Anda di halaman 1dari 12

3.3.a.4.

Eksplorasi Konsep - Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid


EVA RUSDIANA DEWI CGP ANGKATAN 8 SDN 5 SRIKATON MUSI RAWAS SUMSEL
Pertanyaan Pemantik

1. Menurut Ibu/Bapak, siapakah yang seharusnya memegang kendali terhadap proses


pembelajaran murid?
2. Menurut Ibu/Bapak, dalam hal apa saja dan sebagai apa murid dapat mengambil
kendali dalam berbagai program/kegiatan pembelajaran sekolah?
3. Bagaimana peran dan keterlibatan murid dalam berbagai program/kegiatan
pembelajaran sekolah dapat berkontribusi positif bagi lingkungan dan masyarakat?
4. Bagaimana kita dapat melibatkan komunitas dalam mendorong tumbuhnya
kepemimpinan murid?

JAWABAN

1. Menurut Ki Hadjar Dewantara bahwa pembelajaran harus berpusat pada siswa atau
menghamba pada siswa, ini artinya bahwa murid memegang kendali terhadap proses
pembelajaran dan guru hanya membimbing atau menuntun siswa ke arah yang lebih baik
sesuai dengan kodrat zamannya.
2. Pada awal mulai dari diri, kita sudah mengetahui bahwa program / kegiatan yang ada di
komunitas sekolah tidak terlepas dari 3 kurier,
yaitu intrakurikuler, kokurikuler dan ektrakurikuler. Dari ketiga kegiatan tersebut
diharapkan siswa sebagai subjek atau pelaku pembelajaran dapat mengembangkan
potensi yang dimilikinya, dapat bertanggungjawab dan mengambil kendali dirinya.
3. Peran dan keterlibatan murid dalam program sekolah adalah dapat berkontribusi dengan
baik karena sebagai pelaku pembelajaran, dan juga siswa harus dapat berkontribusi pada
masyarakat karena siswa juga merupakan bagian dari masyarakat.
4. Komunitas bukan hanya sekedar tempat berkumpul tanpa adanya program atau kegiatan,
tetapi bagaimana komunitas itu dapat menghidupkan potensi yang dimiliki siswa dengan
kegiatan-kegiatan yang ada di komunitas tersebut, sehingga dapat memberikan dampak
yang positif dalam mendorong tumbuhnya jiwa kepemimpinan.

Apakah kepemimpinan murid ?


Dari paket modul 1 dan 2 sebelumnya, Bapak/Ibu telah belajar bahwa murid harus menjadi dasar
bagi semua pengambilan keputusan yang kita buat di sekolah. Melalui filosofi dan metafora
“menumbuhkan padi”, Ki Hajar Dewantara mengingatkan kita bahwa dalam mewujudkan
pembelajaran yang berpusat pada murid, kita harus secara sadar dan terencana membangun
ekosistem yang mendukung pembelajaran murid sehingga mampu memekarkan mereka sesuai
dengan kodratnya. Dengan demikian, saat kita merancang sebuah program/kegiatan
pembelajaran di sekolah, baik itu intrakurikuler, ko-kurikuler, atau ekstrakurikuler, maka murid
juga seharusnya menjadi pertimbangan utama. Pertanyaannya kemudian adalah sejauh mana kita
dapat menempatkan murid dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan
program/kegiatan pembelajaran tersebut?

“Sesungguhnya alam-keluarga itu bukannya pusat pendidikan individual saja, akan tetapi
juga suatu pusat untuk melakukan pendidikan sosial. Orangtua harus melakukan pendidikan
bersama dengan pusat-pusat pendidikan, dan terhubung dengan kaum guru dan pengajar [Ki
Hadjar Dewantara dalam Wasita, Tahun ke-1 No.3, Mei 1993]”
Kita semua tentu sepakat bahwa murid-murid kita dapat melakukan lebih dari sekedar menerima
instruksi dari guru. Mereka secara natural adalah seorang pengamat, penjelajah, penanya, yang
memiliki rasa ingin tahu atau minat terhadap berbagai hal. Lewat rasa ingin tahu serta interaksi
dan pengalaman mereka dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya, mereka kemudian
membangun sendiri pemahaman tentang diri mereka, orang lain, lingkungan sekitar, maupun
dunia yang lebih luas. Dengan kata lain, murid-murid kita sebenarnya memiliki kemampuan atau
kapasitas untuk mengambil bagian atau peranan dalam proses belajar mereka sendiri. Namun,
terkadang guru atau orang dewasa memperlakukan murid-murid seolah-olah mereka tidak
mampu membuat keputusan, pilihan atau memberikan pendapat terkait dengan proses belajar
mereka. Kadang-kadang kita bahkan tanpa sadar membiarkan murid-murid kita secara sengaja
menjadi tidak berdaya (learned helplessness), dengan secara sepihak memutuskan semua yang
harus murid pelajari dan bagaimana mereka mempelajarinya, tanpa melibatkan peran serta
mereka dalam proses pengambilan keputusan tersebut.
Agar kita dapat menjadikan murid sebagai pemimpin bagi proses pembelajarannya sendiri, maka
kita perlu memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan kapasitasnya dalam
mengelola pembelajaran mereka sendiri, sehingga potensi kepemimpinannya dapat berkembang
dengan baik. Peran kita adalah:

