Keluarga Berencana Perspektif Fiqih Islam
Keluarga Berencana Perspektif Fiqih Islam
Pendahuluan
Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw., merupakan agama yang universal. Secara ijma,
tujuan dari syariat islam adalah sejalan dengan fungsi dari risalah Nabi Muhammad Saw., yaitu rahmatan
lil’alamin yang berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah. Rahmat tersebut dapat dijabarkan ,emjadi fase
yang salah satunya tahqiq al-Masalih (merealisasikan kemaslahan-kemaslahatan) sebagai dalam suatu
kaidah fiqiyyah.
Kemaslahatan hifz al-nasl agama mensyariatkan pernikahan dan melarang seseorang untuk melakukan
perzinahan yang mengakibatkan keturunannya tidak memiliki sanad yang jelas. Maka dari itu Allah
SWT., menyariatkan makhluknya untuk menikah. Berkaitan dengan menikah Imam Al-Gazali
menyebutkan makna tersembunyi dalam atas perintah Allah SWT., dan Rasul-Nya yaitu untuk
mendapatkan keturunan yang shaleh/shalehah, menjaga syahwat, mententramkan jiwa, dan membentuk
keluarga yang sakinah.
Memiliki keturunan merupakan salah satu motivasi untama dalam proses pernikahan, sebab anak adalah
generasi perjuangan orangtua dalam kehidupannya, baik di dunia maupun di akhirat. Meskipun demikian,
anjuran islam untuk mempunyai anak, bukan berarti bebas tanpa da syarat. Islam memerintahkan kepada
orangtua agar mendidik anaknya dengan baik dan benar. Dan orangtua tidak boleh menelantarkan
anaknya.
Ketika masih bayi, anak harus disusui, dirawat, dan memperoleh kasis sayang yang cukup, dan berhak
mendapatkan pendidikan yang layak. Sehingga mampu mencetak generasi yang berakhlak mulua serta
berkualitas.
Allah SWT., berfirman dalam Q.S An-Nisa/4:9 :
...................................................................
Dari nash diatas, memberikan isyarat bahwa kemempuan memenuhi kebutuhan anak menjadi
pertimbangan utama dalam menambah jumlah anak. Orangtua tidak boleh terlalu banyak membuat anak
jika kebutuhan buat anak-anaknya tidak terpenuhi secara optimal. Sebaiknya pasangan suami istri harus
mengatur jarak kelahiran anak-amaknya. (jurnal KELUARGA BERENCANA PERSPEKTIF FIQIH
EMPAT MADZHAB)
Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Tahdid al-Nasl dan Tandzim al-Nasl?
2. Jelaskan macam-macam Tahdid al-Nasl dan Tandzim al-Nasl!
3. Bagaimana pandangan ulama Fiqih tentang Tahdid al-Nasl dan Tandzim al-Nasl?
4. Bagaimana konsep penundaan kehamilan serta tujuan azl?
Pembahasan
Pengertian dan tujuan Tahdid al-Nasl dan Tandzim al-Nasl perspektif islam dan medis
Kata tahdid berasal dari kata kerja haddada yang artinya membatasi atau menentukan. Sementara kata al-
Nasl bermakna keturunan atau anak cucu. Secara bahasa Tahdid al-Nasl bermakna mebatasi keturunan.
Dalam islam pembatasan keturunan terbagi menjadi dua kategori, pertama bersifat (mu’aqqaf) yang mana
dalam prakteknya pasangan suami istri dapat memiliki keturunan dilain waktu (merencanakan dapat
keturunan dilain waktu), dan yangkedua bersifat permanen dimana dalam istilah disebut qat’u al-Hamli
min aslihi dimana seseorang menutup secara penuh tidak memiliki keturunan.
