Anda di halaman 1dari 15

Jurnal Edukasi Sumba (JES)

Analisis Tujuan Dan Filsafat Kurikulum Sekolah Tinggi Keguruan


Dan Ilmu Pendidikan Weetebula Dalam Perspektif Pengembangan
Kurikulum Oliva-Gordon

Agustinus Tanggu Daga1


1 Program Studi Pengembangan Kurikulum SPS, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

*Agustinus Tanggu Daga: Abstrak: Tujuan dan filsafat kurikulum memberikan landasan dan arah
Program Studi Pengembangan terhadap implementasi kurikulum pada institusi pendidikan. Para ahli
Kurikulum SPS, Universitas kurikulum telah menjelaskan tujuan dan filsafat kurikulum dalam desain
Pendidikan Indonesia, Bandung; kurikulum yang diimplementasikan praktek pendidikan. Penelitian ini
Email: agus_daga@yahoo.com
bertujuan menjelaskan pandangan Oliva-Gordon tentang tujuan dan filsafat
pengembangan kurikulum dalam implementasi kurikulum di STKIP
Weetebula. Metode stusi literatur digunakan untuk mengumpulkan data dari
berbagai sumber yang relevan. Penelitian ini menunjukan bahwa tujuan
pendidikan dalam kurikulum meliputi tujuan umum, pernyataan tujuan, dan
asal dari tujuan. Sedangkan filsafat pendidikan dalam kurikulum meliputi
rekonstruksionisme, progresivisme, esensialisme, dan perenialisme. Tujuan
pendidikan dalam kurikulum STKIP Weetebula termuat secara eksplisit dan
implisit dalam visi, misi, dan tujuan STKIP Weetebula. Sedangkan filosofi
kurikulum STKIP Weetebula tercermin dari karakteristik STKIP Weetebula
yang disebut sebagai nilai-nilai inti dan semboyan “bersama kita bisa”.
Dokumen-dokumen kurikulum pada level program studi menjabarkan tujuan
dan filsafat pendidikan tersebut dan dimplementasikan dalam berbagai praktik
pendidikan di STKIP Weetebula.
Kata Kunci: Kurikulum, Filsafat, dan Tujuan

Abstract: The goals and philosophy of the curriculum provide the foundation
and direction for curriculum implementation in educational institutions.
Curriculum experts have explained the objectives and philosophy of the
curriculum in curriculum design that is implemented in educational practice.
This research aims to explain the Oliva-Gordon perspective on the goals and
philosophy of curriculum development in curriculum implementation at STKIP
Weetebula. The literature study method was applied to collect the data from
various relevant resources. This research shows that the goals of education in
the curriculum include global aims, statement of purposes, and the derivation
of aims. Meanwhile, the educational philosophy in the curriculum includes
reconstructionism, progressivism, essentialism, and perennialism. The
educational goals in the Weetebula STKIP curriculum are contained explicitly
and implicitly in the vision, mission, and objectives of the Weetebula STKIP.
Meanwhile, the philosophy of the Weetebula STKIP curriculum is reflected in
the characteristics of the Weetebula STKIP which are referred to as core
values and the slogan "bersama kita bisa". Curriculum documents at the study
program level describe the aims and philosophy of education and are
implemented in various educational practices at STKIP Weetebula.
Key word: Goals, Curriculum, and Philosophy

© 2018 The Author(s). This open access article is distributed under a Creative Commons Attribution (CC-BY) 3.0 license
Daga, Jurnal Edukasi Sumba (JES), 2020 (4) 2 :138-152 p-ISSN: 2549-8533
e-ISSN : 2714-8580

PENDAHULUAN permasalahannya. Karena setiap institusi


Kurikulum memiliki kedudukan, fungsi, pendidikan perlu memiliki kurikulum sendiri
dan peran strategis dalam pendidikan pada maka pimpinan dan para guru di institsi
berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Kualitas pendidikan wajib memahami dengan benar tujuan
pendidikan sangat ditentukan oleh kualitas dan filsafat pendidikan dalam pengembangan
kurikulumnya. Salah satu variabel penting dan kurikulum.
menentukan upaya peningkatan kualitas Penyusunan kurikulum pada institusi pendidikan
pendidikan adalah kualitas kurikulum. Karena itu diarahkan kepada pendapaian tujuan pendidikan.
rumusan kurikulum yang berkualitas memiliki Tujuan pendidikan pada institusi pendidikan
pengaruh signifikan terhadap kualitas pendidikan. terdapat dalam visi, misi, dan tujuan institusi
Tuntutan kualitas pendidikan merupakan pendidikan. Pengembangan kurikulum harus
tantangan dalam desain dan implementasi berlandaskan pada filsafat pendidikan. Sukmadinata
kurikulum. Kurikulum menjadi ‘jantung’ dari (1997, hlm. 56) mengatakan ada empat dasar atau
pendidikan. Dalam pandangan Oliva & Gordon landasan utama dalam pengembangan kurikulum,
(2013, hlm. 7) kurikulum merupakan rencana atau yaitu: landasan filosofis, landasan psikologis,
program untuk semua pengalaman yang diperoleh landasan sosial-budaya dan landasan ilmu
peserta didik di bawah bimbingan sekolah. pengetahuan dan teknologi. Landasan filsafat
Kurikulum dalam praktiknya terdiri dari sejumlah terdapat dalam nilai-nilai (values) yang melandasi
rencana dalam bentuk tertulis dan cakupan yang dan mengarahkan kegiatan pendidikan. Masalah
bervariasi yang menggambarkan pengalaman yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana
belajar yang diharapkan. Kurikulum dapat berupa tujuan dan filsafat pendidikan dalam kurikulum
unit, mata kuliah, urutan mata kuliah, seluruh STKIP Weetebula? Fokus utama penelitian ini
program studi di sekolah — dan dapat ditemui di penelitian tujuan dan filsafat pendidikan dalam
dalam atau di luar kelas atau sekolah yang kurikulum STKIP Weetebula dalam perspektif
dibimbing oleh personel sekolah. Oliva-Gordon. Maka tujuan penelitian ini adalah (1)
Kurikulum menjadi acuan dalam menata menjelaskan tujuan pendidikan dalam kurikulum
dan mengarahkan segala bentuk aktivitas STKIP Weetebula, (2) menjelaskan filsafat
pendidikan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan dalam kurikulum STKIP Weetebula.
pendidikan. Alawiyah (2013, hlm. 65) METODE
menyatakan bahwa kurikulum merupakan Pendekatan dalam penelitian ini adalah
komponen dalam pendidikan yang menjadi penelitian kualitatif. Menurut Sudarwan dalam
panduan dalam melaksanakan pembelajaran baik bukunya Menjadi Peneliti Kualitatif sebagaimana
pada tatanan satuan pendidikan maupun kelas. dikutip Shidiq & Choiri (2019, hlm. 11) langkah-
Pengembangan kurikulum pada institusi langkah penelitian kualitatif adalah memilih
pendidikan pada akhirnya merupakan upaya masalah, mengumpulkan bahan yang relevan,
mewujudkan dan mencapai tujuan pendidikan menentukan strategi dan pengembangan instrument,
sebagaimana termuat dalam UUD 1945 yaitu mengumpulkan data, menafsirkan data, melaporkan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Lebih jauh
hasil penelitian. Metode yang digunakan dalam
Okoth (dalam Poedjiastutie et al., 2018, hlm. 177)
penelitian ini adalah metode kepustakaan. Metode
menyatakan bahwa kurikulum mengarahkan guru
kepustakaan adalah serangkaian kegiatan yang
atau praktisi pendidikan untuk mengelola
berkenaan dengan metode pengumpulan data
pelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah
Mengingat peran penting dan strategis
bahan penelitian (Zed, 2008: 15). Menurut C. C.
kurikulum tersebut maka penyusunan kurikulum
pendidikan harus memiliki landasan dan arah Kuhltau (dalam Putra & Setiawati, 2020, hlm. 776),
yang jelas dan terukur. Karena itu pengembang langkah-langkah metode kepustakaan adalah
kurikulum di institusi pendidikan tidak saja perlu pemilihan topik, eksplorasi informasi, menentukan
memahami berbagai model kurikulum mellainkan focus penelitian, pengumpulan sumber data,
memahami tujuan dan filsafat pendidikan yang persiapan penyajian data, dan penyusunan laporan.
menjadi landasan dan arah pengembangan Teknik analisis data yang digunakan dalam
kurikulum.. Menurut Palupi (2018, hlm. 99) bagi penelitian ini adalah teknik analisis isi (content
pengembang kurikulum dan sivitas academik analysis). Analisis konten merupakan sebuah teknik
yang memiliki perhatian pada kajian kurikulum ilmiah untuk memaknai konten. Krippendorff
perlu mengetahui dan menguasai berbagai model (dalam Rumata, 2017, hlm. 4) mendefinisikan
kurikulum serta memahami landasan, prinsip dan analisis konten sebagai sebuah teknik penelitian