1. Mendampingi murid agar pengembangan potensi kepemimpinan mereka tetap sesuai


dengan kodrat, konteks dan kebutuhannya.
2. Mengurangi kontrol kita terhadap mereka
Saat murid memiliki kontrol atas apa yang terjadi, atau merasa bahwa mereka dapat
mempengaruhi sebuah situasi inilah, maka murid akan memiliki apa yang disebut dengan
“agency”. Agency berasal dari bahasa inggris yang diartikan sebagai kapasitas seseorang untuk
mempengaruhi fungsi dirinya dan arah jalannya peristiwa melalui tindakan yang dibuatnya.
Murid mendemonstrasikan “student agency” ketika mereka mampu mengarahkan pembelajaran
mereka sendiri, membuat pilihan-pilihan, menyuarakan opini, mengajukan pertanyaan dan
mengungkapkan rasa ingin tahu, berpartisipasi dan berkontribusi pada komunitas belajar,
mengkomunikasikan pemahaman mereka kepada orang lain, dan melakukan tindakan nyata
sebagai hasil proses belajarnya.
Mengingat bahwa kata agency ini belum ada padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia, maka
untuk kepentingan pembahasan di dalam modul ini, maka istilah student agency ini selanjutnya
akan diterjemahkan sebagai “kepemimpinan murid”.
Jika kita mengacu pada OECD (2021), ‘kepemimpinan murid’ berkaitan dengan pengembangan
identitas dan rasa memiliki. Ketika murid mengembangkan agency, mereka mengandalkan
motivasi, harapan, efikasi diri, dan growth mindset (pemahaman bahwa kemampuan dan
kecerdasan dapat dikembangkan) untuk menavigasi diri mereka menuju kesejahteraan lahir batin
(wellbeing). Hal inilah yang kemudian memungkinkan mereka untuk bertindak dengan memiliki
tujuan, yang membimbing mereka untuk berkembang di masyarakat.
Konsep kepemimpinan murid sebenarnya berakar pada prinsip bahwa murid memiliki
kemampuan dan keinginan untuk secara positif mempengaruhi kehidupan mereka sendiri dan
dunia di sekitar mereka. Kepemimpinan murid dapat dilihat sebagai kapasitas untuk menetapkan
tujuan, melakukan refleksi dan bertindak secara bertanggung jawab untuk menghasilkan
perubahan. Kepemimpinan murid adalah tentang murid yang bertindak secara aktif; dan
membuat keputusan serta pilihan yang bertanggung jawab, daripada hanya sekedar menerima
apa yang ditentukan oleh orang lain. Ketika murid menjadi agen dalam pembelajaran mereka
sendiri, yaitu ketika mereka berperan aktif dalam memutuskan apa dan bagaimana mereka akan
belajar, maka mereka cenderung menunjukkan motivasi yang lebih besar untuk belajar dan lebih
mampu menentukan tujuan belajar mereka sendiri. Lewat proses yang seperti ini, murid-murid
akan secara natural mempelajari keterampilan belajar (belajar bagaimana belajar). Keterampilan
belajar ini adalah sebuah keterampilan yang sangat penting, yang dapat dan akan mereka
gunakan sepanjang hidup mereka.
Saat murid menjadi pemimpin dan mengambil peran aktif dalam proses pembelajaran mereka
sendiri, maka hubungan yang tercipta antara guru dengan murid akan mengalami perubahan,
karena hubungannya akan menjadi bersifat kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat
kemitraan ini, saat murid belajar mereka akan:
 berusaha untuk memahami tujuan pembelajaran yang ingin dicapainya
 menunjukkan keterlibatan dalam proses pembelajaran
 menunjukkan tanggung jawab dalam proses pembelajaran mereka sendiri.
 menunjukkan rasa ingin tahu
 menunjukkan inisiatif
 membuat pilihan-pilihan tindakan
 memberikan umpan balik kepada satu sama lain.
Di sisi lain, guru yang akan mengambil peranan sebagai mitra murid dalam belajar akan:
 berusaha secara aktif mendengarkan, menghormati dan menanggapi ide-ide, pendapat,
pertanyaan, aspirasi dan perspektif murid-murid mereka.
 memperhatikan kemampuan, kebutuhan, dan minat murid-murid mereka untuk
memastikan proses pembelajaran sesuai untuk mereka.
 mendorong murid untuk mengeksplorasi minat mereka dengan memberi mereka tugas-
tugas terbuka.
 menawarkan kesempatan kepada murid untuk menunjukkan kreativitas dan mengambil
risiko.
 mempertimbangkan sejauh mana tingkat bantuan yang harus diberikan kepada murid
berdasarkan informasi yang mereka miliki
 menunjukkan minat dan keingintahuan untuk mendengarkan dan menanggapi setiap
aktivitas murid untuk memperluas pemikiran mereka.
Untuk lebih memahami konsep kepemimpinan murid, Bapak/Ibu dapat membaca tabel berikut
ini.

Kepemimpinan Murid dan Profil Pelajar Pancasila

Populasi manusia Indonesia usia sekolah di masa sekarang, dalam 10-15 tahun mendatang akan
menjadi populasi terbanyak dan mendominasi usia produktif masyarakat Indonesia. Ini sering
kita sebut sebagai bonus demografi jika saja kita dapat menumbuhkan manusia produktif
Indonesia yang berkarakter baik. Namun sebaliknya, jika karakter yang bertumbuh adalah justru
karakter buruk, maka “kutukan” demografi-lah yang akan Indonesia dapatkan. Profil Pelajar
Pancasila sebenarnya adalah visi dan harapan Indonesia untuk karakter warganya di masa
mendatang. Profil Pelajar Pancasila adalah muara dari konsep merdeka belajar dan pemelajar
sepanjang hayat yang ingin dibangun lewat upaya penumbuhkembangan kepemimpinan murid.
Melalui upaya menumbuhkembangkan kepemimpinan murid kita menyediakan kesempatan
murid untuk mengembangkan profil positif dirinya, yang kemudian diharapkan dapat mewujud
sebagai pelajar Pancasila yang tidak hanya menjadi pribadi yang merdeka, namun juga menjadi
pribadi yang memerdekakan bangsanya.

Jika kita telaah lebih lanjut, dengan menumbuhkembangkan kepemimpinan murid maka secara
bersamaan kita sebenarnya juga membangun karakter murid yang:
 beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Menumbuhkembangkan kepemimpinan
murid akan mendorong murid mengembangkan berbagai sikap-sikap positif yang
merupakan pengejawantahan dari iman, ketakwaan dan akhlak mulia.
 berkebinekaan global. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid akan melatih
murid-murid kita untuk memiliki pemikiran dan wawasan yang terbuka. Mereka akan
terbiasa untuk melihat perbedaan, menghargai beragam perspektif sehingga diharapkan
dapat hidup ditengah-tengah masyarakat yang majemuk, yang mampu menghadapi
perbedaan dan perubahan, baik dalam lingkup lokal maupun global.
 mampu bergotong royong. Kepemimpinan murid memungkinkan murid untuk terlibat
dan berinteraksi dengan orang lain, bekerjasama dan berkontribusi dalam masyarakat
yang lebih luas.
 mandiri. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid mendorong murid untuk
mengambil kontrol dan bertanggung jawab pada proses pembelajarannya sendiri.
 dapat berpikir kritis. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid mendorong murid
untuk memiliki kemampuan berpikir kritis karena mereka akan belajar untuk membuat
pilihan dan membuat keputusan yang bertanggung jawab.
 kreatif. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid memungkinkan murid untuk
terekspos pada pengalaman belajar otentik yang menuntut mereka untuk mampu melihat
permasalahan dan secara kreatif berusaha mencari solusi atas permasalahan tersebut.
Suara Murid, Pilihan Murid, dan Kepemilikan Murid

