ektopik berikutnya meningkat menjadi 10 kali lipat, dan harus dipertimbangkan
dalam memberikan IVF.6
BAB IV

KESIMPULAN

Telah diperiksa seorang pasien perempuan berusia 31 tahun yang sedang hamil ke-4
dengan keluhan utama perdarahan dari jalan lahir dan nyeri perut kiri bawah. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan konjungtiva anemis, nyeri tekan suprapubik dan kiri bawah, serta perdarahan
pada genitalia. Pemeriksaan dilanjutkan dengan penunjang berupa imaging dengan gambaran
gestational sac (-) dan tampak cairan bebas pada cavum abdomen yang menunjukkan adanya
perdarahan. Pasien kemudian didiagnosa dengan G4P3A0 Uk 3 – 4 minggu + Kehamilan
Ektopik Terganggu berdasarkan keluhan, onset dan perjalanan keluhan, serta pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan lanjutan yang telah dilakukan. Tatalaksana yang dilakukan adalah laparotomi,
yang merupakan terapi pilihan untuk kasus kehamilan ektopik terganggu. Hal ini sesuai dengan
tinjauan pustaka terkait kehamilan ektopik terganggu.
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S , Wiknjosastro H. Kehamilan Ektopik. Dalam Ilmu Kebidanan; Jakarta;


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002; 323-334
2. Wiknjosastro,H. Kehamilan Ektopik. Dalam Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta; Yayasan
Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo, 2000; 198-204
3. Delfi L. Kehamilan Ektopik. Sinopsis Obstetri; jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC,
1998; 226-37
4. Cunningham FG, gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, haulth JC, Wenstrom KD. Ectopic
Pregnancy. In: William Obstetrics, 21thed; USA; Mc graw hill; 2001; pp 883-910
5. Lipscomb GH. Ectopic Pregnancy. Obstetric and Gynecology Principles for Practice.In:
Ling FW,Duff P editor. International edition;USA. Mc Graw Hill; 2001;pp 1134-1147
6. Speroff L, Glass RH, Kase NG. Ectopic Pregnancy In Clinical Gynecologic Endocrinology
and Infertility, 6thed.Philadelphia.Lippincot William & Wilkins, 1999,pp 1149-1164
7. Chapin DS. Kehamilan Ektopik. Dalam: Friedman EA, Acker DB, Scachs BP. Seri
Diagnosis dan Penatalaksanaan Obstetri. Jakarta; Binarupa Aksara; 2000. Hal 54-56.
8. Berek JS. Ectopic Gestasion. In Novak’s Gynecology. 13thed.Philadelphia Lippincot
Williams & Wilkins, 2002, pp510-534
9. Beck WW, Jr. Ectopic Pregnancy. In: Obstetrics and Gynecology 4 ed. William & Wilkins
the Science of Review. New York. 1996; 315-320
10. Pearson J, Rooyen JV. Ectopic Pregnancy. In: Bandowski BJ, Hearne AE, Lambrou BJC,
For HE, Wallase EE editor. The Jhons Hopkins Manual Of Gynecology and Obstetric; 2 nd
ed. Philadelphia. Lippincott William & Wilkins; 2002;pp 305-13.
11. Braun, RD. Surgical Management of Ectopic Pregnancy. Available in :
http://www.emedicine.com/med/topic3316.htm. Last Update : 26 Januari 2007. Accessed :
1 April 2010.
12. Ectopic Pregnancy. A Guide for Patients. American Society For Reproductive
Medicine.1996.

Anda mungkin juga menyukai