139
Daga, Jurnal Edukasi Sumba (JES), 2020 (4) 2 :138-152 p-ISSN: 2549-8533
e-ISSN : 2714-8580

untuk menyimpulkan makna konten ataupun internasional di antara semua manusia di dunia;
melalui prosedur yang dapat dipercayai (reliable), meningkatkan taraf hidup masyarakat di berbagai
dapat diaplikasikan dalam konteks yang berbeda negara; memecahkan masalah berkelanjutan yang
(replicable), serta sah. Dalam analisis ini dilakukan mengganggu umat manusia, seperti perang,
dengan proses memilih, membandingkan, penyakit, kelaparan, dan pengangguran (Oliva &
menggabungkan, memilah berbagai pengertiam Gordon, 2013, hlm. 120). Pengembang kurikulum
hingga ditemukan yang relevan. pada institusi pendidikan harus menemukan atau
HASIL DAN PEMBAHASAN mengembangkan generalisasi atau aturan yang
Hasil berlaku di situasi pendidikan. Spesialis atau
Penjelasan tentang hasil penelitian pengembang kurikulum juga harus selalu
meliputi (1) deskripsi tujuan dan filsafat menyadari bahwa terdapat pengecualian dari
Kurikulum dalam perspektif Oliva-Gordon, (2) aturan-aturan tersebut.
deskripsi tujuan dan filsafat kurikulum STKIP Meskipun demikian, pengembang
Weetebula. kurikulum perlu menyadari dan berpegang pada
(1) Tujuan dan Filsafat Pendidikan dalam pandangan bahwa pengembangan kurikulum
Kurikulum merupakan proses kelompok dan akan lebih
Sebelum menjelaskan tujuan pendidikan, efektif sebagai hasil dari proses tersebut.
Oliva dan Gordon menjelaskan beberapa istilah Pengembang kurikulum juga harus mengakui
yang sering digunakan berkaitan dengan tujuan bahwa individu dapat melaksanakan salah satu
pendidikan. Istilah-istilah tersebut meliputi komponen dari model yang disarankan dalam
outcomes, aims, ends, purposes, function, goals, pengembangan kurikulum. Dengan demikian,
dan objectives (Oliva & Gordon, 2013, hlm. 119). pernyataan tujuan tujuan pendidikan dalam
Outcomes berlaku untuk harapan atau ekspektasi konteks pengembangan kurikulum dapat berasal
akhir yang bersifat umum. Kata aims disamakan dari individu dan tidak boleh diabaikan oleh
dengan ends, purposes, functions dan goals. Aims kelompok dalam institusi pendidikan Artinya,
atau goals pendidikan sangat luas dan pernyataan aims, goals, dan objectives pendidikan
dimaksudkan untuk memberikan arahan umum dan kurikulum mungkin berasal dari individu
untuk pendidikan. curriculum goals,” Dalam yang perlu diakomodir dalam institusi pendidikan
pandangan Oliva dan Gordon tersebut curriculum (Oliva & Gordon, 2013, hlm. 123) . Dalam
objectives, instructional goals, dan instructional konteks inilah model pengembangan kurikulum
objectives merupakan entitas berbeda yang tidak boleh diinterpretasi untuk meniadakan
memiliki relevansi khusus dengan sistem sekolah. upaya individu yang spontan dalam
Curriculum goals dimaknai sebagai pengembangan kurikulum. Justru berbagai ide,
ekspektasi umum dan terprogram tanpa kriteria gagasan dan input pemikiran dari berbagai pelaku
pencapaian. Sedangkan curriculum objectives pendidikan di institusi memperkaya dan
bersifat lebih spesifik, target terprogram dengan memperkuat tujuan pendidikan di institusi
kriteria pencapaian dan, dapat diukur. Curriculum pendidikan.
objectives diturunkan dari curriculum goals. Tujuan pendidikan dikenal dan diketahui
Namun, baik curriculum goals dan curriculum melalui pernyataan tujuan pendidikan (statement
objectives berasal dari filosofi dan pernyataan of educational goals). Kita dihadapkan pada
tujuan pendidikan. tujuan pendidikan ketika kita membaca
Instructional goals merupakan pernyataan tujuan yang dinyatakan oleh berbagai
pernyataan target instruksional secara umum masyarakat di seluruh dunia, seperti menanamkan
tetappi tanpa kriteria pendapaian. Sedangkan nilai-nilai keluarga, mempersiapkan kaum muda
instructional objectives merupakan perilaku menyesuaikan diri dengan masyarakat secara
peserta didik yang diharapkan yang dirumuskan terencana, mendorong usaha secara bebas,
dengan jelas, dapat diamati dan diukur. menciptakan warga negara yang akan melayani
Instructional objectives berasal dari instructional tanah air, mempersiapkan warga negara yang
goals. Dan baik instructional goals maupun tercerahkan, memperbaiki kekurangan sosial
instructional objectives berasal dari curriculum (Oliva & Gordon, 2013, hlm. 121).
goals dan curriculum objectives. Tujuan pendidikan dapat dinyatakan
(a) Tujuan Pendidikan secara deskriptif ketika seseorang membuat
Menurut United Nations Educational, pernyataan seperti pendidikan adalah hidup,
Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) bukan persiapan untuk hidup, pendidikan adalah
tujuan pendidikan adalah memupuk pemahaman pembentukan nilai-nilai orang muda terhadap