Saat murid menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran mereka sendiri (atau kita katakan: saat
murid memiliki agency, maka mereka sebenarnya memiliki suara (voice), pilihan (choice), dan
kepemilikan (ownership) dalam proses pembelajaran mereka. Lewat suara, pilihan, dan
kepemilikan inilah murid kemudian mengembangkan kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik
bagi proses belajarnya sendiri. Tugas kita sebagai guru sebenarnya hanya menyediakan
lingkungan yang menumbuhkan budaya di mana murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan
dalam apa yang mereka pikirkan, niat yang mereka tetapkan, bagaimana mereka melaksanakan
niat mereka, dan bagaimana mereka merefleksikan tindakan mereka.
Lalu, Apa sebenarnya yang dimaksud dengan suara, pilihan, dan kepemilikan murid? Mari kita
bahas satu persatu ketiga aspek tersebut:

1. Suara Murid (voice)


Ketika kita berbicara tentang “suara” murid, maka kita sebenarnya bukan hanya berbicara
tentang memberi murid kesempatan untuk mengomunikasikan ide dan pendapat. Lebih luas dari
ini, mempertimbangkan suara murid adalah tentang bagaimana kita memberdayakan murid kita
agar memiliki kekuatan untuk memengaruhi perubahan. Suara murid yang otentik memberikan
kesempatan bagi murid untuk berkolaborasi dan membuat keputusan dengan orang dewasa
seputar apa dan bagaimana mereka belajar dan bagaimana pembelajaran mereka dinilai.

Mempromosikan suara murid dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dalam banyak cara.
Suara murid dapat ditumbuhkan melalui diskusi, membuka ruang ekspresi kreatif, memberi
pendapat, merelevansikan pembelajaran secara pribadi, dan sebagainya. Berikut ini adalah
beberapa contoh mempromosikan “suara murid”:

a. Membangun budaya saling mendengarkan.


b. Membangun kepercayaan diri murid bahwa setiap suara berharga dan layak didengar.
c. Memberikan kesempatan murid untuk bertanya, memberikan pendapat, berdiskusi.
d. Mendiskusikan keyakinan kelas dan membuat kesepakatan kelas.
e. Melibatkan murid dalam memberikan umpan balik terhadap proses belajar yang telah
dilakukan.
f. Melibatkan murid dalam menyusun kriteria penilaian.
g. Melibatkan murid dalam perencanaan pembelajaran.
h. Membentuk dewan murid atau komite-komite yang anggotanya adalah murid untuk
memberikan masukan kepada sekolah tentang berbagai hal.
i. Membuat daftar rutinitas bersama murid. Mintalah masukan murid untuk
mengembangkan rutinitas seputar apa yang harus dilakukan saat tiba di kelas, saat
berganti/transisi antar pelajaran, sinyal-sinyal komunikasi yang disepakati, rapat kelas,
dsb.
j. Melakukan survei untuk mengetahui alat permainan apa yang mereka inginkan ada di
halaman sekolah.
k. Memberikan kesempatan murid menentukan menu kantin.
l. Membuat kotak saran untuk memberikan murid memberikan saran dan masukan tentang
sekolah.
m. Melakukan kegiatan pembelajaran berbasis proyek. Mengidentifikasi masalah dunia
nyata yang menarik bagi murid dan kemudian memberi kesempatan mereka untuk
bekerja sama dan bertukar pikiran tentang strategi dan solusi untuk permasalahan
tersebut.
n. Membuat blog murid dan majalah dinding untuk menyuarakan aspirasi dan kreativitas
murid.
o. Dapatkah Bapak/Ibu menyebutkan contoh lainnya?
2. Pilihan Murid (Choice)
Penelitian yang dilakukan oleh Aiken, Heinze, Meuter, & Chapman, (2016) dan Thibodeaux et
al. (2017) menyimpulkan bahwa jika kita menginginkan murid-murid kita mengambil peran
tanggung jawab untuk pembelajaran mereka, maka kita harus memberikan murid kesempatan
untuk memilih apa dan bagaimana mereka akan belajar. Memberikan pilihan pada murid dapat
memberdayakan murid, mendorong keterlibatan dalam pembelajaran, dan mengenalkan pada
minat pribadi dalam pengalaman belajar (Aiken et al, 2016). Selain itu, memberikan murid
pilihan juga meningkatkan motivasi dan otonomi murid, yang dapat memberikan dampak positif
pada efikasi diri dan motivasi murid (Bandura, 1997).

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana guru dapat memberikan murid-murid ‘pilihan’ dalam
proses belajar mereka? Ada banyak cara yang dapat dilakukan. Berikut ini adalah beberapa
contoh bagaimana guru dapat mendorong dan menyediakan “pilihan” bagi murid-muridnya.

