Anda di halaman 1dari 18

Nama : TRI HARNELI, S.Pd.I.

Kelas : PAI 2B
Modul : AL-QUR’AN HADITS
Judul : PENDEKATAN DAN METODE PENAFSIRAN AL-QUR’AN (KB-
2)
Tema : Kriteria Keshahihan Hadis Menurut Al-Khathib Al-Baghdadi Dalam
Kitab Al-Kifayah Fi ‘Ilm Al-Riwayah
A. ANALISA KONSEP KRITERIA KESHAHIHAN HADIS MENURUT AL-KHATHIB AL-
AGHDADI DALAM KITAB AL-KIFAYAH FI ‘ILM AL-RIWAYAH
1. Motivasi Al-Khatib Menulis Kitab Al-Kifayah fi ‘Ilm al-Riwayah

Al-Khathib merupakan ulama yang aktif menulis. Yusuf al-‘Isy menghitung


seluruh karya al-Khathib dan berjumlah 80 karya dalam berbagai ukuran baik besar
maupun kecil, di antaranya adalah: Tarikh Baghdad, Al-Kifayah fi ‘Ilm al-Riwayah,
Syarf Ashhab al-Hadits, dan lain-lain.32 Salah satu kitab yang terkenal dalam bidang
ilmu hadis adalah Al-Kifayah fi ‘UIum al-Riwayah. Pada sebagian percetakan kata
‘ulum ditulis dalam bentuk mufrad, yaitu ‘ilm. Motivasi al-Khathib dalam
menuliskan kitab ini, yaitu: 1) Minimnya ilmu dirayat al-hadits (ilmu periwayatan
hadis) dan ilmu fiqh hadits (ilmu pemahaman hadis) pada masa al-Khathib; 2)
kecintaan dan tanggung jawab al-Khathib sebagai seorang ahli ilmu. Al-Hafizh Abu
Bakar ibn Nuqthah alHanbali seorang ulama yang mengoreksi dan memperbaiki
kesalahan dan kekeliruan alKhathib dalam bukunya al-Multaqahat fi Ma fi Kutub al-
Khathib wa Ghairuhu min al-Wahmi wa al-Ghalth, menyatakan bahwa setiap ahli
ilmu mengetahui bahwa setiap ahli hadis setelah al-Khathib menjadikan buku-buku
al-Khathib sebagai rujukan mereka

2. Konsep Sanad Bersambung Sebagai Kriteria Keshahihan Hadis Menurut Al-


Khatib Al-Baghdadi
Al-Khathib tidak mensyaratkan pertemuan guru-murid dalam sanad
bersambung seperti halnya al-Bukhari, atau menekankan kesezamanan
sebagaimana pada syarat Muslim. Al-Khathib mencukupkan syarat periwayat yang
tsiqah/shalih dari perwiyat yang tsiqah sebagai bukti bersambungnya sebuah
sanad, karena dengan ke-tsiqah-an akan menjamin pertemuan guru-murid dan
kesezamanannya. Hal ini menguatkan pernyataan al-Syafi’i bahwa suatu hadis sulit
dinyatakan tidak shahih jika telah memenuhi kriteria ini. hadis diterima sebagai
hujjah apabila hadis tersebut sanad-nya bersambung dan tidak terputus, yang
diriwayatkan oleh periwayat yang tidak majhul dan tidak majruh dalam
meriwayatkan hadis tersebut. Pada pernyataan kedua, al-Khathib menambahkan
istilah periwayat yang tsiqah dan sanad tersebut berakhir pada Rasulullah Saw,
beliau juga menyinggung pembahasan ada’ wa tahammul al-hadits, yaitu al-kitabah.
Pernyataan ketiga menjelaskan tentang thabaqat al-sanad (tingkatan sanad),
dimulai dari al-mukharrij yang shalih, dari tabi’ al-tabi’in yang shalih, dari tabi’, dari
shahabi, dari Rasulullah Saw, dari Jibril As, dan berakhir pada Allah Swt yang
dikenal dengan istilah hadis qudsi. Al-Khathib juga menguraikan istilah musnad,
mursal, mu’dhal, marfu’, mawquf, munqathi’, mudallas, tadlis al-syuyukh. Semua
istilah ini berkaitan erat dengan unsur bersambung atau tidaknya sebuah sanad.