140
Daga, Jurnal Edukasi Sumba (JES), 2020 (4) 2 :138-152 p-ISSN: 2549-8533
e-ISSN : 2714-8580

nilai-nilai orang tua, pendidikan adalah transmisi filosofi pendidikan. Oleh karena itu, tujuan
warisan budaya, pendidikan adalah pelatihan pendidikan adalah pernyataan keyakinan yang
kejuruan, pendidikan adalah seni liberal, menjadi inti dari keyakinan filosofis yang
pendidikan adalah pelatihan sosialisasi, diarahkan pada misi sekolah.
pendidikan adalah perkembangan intelektual, Empat filosofi utama pendidikan menjadi
pendidikan adalah pengembangan pribadi, perhatian para pendidik. Ada dua dari filosofi ini
pendidikan adalah sosialisasi kelompok dan yang tampaknya banyak dianut di sekolah saat ini.
individu, pendidikan adalah pengembangan Empat filosofi tersebut adalah
keterampilan teknologi. Bahkan tujuan rekonstruksionisme, progresivisme, esensialisme,
pendidikan dinyatakan secara tersirat dalam dan perenialisme. Gambar 2.1 menunjukan empat
slogan-slogan seperti jika kamu pikir pendidikan filosofi utama pendidikan dalam pengembangan
itu mahal, coba untuk tidak mempedulikannya; kurikulum.
jika anda dapat membaca papan tanda ini,
ucapkan terima kasih kepada guru; pikiran yang
sehat dalam tubuh yang sehat.
Tujuan pendidikan dapat dirumuskan dari
asesmen kebutuhan anak-anak dan remaja dalam
masyarakat, dari haril menganalisis budaya, dan
dari mempelajari berbagai kebutuhan masyarakat.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat ditemukan
dalam kehidupan sehari-hari anak-anak dan
remaja bahkan masyarakat. tetapi karena Gambar 2.1: Empat Filosofi Pendidikan
masyarakat selalu bersifat heterogen maka (Oliva & Gordon, 2013
kebutuhan dapat sangat bervariasi sesuai dengan
kondisi, nilai-nilai dan demografi masyarakat. Keempat filosofi pendidikan tersebut
Heterogenitas tersebut dapat membuat sangat dipetakan dari yang paling liberal ke yang paling
sulit untuk mencapai konsensus tentang tujuan konservatif seperti yang ditunjukkan pada gambar
pendidikan dan terutama nilai-nilai yang menjadi 2.1. Rekonstruksionisme di paling kiri adalah
sentral tujuan pendidikan. Misalnya bertahun- yang paling liberal dari keempat filosofi dan
tahun yang lalu National Education Association perenialisme di paling kanan adalah yang paling
di Amerika Serikat berusaha mengidentifikasi konservatif. Meskipun esensialisme dan
nilai-nilai moral dan spiritual yang diyakini harus progresivisme telah diterima dan dipraktikkan
diajarkan di sekolah negeri, dimana dirumuskan secara luas oleh para pendidik, namun baik
10 nilai antara lain tanggung jawab moral, rekonstruksionisme maupun perenialisme tidak
persetujuan bersama, dan pencapaian mendapat dukungan luas di sekolah-sekolah.
kebahagiaan (Oliva & Gordon, 2013, hlm. 123). Bahkan masyarakat pendidikan Amerika Serikat
(b) Filsafat Pendidikan sangat konservatif untuk mendukung
Filsafat dapat didefinisikan sebagai a way rekonstruksionisme sebagai filosofi yang berlaku
of framing distinctive sorts of questions having to dan pada saat yang sama terlalu liberal untuk
do with what is presupposed, perceived, intuited, menerima perenialisme.
believed, and known. Filsafat merupakan cara Tujuan pendidikan (aims of education)
untuk menyusun berbagai jenis pertanyaan yang tidak bisa begitu saja dilepaskan, tetapi harus
berbeda yang berkaitan dengan apa yang berasal dari pemikiran yang lebih mendasar dan
diandaikan, dirasakan, diintuisi, dipercaya, dan umum tentang nilai, realitas, dan pengetahuan
diketahui. Sedangkan filsafat pendidikan adalah (Butler, 1968, hlm. 487). Bahkan Ornstein &
a matter of doing philosophy with respect to the Hunkins (2018, hlm. 31) mengaitkan filosofi
educational enterprise as it engages the educator. pengembang kurikulum dengan pengalaman
Artinya hal melakukan filsafat sehubungan hidup, akal sehat, latar belakang sosial dan
dengan usaha pendidikan karena melibatkan ekonomi, pendidikan, dan keyakinan umum
pendidik. Melakukan filosofi pendidikan berarti tentang dirinya dan orang.
menjadi sangat sadar akan apa yang terlibat dalam 1) Rekonstruksionisme
kegiatan pengajaran dan pembelajaran yang Kata rekonstruksionisme bersal dari
kompleks (Greene, 1973, hlm. 7). Pernyataan bahasa Inggris reconstruct yang berarti menyusun
tujuan pendidikan adalah posisi yang diambil kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan
berdasarkan pada sejumlah keyakinan yaitu rekonstruksionisme merupakan suatu aliran yang

141
Daga, Jurnal Edukasi Sumba (JES), 2020 (4) 2 :138-152 p-ISSN: 2549-8533
e-ISSN : 2714-8580

berusaha merombak tata susunan hidup Para perenilis menghindari kebutuhan


kebudayaan yang bercorak modern (Haerazi, mendesak peserta didik, pendidikan khusus, dan
2018, hlm. 394). John Dewey menurut Hilda pelatihan kejuruan. Hutchins (1963, hlm. 18)
Taba memandang fungsi sekolah melalui sebagai ekponen pelenialis di Amerika
kacamata psikologis dan sosial. Dewey dan menyatakan bahwa pendidikan yang ideal
murid-muridnya memandang pendidikan sebagai bukanlah pendidikan ad hoc, bukan pendidikan
seniman yang melihat tanah liat: sebagai media yang ditujukan untuk kebutuhan mendesak, bukan
yang melaluinya budaya dapat terus dibentuk dan pendidikan khusus atau pendidikan
dibentuk kembali, sebagai pendorong praprofesional, bukan pendidikan utilitarian.
rekonstruksi sosial, bergerak dari Pendidikan adalah pendidikan yang sengaja untuk
mempertahankan status quo untuk mendorong mengembangkan pikiran.
perubahan (Taba, 1962, hlm. 23). 3) Essensialisme
Rekonstruksionisme berpandangan Tujuan pendidikan menurut prinsip
bahwa sekolah tidak sekadar mewariskan warisan esensialis adalah transmisi warisan budaya.
budaya atau sekadar mempelajari masalah- Berbeda dengan kaum rekonstruksionis yang
masalah sosial, tetapi harus menjadi agen secara aktif akan mengubah masyarakat, kaum
penyelesaian masalah politik dan sosial. Pokok esensialis berusaha untuk melestarikannya. Jika
bahasan yang dipelajari dan dibahas oleh peserta filosofi rekonstruksionisme berusaha
didik merupakkan masalah-masalah yang tidak menyesuaikan masyarakat dengan manusia,
terpecahkan, seringkali kontroversial, seperti maka kaum esensialis berupaya menyesuaikan
pengangguran, kebutuhan kesehatan, kebutuhan peserta didik dengan masyarakat (Oliva &
perumahan, dan masalah etnis. Konsensus Gordon, 2013, hlm. 130). Maka dari itu,
kelompok adalah metodologi yang digunakan essensilisme memandang bahwa pendidikan
untuk mencari solusi atas masalah (Oliva & harus berpijak di atas nilai-nilai yang sekiranya
Gordon, 2013, hlm. 129). dapat mendatangkan kestabilan, telah teruji oleh
Banyak pendidik setuju bahwa peserta waktu, tahan lama, serta nilai-nilai yang memiliki
didik harus membahas masalah sosial, ekonomi, kejelasan dan telah terseleksi (Yunus, 2016, hlm.
dan politik yang mendesak dan bahkan berusaha 36). Maka ada 2 hal yang ditekankan oleh filosofi
mencapai konsensus tentang alternative solusi esensialisme yaitu tujuan kognitif (cognitive
yang dapat ditempuh. Dengan penekanan yang goals) dan prinsip perilaku (behavioristic
kuat pada isu-isu sosial yang kontroversial dan principles).
premis utama untuk menjadikan sekolah sebagai Berkaitan dengan tujuan kognitif, tujuan
agen utama untuk perubahan sosial maka utama esensialisme adalah kognitif dan
rekonstruksionisme belum membuat terobosan intelektual. Pembelajaran yang terorganisir adalah
besar ke sekolah-sekolah kelas menengah di kendaraan untuk transmisi budaya, dan
Amerika Serikat. menekankan materi pembelajaran. Konsep 3R
2) Perenialisme (membaca, menulis, berhitung) dan mata
Penganut perenialisme kontemporer pelajaran membentuk inti kurikulum esensialis.
memandang tujuan pendidikan sebagai Dalam konteks ini jika para progresif yang
pendisiplinan pikiran, pengembangan menyesuaikan kurikulum untuk peserta didik
kemampuan bernalar, dan pencarian kebenaran. maka sebaliknya kaum esensialis justru
Para perennialis memandang bahwa kebenaran itu menyesuaikan anak dengan kurikulum.
kekal, abadi, dan tidak berubah. Mereka Kurikulum materi pelajaran merupakan rencana
menganjurkan kurikulum yang sangat akademis esensialis untuk pengorganisasian kurikulum.
dengan penekanan pada tata bahasa, retorika, Metode utama yang digunakan adalah Assign-
logika, bahasa klasik dan modern, matematika. Study-Recite-Test [tugas, belajar, membaca, tes].
Bahkan kaum perennialis sectarian menambahkan Pengetahuan dan kemampuan mereproduksi apa
studi tentang Alkitab dan teologis dalam yang telah dipelajari sangat dihargai. Pendidikan
kurikulum perennialis. Menurut Assegaf (dalam dianggap sebagai persiapan untuk suatu tujuan
Siregar, 2016, hlm. 173) filosofi perenialisme masa depan yaitu melanjutkan ke perguruan
beranggapan bahwa pendidikan harus didasari tinggi, pekerjaan, dan kehidupan.
oleh nilai-nilai cultural masa lampau, regressive Berkaitan dengan prinsip perilaku para
road to culture oleh karena kehidupan modern esensialis menganut prinsip-prinsip psikologi
saat ini banyak menimbulkan krisis dalam banyak behaviorisme, dimana menempatkan peserta didik
bidang. dalam peran pasif sebagai penerima stimulus