a. Membuka cakrawala murid bahwa ada berbagai pilihan atau alternatif yang dapat
dijadikan bahan pertimbangan sebelum menentukan sebuah keputusan.
b. Memberikan kesempatan bagi murid untuk memilih bagaimana mereka
mendemonstrasikan pemahamannya tentang apa yang telah mereka pelajari.
c. Memberikan kesempatan pada murid untuk memilih peran yang dapat mereka ambil
dalam sebuah kegiatan/program.
d. Memberikan murid kesempatan untuk memilih kelompok.
e. Memberikan kesempatan murid untuk mengelola pengaturan kegiatan.
f. Menggunakan musyawarah untuk mengambil keputusan, atau jika memang diperlukan
melalui voting, untuk memprioritaskan langkah tindakan atau aktivitas berikutnya.
Misalnya saat ingin belajar tentang topik tertentu, guru dapat mendiskusikan dan
membuat daftar kegiatan apa saja yang dapat mereka lakukan, kemudian meminta murid
untuk memilih mana yang ingin mereka lakukan lebih dulu.
g. Mengajak OSIS membuat daftar kegiatan (event), dan memberikan kesempatan untuk
memilih mana kegiatan yang ingin mereka lakukan di tahun ajaran ini.
h. Memberi kesempatan pada murid untuk menentukan sendiri bentuk penugasan yang
mereka inginkan.
i. memberikan kesempatan pada murid untuk mempresentasikan hasil kerja/proyek sesuai
dengan gaya , minat dan bakat mereka
j. memberikan kesempatan pada murid untuk menggali sumber-sumber belajar sesuai minat
mereka.
k. memberikan kesempatan pada murid untuk mengevaluasi pembelajarannya.
l. memberikan kesempatan pada murid untuk menentukan rencana, jadwal atau agenda
dalam melaksanakan pembelajarannya.
Dapatkah Bapak/Ibu memberikan contoh lainnya?
3. Kepemilikan Murid (ownership)
Dalam pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa saat murid berada dalam kursi kemudi
proses belajar mereka, maka mereka akan lebih bertanggungjawab terhadap proses pembelajaran
mereka sendiri dan menunjukkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam proses belajarnya.

Voltz DL, Damiano-Lantz M. dalam artikel penelitiannya yang berjudul Developing Ownership
in Learning. Teaching Exceptional Children (1993;25(4):18-22) menjelaskan bahwa
kepemilikan dalam belajar (ownership in learning) sebenarnya mengacu pada rasa
keterhubungan, keterlibatan aktif, dan minat pribadi seseorang dalam proses belajar. Jadi dengan
kata lain, saat murid terhubung (baik secara fisik, kognitif, sosial emosional) dengan apa yang
sedang dipelajari, terlibat aktif dan menunjukkan minat dalam proses belajarnya, maka kita dapat
mengatakan bahwa tingkat rasa kepemilikan mereka terhadap proses belajar tinggi.
Berikut ini adalah beberapa contoh mempromosikan “kepemilikan murid”:
 Mengajak murid mengatur layout kelas mereka sendiri.
 Meminta pendapat murid untuk menentukan bentuk penugasan.
 Merespon umpan balik yang diberikan murid.
 menciptakan lingkungan belajar di mana murid dapat menetapkan tujuan belajar dan
kriteria keberhasilan mereka sendiri, dan memantau dan menyesuaikan pembelajaran
mereka..
 Memulai pembelajaran dengan menanyakan kepada murid apa yang mereka ketahui
tentang topik tersebut dan mendiskusikan tentang pengalaman murid tentang topik ini
serta apa yang mereka minati tentang pembelajaran.
 Memosting ide siswa (dengan seizin murid sebagai bagian dari menghargai dan
menghormati kepemilikan murid )
 Mengkondisikan lingkungan fisik yang mendukung kepemilikan. Misalnya membuat
papan buletin, yang dapat digunakan murid untuk menampilkan informasi tentang
pekerjaan mereka, kesuksesan mereka, dsb.
 Mengajak murid untuk mengatur kelas mereka sendiri.
 Memajang pekerjaan-pekerjaan murid di kelas.
 Melakukan self assessment
 Membuat sudut murid di salah satu bagian sekolah, kemudian memberikan jadwal untuk
setiap kelas untuk melakukan sesuatu di sudut tersebut.
 Memberi kesempatan murid membawa sumber-sumber pembelajaran yang mungkin
mereka miliki dan meminta mereka berbagi.
Untuk menumbuhkan kepemimpinan murid dalam proses belajar, ketiga aspek tersebut perlu
dipertimbangkan dengan baik oleh guru. Pilihan murid menjadi penting agar murid
dapat mengambil kepemilikan atas pembelajaran mereka. Melalui pilihan dan
kepemilikan, suara mereka dapat diwujudkan. Perlu diperhatikan bahwa ketiga aspek ini tidak
dapat berada di lingkungan yang tidak terstruktur Ketiga aspek ini harus disematkan dengan
hati-hati dalam lingkungan belajar yang menumbuhkembangkan elemen-elemen tersebut secara
otentik. Lingkungan belajar yang seperti ini akan mensyaratkan seluruh anggota komunitas untuk
ikut terlibat dalam prosesnya.
Lingkungan yang Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid

Setelah membaca contoh-contoh di atas, kami yakin Bapak/Ibu telah mulai dapat lebih
memahami apa yang dimaksud dengan kepemimpinan murid dan pentingnya
mempertimbangkan aspek suara, pilihan, dan kepemilikan murid dalam menumbuhkembangkan
kepemimpinan murid.

Sekarang, kami ingin Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk membaca materi


tentang ‘Lingkungan yang Menumbuhkankembangkan Kepemimpinan Murid’ dan ‘Peran
Keterlibatan Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid’ di bawah ini.
Materi ini akan menjadi dasar bagi bagi Bapak/Ibu saat berdiskusi di Forum Diskusi saat
pembelajaran 3 nanti.
Sebagaimana padi yang hanya akan tumbuh subur pada lingkungan yang sesuai, maka
program/kegiatan sekolah yang berdampak pada murid dan menumbuhkembangkan
kepemimpinan murid pun akan tumbuh dengan lebih subur jika sekolah dapat menyediakan
lingkungan yang cocok.

Lingkungan yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid memiliki beberapa karakteristik,


diantaranya adalah:
1. Lingkungan yang menyediakan kesempatan untuk murid menggunakan pola pikir positif
dan merasakan emosi yang positif, hingga berkemampuan dan berkeinginan untuk
memberikan pengaruh positif kepada kehidupan orang lain dan sekelilingnya.
2. Lingkungan yang mengembangkan keterampilan berinteraksi sosial secara positif, arif
dan bijaksana.
3. Lingkungan yang melatih keterampilan yang dibutuhkan murid dalam
proses pencapaian tujuan akademik maupun non-akademiknya.
4. Lingkungan yang melatih murid untuk menerima dan memahami kekuatan diri,
sesama, serta masyarakat dan lingkungan di sekitarnya.
5. Lingkungan yang membuka wawasan murid agar dapat menentukan dan
menindaklanjuti tujuan, harapan atau mimpi yang manfaat dan
kebaikannya melampaui pemenuhan kepentingan individu, kelompok, maupun
golongan.
6. Lingkungan tersebut berkomitmen untuk menempatkan murid sedemikian rupa
sehingga aktif menentukan proses belajarnya sendiri.
7. Lingkungan tersebut menumbuhkan daya lenting dan sikap tangguh murid untuk
terus bangkit di tengah kesempitan dan kesulitan.
(di sadur dari Noble Noble, T. & H. McGrath, 2016)

Peran Keterlibatan Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid.