3. Konsep Periwayat Bersifat ‘Adil


Al-Khathib memberikan perhatian besar pada pembahasan ta’dil yang terdapat
pada Bab al-Kalam fi al-‘Adalah wa Ahkamihi dan beberapa bab setelahnya yang
menguraikan beberapa pembahasan terkait dengan ta’dil. Al-Khathib menyatakan
bahwa ‘adl yang dimaksud adalah ‘adl yang merujuk pada konsistensi seseorang
dalam beragama, bermazhab salim, jauh dari sifat fasiq, dan apa-apa yang akan
menjatuhkan ke-‘adalah-annya, baik dari perbuatan lima panca indra ataupun
perbuatan hati. bahwa ‘adl adalah orang yang mengetahui kewajiban (agama), selalu
menjalankan apa-apa yang diperintahkan padanya, menjauhi segala sesuatu yang
dilarang dan segala perbuatan keji yang akan menjatuhkan (ke-‘adalah-an), selalu
berusaha mencari kebenaran dan hal wajib dilakukannya, baik dalam perbuatan
ataupun mu’amalah-nya, selalu berusaha menjaga lidah dari sesuatu yang akan
merusak agama dan kehormatannya.

4. Konsep Syadz Sebagai Kriterian Kesahihan Matan Hadis


Bahwa syadz terjadi ketika seorang periwayat yang meriwayatkan hadis yang juga
diriwayatkan oleh orang yang lebih hafizh darinya, sedangkan pada kedua hadis
tersebut terdapat perbedaan. Yakni di sini terjadi pertentangan antara periwayat
yang tsiqah dengan periwayat yang lebih tsiqah darinya.. Al-Khathib menjadikan
unsur terhindar dari syadz sebagai salah satu dari unsur ke-shahih-an hadis. Al-
syadz menurut al-Khathib adalah seorang periwayat yang tsiqah meriwayatkan
hadis menyalahi periwayatan para periwayat tsiqah lainnya atau satu periwayat
yang lebih tsiqah darinya. Ini menunjukkan adanya pertentangan yang tidak bisa
dikompromikan pada matan-matan tersebut. Jadi ada dua syarat dalam hadis syadz,
yaitu adanya pertentangan yang tidak bisa dikompromikan dalam matan hadis dan
para periwayat tersebut adalah orang-orang tsiqah.

5. Konsep Matan Hadis yang Shahih Menurut Al-Khatib Al-Baghdadi


al-Khathib secara tak langsung telah menyatakan bahwa suatu hadis akan shahih
dan bisa dijadikan hujjah jika matan hadis tersebut sesuai dengan apa-apa yang
terdapat al-Qur’an, hadis mutawatir, dan ijma’. Berarti suatu hadis akan diketahui
cacatnya jika telah dilakukan pengujian terhadap al-Qur’an, hadis mutawatir, dan
ijma’. Al-Khathib juga menyatakan bahwa hadis tidak diterima jika bertentangan
dengan al-Qur’an dan sunnah dan apa-apa yang sejalan dengan sunnah. Kalimat
”apa-apa yang sejalan dengan sunnah” mengindikasikan bahwa al-Khathib juga
melakukan pengujian hadis terhadap qiyas. Menurut al-Khathib, suatu matan hadis
jika tidak diriwayatkan secara tawatur akan dapat dibenarkan bila akal
menunjukkan akan kebenarannya, seperti adanya sang pencipta, perihal barunya
wujud manusia, dan juga dapat dilihat dari tanda-tanda kebenaran yang
diperlihatkan oleh Allah Swt melalui tangan para Nabi dan RasulNya dan ini akan
menuntut akal untuk mengakui kebenarannya. Dari keterangan di atas terlihat al-
Khathib melakukan pengujian matan hadis dengan akal sehat manusia.

B. ANALISIS KRITERIA KESAHIHAN HADIS


1. SANADNYA BERSAMBUNG (ITTISHAL AL-SANAD)
Sanadnya bersambung adalah seluruh mata rantai periwayatnya (jalur transmisi)
dari setiap generasi ke generasi yakni nabi, sahabat, tabi’in dan tabi’ al-tabi’in
tersambung tanpa ada satupun yang terputus. Jika ada satu mata rantai saja
terputus atau diragukan ketersambungannya karena perawi satu dengan berikutnya
tidak pernah bertemu tetapi hanya sekedar menyandarkan saja, maka kualitasnya
bisa dipastikan tidak akan mencapai derajat sahih.

2. MORALITAS PARA PERAWINYA BAIK (’ADALAH AL-RUWWAT)


Kualitas perawi harus ‘adil. Ini bukanlah maksud adil dalam definisi bahasa
Indonesia. ‘Adil dalam istilah ulum al-hadits adalah kondisi perawi yang beragama
Islam, mukallaf, melaksanakan ketentuan agama dan50 menjaga muru’ah. Dalam
bahasa lain, indikator adil menyaran pada integritas periwayat yang dibuktikan
dalam track record (rekam jejak) sikap, tindak-tanduk, perilaku, dan moralitasnya.