142
Daga, Jurnal Edukasi Sumba (JES), 2020 (4) 2 :138-152 p-ISSN: 2549-8533
e-ISSN : 2714-8580

yang harus direspon atau ditanggapi. Peserta didik harus menjalani


Behaviorisme digunakan dalam latihan kelas, pengalaman pendidikan di sini dan saat ini, mirip
instruksi terprogram, organisasi pengajaran, tes dengan ungkapan education is life and learning
standar, dan tujuan perilaku. Bahaviorisme juga by doing (Oliva & Gordon, 2013, hlm. 133).
menekankan pemilihan konten oleh pendidik Pendidikan adalah kehidupan dan belajar dengan
(guru/dosen) untuk peserta didik dan pemberian melakukan. Karena itu sekolah perlu
penguatan yang segera dan positif. Guru memfasilitasi perbedaan individu peserta didik
membagi materi pembelajaran dalam bagian- seperti perbedaan mental, fisik, emosional,
bagian yang logis dan berurutan serta menetapkan spiritual, sosial, dan budaya. Progresivisme
bagian-bagian yang akan dipelajari oleh peserta menunjukkan kepedulian terhadap peserta didik,
didik. Guru memulai pembelajaran dengan masyarakat, dan materi pelajaran, serta
memberikan aturan, konsep, atau model kepada menempatkan peserta didik ebagai pusat proses
peserta didik dan kemudian memberikan banyak pembelajaran.
kesempatan untuk berlatih (drill) menggunakan (2) Tujuan dan Filsafat Kurikulum STKIP
panduan atau konsep tersebut. Dengan latihan Weetebula dalam Perspektif Oliva-
yang cukup maka peserta didik dapat Gordon
menggunakan aturan, konsep, modeltersebut A) Tujuan kurikulum STKIP Weetebula
kapan pun dibutuhkan. Belajar telah menjadi Tujuan pengembangan kurikulum STKIP
bagian kebiasaan dari perilaku peserta didik. Weetebula termuat baik secara eksplisit maupus
Meskipun peserta didik lupa akan materi yang secara implisit dokumen Statuta STKIP
telah dipelajari namun materi pebelajaran terebut Weetebula, khususnya dalam visi, misi, dan
dapat dengan mudah diingat (retrieved) kembali tujuan STKIP Weetebula.
karena teah dikuasai oleh peserta didik. 1) Visi
4) Progresivisme Visi STKIP Weetebula terdapat dalam
Filosofi progresivisme yang diprakarsai pasal 1 Statuta STKIP Weetebula yaitu
oleh John Dewey, William H. Kilpatrick, John Menjadikan STKIP Weetebula sebagai Lembaga
Childs, dan Boyd Bode, menyatakan bahwa sudah Pendidikan Tinggi yang menghasilkan Guru
saatnya menempatkan materi pembelajaran profesional yang mampu memberi teladan,
kepada peserta didik. Peserta didik menjadi pusat membangun kemauan dan mengembangkan
sekolah dan pendidikan. John Dewey menyatakan kreativitas peserta didik (STKIP Weetebula,
bahwa kebutuhan dan minat peserta didik harus 2015, hlm. 5). Visi tersebut dirumuskan
dipertimbangkan dalam pengembangan berdasarkan komitmen seluruh sivitas akademik,
pendidikan. Peserta didik melibatkan fisik, yaitu: menghasilkan guru profesional yang
emosi, dan jiwa di sekolah bersama dengan mampu memberi teladan, membangun kemauan
pikiran mereka. Progresivisme menarik perhatian dan mengembangkan kreativitas peserta didik.
dan ketekunan para pendidik dalam proses Maka rujuan pengembangan kurikulum STKIP
pendidikan. Sejalan dengan pandangan tersebut Weetebula adalah guru profesional yang mampu
Salu & Triyanto (2017, hlm. 30) menyatakan memberi teladan, membangun kemauan dan
bahwa filosofi progresivisme memandang mengembangkan kreativitas peserta didik.
peserta didik adalah manusia yang memiliki Adapun tujuan tersebut dijelaskan sebagai
berbagai kemampuan-kemampuan yang potensial berikut:
dan harus dikembangkan melalui cara-cara yang (a) Guru profesional yang mampu memberi
kreatif dan inovatif. teladan
Pendidikan bukanlah produk yang harus Tujuan ini dirumuskan selaras dengan bab 5
dipelajari (misalnya, fakta dan keterampilan pasal 10 undang-undang nomor 14 tentang
motorik), melainkan sebuah proses yang terus guru dan dosen, yaitu menghasilkan guru
berlanjut selama seseorang hidup. Peserta didik yang mempunyai kompetensi pedagogik,
belajar paling baik saat secara aktif mengalami kompetensi kepribadian, kompetensi
dunianya, bukan menyerap secara pasif materi professional dan kompetensi sosial. Guru
pembelajaran yang dipilih sebeumnya oleh guru. profesional yang dimaksud adalah guru yang
Jika pengalaman di sekolah dirancang untuk mampu menguasai materi pelajaran dengan
memenuhi kebutuhan dan minat masing-masing matang melebihi siswa-siswanya dan mampu
peserta didik, maka tidak ada satu pola materi memberikan pemahaman kepada mereka
pembelajaran yang sesuai untuk semua peserta secara baik, guru yang mampu menguasai
didik. cara-cara menjelaskan dan mengajar.