Dalam rangka mewujudkan lingkungan belajar yang dapat menumbuhkan kepemimpinan murid,
guru dan sekolah tentunya tidak dapat bekerja sendiri. Mereka akan memerlukan dukungan dari
berbagai pihak. Salah satunya dari komunitas. Di dalam bahasan selanjutnya di bawah ini, kita
akan membahas bagaimana peran keterlibatan komunitas dalam menumbuhkembangkan
kepemimpinan murid.

Dalam modul 3.2, Bapak dan Ibu sudah mempelajari bahwa salah satu dari tujuh aset/modal
yang dapat menjadi kekuatan sekolah yaitu aset sosial. Komunitas adalah bentuk dari aset sosial
yang dimiliki sekolah yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas program/kegiatan
pembelajaran di sekolah. Yang dimaksud dengan komunitas di sini dapat terdiri dari murid, guru,
orang tua, orang dewasa lain yang ada di sekitar murid, dan masyarakat atau lingkungan sekitar,
yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi proses belajar murid.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi sendiri, telah mengamanatkan
tentang pentingnya kemitraan antara sekolah dengan orang tua dan masyarakat. Kemitraan ini
disebut dengan “tri sentra pendidikan”. Kemitraan tri sentra pendidikan adalah kerjasama
antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat yang berlandaskan pada asas gotong royong,
kesamaan kedudukan, saling percaya, saling menghormati, dan kesediaan untuk berkorban dalam
membangun ekosistem pendidikan yang menumbuhkan karakter dan budaya prestasi peserta
didik. Melalui pemberdayaan, pendayagunaan, dan kolaborasi tri sentra pendidikan ini, maka
keterlibatan yang bermakna dari orangtua dan anggota masyarakat dalam proses pembelajaran
menjadi fokus yang perlu terus diupayakan oleh sekolah.
Sebagai pusat dari proses pendidikan, murid ‘berada’ dalam lintas komunitas. Mereka dapat
berada sekaligus pada:
a. komunitas keluarga (anggotanya dapat terdiri orang tua, kakak, adik, pengasuh , dsb)
b. komunitas kelas dan antar kelas (anggotanya dapat terdiri teman sesama murid, guru)
c. komunitas sekolah (anggotanya dapat terdiri dari kepala sekolah, pustakawan, penjaga
sekolah, laboran, penjaga keamanan, tenaga kebersihan, petugas kantin, dsb)
d. komunitas sekitar sekolah (anggotanya dapat terdiri dari RT/RW, tokoh masyarakat
setempat, puskesmas, tokoh agama setempat, dsb)
e. komunitas yang lebih luas. (anggotanya dapat terdiri dari organisasi masyarakat, dunia
usaha, media, universitas, DPR, dsb)
Kesemua komunitas tersebut secara langsung maupun tidak langsung memengaruhi proses
pembelajaran murid. Komunitas-komunitas tersebut merupakan aset sosial yang dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas program/kegiatan pembelajaran di sekolah, termasuk
dalam menumbuhkembangkan kepemimpinan murid, yaitu dengan bersama-sama ikut
mempromosikan dan mendorong ‘suara, pilihan, kepemilikan’ dalam berbagai peran yang
mereka mainkan dan interaksi mereka dengan murid.

Peran Keterlibatan Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid.

1. Komunitas keluarga
Bagaimana kita dapat melibatkan masing-masing komunitas tersebut untuk membantu kita
mempromosikan dan mendorong ‘suara, pilihan, kepemilikan’ murid? Mari kita coba bahas satu
persatu.

Komunitas yang pertama dan utama bagi murid adalah keluarga mereka. Murid mungkin akan
lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga mereka di rumah dibandingkan di sekolah.
Oleh karena itu, sebagai pendidik, kita harus berusaha mencari cara bagaimana keluarga dapat
ikut mengambil peran untuk ikut mendorong munculnya suara, pilihan, dan kepemimpinan
murid.
Beberapa pertanyaan berikut mungkin dapat membantu Bapak/Ibu ketika berpikir akan
mendorong keterlibatan mereka.

1. Sejauh mana orang tua telah memahami visi dan misi sekolah kita terkait dengan upaya
kita menumbuhkan kepemimpinan murid? Apakah mereka memahami apa yang kita
maksud dengan voice, choice, dan ownership? Apa yang perlu kita lakukan untuk
meningkatkan pemahaman mereka?
2. Apakah keterlibatan orangtua dalam program/kegiatan pembelajaran di kelas atau
sekolah kita selama ini telah mendorong dan menguatkan voice, choice, dan
ownership murid, atau justru sebaliknya melemahkannya? (misalnya apakah orang tua
justru mengambil peran yang seharusnya dapat dilakukan oleh murid dengan dalih ‘ingin
membantu’?)
3. Kesempatan-kesempatan apa sajakah yang telah kita berikan kepada orang tua untuk
terlibat dalam program/kegiatan pembelajaran (baik intra, ko, ekstra kurikuler) yang kita
lakukan di kelas atau sekolah? Sejauh mana kesempatan tersebut ditujukan untuk
mendorong voice, choice, dan ownership murid dan membantu terwujudnya
kepemimpinan murid?
4. Apa yang sudah kita lakukan untuk membuat orangtua memahami apa yang sedang
dilakukan oleh anak-anak mereka dalam program/kegiatan pembelajaran yang dilakukan
di kelas atau sekolah? ( sehingga mereka dapat terlibat dalam percakapan atau
komunikasi yang otentik dan relevan dengan anak-anak mereka terkait dengan apa yang
sedang dipelajari oleh mereka di sekolah)
Kami berharap, lewat beberapa pertanyaan di atas, Bapak/Ibu dapat lebih ‘mindful’ saat ingin
melibatkan orang tua dalam proses/kegiatan pembelajaran di sekolah, agar tujuan kita dalam
mewujudkan kepemimpinan murid yang memiliki voice, choice, dan ownership dapat tercapai.
Di bawah ini adalah beberapa contoh strategi yang dapat kita lakukan untuk melibatkan keluarga
dalam program/kegiatan pembelajaran murid untuk menumbuhkan kepemimpinan murid.

