Anda di halaman 1dari 13

Ringkasan

Jurnal
“Disusun dalam Rangka Memenuhi Tugas Kelompok pada Mata Kuliah Audit
Pajak”

Oleh : Kelompok 7
1. Putra Hady Nainggolan (200503154)
2. Jonathan Ricardo Siahaan (200503159)
3. Heryanto Tampubolon (200503161)
4. Steven Nababan (200503181)
5. Nova Maranti Br. Sinaga (200503196)

Dosen Pengampu :
Yuni Lestari Sitepu., SE.,M.Si.

Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Departemen S-1 Akuntansi
Universitas Sumatera Utara
TA 2022/2023
Peranan Pajak Dalam Perekonomian Indonesia
Sumber Artikel : Hudiyanto.1986. Peranan Pajak Dalam Perekonomian Indonesia.
(https://journal.uii.ac.id/Unisia/article/download/5299/4937/9436)
Berdasarkan artikel tersebut dapat saya simpulkan:
Tujuan Penelitian : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis
pengaruh Penerimaan Pajak Dalam Negeri Sektor Migas, Penerimaan pajak menurut jenis pajak
sebagai proporsi dari GDP, dan Realisasi Pajak dari Potensi Pajak Yang Sebenarnya.
Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling yaitu metode
pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Sampel dalam penelitian ini
sebanyak 6 Negara Sebagai Objek Perbandingan Antar Negara Elastisitas Penerimaan Pajak dari
Pendapatan Nasional (1976-1982).
Variabel Independen : X1 : Penerimaan Pajak Dalam Negeri Sektor Migas
X2 : Penerimaan pajak menurut jenis pajak sebagai proporsi dari GDP
X3 : Realisasi Pajak dari Potensi Pajak Yang Sebenarnya
Variabel Dependen : Y : Pajak Mempengaruhi Perekonomian Indonesia
Hasil Penelitian :
Perekonomian Indonesia adalah salah satu yang mempengaruhi peranan pajak dalam sektor
migas, proporsi dari GDP (Gross Domestic Produc), dan realisasi pajak dari potensi pajak yang
sebenarnya.
Penerimaan Pajak Dalam Negeri Sektor Migas relatif rendah pada tahun 1981 yaitu hanya
sebesar 29 persen dari total penerimaan dalam negeri. Yang membuat Perekonomian Indonesia
mengalami deficit dari sektor migas, tetapi pada tahun 1982 mengalami pelonjakan yaitu sebesar
34 persen. Disini pajak berkaitan dengan disposable income yang berarti pendapatan pribadi
dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari setelah dikurangi pajak langsung, seperti PKB
(Pajak Kendaraan Bermotor), PPh (Pajak Penghasilan), dan PBB (Pajak Bumi Bangunan). Maka
juga berkaitan dengan Multiplier effect yaitu pengaruh yang meluas yang ditimbulkan oleh suatu
kegiatan ekonomi dimana peningkatan pengeluaran nasional mempengaruhi peningkatan
pendapatan dan konsumsi.
Penerimaan Pajak menurut Jenis Pajak sebagai proporsi dari GDP yaitu untuk pajak kekayaan
yang merupakan fungsi dari pendapatan nasional misalnya, Indonesia hanya menunjukkan angka
0,42 % sementara negara dengan pendapatan yang lebih rendah mencapai lebih dua kali lipatnya
yaitu 1,22 dan dibandingkan dengan negara yang sederajat tingkat GDP-nya, hanya
seperempatnya, yaitu 1,90 %. Kesimpulannya adalah bahwa Indonesia tidak banyak
menggunakan pajak sebagai sumber penerimaannya.
Realisasi Pajak dari potensi yang sebenarnya yaitu bahwa rata-rata penarikan pajak dari
potensi yang sebenarnya hanya 28 persen. Dari uraian tersebut maka bisa disimpulkan bahwa