3. INTELEKTUALITAS PARA PERAWINYA MUMPUNI (DHABT AL-RUWWAT)


Dhabit atau yang dalam bahasa Indonesia dabit merupakan kualitas intelektualitas
personal perawi. Secara harfiah, dhabt berarti kokoh, kuat dan tepat. Sedang secara
istilah adalah kekuatan hafalan perawi terhadap hadis yang diterimanya secara
sempurna, mampu menyampaikannya kepada orang lain dengan tepat dan mampu
memahaminya dengan baik.

4. TIDAK JANGGAL (’ADAM AL-SYUDZUDZ)


Imam al-Syafi’I sebagaimana dikutip al-Naisaburi menjelaskan bahwa kejanggalan
dalam periwayatan adalah apabila sebuah hadis diriwayatkan oleh perawi yang
tsiqah, namun bertentangan dengan mayoritas riwayat lain yang juga tsiqah.

5. TIDAK CACAT (’ADAM AL-’ILLAH)


Tidak boleh ada ‘illat (kecacatan). Cacat dalam periwayatan hadis bisa berupa sanad
yang tampak tersambung dan sampai kepada Nabi, namun pada kenyataannya
hanya sampai kepada sahabat atau tabi’in. Kecacatan juga bisa juga terjadi berupa
kerancuan karena percampuran dengan hadis lain atau kekeliruan dalam
menyebutkan nama periwayat yang memiliki kemiripan atau kesamaan dengan
periwayat lain yang kualitasnya berbeda.

C. REFLEKSI TERKAIT KRITERIA KESHAHIHAN HADIS MENURUT AL-KHATHIB AL-


AGHDADI DALAM KITAB AL-KIFAYAH FI ‘ILM AL-RIWAYAH
Refleksi terkait kriteria kesahihan hadis menurut Al-Khathib al-Aghdadi dalam kitab
"Al-Kifayah fi 'Ilm al-Riwayah" mengajarkan kita beberapa hal yang penting dalam
konteks pemahaman dan penilaian terhadap hadis dalam Islam:
a. Keberhati-hatian dalam Menilai Kesahihan: Kriteria-kriteria yang telah ditetapkan
oleh Al-Khathib al-Aghdadi menekankan pentingnya penilaian yang hati-hati
terhadap hadis. Ini mengingatkan kita bahwa hadis-hadis yang diambil sebagai
sumber ajaran dalam Islam harus melewati berbagai ujian untuk memastikan
keasliannya.
b. Pentingnya Integritas Moral: Kriteria keadilan perawi menggarisbawahi bahwa
moralitas dan integritas perawi adalah faktor penting dalam menilai kesahihan
hadis. Hal ini mencerminkan pentingnya etika dan karakter dalam menjaga
keandalan dalam menyampaikan tradisi keagamaan.
c. Tawatur dan Kekuatan Bukti: Konsep tawatur mengingatkan kita tentang kekuatan
bukti dalam pemahaman hadis. Hadis-hadis dengan tawatur dianggap memiliki
bukti yang sangat kuat dan dapat diandalkan, menguatkan keyakinan umat Islam
terhadap ajaran tersebut.
d. Kesesuaian dengan Prinsip-Prinsip Islam: Kriteria tidak ada perawi yang
mendustakan dan tidak ada kecacatan dalam matan mencerminkan kehati-hatian
dalam memastikan bahwa hadis tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran
Islam yang sudah mapan. Ini menunjukkan bahwa kesahihan hadis harus konsisten
dengan ajaran Islam yang dikenal.
e. Pentingnya Ilmu Hadis: Kitab "Al-Kifayah fi 'Ilm al-Riwayah" dan kriteria kesahihan
yang dibahas oleh Al-Khathib al-Aghdadi menyoroti pentingnya ilmu hadis dalam
Islam. Ini adalah disiplin ilmu yang kritis dalam memahami dan memeriksa warisan
keagamaan.
f. Peran Umat dalam Penilaian Hadis: Refleksi ini juga mengingatkan umat Islam akan
peran penting mereka dalam mengikuti ajaran Islam yang sahih. Umat diminta
untuk mendekati hadis dengan hati-hati dan kritis, serta untuk tidak dengan mudah
menerima setiap hadis tanpa verifikasi yang tepat.
g. Perlindungan terhadap Keaslian Ajaran Islam: Kriteria kesahihan hadis juga
berperan dalam melindungi agama Islam dari peredaran hadis palsu atau berasal
dari sumber yang meragukan. Ini membantu menjaga keaslian ajaran Islam dan
mencegah penyimpangan.
h. Kontinuitas Pemahaman dan Ajaran: Kriteria ini membantu menjaga kontinuitas
pemahaman dan ajaran Islam dari generasi ke generasi. Ini menunjukkan bahwa
kesahihan hadis adalah faktor penting dalam memastikan bahwa ajaran Islam tetap
utuh dan terjaga.