Keluarga
 Memastikan orang tua memahami visi dan misi sekolah dalam mewujudkan
kepemimpinan murid (misalnya dengan mensosialisasikan apa yang dimaksud
dengan voice, choice, dan ownership kepada orangtua)
 Secara aktif melibatkan orang tua untuk membantu menyediakan dukungan dan akses
ke sumber-sumber belajar yang lebih luas untuk membantu mewujudkan suara atau
pilihan murid (misalnya meminta bantuan orang tua untuk mengkoneksikan murid
yang ingin mengakses masyarakat, lingkungan sekitar, atau dunia usaha atau akses-
akses lain yang mungkin sulit untuk dijangkau murid atau sekolah, dsb).
 Mengadakan workshop atau sesi-sesi informasi yang dapat membantu orang tua
memahami pendekatan pembelajaran yang kita lakukan di sekolah (misalnya melalui
pelatihan orangtua tentang cara bertanya kepada anak, tentang bagaimana
berkomunikasi secara positif, tentang pentingnya ‘suara’, ‘pilihan’, dan
‘kepemilikan’, dsb, sehingga mereka bisa terapkan di rumah).
 Mengadakan berbagai aktivitas yang memberikan kesempatan bagi murid untuk
menunjukkan dan mendemonstrasikan hasil belajar atau pemahaman mereka kepada
orang tua dengan tujuan untuk menumbuhkan rasa pencapaian, kepercayaan diri,
kemandirian, dan berbagai sikap positif lainnya (misalnya dengan mengundang orang
tua untuk menghadiri perayaan, eksibisi atau pameran hasil karya, assembly, pentas
seni).
 Mendorong orang tua untuk mengajak anak-anak mereka ke tempat-tempat yang
dapat menumbuhkan rasa empati, mengekspos murid dalam kegiatan pelayanan
kepada masyarakat, dsb.
 Mendorong, mempromosikan dan mengapresiasi upaya orangtua dalam membangun
kemandirian, resiliensi, dan tanggung jawab murid (misalnya dengan guru
memberikan komentar positif di buku penghubung murid, dsb)
 Melibatkan orang tua pada kegiatan-kegiatan non akademis/bukan pembelajaran di
kelas agar rasa kepemilikan lebih terbangun
2. Komunitas kelas dan antarkelas
Komunitas kelas terdiri dari murid, guru, atau wali kelas, baik yang ada di kelas murid sendiri
maupun di kelas lainnya. Bagaimana guru menavigasi interaksi mereka dengan murid dan
interaksi antara murid dengan murid akan sangat mempengaruhi bagaimana voice, choice,
ownership murid dapat diwujudkan. Oleh karenanya, peran Bapak/Ibu sangatlah besar disini.
Beberapa pertanyaan berikut mungkin dapat membantu Bapak/Ibu untuk memikirkan tindakan
apa yang dapat dilakukan oleh Bapak/Ibu untuk mempromosikan voice, choice, ownership di
dalam kelas.

1. Apa yang telah saya lakukan untuk mendorong inkuiri/rasa ingin tahu dan kreativitas
murid?
2. Apakah saya telah memastikan murid memahami apa yang menjadi target dari
program/kegiatan pembelajaran mereka? (sehingga murid dapat mengatur dirinya sendiri
dan memantau upaya mereka dalam mencapai target tersebut)
3. Apa yang telah saya lakukan untuk membantu murid membangun pemahaman mereka
sendiri? Apakah saya selalu memberikan jawaban pada murid? Seberapa sering saya
mengatakan “Bapak/Ibu juga belum mengetahui jawabannya. Mari kita cari bersama-
sama!”
4. Apakah saya memberikan ‘wait time’ saat bertanya kepada murid untuk memberikan
mereka kesempatan berpikir?
5. Sejauh mana saya telah mengkoneksikan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari murid?
6. Seberapa sering saya mengajak murid-murid melakukan refleksi?
7. Sudahkah saya bertanya tentang apa yang mereka ingin pelajari dan apa yang mereka
minati?
8. Sejauh mana saya memberi kesempatan murid untuk memilih cara, dengan siapa dan
bagaimana mereka belajar?
9. Apa yang telah saya lakukan untuk membawa murid ke ‘luar’ kelas/sekolah dan
mengkoneksikan mereka dengan masyarakat dan dunia yang lebih luas?
10. dsb.
Di bawah ini adalah beberapa contoh strategi yang mungkin dapat Bapak/Ibu lakukan untuk
untuk menumbuhkan kepemimpinan murid dalam lingkup kelas.

