Anda di halaman 1dari 8

TUGAS AKHIR

BIOSKOP DI SINGARAJA KABUPATEN BULELENG-BALI


STUDI AKUSTIK RUANG PERTUNJUKAN FILM

BAB I
PENDAHULUAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.1.1 Fenomena Bioskop Di Indonesia
Bioskop adalah pertunjukan yang diperlihatkan dengan gambar (film)
yang disorot sehingga dapat bergerak (berbicara). Bioskop itu sendiri
mempunyai fungsi sebagai tempat untuk menonton pertunjukan film, dimana
di dalam bangunan bioskop ini sendiri hanya mengakomodasi satu jenis
aktivitas saja yaitu menonton pertunjukan film.1
Movie theatre atau bioskop memang tempat yang selalu diminati
masyarakat, dari anak-anak hingga orang dewasa, sejak jaman dulu hingga
sekarang. Selain karena sifatnya yang "universal", bioskop menjelma sebagai
satu-satunya tempat hiburan yang membuat melupakan jam tangan selama
pertunjukan. Bioskop sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yang berarti
"gambar hidup". Bioskop klasik pertama di Indonesia sudah ada sejak 1900,
tepatnya di Jalan Tanah Abang I, Jakarta Pusat dengan nama “Talbot”.
Bioskop ini menggelar pertunjukan dengan harga karcis dua Gulden (perak)
untuk kelas I dan setengah Gulden untuk kelas II. Pada waktu itu, film yang
diputar masih tanpa suara alias film bisu. Pertunjukan film sendiri dilengkapi
orkestra sebagai backsound-nya.
Era 90-an sebagai awal masa keemasan dan perkembangan bioskop
ditandai dengan hadirnya sejumlah bioskop, salah satunya “Rivoli”. Selama
dasawarsa itu tercatat produksi film nasional mencapai 112 judul. Bioskop
dengan layar tunggal juga mulai ditinggalkan. Para usahawan mulai
mengembangkan bioskopnya menjadi cineplex (bioskop lebih dari satu
studio). Cineplex modern ini biasanya ditempatkan di daerah pusat
perbelanjaan, dengan restoran atau toko mainan di sekitarnya. Memasuki era
2000, bioskop yang ada mulai membenahi diri dan menyesuaikan dengan
kebutuhan konsumen. Bioskop-bioskop pun merenovasi gedung mereka dan

1
Sumber dari Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua, Jakarta, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, 1991

1
memasukkan fasilitas tambahan demi kepuasan konsumen. Inilah tempat yang
kemudian disebut dengan one stop entertainment theatre.2
Beberapa tahun lalu, saat VCD bajakan meledak di pasaran dan para
penegak hukum tutup mata soal ini, kondisi mayoritas gedung bioskop kolaps
dan beberapa mesti "menggulung tikarnya". Saat teknologi piringan cakram
berkembang dari VCD ke DVD, derap hukum hak cipta Indonesia masih
berjalan di tempat. Dan masih tetap saja membiarkan lapak sampai kios
menjual VCD maupun DVD bajakan.
Namun dalam panca warsa terakhir ini, bioskop-bioskop mulai
menggeliat kembali. Penonton berduyun-duyun memasuki gedung bioskop.
Tapi secara nominal tetap saja lebih mahal nonton di bioskop daripada beli
DVD bajakan.
Ada beberapa faktor lain, tidak hanya masalah murah-mahal, yang
membuat orang ingin menonton di bioskop. Lepas dari faktor teknis, bahwa
sound yang lebih daripada di rumah, menonton di bioskop adalah masalah
kebutuhan pokok manusia akan sosialitas. Bahkan, ada pula yang beralasan
karena diajak teman, pacar, sahabat, suami atau istri sekalipun.
Selain itu, ada juga yang tidak mau ketinggalan, keinginnya untuk
segera menonton film terbaru, mencari suasana baru, refreshing, dan
seterusnya. Apapun alasan di atas, para penonton bioskop itu tadi keluar dari
rumah dan berinteraksi dengan orang lain. Meskipun dalam satu gedung
bioskop itu tidak saling kenal, namun menonton bersama itu sudah ada
interaksi, minimal saling menghargai dengan tidak bersuara keras atau tidak
membunyikan ponsel.
Akhir-akhir ini muncul budaya baru, yaitu nonton bareng. Nonton
bareng ini biasanya muncul dari satu komunitas. Nonton bareng ini adalah
budaya yang positif, di tengah-tengah deburan arus individualisme dan
semakin terasingnya manusia dengan manusia lain. Lewat nonton bareng, kita
memuaikan sisi-sisi kehidupan setiap orang sebagai mahkluk sosial.3
Maraknya film Indonesia yang beredar di bioskop tanah air juga mulai
menjadi fenomena tersendiri. Apalagi dengan terintegrasinya ruang
pertunjukan film dengan pusat perbelanjaan terus menjadi hal yang menarik.

