Tugas Sakila
Tugas Sakila
ABSTRAK
Pendidikan karakter membutuhkan metode dan pendekatan yang sinkron dengan potensi atau kepribadian siswa. Dengan
melakukan pendekatan secara langsung dapat membantu guru memahami potensi siswa sehingga dapat dimanfaatkan untuk
membantu membangun karakter siswa. Penelitian ini bertujuan mengkaji peranan guru secara langsung dalam pendidikan
karakter dan mengidentifikasi bagaimana strategi dalam mengimplementasikannya. Metode yang digunakanadalah teknik
wawancara mendalam untuk mendapatkan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa langkah strategi yang
diperlukan dalam mengimplementasikannya. Tahapannya berupa persiapan guru melakukan pendekatan dan mengidentifikasi
kepribadian genetik siswa. Tahap kedua yaitu menentukan pendekatan dan metode yang tepat berdasarkan kepribadian genetik
siswa, mengimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran dan kegiatan evaluasi bekerjasama dengan orangtua di rumah.
Penelitian ini menunjukkan implementasi Pendidikan karakter menggunakan metode pendekatan guru terhadap siswa dapat
membantu guru dalam mengidentifikasi potensi siswa dan mengoptimalkannya.
Kata Kunci : Pendidikan , Pendidikan Karakter, Metode Pendekatan, Karakter, Potensi Siswa, Guru, Siswa, Implementasi
ABSTRACT
Character education requires methods and approaches that are in sync with the potential or personality of students. By taking a
direct approach, it can help teachers understand the potential of students so that they can be used to help build student character
education and identifies how the strategy is to implement it. The method used is an in-depth interview teachnique to obtain data.
The results of the study indicate that there are several strategic steps needed to implement it. The stages are in the genetic
personality, implementing it in learning activities and evaluating evaluations with parents at home. This study shows the
implementation of character education using the teacher’s approach to students can help teachers identify student potential and
optimize it.
Keywords : Education, Character Education, Approach Method, Character, Student Potential, Teachers, Students,
Implementation
1. PENDAHULUAN
Pernikahan merupakan sebuah ikatan suci secara resmi yang dilandasi dengan rasa cinta dan kasih sayang
untuk menyatukan antara pasangan laki-laki dan perempuan yang diakui oleh negara, agama serta masyarakat.
Manusia diciptakan dua jenis yaitu pria dan wanita sehingga keduanya saling tertarik dan kemudian menikah.
Proses ini menurut Dadang Hawari, mempunyai dua aspek yaitu aspek biologis agar menusia berketurunan dan
aspek efeksiologis agar manusia tenang dan tentram berdasarkan kasih sayang (Dadang Hawari 1996, 57).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan hanya diizinkan bila
pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas)
tahun. Namun, sejak tanggal 16 September 2019, DPR telah mengesahkan revisi terhadap undang-undang
tersebut. Berdasarkan revisi tersebut, batas usia menikah baik pria maupun wanita adalah 19 tahun. Namun, pada
kenyataannya, ada begitu banyak anak di bawah usia 19 tahun yang melakukan pernikahan dini. Berdasarkan
data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, terdapat 34 ribu permohonan dispensasi
kawin yang terhitung dari bulan Januari-Juni tahun 2020. Dari total tersebut 97% dikabulkan dan 60% yang
mengajukan adalah anak di bawah 18 tahun.
Tujuan dari perkawinan itu sendiri adalah menjaga keturunan dengan perkawinan yang sah, anak-anak akan
mengenal ibu, bapak, dan nenek moyangnya. Mereka merasa tenang dan damai dalam masyarakat, sebab
keturunan mereka jelas, dan masyarakatpun menemukan kedamaian, karena tidak ada dari anggota mereka
mencurigakan nasabnya (Zulkifli Ahmad 2011, 1). Tujuan menikah juga tertera dalam Undang-undang Nomor 1
tahun 1974 tentang perkawinan, bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
Untuk itu suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing masing dapat mengembangkan
kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spirituil dan materiil (Ahyuni Yunus 2020, 3).
Berdasarkan teori Erik Erikson (1950), usia remaja adalah saat dimana seseorang mengalami fase identity
vs role confusion, yaitu dimana remaja sedang dalam proses mencari jati dirinya yang akan berpengaruh pada
hidupnya dalam jangka waktu yang panjang. Jati diri ini berhubungan dengan kepercayaan, konsep ideal dan
nilai-nilai yang membentuk karakter.