potensi pajak belum dimanfaatkan secara optimal untuk membiayai pembangunan. Keadaan ini
kemudian cukup terasa ketika bonanza (rejeki nomplok) dari minyak bumi menunjukkan
kesuramannya pada tahun 1980-an, yang dimana pemerintah menyadari bahwa penarikan pajak
secara efektif sangat penting untuk dilakukan (bukan hanya dari pajak minyak dan gas
saja).Maka dari itu, pemerintah menetapkan Pajak Penghasilan, PPN dan Pajak Barang Mewah,
Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Materai, Cukai, Pajak Pengeluaran Pemerintah,Dan lain
Sebagainya.
Transformasi Budaya Organisasi Otoritas Perpajakan Indonesia Menghadapi Era
Ekonomi Digital
Maria R.U.D. Tambunan*)1 dan Rozan Anwar tahun 2019
(https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=transformasi+budaya+organisasi+
otoritas+perpajakan+&btnG=#d=gs_qabs&t=1665284794587&u=%23p%3DAhGf8jhdXV4J)
Artikel tersebut menyimpulkan
Tujuan Penelitiaan: Tujuan dari enelitian ini untuk menegetahui bahwa perubahan budaya
organisasi terjadi di Direktorat Jenderal Pajak, namun bersifat incremental, berbeda dengan
perubahan struktur organisasi dan infrastruktur pendukung pelaksanaan core business yang
demikian progresif. Selain itu, perubahan gaya kepemimpinan juga masih belum bersifat
transformatif.
Variabel Independen :X1:Transformasi Budaya Organisasi Perpajakan Indonesia
Dependen Variabel Y1: Era Ekonomi Digital
Metodologi Penelitian: Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan dalam melakukan penelitian yang
berorientasi pada gejala-gejala yang bersifat alamiah karena orientasinya demikian, maka
sifatnya naturalistik dan mendasar serta tidak dapat dilakukan di laboratorium konvensional,
melainkan harus terjun ke lapangan. Pendekatan ini bertujuan memberikan pemahaman dan
interpretasi mengenai suatu fenomena sosial dengan cara observasi secara langsung. Salah satu
karakteristik penelitian dengan pendekatan kualitatif adalah tidak bebas nilai, dengan artian
dalam proses penelitian dapat dipengaruhi oleh berbagai nilai dan pendapatan subjektif.
Hasil Penelitian: Budaya organisasi merupakan cerminan dari perilaku individu yang berada
dalam suatu organisasi. Disisi lain, perubahan perilaku dapat diawali dengan perubahan budaya
melalui injeksi budaya baru. Organisasi otoritas pajak, DJP dari tahun ke satu masa reformasi
perpajakan ke masa reformasi lainnya mengalami perubahan yang cukup progresif dalam hal
perubahan struktur organisasi dan penggunaan infrastruktur penunjang kegiatan organisasi.
Namun, sangat incremental dalam hal perubahan budaya organisasi maupun gaya
kepemimpinan. Fokus yang tidak bergerak jauh dari membangun kepercayaan dari masyarakat
serta memperbaiki sistem pelayanan kepada masyarakat merupakan bentuk dari perubahan
incremental tersebut. Meskipun demikian, perubahan tersebut tidak dalam kecepatan irama yang
sama, tetapi perlu disebutkan bahwa perubahan ini merupakan salah satu respon atas adanya
tuntutan untuk melakukan perubahan dari sisi internal dan eksternal. Tentu, perubahan tersebut
masih memiliki berbagai catatan.
Pengaruh Penerapan Sistem E-Filing, Penerapan Sistem E-Billing, Kebijakan Insentif
Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi

Sumber Artikel : Agus Wahyudi.2021. Pengaruh Penerapan Sistem E-Filing, Penerapan Sistem
E-Billing, Kebijakan Insentif Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi.
(https://jurnal.ibik.ac.id/index.php/jiakes/article/view/800)

Berdasarkan artikel tersebut dapat saya simpulkan bahwa:

Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujun untuk menguji pengaruh penerapan sistem E-
Filling, sistem E-Billing, dan kebijakan insentif pajak terhadap kepatuhan
wajib pajak orang pribadi

Variabel Independen : X1 : Penerapan Sistem E-Filling

X2 : Penerapan Sistem E-Billing

X3 : Kebijakan Insentif Pajak

Variabel Dependen : Y : Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi

Metode Penelitian : Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif dengan pendekatan asosiatif kasual. Teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini yaitu menggunakan Purposive sampling. Kriteria sampel
dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar pada KPP Pratama Sumbawa
Besar.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah melaporkan SPT tahun 2020.
3. Wajib Pajak Orang Pribadi yang menggunakan e-filing dan e-billing dalam
pelaporan dan pembayaran pajak.
4. Wajib Pajak Orang Pribadi yang menerima insentif pajak dimasa pandemi

Hasil Penelitian :
Hasil dari penelitian ini mendukung penelitian dari Fadilah (2020) yang menyimpulkan hasil
penelitiannya penerapan sistem e-billing tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang
pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Surabaya Wonocolo. Diindikasikan bahwa kesalahan input
data Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran yang dapat menyebabkan laporan yang dibuat tidak
valid, jika hal ini terjadi maka wajib pajak harus melakukan pengaduan ke Kantor Pelayanan Pajak
setempat guna melakukan revisi pada informasi yang salah.

Hasil dari penelitian ini mendukung penelitian dari Fadilah (2020) yang menyimpulkan hasil
penelitiannya penerapan sistem e-billing tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang
pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Surabaya Wonocolo. Diindikasikan bahwa kesalahan input
data Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran yang dapat menyebabkan laporan yang dibuat tidak
valid, jika hal ini terjadi maka wajib pajak harus melakukan pengaduan ke Kantor Pelayanan Pajak
setempat guna melakukan revisi pada informasi yang salah.

Hasil dari penelitian ini mendukung penelitian dari Dewi & Widyasari (2020) yang
menyimpulkan bahwa insentif pajak yang diberikan pemerintah selama pandemi tidak
berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Yang menyatakan hal tersebut disebabkan
bahwa insentif pajak hanya diberikan dari bulan April sampai dengan Desember 2020, dan untuk
tahun 2021 masih belum diketahui apakah akan diberikan insentif lagi dari pemerintah sedangkan
dengan adanya pandemi ini perekonomian semakin menurun, dengan adanya pemberian insentif,
dimana hal ini bertujuan untuk meningkatkan penerimnaan pajak serta kepatuhan wajib pajak.
PERANAN PENGETAHUAN PAJAK PADA

KEPATUHAN WAJIB PAJAK


SUMBER ARTIKEL: Banu Witono.2008. PERANAN PENGETAHUAN PAJAK PADA
KEPATUHAN WAJIB PAJAK.Volume 7
(https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/863/09-Banu%20_196-208_.pdf;sequence=1)
Berdasarkan artikel tersebut saya dapat simpulkan:
Tujuan penelitian: Penelitian ini bertujuan mengetahui apakah ada pengaruh pengetahuan pajak
terhadap kepatuhan wajib pajak dengan variabel intervening persepsi keadilan pajak. Tujuan
yang kedua mengetahui apakah terdapat perbedaan pengetahuan, persepsi keadilan dan
tingkat kepatuhan antara wajib pajak dan konsultan pajak

Variabel independen: X1:Pengetahuan pajak dengan variabel interveningnya keadilan pajak


Variabel dependen: Kepatuhan pajak

Metode Penelitian:penelitian ini menggunakan purposive sampling yaitu metode pengambilan sampel
sumber data dengan pertimbangan tertentu.pengambilan sampel wajib pajak badan dan wajip pajak orang
pribadi .wajib pajak yang diambil sebagai sampel adalah wajib pajak badan maupun pajak orang pribadi
yang sedang menyerahkan SPT Pada bulan juni 2007 melalui konter pelayanan di KPP surakarta.
Sedangkan untuk sampel konsultan peneliti mengambil dari beberapa Kantor Akuntan Publik (KAP) yang
membuka layanan konsultan pajak