2
Sumber dari News West Sumatra.com, Jum’at, 20 juli 2007
3
Sumber dari Post Metro Balikpapan, Kamis, 5 Februari 2009

2
Pasalnya, kian hari taraf menonton bioskop seakan menjadi kebutuhan seperti
kebutuhan konsumsi barang lainnya.
Di sisi lain, mulai banyak pengusaha bioskop yang menampilkan
fasilitas layanan yang semakin memanjakan. Sehingga ritual menonton film
sudah bergeser dari masa lampau, yang cuma orang datang, beli tiket, dan
nonton. Sekarang orang bisa berlama-lama di bioskop, karena disediakan
lobby tunggu yang nyaman dan ada pertunjukan musik.4

1.2 Rumusan masalah


Bagaimana merancang gedung bioskop yang dapat melengkapi sarana
hiburan umum dalam penataan kota Singaraja dengan dilengkapi akustik
ruang yang berkualitas yaitu adanya kekerasan (loudness) yang cukup, difusi
bunyi, pengendalian dengung, eleminasi cacat akustik ruang, dan
pengendalian bising dan getaran.

1.3 Tujuan
Merancang gedung bioskop yang dapat melengkapi sarana hiburan
umum dalam penataan kota Singaraja dengan dilengkapi akustik ruang yang
berkualitas.

1.4 Sasaran
• Melakukan studi tentang gedung bioskop
• Melakukan studi tentang sarana hiburan umum
• Melakukan studi tentang penataan kota Singaraja
• Melakukan studi tentang akustik ruang yang berkualitas

1.5 Lingkup
• Gedung bioskop yang mengacu pada bangunan cinema yang dibatasi pada
jenis bioskop Cineplex (bioskop yang terdiri lebih dari satu studio)
• Sarana hiburan umum dibatasi pada sarana hiburan visual indoor atau
dalam ruangan

4
Sumber dari Kapan Lagi.com, Rabu, 12 Maret 2008

3
• Penataan kota Singaraja dibatasi pada hal yang berhubungan dengan
pemilihan site untuk bangunan tersebut
• Studi tentang akustik ruang yang berkualitas dibatasi pada kekerasan yang
cukup meliputi bentuk desain lantai, dinding, dan plafond. Difusi bunyi
dibatasi pada material permukaan pelingkup ruang dalam auditorium
bioskop. Pengendalian dengung dibatasi pada perhitungan waktu dengung
dalam ruang. Eliminasi cacat akustik ruang meliputi eliminasi gema,
gaung, dan pemusatan bunyi. Dan pengendalian bising dan getaran
dibatasi pada konstruksi penyerapan bunyi dalam ruang auditorium
bisokop

1.6 Metode Pencarian Data


• Wawancara
Ditujukan kepada kantor dinas Bappeda Kabupaten Buleleng, pengelola
gedung-gedung bioskop di Singaraja
• Kuesioner
Ditujukan penikmat dan peminat film dan bioskop di Singaraja dan
masyarakat Singaraja pada umumnya
• Observasi
Pengamatan langsung ke bioskop 21 di Yogyakarta
• Studi Pustaka/Literatur
Mempelajari buku tentang tipologi bangunan bioskop dan buku tentang
akustik lingkungan dan akustik ruang
• Studi Banding
Melihat langsung bangunan sejenis yang ada di Yogyakarta serta dari
pustaka/literature

1.7 Metode Menganalisa Data


1. Kuantitatif
Temuan-temuan dikombinasikan dengan angka-angka (numerik), contoh dari
data jumlah penduduk Kota Singaraja dan laju pertumbuhan penduduk Kota
Singaraja untuk mengetahui penambahan kebutuhan fasilitas Kota Singaraja,
selanjutnya dirangkum dan diolah dalam bentuk tabel

4
2. Kualitatif
Temuan-temuan dikombinasikan secara naratif (menggunakan kata-kata),
contoh dari data survey yang diperoleh dijabarkan dalam bentuk tulisan seperti
berdasarkan hasil survey maka diperoleh bahwa pada tahun 1900-an terdapat 3
gedung bioskop di Singaraja, tapi sekarang ketiga bioskop itu sudah ditutup.