Karakter merupakan potensi bawaan yang dapat dibentuk dan diubah melalui pengkondisian lingkungan
secara intensif dan teratur, di antaranya lingkungan keluarga dan lingkungan pendidikan (Al-Qasimi, 2010;
Daradjat, 2018; Tafsir, 2018; Zebua & Sunarti, 2020). Pengkondisian lingkungan pendidikan akan memengaruhi
perilaku individu dan mendorong terjadi proses pembentukan karakter tertentu (Chen, 2011; Powell et al., 2009;
Zebua, 2021). Pendidikan karakter berfungsi sebagai lingkungan yang akan memberikan pengaruh pada perubahan
perilaku individu. Hal ini diuraikan di antaranya dalam Social Cognitive Theory (SCT) oleh Bandura, yang
merumuskan tiga variabel dalam perubahan perilaku yaitu perilaku tertentu, lingkungan dan personal (Ormrod et
al., 2017, p. 344; Santrock, 2011, p. 235).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan Kualitas Hidup Anak
(PUSKAPA) bersama UNICEF, Badan Pusat Statistik, pada tahun 2020 , 46 persen atau setara dengan 2,5 juta
pernikahan yang terjadi di setiap tahun di Indonesia mempelai perempuannya berusia antara 15 sampai 19 tahun.
Bahkan 5% diantaranya melibatkan mempelai perempuan yang berusia di bawah 15 tahun. Pengertian
pernikahan dini menurut undangundang adalah pernikahan yang dilaksanakan pada usia yang melanggar aturan
undang-undang perkawinan, yaitu perempuan kurang dari 16 tahun dan laki-laki kurang dari l9 tahun. Ketentuan
hukum yang mengatur masalah perkawinan dan menyebutkan batasan umur dalam melangsungkan pernikahan
termuat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyebutkan ketentuan batasan
umur perkawinan untuk warga Negara Indonesia yang bagi perempuan apabila sudah berumur 16 tahun dan bagi
laki-laki apabila sudah berumur 19 tahun. Perkawinan yang dilakukan di bawah batasan ketentuan peraturan
perundang-undangan termasuk jenis perkawinan dini (Syarifah Salmah 2016, 36).
Integrasi Pendidikan karakter dalam kurikulum mempunyai arti seorang guru mengintegrasikan nilai-nilai
utama pada proses kegiatan belajar mengajar di setiap mata pelajaran. Tujuan pengintegrasian tersebut supaya
dapat menumbuhkan dan menguatkan pengetahuan, menanamkan kesadaran, dan siswa dapat
mengimplementasikan nilai- nilai utama Pendidikan karakter. Langkah-langkah yang dapat guru terapkan pada
integrasi Pendidikan karakter dalam kurikulum adalah (1) menganalisis serta mengindentifikasi nilai karakter
yang terkandung pada mata pelajaran, (2) membuat rencana pembelajaran dengan fokus penguatan karakter saat
memilh metode pembelajaran, (3) mengimplementasikan rencana pembelajaran dengan baik, (4) melakukan
pembelajaran sesuai rencana secara berkesinambungan, dan (5) melakukan evaluasi untuk diperbaiki
kekuranganya (Maisaro, Wiyono, & Arifin, 2018).
Kegiatan pendidikan karakter mengacu pada serangkaian proses dan interaksi yang terkait kognitif, afektif,
dan psikomotorik (Zuchdi et al., 2012, p. 16), yang diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai, mengembangkan
motivasi dan kompetensi yang proaktif (Lickona et al., 2007). Maka, pendidikan karakter dapat dikatakan sebagai
proses memahami hal yang baik dan membiasakan dalam cara berpikirnya, menghendaki perilaku baik dan memiliki
dalam hatinya, melakukan tindakan positif dan membiasakannya (Frye et al., 2002, p. 3; Lickona, 1991, p. 51).
Menurut Lickona (1991), tiga hal di atas dirumuskan sebagai 3 elemen karakter yang saling berhubungan timbal
balik, yakni moral knowing sebagai daya nalar, perasaan moral moral feeling sebagai daya rasa, dan moral action
sebagai daya tindakan. Interaksi timbal balik elemen tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Interaksi Elemen Karakter (Lickona, 1991, p. 53)
Oleh karena itu, implementasi Pendidikan karakter menggunakana metode pendekatan guru terhadap siswa
sudah saatnya untuk diterapkan pada sistem pendidikan Indonesia karena dapat menjawab kebutuhan zaman.