Hasil Penelitian: Berdasarkan hasil dari perhitungan persamaan 7 dan persamaan 11 berarti bahwa
keadilan sistem pajak tidak dapat menjadi variabel intervening antara pengetahuan pajak dengan
kepatuhan pajak, Untuk persamaan 11 lebih menegaskan kembali bahwa tidak terdapat interaksi keadilan
sistem pajak terhadap hubungan pengetahuan pajak dengan kepatuhan.Namun didalam persamaan 8,9,10
menunjukkan bahwa pengujian variabel pengetahuan pajak dan keadilan sistem pajak baik bersama-sama
maupun sendiri-sendiri menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan wajib dan konsultan
pajak.
Hal ini berarti bahwa kedudukan dari keadilan sistem pajak adalah sebagai variabel independen
sebagaimana variabel pengetahuan pajak terhadap tingkat kepatuhan dan tidak dapat menjadi variabel
intervening atas hubungan antara variabel pengetahuan pajak dengan tingkat kepatuhan wajib pajak dan
konsultan pajak sedangkan hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hanya
pada pengetahuan pajak, sedangkan persepsi keadilan dan kepatuhan tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan antara wajib pajak dengan konsultan pajak

Kesimpulan: Penelitian ini menggunakan alat analisis Multiple Regression. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pengetahuan pajak dan persepsi keadilan pajak
terhadap tingkat kepatuhan pajak
INCOME TAX GAP: KAJIAN DESKRIPTIF DAN EMPIRIS ATAS KOREKSI PAJAK DI
INDONESIA
Sumber artikel:Siti Nuryanah Christine Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia2009 (https://media.neliti.com/media/publications/75664-ID-income-tax-gap-kajian-
deskriptif-dan-emp.pdf)
Berdasarkan artikel tersebut dapat saya simpulkan:Tujuan dari penilitian ini adalah penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji income tax gap di Indonesia dan menemukan bahwa ketidakpatuhan
pajak dapat ditelusuri ke beberapa akun yaitu: 1) umumdan biaya administrasi; 2) HPP; dan 3)
penjualan.
Variabel Independen : X1 : Biaya Administrasi
X2 : Harga Pokok Penjualan
X3 : Penjualan atau Pendapatan

Variabel Dependen : Y : Kepatuhan Pajak


Metode Penilitian: Penelitian ini menggunakan metode convenience sampling. Sampel yang
digunakan perusahaan-perusahaan yang mengalami koreksi pajak. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder . Sampel penelitian adalah perusahaan-perusahaan yang
mengalami koreksi pajak oleh pemeriksa pajak (koreksi pajak mengindikasikan ada perbedaan
besar pajak antara perhitungan versi wajib pajak dengan versi pemeriksa pajak). Keterbatasan
dalam memperoleh informasi menyebabkan peneliti menggunakan convenience sampling
perusahaan-perusahaan yang datanya dapat diperoleh oleh peneliti.
Hasil penilitian:
Alasan Pemeriksa Pajak Melakukan Koreksi Laporan Perpajakan Wajib Pajak
Gambaran 1 menggambarkan alasan koreksi yang dilakukan oleh pemeriksa pajak terhadap
perhitungan yang dilaporkan wajib pajak dalam surat pemberitahuan (SPT). Berdasarkan Tabel 1
tersebut, terdapat empat faktor utama yang menyebabkan SPT wajib pajak dikoreksi oleh
pemeriksa pajak. Faktor-faktor tersebut terkait dengan: 1) bukti pendukung; 2) perbedaan
interpretasi atau kurangnya pengetahuan perpajakan wajib pajak; 3) hubungan istimewa (related
party transactions)', 4) tidak ada pembukuan; dan 5) faktor lainnya. Seluruh penyebab/alasan
utama pemeriksa pajak tersebut lebih lanjut dijelaskan dan dianalisis pada paragraf berikut.
Terkait dengan bukti pendukung perhitungan SPT, seringkali pemeriksa pajak melakukan
koreksi dengan alasan tidak terdapat bukti, ada bukti tetapi data tidak lengkap atau dasar
perhitungan yang dilakukan oleh wajib pajak tidak jelas, contohnya adalah dasar perhitungan
penyusutan aktiva tetap. Faktor kedua yang menjadi penyebab dilakukannya koreksi pada saat
pemeriksaan adalah adanya perbedaan perhitungan antara wajib pajak dengan pemeriksa pajak.
Kurangnya keahlian teknis perpajakan wajib pajak dapat menimbulkan kesalahan dalam proses
perhitungan SPT, seperti kesalahan penerapan kurs transaksi dan keliru dalam menghitung dasar
penyusutan.
Gambaran1
Alasan Koreksi yang Dilakukan oleh Pemeriksa Pajak No. Alasan Koreksi Persentase 1. Tidak
ada bukti pendukung dan data yang lengkap, dasar perhitungan tidak jelas, jawaban dari
konfirmasi pihak ketiga belum diterima. 26.63% 2. Perbedaan perhitungan karena kurangnya
pengetahuan perpajakan, misal: 23.91% a. Keahlian teknis perpajakan, kesalahan penerapan
kurs, kesalahan dalam menerapkan dasar penyusutan, koreksi bunga pinjaman karena
diasumsikan deposito berasal dari pinjaman. 14.13% dari total sampel (84 perusahaan)3 b. Biaya
yang tidak dapat dibiayakan (non deductible expenses), misal terkait dengan pembebanan biaya
sedan, entertainment, handphone, natura, dan cadangan. 9.78% dari total sampel (84
perusahaan)b 3. Perbedaan perhitungan karena faktor lain di luar pengetahuan perpajakan, misal
karena: a. Pengujian (analisa) pemeriksa pajak vs SPT b. Adanya penghasilan/beban yang belum
dilaporkan dalam SPT, misal: keuntungan penjualan aktiva tetap dan pendapatan bunga 19.57%
4. Related party transactions misal dalam penetapan suku bunga, piutang, dividend terselubung
kepada pemegang saham (e.g. marketing assistance fee), transfer pricing. 4.89% 5. Tidak ada
pembukuan 1.09% a: Atau 59.09% dari total koreksi akibat perbedaan perhitungan, b: Atau
40.91% dari total koreksi akibat perbedaan perhitungan.