Refleksi terhadap kriteria kesahihan hadis menurut Al-Khathib al-Aghdadi mengingatkan


kita tentang pentingnya metode kritis dan ilmiah dalam memahami dan menerapkan
ajaran Islam. Hal ini juga menunjukkan bahwa Islam memiliki kerangka kerja yang ketat
untuk memeriksa dan memastikan keabsahan tradisi keagamaan, sehingga umat dapat
memahami dan mengamalkan ajaran agama mereka dengan keyakinan yang lebih besar.
Nama : TRI HARNELI, S.Pd.I.
Kelas : PAI 2B
Modul : AL-QUR’AN HADITS
Judul : AL-QUR’AN DAN METODE MEMAHAMINYA (KB-1)
Tema : TAFSIR, TA'WIL, TERJEMAH DAN RUANG LINGKUP PEMBAHASANNYA

A. KONSEP TAFSIR, TA'WIL, TERJEMAH DAN RUANG LINGKUP PEMBAHASANNYA


Konsep tafsir, ta'wil, terjemah, dan ruang lingkup pembahasannya terkait erat
dengan studi dan pemahaman terhadap teks-teks suci dalam konteks agama Islam,
khususnya Al-Quran. Berikut ini penjelasan singkat mengenai masing-masing konsep
tersebut:
a. Tafsir: Tafsir adalah upaya untuk memahami dan menjelaskan makna dari teks suci
Al-Quran. Ini dilakukan melalui analisis, penafsiran, dan konteks historis, budaya,
dan linguistik. Tafsir membantu umat Islam untuk memahami ajaran, hukum, dan
pesan moral yang terkandung dalam Al-Quran. Ada berbagai jenis tafsir, termasuk
tafsir literal (tafsir bi'l-ma'thur) dan tafsir interpretatif (tafsir bi'l-ra'yi).

b. Ta'wil: Ta'wil adalah jenis tafsir yang lebih mendalam dan simbolis. Ini mencoba
untuk memahami makna-makna tersembunyi dalam teks suci, terutama dalam
konteks alegori dan makna-makna esoteris. Ta'wil sering digunakan dalam tradisi
sufi, di mana teks-teks suci dipahami sebagai alat untuk mencapai pemahaman
spiritual yang lebih dalam.

c. Terjemah: Terjemahan adalah proses menerjemahkan teks suci Al-Quran dari


bahasa Arab ke bahasa lain. Ini penting untuk memungkinkan orang yang tidak
berbicara bahasa Arab untuk memahami dan merenungkan isi Al-Quran. Namun,
perlu diingat bahwa terjemahan seringkali tidak dapat sepenuhnya menangkap
nuansa, makna asli, dan keindahan bahasa Al-Quran, sehingga terjemahan biasanya
ditemani oleh tafsir untuk memberikan pemahaman yang lebih baik.

d. Ruang Lingkup Pembahasan: Ruang lingkup pembahasan tafsir, ta'wil, dan terjemah
mencakup berbagai aspek, termasuk:

e. Tafsir Literal: Ini melibatkan pemahaman literal atau harfiah dari teks Al-Quran,
dengan mengeksplorasi konteks historis dan bahasa.
f. Tafsir Interpretatif: Ini melibatkan penafsiran teks Al-Quran berdasarkan
pemahaman dan interpretasi ulama tentang masalah-masalah tertentu.
g. Ta'wil: Ta'wil mencakup pemahaman makna simbolis, alegoris, atau esoteris dalam
teks Al-Quran.
h. Terjemahan: Terjemahan mencakup pemindahan makna dari bahasa Arab ke
bahasa lain.
i. Konteks Historis: Pemahaman terhadap konteks historis saat Al-Quran diturunkan.
j. Konteks Budaya: Pemahaman terhadap konteks budaya yang mempengaruhi tafsir
dan pemahaman teks suci.
k. Kontroversi dan Perbedaan Pendapat: Tafsir, ta'wil, dan terjemahan seringkali
melibatkan perbedaan pendapat di antara ulama dan komunitas Muslim dalam hal
makna dan aplikasi teks.

