Anda di halaman 1dari 5

1.

Pengertian Pembukuan dan Pencatatan dalam perpajakan


Dalam konteks perpajakan, "pembukuan" dan "pencatatan" juga merupakan konsep penting, tetapi
mereka memiliki makna yang sedikit berbeda:

1. **Pencatatan (Recording):**
Pencatatan dalam perpajakan merujuk pada tindakan mencatat secara rinci semua transaksi
keuangan yang terkait dengan bisnis atau aktivitas ekonomi. Ini termasuk mencatat penerimaan,
pengeluaran, penjualan, pembelian, dan transaksi keuangan lainnya. Pencatatan yang akurat sangat
penting karena menjadi dasar untuk menghitung pajak yang harus dibayar oleh entitas bisnis atau
individu. Semua catatan harus mencerminkan transaksi sebenarnya dan didukung oleh bukti yang
valid.

2. **Pembukuan (Accounting):**
Pembukuan dalam perpajakan mencakup proses yang lebih luas daripada pencatatan. Ini
mencakup pengorganisasian, pengklasifikasian, dan analisis data keuangan untuk tujuan
perpajakan. Pembukuan yang baik melibatkan penggunaan prinsip akuntansi yang sesuai dengan
peraturan perpajakan yang berlaku dan menghasilkan laporan keuangan yang diperlukan untuk
pelaporan kepada otoritas pajak. Ini juga termasuk pemahaman tentang peraturan pajak yang
berlaku untuk memastikan bahwa transaksi-transaksi tersebut diperlakukan dengan benar dari segi
pajak.

Dalam praktiknya, pencatatan adalah langkah awal dalam proses pembukuan perpajakan. Transaksi
harus dicatat dengan akurat sejak awal agar pembukuan yang benar dan sesuai dengan peraturan
perpajakan dapat dilakukan. Pembukuan yang baik memungkinkan entitas bisnis atau individu untuk
memenuhi kewajiban perpajakan, mengoptimalkan penghematan pajak, dan menghindari potensi
masalah hukum terkait perpajakan.

2. Pembukuan Menurut UU KUP

Pada prinsipnya wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas dan wajib pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan. Hal ini diatur
dalam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 28 tahun 2007 (UU KUP).
Namun, kewajiban pembukuan itu dikecualikan bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan
diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto .
Wajib pajak yang dimaksud antara lain wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau
melakukan pekerjaan bebas dengan jumlah bruto dalam setahun kurang dari Rp4,8 miliar.
Sebagai penggantinya, wajib pajak dengan kriteria di atas tetap wajib melakukan pencatatan.
Kewajiban pencatatan ini juga berlaku bagi wajib pajak yang tidak melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas.
Lantas apa perbedaan dari pembukuan dan pencatatan tersebut menurut ketentuan
perundangan-undangan perpajakan?
Pasal 1 angka 26 UU KUP menyebutkan pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang
dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang
atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba
rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
Adapun proses penyelenggaraan pembukuan yang dilakukan wajib pajak harus memenuhi
syarat-syarat berikut:

1. Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau


kegiatan usaha yang sebenarnya.
2. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata
uang rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan
oleh Menteri Keuangan.
3. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah dapat
diselenggarakan oleh wajib pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
4. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
5. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya
pajak yang terutang.

Sedangkan, dalam Pasal 28 ayat UU KUP disebutkan bahwa pencatatan adalah pengumpulan
data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau
penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk
penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 197/PMK.03/2017 tentang Bentuk Dan
Tata Cara Pencatatan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, syarat-syarat penyelenggaraan
pencatatan antara lain:

1. Pencatatan harus diselenggarakan secara teratur dan mencerminkan keadaan yang


sebenarnya dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, dan
disusun dalam bahasa Indonesia.
2. Pencatatan dalam satu tahun harus diselenggarakan secara kronologis.
3. Pencatatan harus menggambarkan:

 Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto yang diterima dan/atau
diperoleh;
 Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat
final.

Bagi wajib pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha,
pencatatan harus menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha dan/atau
tempat usaha yang bersangkutan.Selain kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan, wajib
pajak orang pribadi tersebut juga harus menyelenggarakan pencatatan atas harta dan
kewajiban.
Penyelenggaraan pembukuan maupun pencatatan bertujuan untuk mempermudah wajib pajak
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya seperti pengisian surat pemberitahuan (SPT) ,
penghitungan penghasilan kena pajak , penghitungan PPN dan PPnBM, serta untuk mengetahui
posisi keuangan dari hasil kegiatan usaha atau ekerjaan bebas.
Perlu digarisbawahi, segala bentuk buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan
atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang
dikelola secara elektronik atau secara program online wajib disimpan selama 10 tahun di
Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal wajib pajak orang pribadi, atau di tempat
kedudukan wajib pajak badan.
SUMBER: https://atpetsi.or.id/memahami-perbedaan-konsep-pembukuan-dan-pencatatan

3. Kewajiban Menyelenggarakan Pembukuan

Kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan mengacu pada tanggung jawab entitas bisnis atau individu
untuk mencatat dan mengelola transaksi keuangan mereka sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dan
peraturan perpajakan yang berlaku di negara mereka. Kewajiban ini sangat penting dalam menjaga keteraturan
dan ketransparan dalam aktivitas keuangan dan perpajakan. Berikut adalah beberapa hal yang perlu dipahami
mengenai kewajiban ini:

1. **Kewajiban Hukum:** Kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan seringkali diatur oleh undang-
undang atau peraturan perpajakan di suatu negara. Ini berarti bahwa entitas bisnis dan individu harus
mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah terkait dengan pembukuan dan pelaporan keuangan.