Akun lain yang sering dikoreksi oleh pemeriksa adalah akun natura, yang diantaranya
termasuk biaya pengobatan dan penyediaan makanan dan minuman 234
Gambaran 2 Kelompok Akun Laporan Keuangan Wajib Pajak yang sering Dikoreksi oleh
Pemeriksa Pajak
No. Nama Kelompok Akun Frekuensi Persentase
1 Biaya umum & administrasi 86 27.39% 2 Biaya lain-lain 75 23.89% 3 Harga pokok penjualan
57 18.15% 4 Penjualan/peredaran usaha 51 16.24% 5 Penghasilan lain-lain 36 11.46% 6 Biaya
penjualan 5 1.59% 7 Kredit Pajak 4 1.27% Total 314 100% kepada karyawan.
Alasan yang paling sering muncul dalam mengoreksi beban tersebut adalah karena menurut
pemeriksa beban tersebut tidak dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan (non-deductible
expenses), namun wajib pajak menjadikan beban tersebut sebagai pengurang penghasilan
{deductible expenses). Biaya telepon/listrik/air serta biaya reparasi, baik untuk kendaraan/mesin/
bangunan/perlengkapan serta biaya penjamuan {entertainment expenses) juga merupakan
komponen biaya yang sering dikoreksi oleh pemeriksa. Beberapa alasan yang menyebabkan
akun-akun tersebut dikoreksi antara lain karena tidak terdapat bukti pendukung; contohnya
adalah tidak terdapat daftar nominatif dalam pembebanan biaya penjamuan. Alasan lain adalah
karena Wajib Pajak melakukan pembebanan biaya-biaya yang menurut pemeriksa hal tersebut
tidak dapat dibiayakan karena tidak menyangkut biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara pendapatan. Terkait dengan biaya lain-lain, hasil penelitian menunjukkan komponen
biaya lain-lain yang sering dikoreksi oleh pemeriksa adalah biaya bunga, biaya selisih kurs serta
biaya pajak .
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Taxable Income Difference .
Terkait dengan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi taxable income difference, statistik
deskriptif pada Tabel 3 menggambarkan bahwa data sampel sangatlah bervariasi dimana besar
perbedaan Penghasilan Kena Pajak (PKP) versi wajib pajak dengan versi pemeriksa pajak dari
30 perusahaan sampel berkisar Rp 135.635,- sampai dengan Rp 2.665.965.644.698,-. Hal ini
ditunjukkan pula oleh besar peredaran usaha dan besar aset perusahaan yang sangat bervariasi.
Pemeriksaan tingkat kepercayaan dan penilaian kesiapan wajib pajak transisi untuk
membuat pajak digital oleh sektor industri di Inggris
Sumber artikel:Muhammad Sadiq.2022. Pemeriksaan tingkat kepercayaan wajib pajak transisi
untuk membuat pajak digital oleh sektor industri di Inggris.
(https://academicjournals.org/journal/JAT/article-full-text/DB9CD5669700)
Berdasarkan Artikel tersebut kami dapat simpulkan:
Tujuan Penelitian: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan teori kognitif sosial
untuk menyelidiki dan menetapkan melalui studi empiris, tingkat kepercayaan wajib pajak
dengan Membuat Pajak Digital' dan lebih lanjut untuk memfasilitasi penilaian kesiapan wajib
pajak untuk patuh membuat persyaratan digital pajak dengan sektor industry.
Variabel Independen : X1 : Tingkat Kepercayaan Wajib Pajak
X2 : Penilaian kesiapan Wajib Pajak
Variabel Dependen : Y : Membuat pajak digital sektor industri di Inggris