Komunitas Kelas dan Antar Kelas (misalnya guru, kepala sekolah, murid-murid)
 Memfasilitasi kerja kelompok dan kolaborasi antar murid di kelas dan murid antar
kelas (misalnya kerja kelompok, memberikan tugas proyek yang harus dikerjakan
bersama-sama, dsb).
 Mendorong murid untuk bertanya
 Melibatkan murid dalam proses perencanaan pembelajaran.
 Melibatkan murid dalam proses penilaian
 Membentuk dewan murid, komite-komite yang dipimpin oleh murid, kepanitiaan
kegiatan yang anggotanya adalah murid-murid.
 Mendorong terciptanya unity (kebersamaan), yang dapat mempromosikan rasa
kepemilikan murid (misalnya dengan mengadakan karnival olahraga, class meeting,
dsb).
 Memberikan kesempatan murid untuk terlibat dalam pengaturan prosedur, rutinitas,
kesepakatan kelas, dsb.
 Memberikan murid kesempatan untuk memberikan umpan balik dalam proses
pembelajaran.
3. Komunitas sekolah
Komunitas sekolah di sini adalah pihak-pihak yang aktif berkegiatan di sekolah (mungkin tidak
berada di kelas setiap hari ), namun ada dalam hidup keseharian sekolah serta murid-murid di
sekolah. Kepala sekolah, konselor, staf administrasi, tukang parkir, pustakawan, bapak/ibu
kantin, penjaga sekolah, pengawas sekolah, komite sekolah, anggota yayasan serta lainnya
adalah contoh anggota komunitas sekolah. Walaupun mereka tidak secara langsung mengajar
murid di kelas atau terlibat dalam program/kegiatan pembelajaran secara langsung, namun lewat
peran dan apa yang mereka lakukan mempengaruhi proses belajar murid. Mempertimbangkan
peran mereka dalam mendorong voice, choice, dan ownership akan membantu kesuksesan upaya
kita dalam menumbuhkan kepemimpinan murid.
Beberapa pertanyaan berikut mungkin dapat membantu Bapak/Ibu untuk memikirkan bagaimana
Bapak/Ibu dapat melibatkan mereka dalam mempromosikan voice, choice, ownership di dalam
berbagai program/kegiatan pembelajaran di kelas dan sekolah.
1. Sejauh mana anggota komunitas sekolah (misalnya tukang parkir, satpam, penjaga kantin,
pustakawan, tenaga kebersihan) telah memahami visi dan misi sekolah kita terkait dengan
upaya kita menumbuhkan kepemimpinan murid? Apakah mereka memahami apa yang
kita maksud dengan voice, choice, dan ownership? mengapa pemahaman mereka menjadi
penting? Apa yang perlu kita lakukan untuk meningkatkan pemahaman mereka?
2. Apakah saya mengetahui apa saja yang dapat pustakawan sekolah saya kontribusikan
untuk mendukung suara, pilihan, dan kepemilikan murid? Seberapa sering saya mengajak
pustakawan terlibat dalam proses perencanaan program/kegiatan pembelajaran di
kelas/sekolah saya?
3. Bagaimana tenaga kependidikan, dari mulai tukang parkir, satpam, sampai penjaga kantin
dapat saya dorong untuk membantu membangun lingkungan belajar yang positif dan
menghargai suara, pilihan, dan kepemilikan murid?
4. Bagaimana saya dapat melibatkan mereka untuk membantu mengoneksikan murid-murid
saya dengan dunia di luar kelas mereka sehingga murid-murid dapat memperluas
pembelajaran mereka dan mewujudkan suara serta pilihan mereka?
Di bawah ini adalah beberapa contoh strategi yang mungkin dapat Bapak/Ibu lakukan untuk
untuk melibatkan komunitas sekolah untuk membantu menumbuhkan kepemimpinan murid.
Dapatkah Bapak/Ibu memberikan contoh lainnya?

Komunitas Sekolah ( misalnya tukang parkir, pustakawan, laboran, penjaga sekolah,


petugas kantin, satpam, tenaga kebersihan, dsb)
 Memastikan tenaga kependidikan yang ada di sekolah memahami visi dan misi
sekolah dalam mewujudkan kepemimpinan murid (misalnya dengan
mensosialisasikan visi, misi, kebijakan sekolah, program sekolah, dsb)
 Mengundang pustakawan untuk ikut serta dalam perencanaan pembelajaran,
sehingga mereka bisa membantu menyediakan akses ke sumber-sumber belajar
yang sesuai.
 Mendorong pustakawan untuk melibatkan murid dalam memberikan masukan
kepada pustakawan terkait dengan koleksi sumber-sumber belajar apa saja yang
murid perlukan.
 Mendorong pustakawan untuk menyediakan beragam perspektif dalam sumber-
sumber belajar yang mereka sediakan.
 Mendorong pustakawan untuk menyediakan sumber belajar yang multimoda agar
dapat mengakomodasi berbagai minat dan kebutuhan murid, dan agar murid
memiliki pilihan.
 Mendorong pustakawan untuk melibatkan murid dalam menentukan prosedur yang
memungkinkan murid untuk mengatur dan menavigasi diri mereka secara bebas di
dalam perpustakaan, namun tetap dengan bertanggung jawab.
 Mendorong laboran untuk membuat prosedur keamanan dan keselamatan yang
tetap memungkinkan murid untuk mandiri dan percaya diri dalam melakukan
kegiatan.
 Mendorong laboran untuk mempromosikan laboratorium sebagai salah satu tempat
yang menarik dan menyenangkan bagi murid untuk mengembangkan keterampilan
berpikir kritis dan kreatif.
 Mengundang tenaga kebersihan, penjaga sekolah, petugas kantin, satpam, dan
tenaga kependidikan lain untuk ikut berperan sesuai perannya di sekolah dalam
berbagai kegiatan pembelajaran. (misalnya melibatkan mereka menjadi pembicara
tamu di kelas, mengundang mereka dalam pertemuan-pertemuan yang terkait
dengan bagaimana mereka dapat mendukung murid, dsb).
 Mengadakan pelatihan bagi para staf pendukung tentang nilai-nilai dan berbagai
pendekatan belajar yang dilakukan oleh sekolah, sehingga mereka dapat ikut
memodelkan sikap dan perilaku sesuai dengan yang ingin kita kembangkan pada
diri anak, dsb (misalnya pelatihan tentang perlindungan anak, pelatihan tentang
protokol kesehatan, dsb)
4. Komunitas sekitar sekolah
Komunitas sekitar sekolah adalah komunitas yang berada di luar sekolah namun masih dalam
lingkup sekitar sekolah, atau yang dapat kita sebut sebagai masyarakat. Dalam komunitas ini
termasuk apa dan siapa pun yang berada dalam radius yang dekat dengan sekolah, misalkan:
tempat ibadah, rumah sakit, warung, usaha di dekat sekolah, bisnis yang terkait dengan
operasional sekolah (provider ATK, dan lainnya), perusahaan di mana orang tua bekerja, hingga
keluarga besar dari tiap murid atau orang tua. Mereka mungkin tampak tidak ada kaitannya
dengan program/kegiatan pembelajaran murid di kelas atau sekolah kita, namun memiliki potensi
untuk mendorong suara, pilihan, dan kepemilikan murid karena peranan yang dapat mereka
mainkan.