143
Daga, Jurnal Edukasi Sumba (JES), 2020 (4) 2 :138-152 p-ISSN: 2549-8533
e-ISSN : 2714-8580

Kemugian guru teladan yang dimaksud nasional maupun internasional (STKIP


adalah guru yang melandaskan niat ibadah Weetebula, 2015, hlm. 5).
kepada Tuhan ketika mengajarkan ilmu; guru 3) Tujuan
yang berakhlak mulia, berkelakuan baik, dan Berlandaskan visi dan misi tersebut
menjauhi hal-hal yang bertentangan dengan STKIP Weetebula merumuskan tujuan. Tujuan
hal itu, baik di dalam maupun di luar kelas; STKIP Weetebula terdapat dalam pasal 4 Statuta
guru yang mampu mengatur waktu dengan STKIP Weetebula, yaitu: (1) memenuhi
baik; dan guru yang selalu jujur, adil, kebutuhan tenaga pendidik yang profesional yang
bertutur katar yang baik, dan memperi nasihat memiliki kompetensi yang handal baik dari segi
serta pengarahan kepada peserta didik. substansi maupun metodologi serta memiliki
(b) Membangun kemauan peserta didik kualifikasi sesuai dengan ketentuan perundang-
Guru yang dapat membangun kemauan undangan yang berlaku; (2) menghasilkan lulusan
peserta didik adalah guru yang tampil sebagai yang bermutu, khususnya tenaga kependidikan
motivator bagi siswanya sehingga siswa tidak yang mampu mengaplikasikan ilmu pengetahuan,
jenuh dalam belajar. Motivator adalah teknologi, dan seni yang disesuaikan/berorientasi
seseorang yang memberikan motivasi atau pada kebutuhan daerah; (3) mengembangkan
semangat baik pada siswa dengan tujuan kemitraan dengan berbagai institusi terkait seperti
dapat meningkatkan semangat dan kualitas sekolah, instansi/departemen dan industri, baik
pembelajaran. Motivasi dapat diartikan pemerintah maupun swasta guna mengantisipasi
sebagai daya penggerak di dalam diri siswa lapangan pekerjaan alternative untuk tenaga
yang minimbulkan, menjamin kelangsungan lulusan; (4) meningkatkan relevansi dan mutu
dan memberikan arah kegiatan belajar, penelitian dan pengabdian pada masyarakat
sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. dengan melaksanakan program pendidikan dan
(c) Mengembangkan kreativitas peserta didik pelatihan; (5) mengembangkan budaya ilmiah
STKIP Weetebula bertujuan menghasilkan untuk penciptaan suasana dan lingkungan ilmiah
seorang guru yang mampu mengembangkan yang kondusif bagi semua komponen civitas
kreativitas peserta didik, memfasilitasi dan akademika guna tercapainya Tri Dharma
memberikan kesempatan bagi siswa untuk Perguruan Tinggi; (6) meningkatkan
mendemontsrasikan perilak kreatif. Untuk itu kesejahteraan civitas akademika guna menunjang
hal-hal yang perlu dilakukan guru adalah kelancaran tugas demi peningkatan kualitas
menghargai hasil-hasil pikiran kreatif siswa; layanan; (7) mengembangkan penalaran, minat
respek terhadap pertanyaan, ide dan solusi dan kegemaran mahasiswa guna terwujudnya
siswa yang tidak biasa; menunjukkan bahwa perkembangan kepribadian tenaga lulusan
gagasan siswa adalah memiliki nilai yang (STKIP Weetebula, 2015, hlm. 5).
ditunjukkan dengan cara mendengarkan dan Tujuan STKIP juga terdapat dalam
mempertimbangkan. Statuta STKIP Weetebula bab IV tentang
2) Misi penyelenggaraan pendidikan, khususnya dalam
Berdasarkan visi STKIP Weetebula pasal 14 yang menyatakan bahwa pendidikan
merumuskan misinya. Misi tersebut terdapat akademik program sarjana STKIP Weetebula
dalam pasal 3 Statuta STKIP Weetebula, yaitu: (1) diarahkan untuk menghasilkan lulusan yang
menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran memiliki kualifikasi sebagai berikut: (1) bersifat
yang berkualitas untuk menghasilkan guru jujur, bertanggung jawab, mampu bekerja sama,
professional; (2) menyelenggarakan penelitian disiplin dan memiliki hati nurani serta empati; (2)
bermutu dan relevan dengan pembangunan menguasai dasar-dasar berpikir ilmiah dan
bidang pendidikan; (3) menyelenggarakan memiliki keterampilan dalam bidang keahlihan
kegiatan pengabdian pada masyarakat berbasis tertentu sehingga mampu menemukan,
IPTEKS untuk kemajuan pendidikan: (4) memahami, menjelaskan, dan merumuskan cara
menyelenggarakan sistem pembinaan penyelesaian masalah yang ada di masyarakat di
kemahasiswaan yang berkualitas dalam bidang dalam kawasan keahlihannya; (3) mampu
penalaran dan keilmuan, bakat dan minat serta menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan
kesejahteraan mahasiswa; (5) menyelenggarakan yang dimilikinya sesuaii dengan bidang
sistem manajemen yang dinamis dan profesional, keahlihannya dalam kegiatan produktif dan
efektif, efisien dan akuntabel; dan (6) pelayanan kepada masyarakat dengan sikap dan
mengembangkan kerjasama dalam bidang perilaku yang sesuai dengan tata kehidupan
pendidikan dengan institusi lain baik secara lokal, bersama; (4) mampu bersikap dan berperilaku

144
Daga, Jurnal Edukasi Sumba (JES), 2020 (4) 2 :138-152 p-ISSN: 2549-8533
e-ISSN : 2714-8580

dalam membawa diri dalam berkarya pada bidang utuh dan optimal. Menurut Susanto sebagaimana
keahlihannya maupun dalam kehidupan bersama diikutip Aprillinda (2019, hlm. 604) guru
di masyarakat (STKIP Weetebula, 2015, hlm. 11). professional memiliki tantanga di era revolusi
B) Filosofi Kurikulum STKIP Weetebula industri 4.0 yaitu (1) teaching in multicultural
Landasan filosofi pengembangan society, yaitu mengajar di tengah masyarakat yang
kurikulum STKIP Weetebula tercermin pada memiliki beragam budaya dengan kompetensi
karakteristik STKIP Weetebula dalam pasal 5 multi bahasa; (2) teaching for the construction of
Statuta STKIP Weetebula yang disebut sebagai meaning, yaitu mengajar untuk mengkonstruksi
nilai-nilai inti (core values) STKIP Weetebula, makna (konsep); (3) teaching for active learning,
yaitu: (1) menjunjung tinggi martabat luhur yaitu mengajar untuk pembelajaran aktif; (4)
manusia (kemanusiaan); (2) mencari dan teaching and technology, yaitu mengajar dan
menyatakan kebenaran; (3) nilai-nilai katolisitas teknologi; (5) teaching with new view about
yang bersumber pada dokumen gereja dan ex abilities, yaitu mengajar dengan pandangan baru
corde ecclesiae; (4) tanggung jawab, kerja keras, mengenai kemampuan; (6) teaching and choice,
rasa memiliki lembaga, pengabdian; (5) yaitu mengajar dan pilihan; dan (7) teaching and
pamomong (membimbing/mendampingi accountability, yaitu mengajar dan akuntabilitas.
mahasiswa dan kolega); (6) tata krama, etika, budi Kurikulum STKIP Weetebula perlu didesain
pekerti; (7) cerdas (intelektual, emosional, untuk menghasikan guru professional di era
spiritual dan sosial); (8) religius/beriman (cinta revolusi industry 4.0 bahkan segera
tuhan, sesama dan alam); (9) profesional mempersiapkan lulusan untuk memasuki era
(memiliki kompetensi kepribadian, sosial, society 5.0.
pedagogik, profesional); (10) harmoni dalam Selanjutnya, dalam misi STKIP
keberagaman (STKIP Weetebula, 2015, hlm. 5). Weetebula dinyatakan bahwa tujuan
Selain itu filosofi STKIP Weeebula pengembangan kurikulum menjadi lebih spesifik
tercermin pada semboyan “bersama kita bisa” yaitu (1) pendidikan dan pengajaran yang
[together we can] yang dicetuskan oleh para berkualitas untuk menghasilkan guru profesional;
pendiri STKIP Weetebula. Semboyan tersebut (2) penelitian bermutu dan relevan dalam bidang
mencerminkan filosofi dan karakteristik pendidikan; (3) kegiatan pengabdian pada
masyarakat Sumba yang ingin dilestarikan oleh masyarakat berbasis IPTEKS, dan (4) sistem
STKIP Weetebula. Kehidupan masyarakat Sumba pembinaan kemahasiswaan yang berkualitas
diwarnai oleh semangat gotong royong. Semangat dalam bidang penalaran dan keilmuan, bakat dan
“bersama kita bisa” ini dilestarikan, dilaksanakan minat serta kesejahteraan mahasiswa (STKIP
dalam penyelenggaraan pendidikan di STKIP Weetebula, 2015, hlm. 5). Berkaitan dengan
Weetebula bahkan sampai pada unit-unit terkecil. pendidikan dan pengajaran yang berkualitas,
Pembahasan Supriatna (2013, hlm. 16) menyatakan bahwa
(1) Tujuan Kurikulum STKIP Weetebula kualitas pembelajaran secara operasional dapat
Tujuan kurikulum STKIP weetebula diartikan sebagai intensitas keterkaitan sistemik
terdapat dalam visi, misi, dan tujuan STKIP dan sinergis dosen, mahasiswa, kurikulum dan
Weetebula. Dalam visi STKIP Weetebula tamak bahan belajar, media, fasilitas, serta sistem
tujuan pengembangan kurikulum yaitu pembelajaran dalam menghasilkan proses dan
mmenghasilkan guru profesional yang mampu hasil belajar yang optimal sesuai dengan tuntutan
memberi teladan, mampu membangun kemauan kurikulum. Maka untuk menciptakan proses
peserta didik, serta mengembangkan kreativitas pendidikan dan pembelajaran yang berkualitas
peserta didik. Visi STKIP untuk menghasilkan untuk menghasilkan guru professional STKIP
guru professional sejalan dengan pasal 1 Undang- weetebula perlu mendesain dan
Undang nomor 14 tahun 2005 yang menyatakan mengimplementasikan sinergi yang berkualitas
bahwa guru adalah pendidik profesional dengan seluruh komponen pendidikan termasuk
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, ketersediaan dan optimalisasi segala fasilitas
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi pendidikan yang tersedia.
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur Berkaitan dengan peningkatan kualitas
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan penelitian mahasiswa maka STKIP Weetebula
pendidikan menengah. Guru sebagai pendidik perlu memfasilitasi mahasiswa membangun
professional mendidik, mengajar, membimmbing, budaya ilmiah dan riset. Pengembang kurikulum
mengarahkan, melatih, menilai peserta didik perlu mendesain kurikulum yang mendorong
untuk mengembangkan potensi-potensinya secara kegiatan ilmiah danpenelitian mahasiswa.