Metode Penelitian: Penelitian empiris ini menggunakan paradigma pragmatis. , pragmatisme


merupakan perwakilan dari metode campuran.Oleh karena itu, penelitian ini terutama dianggap
bersifat eksplanatori dan dengan demikian mengadopsi strategi deduktif. Kuesioner digunakan
untuk mengumpulkan data mentah dari sampel 202 wajib pajak. Data dianalisis secara statistik
melalui statistik deskriptif dan analisis inferensial menggunakan perangkat lunak Statistical
Product and Service Solution IBM SPSS (Hejase 2013).
Hasil Penelitian: Pemeriksaan ini akan menguji hipotesis bahwa jika MTD diperkenalkan,
pembayar pajak di industri konstruksi dan transportasi akan lebih lemah dalam hal tingkat
kesiapan untuk MTD(Making Tax Digital).

Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa responden yang menggunakan layanan agen di sektor
Transportasi dan Penyimpanan menunjukkan bahwa mereka sepenuhnya percaya diri dan dengan
demikian berada dalam posisi yang baik untuk transisi ke Making Tax Digital. Responden yang
tidak menggunakan agen menunjukkan bahwa mereka percaya diri Di sektor lain seperti
Keuangan dan Asuransi, hasil menunjukkan bahwa wajib pajak yang tidak menggunakan agen
menunjukkan bahwa mereka cukup percaya diri.

Kesimpulan: . Hasil dari penelitian ini menyarankan dan mendukung gagasan bahwa transisi ke
Making Tax Digital adalah industri yang sensitif dan oleh karena itu setiap reformasi harus
mempertimbangkan pembayar pajak tertentu di setiap industri
THE EFFECT OF TAX UNDERSTANDING, TAX RATES, TAX INCENTIVES AND
TAX SANCTIONS ON TAX PAYERS COMPLIANCE OF MSME IN NGAWI DURING
THE COVID-19 PANDEMIC
(PENGARUH PEMAHAMAN PAJAK, TARIF PAJAK, INSENTIF PAJAK DAN
SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK UMKM DI NGAWI
SELAMA PANDEMI COVID-19)
Diah Mutiara Nurhayati
Banu Witono

https://journal.undiknas.ac.id/index.php/akuntansi/article/view/3563/1109
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemahaman pajak, tarif
pajak, insentif pajak, dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak Usaha Mikro Kecil
Menengah (UMKM) di Ngawi, Indonesia selama pandemi Covid-19.
Variabel Independen X1: Pengaruh Pemahaman Pajak
X2:Tarif Pajak
X3:Insentif Pajak
X4:Sanksi Pajak
Dependen Variabel Y1:Kepatuhan Wajib Pajak UMKM di Ngawi Selama COVID-19