1.8 Metode Perancangan


Menggunakan konsep perancangan Gedung Bioskop berdasarkan
design requirement bangunan bioskop. Mulai dari tampilan fisik bangunan,
kebutuhan ruang, pola sirkulasi ruang, kegiatan atau pola aktifitas, pola
sirkulasi kegiatan, sistem pencahayaan, sistem penghawaan, utilitas bangunan,
dan juga pengolahan ruang luar bangunan.
Perancangan akustik pada ruang bioskop akan menjadi fokus utama
dimana prinsip-prinsip akustik ruang akan diterapkan pada kekerasan bunyi
yang dihasilkan yang cukup meliputi bentuk desain lantai, dinding, dan
plafond. Difusi bunyi meliputi pada material permukaan pelingkup ruang
dalam auditorium bioskop. Pengendalian dengung meliputi pada perhitungan
waktu dengung dalam ruang. Eliminasi cacat akustik ruang meliputi eliminasi
gema, gaung, dan pemusatan bunyi. Dan pengendalian bising dan getaran
meliputi pada konstruksi penyerapan bunyi dalam ruang studio bioskop
1.9 Sistematika Penulisan
Bab I : PENDAHULUAN
Mengungkap latar belakang, rumusan masalah, tujuan, sasaran, lingkup,
metode, dan sistematika penulisan proyek Gedung Bioskop.

Bab II : TINJAUAN GEDUNG BIOSKOP DI KOTA SINGARAJA


Mengungkap kota Singaraja dan potensi kota Singaraja secara umum, serta
potensi pengembangan sarana atau fasilitas pertunjukan di kota Singaraja pada
khususnya. Bab ini juga membahas tentang keberadaan gedung bioskop di
Singaraja dan potensinya serta animo masyarakat Singaraja terhadap bioskop
di Singaraja.

Bab III : TINJAUAN GEDUNG BIOSKOP DAN AKUSTIK RUANG


PERTUNJUKAN FILM

5
Mengungkap tinjauan dari gedung bioskop dan akustik ruang pertunjukan
film. Bab ini secara terperinci mengungkapkan design requirement dari
Gedung Bioskop dan mengungkapkan teori-teori akustik ruang pertunjukan
film yang dapat diterapkan pada ruang Gedung Bioskop.

Bab IV : ANALISIS MENUJU KONSEP PERENCANAAN DAN


PERANCANGAN GEDUNG BIOSKOP
Mengungkap analisa menuju konsep perencanaan dan perancangan Gedung
Bioskop, yang berisi proses untuk menemukan ide-ide konsep perencanaan
dan perancangan melalui metode-metode tertentu yang diaplikasikan pada
lokasi atau site tertentu.

Bab V : KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN GEDUNG


BIOSKOP
Mengungkapkan konsep-konsep yang akan ditransformasikan ke dalam
rancangan fisik arsitektural proyek Gedung Bioskop.

6
Skema Pemikiran Menuju Perancangan

Latar Belakang
Namun dalam panca warsa terakhir ini, bioskop-bioskop mulai menggeliat kembali. Pasalnya, kian
hari taraf menonton bioskop seakan menjadi kebutuhan seperti kebutuhan konsumsi barang
lainnya. Karena sudah tidak ada lagi fasilitas hiburan bagi para penggemar film di Singaraja,
banyak masyarakat di Singaraja harus pergi ke ibukota yaitu Denpasar untuk menyaksikan
pertunjukan film di bioskop.

Pengumpulan data Permasalahan


ƒ Wawancara Bagaimana merancang gedung bioskop yang dapat melengkapi sarana
ƒ Studi literature hiburan umum dalam penataan kota Singaraja dengan dilengkapi akustik
ƒ Studi banding ruang yang berkualitas yaitu adanya kekerasan (loudness) yang cukup, difusi
ƒ survey bunyi, pengendalian dengung, eleminasi cacat akustik ruang, dan
pengendalian bising dan getaran.

Yang harus
diperhatikan Tujuan
dalam pemecahan Merancang gedung bioskop yang dapat melengkapi sarana hiburan
masalah : umum dalam penataan kota Singaraja dengan dilengkapi akustik
Akustik, ruang yang berkualitas.
pencahayaan,
penghawaan,
sirkulasi, layout,
ruang dan bangunan.
Analisa permasalahan dan pemecahan masalah

KONSEP

TRANSFORMASI DESAIN

Anda mungkin juga menyukai