145
Daga, Jurnal Edukasi Sumba (JES), 2020 (4) 2 :138-152 p-ISSN: 2549-8533
e-ISSN : 2714-8580

Pelaksanaan penelitian dan publikasi mahasiswa melayani berbagai kebutuhan dan masalah
9 (dan dosen) berkaitan erat dengan kaidah-kaidah masyarakat yang penting dan relevan.
proses ilmiah dalam menyelesaikan sebuah Kemudian tujuan pengembangan
masalah ilmiah. Hal ini selaras dengan Hidayat kurikulum juga tampak dalam tujuan STKIP
(2018, hlm. 38) menyatakan bahwa proses ilmiah Weetebula sebagaimana termuat dalam Statuta
merupakan suatu rangkaian pembuktian secara STKIP Weetebula, yaitu (1) menghasilkan
logika dan matematis untuk mencari solusi lulusan berkualitas yang mampu mengaplikasikan
terhadap permasalahan yang didapat. ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang sesuai
Pengetahuan dibangun atas dasar suatu kebutuhan daerah, (2) mengembangkan budaya
konstruksi/langkah langkah dalam pemecahan dan lingkungan ilmiah kondusif bagi semua
masalah. Menurut Gauch (2003, hlm. 41) proses komponen civitas akademika, (3)
ilmiah membentuk empat karakteristik yang mengembangkan penalaran, minat dan kegemaran
menyatu dalam bidang ilmu sains, yaitu mahasiswa guna terwujudnya perkembangan
rationality, truth, objectivity, dan realism. Misi kepribadian lulusan (STKIP Weetebula, 2015,
desain kurikulum STKIP Weetebula memberi hlm. 5)
tempat yang proporsional kegiatan penelitian A) Filosofi Kurikulum STKIP Weetebula
melalui berbagai kegiatan akademik, kegiatan Filosofi STKIP Weetebula terdapat
observasi, dan penelitian mahasiswa, atau dalam cove values STKIP weetebula sebagaimana
penelitian bersama dosen dan mahasiswa, bahkan terdapat dalam pasal 5 Statuta STKIP Weetebula.
penelitian bersama lintas program studi dan Menurut Titus et al. (1984, hlm. 11) filosofi
institusi. adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan
Salah satu tri dharma perguruan tinggi terhadap kehidupan dan alam yang biasanya
adalah pengabdian kepada masyarakat. Maka diterima secara tidak kritis. Pandangan tersebut
salah satu misi STKIP adalah kegiatan menggarisbawahi bahwa makna filosofi
pengabdian pada masyarakat berbasis IPTEKS merupakan kumpulan nilai dalam kehidupan yang
(STKIP Weetebula, 2015, hlm. 5). Jika penelitian diyakini, diterima dan dijalani. Dalam
merupakan kegiatan penemuan, penciptaan dan pengembangan kurikulum, filosofi memberikan
pengembangan IPTEKS maka pengabdian kepada manfaat yang sangat besar, sebagaimana
masyarakat merupakan kegiatan penerapan ilmu dikatakan Kristiawan (2016, hlm. 6) yaitu filosofi
pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) yang sebagai dasar dalam bertindak; 2) sebagai dasar
meliputi kegiatan pengembangan, penyebarluasan dalam mengambil keputusan, mengurangi salah
dan pembudayaan IPTEKS. Hal ini berkaitan paham dan konflik, persiapan menghadapi situasi
dengan perguruan tinggi sebagai salah satu pusat dunia yang selalu berubah, dan menjawab
pengkajian dan pengembangan IPTEKS dalam keraguan.
masyarakat. Menurut Riduwan (2016, hlm. 95) Filosofi pendidikan tampak dalam nilai-
hakikat pengabdian kepada masyarakat oleh nilai yang dianut oleh institusi pendidikan.
perguruan tinggi adalah (1) pengembangan dan Menurut Lakshmi & Paul (2018, hlm. 29) nilai
penyebarluasan IPTEKS menjadi produk yang merupakan prinsip atau standar perilaku yang
secara langsung dapat dimanfaatkan oleh dapat membantu seseorang untuk menilai apa
masyarakat; (2) Penerapan IPTEKS secara benar yang penting dalam hidupnya. Nilai
dan tepat sesuai dengan tuntutan kebutuhan mencerminkan sikap, pilihan, keputusan,
masyarakat; (3) pemberian bantuan keahlian penilaian, hubungan, impian, dan visi seseorang
dalam mengidentifikasi masalah yang dihadapi terhadap kehidupannya dan lingkungan
serta mencari alternatifalternatif pemecahannya sekitarnya. Jack R. Fraenkel (dalam Syafeie,
dengan menggunakan pendekatan ilmiah; (4) 2020,hlm. 63) menyatakan bahwa value is an
pemberian jasa pelayanan profesional dalam idea-a concept-about what someone thinks is
berbagai bidang permasalahan yang memerlukan important in life. When a person values
penanganan secara cermat dengan menggunakan something, he or she seems it worthwhile-worth
keahlian yang belum dimiliki oleh masyarakat having, worth doing, or worth trying to obtain.
pengguna. Kegiatan pengabdian kepada Nilai dipandang sebagai suatu ide atau konsep
masyarakat dalam kurikulum STKIP Weetebula tentang segala sesuatu yang berharga dalam
perlu mendorong mahasiswa (dan dosen) untuk kehidupan. Ketika seseorang menghargai
mengembangkan dan menerapkan IPTEKS sesuatu, sesuatu tampaknya layak untuk dimiliki,
kepada masyarakat, mengatasi masalah-masalah layak dilakukan, atau pantas untuk dicoba.
dalam masyarakat dengan pendekatan ilmiah, Sedangkan Lickona (dalam Suyatno et al., 2019,