2. **Catatan Akuntansi yang Akurat:** Salah satu aspek utama dari kewajiban pembukuan adalah mencatat
semua transaksi keuangan dengan akurat dan rinci. Ini mencakup pendapatan, pengeluaran, piutang, utang,
dan berbagai transaksi lainnya yang memengaruhi keuangan entitas tersebut.

3. **Penyusunan Laporan Keuangan:** Entitas yang diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan juga
harus menyusun laporan keuangan secara berkala. Laporan ini mencakup neraca, laporan laba rugi, dan
laporan arus kas. Laporan ini memberikan gambaran yang jelas tentang kinerja keuangan dan posisi keuangan
entitas tersebut.

4. **Pengawasan Internal:** Kewajiban pembukuan juga mencakup pengawasan internal yang efektif untuk
memastikan bahwa pembukuan dilakukan dengan benar dan sesuai dengan aturan. Hal ini melibatkan peran
auditor internal atau pemantauan yang sesuai oleh manajemen keuangan.

5. **Kepatuhan Perpajakan:** Kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan juga berkaitan erat dengan
kewajiban perpajakan. Entitas dan individu harus menggunakan catatan akuntansi mereka untuk menghitung
pajak yang harus dibayarkan dan melaporkannya kepada otoritas pajak sesuai dengan jadwal yang ditentukan.

6. **Pengawasan Otoritas Pajak:** Otoritas pajak di suatu negara dapat melakukan pemeriksaan untuk
memeriksa catatan akuntansi dan laporan keuangan entitas. Oleh karena itu, penting untuk menjaga catatan
yang rapi dan akurat untuk menghindari sanksi perpajakan.
Kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan adalah bagian integral dari menjalankan bisnis atau aktivitas
keuangan dengan benar dan secara legal. Melalui pembukuan yang baik, entitas dan individu dapat menjaga
keteraturan, memenuhi kewajiban perpajakan, dan membuat keputusan yang informasional berdasarkan data
keuangan yang akurat.

4. Sanksi dan Norma Perhitungan


Sanksi dan norma perhitungan pajak adalah dua komponen penting dalam sistem perpajakan yang
memengaruhi bagaimana pajak dihitung, dikenakan, dan apa yang terjadi jika terjadi pelanggaran
aturan perpajakan. Berikut penjelasan lebih lanjut tentang keduanya:

1. **Sanksi Perpajakan:**
- **Sanksi Administratif:** Ini adalah sanksi yang biasanya dikenakan oleh otoritas pajak sebagai
akibat dari pelanggaran administratif seperti keterlambatan pelaporan pajak, kesalahan perhitungan
pajak, atau ketidakpatuhan terhadap persyaratan pelaporan. Sanksi administratif dapat berupa
denda atau penalti yang harus dibayarkan oleh wajib pajak. Tujuannya adalah mendorong kepatuhan
pajak dan disiplin dalam pelaporan pajak.
- **Sanksi Pidana:** Sanksi pidana melibatkan tindakan hukum terhadap pelanggaran serius dalam
perpajakan, seperti penggelapan pajak, pemalsuan dokumen perpajakan, atau penipuan pajak.
Dalam kasus sanksi pidana, pelaku dapat dihukum pidana, yang bisa mencakup hukuman penjara
atau denda yang lebih berat.

2. **Norma Perhitungan Pajak:**


- **Norma Pajak:** Norma perhitungan pajak adalah pedoman atau ketentuan yang digunakan oleh
wajib pajak untuk menghitung besaran pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah. Norma-
norma ini berbeda berdasarkan jenis pajak, seperti pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai
(PPN), atau pajak properti. Mereka menentukan apa yang dapat atau tidak dapat dikurangkan
sebagai beban pajak atau yang dapat mempengaruhi besaran pajak yang harus dibayarkan.
- **Norma Akuntansi:** Norma perhitungan akuntansi mengacu pada prinsip-prinsip yang harus
diikuti oleh wajib pajak dalam menyusun laporan keuangan mereka. Ini mencakup pengakuan
pendapatan, pengeluaran, aset, dan liabilitas sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku di
negara tersebut. Laporan keuangan yang akurat dan sesuai dengan norma akuntansi dapat
memengaruhi perhitungan pajak.

Ketika wajib pajak melanggar peraturan perpajakan, baik itu secara tidak sengaja maupun dengan
sengaja, otoritas pajak dapat menerapkan sanksi perpajakan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Sanksi tersebut dapat bervariasi tergantung pada tingkat pelanggaran dan peraturan di negara
tersebut.

Selain itu, norma perhitungan pajak dan norma akuntansi digunakan oleh wajib pajak untuk
menghitung besaran pajak yang harus dibayarkan dan menyusun laporan keuangan yang akurat.
Penggunaan norma yang tepat sangat penting untuk memastikan kepatuhan pajak dan penyajian
laporan keuangan yang sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.
Penting untuk diingat bahwa peraturan perpajakan dan norma perhitungan pajak dapat bervariasi
dari satu negara ke negara lain, dan perubahan dalam hukum perpajakan dapat memengaruhi cara
perhitungan dan sanksi yang diterapkan. Oleh karena itu, sebaiknya selalu berkonsultasi dengan ahli
perpajakan atau profesional akuntansi yang memahami peraturan perpajakan dan akuntansi yang
berlaku di wilayah Anda.

Anda mungkin juga menyukai