Metode Penelitian: Metode pengumpulan data adalah dengan menyebarkan kuesioner kepada
wajib pajak Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Ngawi, Indonesia. Sampel yang
digunakan adalah 84 responden. Dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data
kuantitatif dengan uji klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji asumsi multikolonieritas, uji
heteroskedastisitas, analisis regresi linier berganda, uji hipotesis, dan uji koefisien determinasi
(R2).
Hasil Penelitian :Dengan SPSS diperoleh untuk variabel X2 (sanksi pajak) diperoleh nilai t
hitung = 2,151 dengan tingkat signifikansi 0,035. Dengan menggunakan batas signifikansi 0,05
nilai signifikansi lebih kecil dari taraf 5 yang berarti sanksi perpajakan berpengaruh signifikan
terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh penelitian yang dilakukan oleh Syanti (2020) yang menunjukkan bahwa sanksi perpajakan
berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Zulma (2020) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan
variabel sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak. Semakin tinggi sanksi perpajakan
maka semakin tinggi pula tingkat kepatuhan wajib pajak, sehingga pengenaan sanksi perpajakan
dapat meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban wajib pajak dalam perpajakan. Dalam
penelitian ini dilakukan pengujian sejauh mana sanksi perpajakan berpengaruh kuat terhadap
kepatuhan wajib pajak di masa pandemi ini. Sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya sanksi
perpajakan akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Adanya sanksi perpajakan dapat
meningkatkan kesadaran dan kepatuhan di bidang perpajakan, serta wajib pajak dapat memenuhi
kewajibannya. Mereka tahu sanksinya, tapi masih banyak wajib pajak UMKM yang tidak mau
memenuhi kewajiban dengan alasan karena pandemi Covid 19 kita tidak bisa menjalankan
kewajiban perpajakan kita. Pemerintah juga melakukan pemeriksaan pajak yang tidak seketat
sebelum pandemi ini tidak terjadi dengan maksud tidak mungkin pemerintah menambah beban
bagi wajib pajak yang harus membayar sanksi pajak di tengah pandemi. Walaupun Sanksi
perpajakan sebagai akibat dari pelanggaran kepatuhan wajib pajak yang tidak patuh dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya namun tetap saja sanksi tersebut perlu diterapkan,
sehingga wajib pajak tetap patuh dalam melaporkan dan membayar pajak walaupun ditengah-
tengah Pandemi Covid 19. Pengujian ini sesuai dengan teori atribusi dimana kepatuhan Wajib
Pajak dapat berhasil apabila: prosedur yang telah dilakukan oleh Ditjen Pajak harus jelas dan
tidak berpihak kepada siapapun terutama dalam hal pengenaan sanksi perpajakan pada setiap
Wajib Pajak UMKM yang melanggar ketentuan undang-undang Perpajakan. Sanksi ini tidak bisa
dilonggarkan. longgar hak dan pemeriksaan pajak tetap harus dilakukan sehingga tercipta niat
dan norma serta cara pandang wajib pajak sebagaimana dijelaskan dalam teori Planned behavior
(TPB) dan kepatuhan pajak berlangsung.
Hasil pengujian dengan SPSS diperoleh untuk variabel X1 (pengertian pajak) diperoleh nilai t
hitung = 2,642 dengan taraf signifikansi 0,010. Dengan menggunakan batas signifikansi 0,05
maka nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari taraf 5 yang berarti bahwa pemahaman
perpajakan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizky, dkk (2018) yang menghasilkan penelitian bahwa
ada pengaruh pemahaman perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak, penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Siti, dkk (2021). ) yang menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh positif variabel pemahaman perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak. Pengertian
wajib pajak adalah suatu proses dimana wajib pajak mengetahui tentang perpajakan dan
menerapkannya untuk membayar pajak. Semakin tinggi pemahaman terhadap peraturan
perpajakan, maka semakin tinggi pula kepatuhan wajib pajak. Semakin besar dan tinggi tingkat
pengetahuan dan pemahaman perpajakan, maka semakin tinggi pula tingkat kepatuhan wajib
pajak. Artinya semakin luas pemahaman wajib pajak terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan dan pentingnya pajak bagi suatu negara, maka akan meningkatkan
kepatuhan wajib pajak dan mendorong peningkatan penerimaan negara, dimana penerimaan
negara yang tinggi akan berdampak pada kesejahteraan rakyat. Teori atribusi sangat relevan
dengan pengertian pajak, hal ini dikarenakan pengertian pajak merupakan penyebab internal
yang dapat mempengaruhi persepsi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Anda mungkin juga menyukai