146
Daga, Jurnal Edukasi Sumba (JES), 2020 (4) 2 :138-152 p-ISSN: 2549-8533
e-ISSN : 2714-8580

hlm. 609; Wening, 2012, hlm. 58) nilai-nilai tersebut baik dalam kehidupan pribadi
menggambarkan bahwa nilai itu kelihatan maupun dalam menjalani profesi sebagai guru
(visible). Nilai meliputi sifat baik sebagai wujud akan mampu memberikan solusi-solusi terhadap
perilaku moral yang sesuai. Nilai merupakan masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Karena
wujud perilaku konkrit atau penerapan akhlak. itu mahasiswa perlu memiliki kemampuan
Akhlak baik yang melandasi moral disebut pemecahan masalah yang baik. Ketika mahasiswa
sebagai nilai yang diwujudkan dalam bentuk menganalisis dan memecahkan masalah yang
perilaku yang terlihat. disajikan dalam pembelajaran mahasiswa
Mahasiswa STKIP Weetebula dibentuk dihadapkan dengan beberapa tantangan seperti
dan didik berlandaskan pada vore values bahkan kesulitan dalam memahami masalah dan akar
seluruh proses penyelenggaraan pendidikan di masalah, menemukan solusi terbaik terhadap
STKIP Weetebula dijiwai oleh core values masalah yang dibahas. Untuk itu Menurut Saad
tersebut. Pengembangan kurikulum dan dan Ghani (dalam Cahyani & Setyawati, 2016,
penyelenggaraan pendidikan di STKIP Weetebula hlm. 153) menyarankan agar mahasiswa perlu
memiliki landasan filosofi melalui nilai-nilai inti melakukan beberapa hal seperti menerima
tersebut. Hal ini dinyatakan Winarso (2017, hlm. tantangan dari masalah, merencanakan strategi
7) bahwa perkembangan kurikulum senantiasa penyelesaian masalah, menerapkan strategi, dan
berpijak pada konsep filosofi sehingga menguji kembali solusi yang diperoleh. Hal ini
memberikan warna terhadap konsep dan sesuai dengan pendapat Polya (1973, hlm. 5)
implementasi kurikulum yang dikembangkan. bahwa ada empat tahap pemecahan masalah yaitu
Dalam perspektif Oliva –Gordon filsafat memahami masalah, merencanakan penyelesaian
pendidikan yang melandasi pengembangan masalah, melakukan perencanaan masalah, dan
kurikulum meliputi rekonstruksionisme, melihat kembali hasil yang diperoleh.
perennialisme, essensialisme, dan Berkaitan dengan harmoni dalam
progressivisme. Rekonstruksionisme dipandang keberagaman, secara fatual kerukunan hidup antar
sebagai filosofi yang paling liberal, sedangkan umat beragama di Indonesia khususnya masih
perenialisme dipandang sebagai filosofi yang menghadapi banyak hambatan dalam
paling konservatif. Filsafat rekonstruksionisme pencapaianya. Berbagai perbedaan yang
memandang bahwa pendidikan harus menjadi merupakan kekayaan bangsa sering menimbulkan
agen perubahan sosial, pendidikan menjadi agen konflik horizontal dalam kehidupan
menyelesaiakn masalah sosial dan politik dalam bermasyarakat. Selain itu di tengah-tengah
masyarakat. Peserta didik harus membahas beragam persoalan bangsa tersebut bangsa
masalah-masalah sosial politik dalam proses Indonesia masihh bergelut dengan masalah
pembelajaran. Para pendidik menyajikan berbagai kemiskinan, pengangguran, korupsi, serta
masalah sosial-politik yang perlu didiskusikan, ketidakadilan ekonomi, hukum, dan sosial.
didebatkan untuk menemukan solusi-solusi yang Karena itu masalah kerukunan hidup antar umat
relevan. Metode-metode seperti pembelajaran beragama bukan hanya menjadi tanggung jawab
kolaboratif, pemecahan masalah, penemuan pemerintah semata melainkan tanggungjawab
sangat relevan bagi proses pembelajaran. Solusi seluruh masyarakat termasuk masyarakat
yang dihasilkan unautk mengatasi masalah- pendidikan tinggi. Perbedaan menyangkut agama,
masalah tersebut ditetapkan berdasarkan suku, ras, bahasa, daerah, golongan sosial, dan
kesepakatan dalam kelompok (group consensus). tingkat ekonomi telah lama menjadi isu penting di
Pendidik dapat menjadi fasilitator dan motivator Indonesia (Sefriyono, 2014, hlm. 1). Maka nilai
pembelajaran yang mendorong penemuan solusi harmony in diversity sebagai salah satu core
terhadap masalah-masalah yang dibahas dalam values STKIP Weetebula sangat relevan
pembelajaran. dipelajari, disikusikan, diinternalisasikan dan
Berdasarka uraian tersebut maka diwujudkan oleh sivitas akademika STKIP
rekonstruksionisme tampak dalam semboyan Weetebula. Internalisasi dan perwujudan nilai
“bersama kita bisa” dan secara eksplisit dalam keharmonisan dalam keberagaman sejak dari
core values STKIP Weetebula seperti menjunjung masa pendidikan akan membentuk pandangan dan
tinggi martabat luhur manusia, mencari dan siikap mahasiswa untuk menghargai
menyatakan kebenaran, harmoni dalam keberagaman tersebut. Penghargaan terhadap
keberagaman, tanggung jawab, kerja keras, keberagaman mendorong mereka menciptakan
pengabdian, dan cerdas. Lulusan yang telah keharmonisan dalam keberagaman di tengah
menginternalisasikan dan dapat mewujudkan masyarakat.

147
Daga, Jurnal Edukasi Sumba (JES), 2020 (4) 2 :138-152 p-ISSN: 2549-8533
e-ISSN : 2714-8580

Esensi perennialisme dalam pendidikan dari bahasa Inggris yakni essential yang berarti
adalah pandangan tentang tujuan pendidikan inti atau pokok dari sesuatu, dan ism berarti aliran,
sebagai pendisiplinan pikiran, pengembangan mazhab atau paham (Thaib, 2015, hlm. 733).
kemampuan bernalar, dan pencarian kebenaran. Prinsip essensialisme adalah transmisi warisan
Penganut perennialisme mengembangkan budaya. Jika konstruksionisme berusaha
kurikulum akademis dengan penekanan pada tata mengubah masyarakat, sebaliknya essensialisme
bahasa, retorika, logika, bahasa klasik dan berusaha untuk melestarikan nilai-nilai budaya.
modern, matematika. Bahkan kaum perennialis Anggota masyarakat harus menyesuaikan dengan
sektarian menekankan studi tentang Alkitab dan berbagai warisan budaya dan tradisi yang hidup
teologis dalam kurikulum perennialis. Pandangan dalam masyarakat. Jika konstruksionisme
perennialisme ini sesuai dengan cove values menyesuaikan kurikulum terhadap karakteristik
STKP Weetebula yaitu mencari dan menyatakan mahasiswa, maka essensialisme menyesuaikan
kebenaran dan mengembangkan kecerdasan, mahasiswa dengan karakteristik kurikulum yang
antara lain kecerdasan intelektual atau kognitif. berlaku. Maka kurikulum akademik membentuk
Binet sebagaimana dikutip Suryabrata (dalam inti kurikulum esensialis. Karena itu kurikulum
Hidayat, 2011, hlm. 243) mengasumsikan bahwa materi pelajaran merupakan rencana
seseorang yang cerdas cenderung memiliki nilai pengorganisasian kurikulum. Metode utama yang
yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka digunakan adalah penugasan, belajar, membaca,
yang kurang atau tidak cerdas. Maka tugas tes (assign-study-recite-test). Pengetahuan,
pengembang kurikulum adalah mendesain kemampuan mereproduksi apa yang telah
kurikulum untuk memfasilitasi pengembangan dipelajari, sangat dihargai, dan pendidikan
kecerdasan intelektual mahasiswa melalui proses dianggap sebagai persiapan untuk suatu tujuan
pembelajaran. Selanjutnya, perennialisme masa depan yaitu melanjutkan ke perguruan
menekankan pencarian kebenaran, khususnya tinggi, pekerjaan, dan kehidupan.
kebenaran intelektual. Menurut Wahana (2008, Ciri-ciri esensialisme dalam pendidikan
hlm. 276) kebenaran pengetahuan dapat menurut William C. Bagley sebagaimana dikutip
bersumber antara lain dari fakta empiris Thaib (2015, hlm. 740) adalah (1) minat-minat
(kebenaran empiris), wahyu atau kitab suci yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari
(kebenaran wahyu), fiksi atau fantasi (kebenaran upaya-upaya belajar awal yang memikat atau
fiksi). Kebenaran pengetahuan perlu dibuktikan menarik perhatian bukan karena dorongan dari
dengan sumber atau asal dari pengetahuan terkait. dalam diri siswa; (2) pengawasan pengarahan, dan
Cara atau sarana untuk memperoleh kebenaran bimbingan orang yang dewasa adalah melekat
pengetahuan, antara lain dapat menggunakan dalam masa balita yang panjang atau keharusan
indera (kebenaran inderawi), akal budi ketergantungan yang khusus pada spesies
(kebenaran intelektual), intuisi (kebenaran manusia; (3) kemampuan untuk mendisiplin diri
intuitif), iman (kebenaran iman). Sedangkan harus menjadi tujuan pendidikan, maka
tingkat pengetahuan yang diharapkan dan menegakan disiplin adalah suatu cara yang
diperolehnya yaitu pengetahuan biasa sehari-hari diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut; (4)
(ordinary knowledge), pengetahuan ilmiah esensialisme menawarkan sebuah teori yang
(scientific knowledge) menghasilkan kebenaran kokoh, kuat tentang pendidikan. Sedangkan
ilmiah, dan pengetahuan filsafati (philosofical Khobir sebagaimana dikutip Helaludin (dalam
knowledge) menghasilkan kebenaran filsafat. Hardanti, 2020, hlm. 89) menyatakan bahwa
Core values STKIP yang lain adalah filsafat esensialisme memiliki prinsip-prinsip
pengembangan kemampuan bernalar. Menurut pendidikan yaitu: (1) pendidikan lebih
Permana dan (dalam Merona & Santi, 2018, hlm. menekankan pada kedisiplinan; (2) dosen dituntut
115) penalaran merupakan proses berpikir dalam inisiatif dalam suatu pembelajaran; (3) pendidikan
proses penarikan kesimpulan. Penalaran merupakan proses asimilasi dari subject matter
merupakan proses berpikir yang berusaha yang ditentukan; (4) sekolah harus tetap
mengkaitkan fakta dan/atau bukti-bukti yang mempertahankan metode pembelajaran
diketahui menuju kepada suatu kesimpulan. tradisional khususnya yang berkaitan dengan
Sebenarnya pengembangan kemampuan bernalar kedisiplinan; (5) kesejahteraan umum merupakan
berkaitan dengan pencarian dan penemuan tujuan dari pendidikan.
kebenaran ilmiah yang sangat penting bagi Filsafat essensialisme ini tampak dalam
mahasiswa dalam meningkatkan kecerdasannya. core values STKIP Weetebula seperti nilai tata
Secara etimologi esensialisme berasal krama, etika, budi pekerti; nilai menjunjung