B. KONTEKSTUALISASI TAFSIR, TA'WIL, TERJEMAH DAN RUANG LINGKUP


PEMBAHASANNYA
Ketika kita membahas tafsir, ta'wil, terjemahan, dan ruang lingkup pembahasannya
dalam konteks Islam, kita dapat memahami bagaimana masing-masing konsep ini
memiliki peran yang berbeda dalam pemahaman dan studi teks suci, terutama Al-
Quran. Berikut adalah kontekstualisasi dari masing-masing konsep tersebut:

1. Tafsir:

- Konteks: Tafsir adalah upaya untuk menjelaskan makna teks Al-Quran dalam
konteks historis, budaya, dan linguistiknya. Ini penting karena Al-Quran
dianggap sebagai wahyu ilahi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad pada
abad ke-7 di Arab.
- Pentingnya: Tafsir membantu umat Islam memahami ajaran, hukum, dan
petunjuk moral dalam Al-Quran. Dalam masyarakat Muslim, tafsir sering
digunakan sebagai sumber panduan untuk beribadah, etika, dan hukum Islam.
- Ruang Lingkup Pembahasan: Tafsir mencakup pemahaman tentang makna
harfiah, konteks historis saat Al-Quran diturunkan, dan interpretasi ulama
tentang pesan-pesan Al-Quran. Hal ini juga melibatkan analisis bahasa Arab,
hadis (tradisi Nabi), dan pendapat ulama dalam berbagai mazhab.

2. Ta'wil:

- Konteks: Ta'wil adalah pendekatan yang lebih mendalam dan simbolis dalam
pemahaman Al-Quran. Ini sering diasosiasikan dengan tradisi sufi dalam Islam,
di mana teks suci dianggap memiliki makna esoteris yang mengarah pada
pemahaman spiritual yang lebih dalam.
- Pentingnya: Ta'wil digunakan oleh sufi untuk mencapai pemahaman dan
pengalaman langsung tentang Allah. Ini membantu individu dalam pencarian
spiritual dan eksplorasi makna dalam Al-Quran yang melampaui pemahaman
harfiah.
- Ruang Lingkup Pembahasan: Ta'wil mencakup pemahaman makna-makna
simbolis, alegoris, dan spiritual dalam teks Al-Quran. Ini sering kali melibatkan
simbol dan metafora yang mendalam.

3. Terjemahan:
- Konteks: Terjemahan adalah usaha untuk memindahkan makna teks Al-Quran
dari bahasa Arab aslinya ke bahasa lain. Ini dilakukan untuk memungkinkan
umat Islam di seluruh dunia memahami dan merenungkan pesan Al-Quran.
- Pentingnya: Terjemahan memfasilitasi akses umum kepada Al-Quran. Ini
memungkinkan orang yang tidak berbicara bahasa Arab untuk belajar dan
memahami ajaran Islam serta mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.
- Ruang Lingkup Pembahasan: Terjemahan melibatkan pilihan kata dan kalimat
yang tepat untuk mencerminkan makna asli teks Al-Quran. Karena setiap bahasa
memiliki karakteristik dan nuansa sendiri, terjemahan bisa menjadi subjek
perdebatan dan perbedaan interpretasi.

4. Ruang Lingkup Pembahasan:

- Konteks: Ruang lingkup pembahasan tafsir, ta'wil, terjemahan, dan interpretasi


teks suci sangat penting dalam konteks keberagaman pemahaman dan
interpretasi di dunia Islam.
- Pentingnya: Ini penting karena berbagai pendekatan ini membantu umat Islam
memahami dan mengambil hikmah dari Al-Quran. Mereka juga mencerminkan
beragam tradisi pemahaman di dalam Islam.
- Ruang Lingkup Pembahasan: Ruang lingkupnya mencakup pemahaman harfiah,
konteks sejarah, budaya, dan linguistik, serta interpretasi simbolis dan esoteris.
Selain itu, juga melibatkan perdebatan dan perbedaan pendapat di antara ulama
dan masyarakat Muslim dalam mengenai teks suci.
Dalam Islam, pemahaman dan studi Al-Quran adalah aspek penting dari kehidupan
keagamaan dan intelektualitas. Kombinasi tafsir, ta'wil, terjemahan, dan pemahaman
konteks membantu umat Islam memperkaya pemahaman mereka tentang teks suci ini.

C. REFLEKSI TERKAIT TAFSIR, TA'WIL, TERJEMAH DAN RUANG LINGKUP


PEMBAHASANNYA
a. Refleksi terkait tafsir, ta'wil, terjemahan, dan ruang lingkup pembahasannya dalam
konteks Islam adalah suatu langkah penting dalam pemahaman lebih mendalam
terhadap Al-Quran. Berikut adalah beberapa refleksi terkait konsep-konsep
tersebut:

b. Keragaman Pemahaman: Salah satu refleksi yang muncul adalah pemahaman yang
beragam terhadap Al-Quran. Dalam Islam, tafsir, ta'wil, dan terjemahan mungkin
berbeda-beda antara satu ulama atau mazhab dengan yang lain. Hal ini
mencerminkan kekayaan intelektual dalam Islam dan pentingnya berdialog dan
menghormati keragaman pendapat.