Merujuk kepada hasil penelitian diamana anak-anak lebih nyaman dalam penerimaan pembelajaran jika melalui
pendekatan emosional terlebih dahulu , maka tentu perlu pembuktian secara empirik akibat dari kurang tepatnya
arah pendidikan selama ini sehingga generasi sekarang cenderung rapuh, mudah emosi, dan kehilangan karakter
sebagai generasi penerus.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah pengenalan karasteristik siswa dan adanya metode ajar mengajar yang
efektif dalam melakukan pendekatan secara emosional antara guru dan siswa, sehingga kelas lebih aktif dan
produktif dalam menerima pembelajaran.
Terlahirnya kreatiftas guru dalam proses belajar mengajar sehingga menghilangkan rasa jenuh siswa di kelas.
Kegiatan pendidikan karakter mengacu pada serangkaian proses dan interaksi yang terkait kognitif, afektif,
dan psikomotorik (Zuchdi et al., 2012, p. 16), yang diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai, mengembangkan
motivasi dan kompetensi yang proaktif (Lickona et al., 2007). Maka, pendidikan karakter dapat dikatakan sebagai
proses memahami hal yang baik dan membiasakan dalam cara berpikirnya, menghendaki perilaku baik dan memiliki
dalam hatinya, melakukan tindakan positif dan membiasakannya (Frye et al., 2002, p. 3; Lickona, 1991, p. 51).
Menurut Lickona (1991), tiga hal di atas dirumuskan sebagai 3 elemen karakter yang saling berhubungan timbal
balik, yakni moral knowing sebagai daya nalar, perasaan moral moral feeling sebagai daya rasa, dan moral action
sebagai daya tindakan.
Makna karakter itu sendiri memiliki cakupan yang luas, yaitu sebagai moral (Lickona, 1991, p. 39) atau
akhlak (Tafsir, 2018, p. 65; Zuchdi et al., 2012, p. 16), etika (Josephson & Hanson, 2004, p. 4; Tafsir, 2018, p. 65),
budi pekerti (Tafsir, 2018, p. 65) dan kepribadian seseorang (Zuchdi et al., 2012, p. 16). Oleh karena itu, karakter
merupakan kondisi jiwa yang stabil (Lickona, 1991, p. 51) dan melekat pada diri seseorang (Mustoip et al., 2018)
serta mendorongnya untuk melakukan perilaku tertentu secara spontan (Josephson & Hanson, 2004, p. 4).
Pendidikan karakter membutuhkan metode dan pendekatan yang sinkron dengan potensi atau kepribadian
anak didik. Pendidikan karakter menggunakan metode pendekatan emosional terhadap siswa yang dilakukan oleh
guru sangat mampu membantu peningkatan minat dan antusias siswa dalam belajar sehingga siswa dan guru
memiliki kedekatan , dan rasa nyaman dalam belajar mengajar.
untuk memahami karakteristik dan potensi setiap anak didik adalah proses yang membutuhkan waktu dan
tidak mudah, serta terdapat kemungkinan salah dalam memahaminya. Dalam hal ini diperlukan pendekatan secara
emosional terhadap anak didik agar guru dapat memahami keinginan serta minat siswa dalam pembelajaran.
Setelah pengenalan karakteristik anak didik dilakukan, pada tahap selanjutnya ,identifikasi personal yang
dihasilkan, digunakan untuk menentukan cara yang tepat dan paling maksimal dalam kegiatan pembelajaran setiap
anak didik. Penerapan berbagai pendekatan yang berbeda tersebut dilakukan oleh para guru secara personal,
sehingga setiap anak didik memperoleh perlakuan yang berbeda. Terdapat beberapa pendekatan yang diterapkan
untuk dapat memfasilitasi seluruh tipe kepribadian siswa. pendekatan tersebut adalah sebagai berikut :
Pendekatan learning by doing yang dapat dilakukan adalah guru memberikan contoh secara langsung
terkait aktivitas tertentu. Misalnya guru mencontohkan aktivitas memilah sampah dengan cara menunjukkan
langsung jenis sampahnya dan guru membuang sampah di tempat sampah, sesuai dengan jenisnya. Kemudian,
siswa diminta untuk menirunya. Hal dapat dilakukan sehingga siswa dapat melakukannya secara mandiri. Jika
dikaitkan dengan konsep pendidikan karakter, pendekatan learning by doing dan simulasi berhubungan erat
dengan komponen karakter moral action. Aspek pengembangan moral action terjadi dalam proses pembiasaan
terhadap aktivitas tertentu yang dilakukan secara terus menerus.
pendekatan logika yang dapat diterapkan dengan cara menjelaskan secara logis terhadap suatu hal-hal
tertentu yang terkait. Dengan memberikan penjelasan sesuai logika dengan fakta yang logis yang dapat
dipahami dengan mudah oleh siswa. Pedekatan logika digunakan untuk memfasilitasi siswa dengan kepribadian
genetik Thinking ( Pemikir ), pendekatan logika berkaitan erat dengan komponen moral knowing. Implementasi
hal ini dapat berupa guru memberikan pengetahuan-pengetahuan dan kesadaran yang berkaitan dengan cinta
dengan hal- hal positif.