Beberapa pertanyaan berikut mungkin dapat membantu Bapak/Ibu untuk memikirkan bagaimana
melibatkan komunitas sekitar sekolah untuk membantu mempromosikan voice, choice, dan
ownership.
1. Apakah saya mengetahui isu-isu yang sedang terjadi di dalam masyarakat yang ada di
sekitar sekolah? Bagaimana saya dapat mengetahuinya?
2. Bagaimana saya dapat membawa isu-isu tersebut ke dalam kelas dan
mentrasnformasikannya menjadi wahana untuk mewujudkan suara, pilihan dan
kepemilikan murid?
3. Bagaimana saya dapat membuka ruang dialog dengan masyarakat sekitar sehingga saya
dapat mengomunikasikan harapan saya tentang kepemimpinan murid yang ingin saya
wujudkan di diri murid-murid saya?
Di bawah ini adalah beberapa contoh strategi yang mungkin dapat Bapak/Ibu lakukan untuk
untuk melibatkan komunitas sekitar sekolah untuk membantu menumbuhkan kepemimpinan
murid. Dapatkah Bapak/Ibu memberikan contoh lainnya?
5. Komunitas yang lebih luas
Komunitas yang terakhir adalah komunitas yang jauh dari sekolah namun berpeluang dan
mampu mempengaruhi sekolah. Media massa (lokal, nasional, regional, dunia), media sosial,
universitas, pemerintah (daerah, pusat), ormas, parpol, dunia usaha, dunia industri, dan lainnya
merupakan contoh dari komunitas yang lebih luas.

Walaupun komunitas ini mungkin tidak langsung berinteraksi dengan murid-murid kita, namun
keberadaan mereka mungkin dirasakan anak-anak atau mempengaruhi anak-anak. Contoh,
meskipun mereka tidak berinteraksi langsung dengan para youtuber, namun apa yang dilakukan
oleh youtuber dan pendapat-pendapat mereka mungkin mempengaruhi anak-anak. Oleh karena
itu, peran komunitas yang lebih luas ini dalam membantu mewujudkan kepemimpinan murid
yang mempromosikan suara, pilihan dan kepemilikan murid voice, choice, dan ownership bisa
menjadi signifikan.
Beberapa pertanyaan berikut mungkin dapat membantu Bapak/Ibu untuk memikirkan bagaimana
dapat melibatkan komunitas yang lebih luas untuk membantu mempromosikan suara, pilihan dan
kepemilikan murid voice, choice, dan ownership.
1. Siapa sajakah yang termasuk dalam komunitas yang lebih luas ini? Bagaimana mereka
dapat secara langsung maupun tidak langsung dapat berpengaruh dalam
program/kegiatan pembelajaran di kelas/sekolah?
2. Apakah memungkinkan bagi saya untuk melibatkan mereka secara langsung dalam
program/kegiatan pembelajaran yang saya lakukan di kelas/sekolah saya?
3. Jika tidak memungkinkan, bagaimana saya dapat memanfaatkan konten, produk, dari
komunitas ini (misalnya berita terkini, artikel, jurnal penelitian, peraturan, kebijakan) dan
membawanya ke kelas/sekolah untuk memunculkan inkuiri murid-murid saya?
4. Komunikasi seperti apa yang harus saya lakukan untuk mendorong keterlibatan?

Komunitas-komunitas yang mendukung kepemimpinan murid tentunya akan memahami bahwa


sesungguhnya murid-murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan. Mereka akan berusaha
menciptakan kesempatan-kesempatan yang mendorong tumbuhnya dan berkembangnya berbagai
sikap dan keterampilan-keterampilan penting dalam diri murid, misalnya sikap percaya diri,
mandiri, kreatif, gigih, keterampilan berpikir kritis, dalam berbagai interaksi yang mereka
lakukan dengan murid, sehingga murid akan senantiasa merasa didukung, berdaya, dan memiliki
efikasi diri yang tinggi.
Komunitas memiliki peran penting dalam membantu mewujudkan lingkungan belajar yang
mendukung tumbuhnya kepemimpinan murid karena:

1. membantu menyediakan kesempatan bagi murid untuk mewujudkan pilihan dan suara
mereka.
2. membantu murid untuk belajar melihat dan merasakan dampak dari pilihan dan suara
yang dibuatnya.
3. membantu membentuk identitas diri dan efikasi diri murid yang lebih kuat.
4. membantu murid untuk dapat tumbuh menjadi agen perubahan yang dapat memberikan
kontribusi yang berarti terhadap diri sendiri, orang lain, masyarakat serta lingkungan di
sekitarnya.
Kita dapat melibatkan lintas komunitas tersebut dalam proses pembelajaran murid. Namun, yang
perlu diingat, jika kita ingin keterlibatan mereka dapat membantu mewujudkan kepemimpinan
murid, maka keterlibatan mereka harus dapat mendorong aspek suara, pilihan dan kepemilikan
murid. Jangan sampai keterlibatan komunitas justru membuat ketiga aspek tersebut menjadi
berkurang.

Untuk dapat mempromosikan aspek suara, pilihan, dan kepemilikan murid, berikut adalah
beberapa prinsip yang dapat dijadikan panduan dalam membangun interaksi murid dengan
komunitas:

1. Membangun suasana yang menghargai murid. Hal ini agar dalam interaksinya
dengan komunitas, murid akan senantiasa merasa disambut. dipercaya, dan aman secara
fisik dan emosional.
2. Mendengarkan murid. Agar dapat tercipta sikap saling memahami dan saling percaya,
maka perlu ada upaya untuk mendengarkan murid dengan tulus dan penuh perhatian.
Terkadang mungkin tidak mudah melakukan hal ini karena tidak semua anak-anak
mampu mengekspresikan apa yang ada dipikirannya dengan jelas. Perlu adanya
kesabaran dan empati dari komunitas.
3. Dialog atau komunikasi dengan murid. Saat membangun pemahaman, murid akan
mengkonstruksi pemahamannya melalui proses refleksi dari pengalaman interaksinya
dengan lingkungan dan orang-orang disekitarnya. Oleh karenanya, berkomunikasi dengan
murid secara demokratis dan setara menjadi penting. Komunikasi ini harus bersifat dua
arah dan bersifat dialog dengan murid, dan bukan bersifat orang dewasa yang ‘memberi
perintah’ kepada murid. Dengan meluangkan waktu untuk berdialog dan menanggapi
gagasan murid tentang tindakan mereka, akan membantu murid untuk sampai pada
pemahaman.
4. Menempatkan murid dalam kursi pengemudi. Dalam proses pembuatan keputusan,
komunitas dapat memberikan saran atau mendorong ide-ide murid, namun pada akhirnya
perlu memastikan bahwa murid lah yang akan mengambil keputusan.

Anda mungkin juga menyukai