c. Konteks Kultural: Pemahaman Al-Quran tidak bisa dilepaskan dari konteks budaya
dan sejarah. Ini mengingatkan kita pada pentingnya memahami konteks sejarah
ketika Al-Quran diturunkan serta bagaimana budaya dan bahasa memengaruhi
pemahaman kita terhadap teks suci.
d. Peran Terjemahan: Terjemahan memainkan peran penting dalam menyebarkan
pesan Al-Quran ke seluruh dunia. Namun, refleksi juga harus mencakup pemahaman
bahwa terjemahan sering kali tidak bisa sepenuhnya menangkap makna asli dalam
bahasa Arab. Oleh karena itu, terjemahan sering harus disertai dengan tafsir atau
pemahaman kontekstual.

e. Dimensi Spiritual: Ta'wil, dengan fokus pada makna simbolis dan esoteris,
mengajarkan pentingnya dimensi spiritual dalam pemahaman agama. Refleksi ini
dapat menginspirasi individu untuk mendalami makna-makna yang lebih dalam
dalam hidup spiritual mereka.

f. Kehidupan Sehari-hari: Konsep-konsep ini juga membantu mengaitkan ajaran-


ajaran Al-Quran dengan kehidupan sehari-hari. Refleksi ini mengajak kita untuk
merenungkan bagaimana ajaran-ajaran ini dapat diterapkan dalam kehidupan kita
untuk mencapai kebaikan, keadilan, dan kesejahteraan.

g. Kesadaran akan Perbedaan: Refleksi terkait perbedaan pendapat dan interpretasi


dalam Islam mengajarkan kita untuk menghargai keragaman dalam pemahaman
agama. Ini dapat merangsang dialog antarumat beragama dan menguatkan toleransi
terhadap perbedaan keyakinan.

h. Pengembangan Pemahaman Pribadi: Melalui refleksi ini, individu dapat memahami


bahwa pemahaman pribadi tentang Al-Quran juga penting. Sambil menghormati
pandangan ulama, orang juga dapat mengembangkan pemahaman dan hubungan
spiritual pribadi dengan teks suci.

i. Pencarian Kebenaran: Selain sebagai panduan agama, konsep-konsep ini juga


mengajak individu untuk terus mencari kebenaran dan makna yang lebih dalam
dalam hidup mereka. Ini adalah upaya berkelanjutan untuk lebih mendekatkan diri
kepada Tuhan.

j. Pemahaman tentang tafsir, ta'wil, terjemahan, dan ruang lingkup pembahasannya


adalah bagian penting dalam studi agama Islam dan pengembangan spiritual.
Refleksi pada konsep-konsep ini dapat membantu individu memperdalam
pemahaman agama mereka dan mengintegrasikannya dalam kehidupan sehari-hari
dengan cara yang lebih makna.
A. KONSEP TAFSIR, TA'WIL, TERJEMAH DAN RUANG LINGKUP PEMBAHASANNYA
Konsep tafsir, ta'wil, terjemah, dan ruang lingkup pembahasannya adalah hal-hal yang
penting dalam pemahaman dan penafsiran Al-Qur'an dalam Islam. Berikut adalah
penjelasan singkat tentang konsep-konsep ini beserta ruang lingkup pembahasannya:

1. TAFSIR :

Pengertian:
Tafsir adalah penafsiran atau komentar tentang Al-Qur'an. Ini adalah upaya untuk
menjelaskan dan memahami makna ayat-ayat Al-Qur'an dengan mengacu pada konteks
sejarah, bahasa, budaya, dan teologi Islam.

Ruang Lingkup Pembahasan:


Tafsir mencakup berbagai aspek, termasuk:
a. Tafsir Linguistik: Pemahaman terhadap makna kata-kata dan tata bahasa dalam Al-
Qur'an.
b. Tafsir Historis: Konteks sejarah ketika ayat-ayat diturunkan, termasuk peristiwa-
peristiwa pada masa Nabi Muhammad.
c. Tafsir Teologis: Interpretasi ayat-ayat yang berkaitan dengan keyakinan dan doktrin
Islam, seperti sifat-sifat Allah.
d. Tafsir Hukum: Penerapan ayat-ayat dalam hukum Islam (fiqh).
e. Tafsir Moral dan Etika: Penjelasan tentang ajaran moral dan etika yang terkandung
dalam Al-Qur'an.
f. Tafsir Kultural: Penjelasan tentang bagaimana ayat-ayat Al-Qur'an dapat diterapkan
dalam konteks budaya dan zaman yang berbeda.
2. TA'WIL:
Pengertian:
Ta'wil adalah bentuk penafsiran atau eksegesis dalam Islam yang sering kali bersifat
alegoris atau simbolis. Ini melibatkan penafsiran makna yang lebih dalam dari ayat-ayat
Al-Qur'an.