Pendekatan yang bersifat spontan dapat diterapkan dengan cara memberikan pancingan-pancingan yang
mendorong respon anak terhadap suatu aktivitas. Pendekatan spontan merupakan perwujudan dari yang
dilakukan dalam ketiga komponen karakter. Menurut para informan, pendekatan spontan merupakan pendekatan
yang sangat tepat untuk anak dengan kepribadian genetik Insting,
Implementasi setiap pendekatan dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan dari setiap siswa.
Ada saat keseluruhan pendekatan dilakukan secara terintegrasi, dan ada saat lain yang hanya beberapa pendekatan
yang lebih difokuskan. Pendekatan yang tepat akan membantu anak didik untuk memiliki motivasi dan keyakinan
diri dalam mewujudkan suatu perilaku yang diharapkan.
Oleh karena itu, Implementasi Pendidikan Karakter Menggunakan Metode Pendekatan Guru Terhadap Siswa
sangat efektif untuk di lakukan saat ini dalam pembelajaran karakter siswa secara langsung dengan memahami
keinginan mereka.
3. METODE
Metode Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menggunakan teknik wawancara mendalam (in-
depth interview) untuk mengumpulkan data utama, dan dilengkapi observasi lapangan. Alasan pemilihan teknik
wawancara mendalam, karena menurut Boyce & Neale (2006), bahwa teknik ini sangat cocok diterapkan untuk
mengeksplorasi permasalahan tertentu secara komprehensif, sehingga didapatkan gambaran yang lengkap terkait apa
saja yang dilakukan dalam sebuah program dan mengapa hal itu dilakukan.
Dalam penelitian kualitatif tidak dikenal istilah validitas dan reliabilitas, namun kredibilitas (credibility)
dan keterpercayaan (trustworthiness) yang ditingkatkan melalui berbagai teknik seperti variasi penggunaan metode,
variasi jenis data, variasi informan sebagai sumber data dan lain-lain. Dalam penelitian ini, kredibilitas dan
keterpercayaan ditingkatkan melalui penggunaan variasi jenis data dan variasi informan. Variasi jenis data yang
akan digunakan adalah transkrip wawancara dan foto dokumentasi aktivitas. Sedangkan variasi informan yang akan
digunakan dengan mewawancarai informan yang memiliki berbagai peranan tertentu dalam sekolah.
Data yang nantinya didapatkan dari variasi jenis data dan variasi informan kemudian ditriangulasi
(dianalisis kesamaan, perbedaan, identifikasi tematema pokok dan kemudian digeneralisasi. Tahapan triangulasi
juga merupakan salah satu langkah untuk meningkatkan kredibilitas data yang didapatkan dari metode penelitian
kualitatif ini .
Setelah nantinya dilakukan pengambilan data, data ditriangulasi dengan cara menganalisisnya terlebih dahulu
menggunakan directed content analysis.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan temuan , model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran sentra. Kegiatan
pembelajaran dalam model pembelajaran sentra menggunakan pendekatan yang berfokus pada siswa (Mutiah, 2012,
p. 133).Model ini dilakukan melalui kegiatan bermain yang mampu menstimulus aspek-aspek kecerdasan siswa dan
diarahkan serta direncanakan dengan baik oleh guru (Ubaidillah, 2018).Model sentra dapat digunakan dalam
pengimplementasian Pendidikan karakter menggunakan metode pendekatan guru terhdap siswa dimana dalam hal
ini guru dapat lebih peka akan keadaan dan kaingin siswa di sekolah, sehingga intensitas belajar mengajar dalam
kelas meningkat. Sehingga para guru juga bisa belajar memahami diri sendiri dan saling memahami antara sesama
guru, sebelum menyiapkan tahapan pembelajaran kelas.
Tahap berikutnya adalah penentuan pendekatan dan metode dalam pembentukan lingkungan pembelajaran
yang mendukung pembinaan karakter berdasarkan potensi kepribadian genetik setiap siswa. Dalam hal ini, para guru
berusaha menyiapkan situasi dalam sentra pembelajaran yang bisa mengakomodasi seluruh kepribadian genetik
yang ada. Kemudian dalam kegiatan pembelajarannya, para guru memperhatikan perkembangan karakter dan
keadaan setiap anak didik.