َفَق اَل ِإَّن ىِل َج اِر َي ًة-ص لى اهلل علي ه وس لم- َعْن َج اِبٍر َق اَل َج اَء َرُج ٌل ِم َن اَألْنَص اِر ِإىَل َرُس وِل الَّل ِه
َقاَل َفَلِبَث.» َفَق اَل « اْع ِز ْل َعْنَه ا ِإْن ِش ْئَت َفِإَّنُه َس َيْأِتيَه ا َم ا ُقِّد َر َهَلا.َأُطوُف َعَلْيَه ا َو َأَنا َأْك َر ُه َأْن ْحَتِم َل
َقاَل « َقْد َأْخ َبْر ُتَك َأَّنُه َسَيْأِتيَه ا َم ا ُقِّد َر َهَلا. الَّر ُج ُل َّمُث َأَتاُه َفَق اَل ِإَّن اَجْلاِر َيَة َقْد َمَحَلْت
Artinya : Dari Jabir ra. berkata: Seseorang dari Kaum Anshar datang menghadap Rasulullah dan
bertanya: “Sungguh aku memiliki seorang budak perempuan yang aku gandrungi, namun aku
tidak suka ia hamil”. Lalu Nabi mengatakan: “Ber-’azl-lah kamu darinya, jika mau, maka
sungguh akan terjadi juga apa yang sudah dikadarkan untuknya.” Jabir berkata bahwa orang itu
berdiam diri (dengan ‘azl-nya) kemudian datang lagi kepada Nabi dan berkata bahwa budak
perempuannya telah hamil. Kemudian Nabi bersabda: “Sungguh sudah aku kabarkan kepadamu
bahwa apa yang sudah dikadarkan untuknya tetap akan terjadi.” (HR. Abu Dawud no 2175)
Hadits diatas menunjukan informasi dan latar belakang masalah metode klasik dalam
mencegah terjadinya kehamilan, yaitu dengan metode azl. Metode ini dilakukan suami istri
sepakat untuk berhubungan seksual, namun belum/atau mau memiliki keturunan. Maka metode
ini pernah dilaksanakan oleh para sahabat pada masa Nabi dan saat itu al-Qur’an masih turun.
Pada prinsipnya, azl tidak dilarang oleh nabi dan tidak ada wahyu al-Qur’an yang melarangnya.
Bahkan ketika ada kaum yahudi mengatakan azl adalah termasuk kegiatan pembunuhan kecil,
maka nabi membantahnya seraya menegaskan bahwa pemahaman kaum Yahudi tersebut tidak
benar dan tidak sesuai.
Bahkan dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, Nabi menyarankan kepda
seseorang dari kaum anshor yang bertanya untuk melakukan azl, jika ingin demikian, namun
tetap saja hal itu tidak mempengaruhi apa yang dikadarkan oleh Allah SWT. Ketika orang yang
melakukan azl dan bertanya, diluar batas ikhtiarnya, budak perempuannya hamil juga. Atas
kasus ini, Nabi Saw., menyatakan : “Sudah aku beritahu kepadamu bahwa apa yang sudah
dikadarkan Allah akan tetap terjadi.”
Firman Allah SWT., ini menjadi motivasi bagi umatny yang paling bisa diterima oleh
sayariat dalam hal mengatur jarak kehamilan atau menunda kehamilan sementara. Persoalan
menunda kehamilan, ada beberapa alasan dalam penundaan kehamilan dari setiap orangnya,
yang diantaranya karena keadaan ekonomi untuk membiayai keturunannya dan keluarganya, ada
juga yang menunda kehamilannya karena fokus terhadap karirnya, dan masih banyak lagi alasa-
alasan terkait penundaan kehamilan.
Menurut pendangan ulama, ada persyaratan yang harus dipenuhi ketika hendak
melakukan azl :
1. Latar belakang melakukan azl bukan karena takut banyak anak atau banayak anak tidak
akan mendapatkan rezeki. Jika ini alasannya maka ulama tidak memperbolehkan
melakukan azl. Berdasarkan pemeriksaan medis, jika hamil bisa membahayakan
keselamatan ibu atau anak karena ada suatu penyakit dalam rahim. Maka dari itu boleh
melakukan azl dan boleh untuk tidak hamil.
2. Alat atau metode pencegahan kehamilan yang digunakan harus sesuai dengan syariat
islam. Ada salah satu metode pencegahan kehamilan yang dicontohkan Rasulullah Saw.,
dan para Sahabat serta hasil istimbat para ulama dan ada juga metode yang sesuai dengan
petunjuk dari medis.pada masa Rasulullah praktek azl merupaka salah satu cara untuk
menunda atau mencegah terjadinya kehamilan. (Mursyid Djawas M. C., 2019)