Ruang Lingkup Pembahasan:


Ta'wil umumnya digunakan dalam konteks aspek-aspek metafisik dan spiritual dalam
Al-Qur'an. Ini melibatkan pemahaman makna alegoris, simbolisme, dan kontemplatif
dari ayat-ayat Al-Qur'an. Ta'wil dapat sangat mendalam dan sering kali terkait dengan
aliran-aliran mistis dalam Islam, seperti tasawuf.
3. TERJEMAHAN :
Pengertian:
Terjemah adalah proses menerjemahkan teks Al-Qur'an dari bahasa Arab ke dalam
bahasa lain agar dapat dipahami oleh orang-orang yang tidak menguasai bahasa Arab.

Ruang Lingkup Pembahasan:


Terjemah Al-Qur'an mencakup pemilihan kata-kata yang paling sesuai untuk
mengungkapkan makna asli ayat-ayat dalam bahasa sasaran. Terjemahan sering kali
mencakup juga catatan kaki atau komentar singkat untuk menjelaskan konteks atau
makna yang lebih mendalam.
Ruang Lingkup Pembahasan (Ruang Lingkup Pembicaraan):
Pengertian:
Ruang lingkup pembahasan adalah topik atau tema yang dibahas dalam tafsir, ta'wil,
terjemah, atau studi Al-Qur'an.

Ruang Lingkup Pembahasannya:


Ruang lingkup pembicaraan dalam pemahaman Al-Qur'an dapat sangat beragam dan
mencakup:

4. Aspek-aspek teks Al-Qur'an:


Ini melibatkan tafsir linguistik dan makna kata-kata.
5. Sejarah dan Konteks:
Ini melibatkan tafsir sejarah dan konteks saat ayat-ayat diturunkan.
6. Aspek Teologi:
Ini mencakup tafsir tentang sifat-sifat Allah dan keyakinan fundamental dalam Islam.
7. Hukum Islam (fiqh):
Ini melibatkan tafsir tentang hukum dan peraturan dalam Islam.
8. Moral dan Etika:
Ini mencakup tafsir tentang ajaran moral dan etika dalam Al-Qur'an.
9. Aspek Kultural:
Ini membahas cara ayat-ayat Al-Qur'an dapat diterapkan dalam budaya dan masyarakat
yang berbeda.

PENJELASAN KONSEP
1. Konsep Ta’wil
Kata ta'wil berasal dari kata dla yatilu aulan yang berarti kembali kepada asal.
Ada yang berpendapat ta'wil berasal dari kata iydlah yang berarti mengatur, seorang
mu‘awwil (penta'wil) seakan-akan sedang mengatur perkataan dan meletakkan makna
sesuai dengan tempatnya.” Menta'wil kalam berarti menjelaskan dan mengembalikan
kepada maksud yang diharapkan."? Ibnu Manzhir mendefinisikan ta'wil secara
etimologi berarti rujit' (kembali) seperti bunyi hadis man shdma ad-dahr fala shama
wald dla (barang siapa yang puasa selamanya maka sebenarnya dia tidak puasa dan
tidak kembali kepada kebaikan).'* Abu Ubaidah Ma'mar ibn alMutsanna dan at-Thabari
mengartikan ta'wil adalah tafsir, marja' dan almashir."* Secara terminologi, ta'wil
menurut ulama salaf dapat berarti Pertama, menjelaskan kalam dan menerangkan
maknanya. Dalam hal ini antara tafsir dan ta'wil tidak ada perbedaan. Inilah yang
dimaksud oleh Mujahid dan Ibn Jarir at-Thabari ketika menggunakan lafazh ta'wil.
Kedua, makna yang dimaksudkan dalam sebuah perkataan. Jika perkataannya bernada
talab (perintah) maka ta'wilnya adalah pekerjaan yang diminta.
2. Konsep Tafsir
Kadang Diserupakan dengan Ilmu-ilmu Qur’an, Sedangkan Ta’wil Lebih kepada Ijtihad
Dalam diskursus tradisional tentang al-Qur'an, kadang-kadangtafsir dalam
kapasitasnya sebagai indikator diserupakan dengan ilmu-ilmu alQur'an, berupa nasikh
mansukh, asbab nuzul, al-makki wa al-madani dan lain-lain. Semua itu dianggap unsur
naqli karena mencakup pelbagai pengetahuan instrumental yang digunakan dalam
proses penafsiran. Hal ini agaknya dikaitkan dengan fungsi ilmu-ilmu tersebut sebagai
mediator pemahaman, Sementara itu, ta'wil demi penekanan yang lebih besar pada
aspek reflektif dalam proses interpretasi lebih tepat disebut sebagai kegiatanijtihad
atau dirayah secara lebih hakiki. Karena penekanan dalam aspek nalar dan ijtihad
dalam ta'wil lebih dominan ketimbang pemahaman melalui bahasa dan penggunaan
metode tertentu, maka dalam wacana studi al-Qur'an tradisional, terdapat juga
pemilahan yang cenderung ideologis antara terminologi tafsir dan ta'wil. Yang pertama,
dianggap dapat menghasilkan penafsiran al-Qur'an yang lebih valid dan obyektif yang
diwakili oleh mereka yang lebih kuat berpegang pada riwayat yang disebut
ahlussunnah. Sementara yang terakhir sebaliknya, dituduh lebih mengikuti tendensi
ideologis dalam kegiatan penafsiran seperti yang disinyalir dalam ayat "fi qulubihim
zaigh fayattabitna ma tasyébaha minhu ibtighda al-fitnah". Yang terakhir ini disematkan
kepada kelompok mu'tazilah dan kaum sufi."