Selanjutnya melakukan evaluasi berkala terhadap perkembangan karakter siswa. Apabila ada siswa yang
membutuhkan perhatian lebih, maka para guru akan berusaha melakukan pendekatan yang lebih intensif. Para guru
juga harus mampu memahami penyebab adanya siswa yang memiliki perkembangan karakter yang tidak sesuai
sehingga dapat membantu anak didik tersebut untuk memaksimalkan perkembangan karakternya.
Para guru juga harus selalu di tingkatkan kemampuannya mengenai pendekatan secara langsung terhadap
siswa. Peningkatan kemampuan guru dilakukan melalui dorongan untuk membaca literatur dan diskusi antara
sesama guru. Sehingga para guru memiliki kapasitas yang memotivasi untuk semakin kreatif dalam membantu
pembentukan komponen-komponen karakter yang dibutuhkan oleh siswa dalam peningkatan karakter.
Selanjutnya, para guru melakukan komunikasi secara berkala kepada kedua orang tua para siswa mengenai
perkembangan sosial emosionalnya. Apabila ditemukan adanya kesenjangan antara karakter di sekolah dan di
rumah, dapat diketahui dari evaluasi yang dikomunikasikan ini. Kemudian para guru dan orang tua melakukan
konsultasi dalam menganalisa penyebab dari situasi tersebut. Para guru memberikan rekomendasi kepada orang tua
agar memberikan lingkungan yang mendukung terhadap perkembangan karakter siswa tersebut, sehingga antara
lingkungan sekolah dan lingkungan rumah dapat bersinergi dengan maksimal.
5. KESIMPULAN
Pendidikan karakter membutuhkan strategi yang tepat untuk membentuk lingkungan belajar yang
disesuaikan dengan potensi dan karakteristik siswa. Dalam temuan ini ditemukan bahwa implementasi
Pendidikan karakter menggunakan metode pendekatan guru terhdap siswa dapat membantu guru
memahami potensi dan karakteristik siswa sehingga memudahkan guru membentuk lingkungan belajar
yang sesuai. Hasil dari temuan dan observasi, menunjukkan bahwa tingkat pemahaman para guru
tentang personal genetik siswa dan sangat memengaruhi kemampuan dan pencapaiannya dalam
membina karakter siswanya. Temuanini memberikan wawasan baru dalam pendidikan karakter berupa
pengontrolan emosi guru terhdap siswa dan dapat mengoptimalkan pembangunan karakter siswa yang
menjadi salah satu tujuan utama pendidikan nasional di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Alindra, A. L. (2018). Kajian Aksiologi Metode STIFIn dalam Pemetaan Mesin Kecerdasan
Manusia. Jurnal Titian Ilmu: Jurnal Ilmiah Multi Sciences, 10(2), 64-73.
https://doi.org/10.30599/jti.v10i2.206
Amri, M., & Rahman, U. (2020). Description Of Structural Officers STIFIn Test Results Of UIN
Alauddin Makassar. Lentera Pendidikan, 23(1), 1-8. https://doi.org/10.24252/lp.2020v23n1i1
Assarroudi, A., Heshmati Nabavi, F., Armat, M. R., Ebadi, A., & Vaismoradi, M. (2018).
Directed qualitative content analysis: the description and elaboration of its underpinning methods
and data analysis process. Journal of Research in Nursing, 23(1), 42-55.
https://doi.org/10.1177/1744987117741667
Boyce, C., & Neale, P. (2014). CONDUCTING IN-DEPTH INTERVIEWS: A Guide for
Designing and Conducting In-Depth Interviews for Evaluation Input. Pathfinder International.
https://doi.org/10.1080/14616730210154225
Kemdikbud. (2017). Penguatan Pendidikan Karakter Jadi Pintu Masuk Pembenahan Pendidikan
Nasional. https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/07/penguatan-pendidikankarakter-jadi-
pintu-masuk-pembenahan-pendidikan-nasional
Lickona, T., Schaps, E., & Lewis, C. (2007). CEP's Eleven Principles of Effective Character
Education. Character Education Partnership. https://eric.ed.gov/?id=ED505086
Mustoip, S., Japar, M., & Zulela, M. S. (2018). Implementasi Pendidikan Karakter. Jakad Media
Publishing. https://doi.org/10.31227/osf.io/qft7g
Oktaviany, V., & Halim, I. (2020). Penerapan Konsep Manajemen Berbasis Genetik pada
Peningkatan Kinerja Sekolah Inklusi. JIP: Jurnal Ilmu Pendidikan, 11(2), 154-163.
https://doi.org/10.37640/jip.v11i2.102