3. Konsep Penerjemahan
Penerjemahan dilakukan dengan maksud supaya maksud pembicaraan atau kalimat
bahasa asal yang diterjemahkan bisa difahami oleh orang-orang yang tidak mampu
memahami bahasa asal yang diterjemahkan. Kalimat tarjamah juga diartikan dalam
Bahasa Arab dengan arti biografi riwayat hidup seseorang, misalnya ungkapan
tarjamah Imam Ibnu Taimiyah berarti riwayat hidup Ibnu Taimiyah. Al-Qur'an adalah
kitab yang menggunakan Bahasa Arab dan sebagai pedoman hidup umat Islam dengan
keragaman bahasa masing-masing. Maka suatu hal yang urgen untuk menerjemahkan
al-Qur'an ke dalam bahasa yang bisa difahami oleh masing-masing pemilik bahasa
karena intinya al-Qur'an diturunkan adalah untuk difahami kandungan ayatnya.

REFLEKSI
Refleksi dari pemaparan bahan ajar di atas yaitu: bahwa setiap perbedaan, dalam
menyikapi dan memberi makna terhadap kata tafsir, ta’wil dan terjemah, bukan berarti
untuk memberi petunjuk terhadap ummat akan makna yang keliru. Yang jelas perbedaan
pandagan yang digagas oleh para mufasir merupakan sebuah analisa yang mencari makna
yang lebih jelas. Pun demikian dengan hasil tafsir, ijtihad maupun ta’wil yang dihasilkan.
Selama ada yang melakukan 3 kegiatan tersebut dan telah kita ketahui bahwa mereka
memiliki kapasitas dan kualifikasi, maka sah-sah saja karena nantinya setiap ijtihad itu
bernilai pahala, terlebih jika untuk kemaslahatan umat.
TULISLAH KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TERKAIT DENGAN PENJELASAN MATERI
PADA BAHAN AJAR.

Kelebihan:

1. Bahan ajar disajikan dengan padat, sistematis, dan lengkap, terutama dengan contoh-
contoh yang juga disertai dengan dalil.

2. Adanya gambar yang berisikan pemetaan terhadap mekanisme tafsir dan ta’wil yang bisa
mengundang ketertarikan pembaca.

3. Setiap subjudul dipaparkan dengan kalimat yang lugas, dan dilengkapi dengan kalimat
penjelas sehingga gagasan yang ingin disampaikan tidak terlihat bertele-tele.

Kekurangan:

1. Belum adanya tabel yang berisikan pemetaan konsep tafsir, ta’wil dan terjemah secara
khusus. Karena pada dasarnya pemetaan ketiga ilmu ini secara umum akan memudahkan
pembaca dalam memahami isi bahan ajar.

KAITKAN ISI BAHAN AJAR DENGAN NILAI MODERASI BERAGAMA.

Konsep tafsir, ta'wil, terjemah di masa sekarang merupakan konsep yang cukup sensitif
karena perbedaan yang dihasilkan seringkali mengakibatkan konflik, perang dalil, hingga
saling tuduh. Hal ini adalah buah dari kurangnya nilai-nilai moderasi beragama di kalangan
umat muslim. Maka dari itu, dalam implementasi serta pembelajarannya perlu dikuatkan
dengan nilai-nilai moderasi beragama seperti toleransi, berpikir terbuka, sikap rendah hati,
serta pemahaman terkait multikulturalisme

© Tugas Analisa Bahan Ajar Jurnal Tafsir, Takwil, Terjemah dan Ruang Lingkup
Pembahasannya - Guru Penyemangat
Jika ingin mengutip, harap beri link aktif
ke: https://www.gurupenyemangat.com/2023/07/tugas-analisa-bahan-ajar-jurnal-
tafsir.html

Anda mungkin juga menyukai