148
Daga, Jurnal Edukasi Sumba (JES), 2020 (4) 2 :138-152 p-ISSN: 2549-8533
e-ISSN : 2714-8580

tinggi martabat luhur manusia (kemanusiaan); dsan kurikulum khususnya kebutuhan dan masalah
nilai religius/beriman (cinta tuhan, sesama dan psikologis dan masalah belajar siswa, mahasiswa
alam); nilai katolisitas yang bersumber pada mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan
dokumen gereja dan ex corde ecclesiae serta yang diperolehnya dalam kehidupan baik sebagai
pengembangan kompetensi kepribadian dan guru maupun sebagai anggota masyarakat. hal ini
sosial mahasiswa sebagai calon guru. sejalan dengan pendapat Nanuru (2013, hlm. 136)
Pengembangan kedisiplinan mahasiswa dibangun menyatakan bahwa kurikulum progressivisme
melalui pedoman kode etik mahasiswa. sangat menekankan bahwa peserta didik difasilitasi
Pengembangan bakat dan minat tampak dalam menjadi pribadi yang mandiri (independen),
berbagai mata kuliah pilihaan yang ditawarkan menjadi seorang pemikir yang percaya diri. Peserta
kepada mahasiswa di prodi-prodi serta kegiatan- didik dibimbing belajar dan mempelajari
kegatan ekstrakurikuler yang diwadahi oleh unit persoalan-persoalan yang dianggap paling menarik
kegiatan mahasiswa program studi. Penanaman melalui pemilihan pokok persoalan yang hendak
pengetahuan tentang teori-teori pendidikan dipelajari, kemudian menetapkan konsep dan
dilaksanakana melalui berbagai mata kuliah definisi bagi dirinya sendiri atas persoalan yang
kependidikan dan keguruan yang menjadi cirikhas dipelajari, selanjutnya mengekspresikan apa yang
STKIP. Mahasiswa difasilitasi untuk menguasai dirasakan dan diyakini. Peran pendidik adalah
materi perkuliahan baik teoritis maupun praktek membantu peserta didik belajar dan mendisplinkan
untuk meningkatkan kompetensi sebagai calon peserta didik agar tetap konsekuen dengan pilihan
guru melalui berbagai metode yang relevan. yang menarik.
Perkuliahan tatap muka dilaksanakan secara tertib KESIMPULAN
hingga pelaksanaan ujian untuk mengukur
Berdasarkan uraian tentang tujuandan
penguasaan mahasiswa terhadap mataeri filsafat kurikulum di atas maka dapat disimpulkan
pembelajaran. Nilai-nilai katolisitas dilestarikan
sebagai berikut.
melalui mata kuliah agama katolik, kegiatan 1. Tujuan pendidikan dalam kurikulum menurut
keagamaan dengan tetap menghargai agama yang
perspektif Oliva-Gordon meliputi tujuan
dianut mahasiswa.
umum (global aims), pernyataan tujuan
Dalam pandangan progressivisme, (statement of purposes), dan asal dari tujuan
pendidikan dimaknai sebagai upaya yang sengaja
(derivation of aims). Sedangkan filsafat
dilakukan untuk membantu pertumbuhan dan
pendidikan dalam kurikulum adalah
perkembangan peserta didik. Pendidikan bukan
rekonstruksionisme (reconstructionism),
hanya mentransformasikan pengetahuan
progresivisme (progressivism), esensialisme
melainkan peserta didik bisa memahami realitas
(essentialism), dan perenialisme
kehidupan yang akan terjadi di masa depan sesuai
(perennialism).
dengan kebutuhan (Ruslan, 2018, hlm. 211). 2. Tujuan pendidikan dalam kurikulum STKIP
Selanjutnya, Kneller (1971, hlm. 134)
berdasarkan beberapa dokumen STKIP
menyatakan bahwa prinsip pendidikan
Weetebula terdapat dalam visi, misi, dan
progresivisme adalah (1) pendidikan adalah
tujuan STKIP Weetebula
hidup itu sendiri, bukan persiapan untuk hidup.
3. Filosofi pendidikan dalam kurikulum STKIP
kehidupan yang baik adalah kehidupan intelegen Weetebula terjkandung dalam nilai-nilai inti
yaitu kehidupan yang mencakup interpretasi dan
(core values) dan semboyan “bersama kita
rekonstruksi pengalaman; (2) pengajaran harus
bisa” yang membentuk karakteristik STKIP
secara langsung dihubungkan dengan berbagai
Weetebula.
kepentingan peserta didik; (3) belajar melalui
4. Tujuan dan filosofi pendidikan dalam
pemecahan masalah harus didahulukan dari kurikulum STKIP Weetebula tersebut
belajar melalui subject matter; (4) peran pendidik
kemudian dijabarkan dalam dokumen-
tidak langsung tetapi untuk memberikan petunjuk dokumen kurikulum maupun
kepada peserta didik; (5) sekolah perlu
penyelenggaraan pendidikan khususnya pada
mendorong kerjasama dibanding kompetisi.
tingkat program studi, bahkan dalam
Pengembangan kurikulum di STKIP kegiatan-kegiatan pendidikan lainnya.
Weetebula dalam perspektif progresivisme perlu
mengembangkan kemandirian mahasiswa, SARAN
membangkitkan kepercayaan dir sebagai calon
Berdasarkan hasil penelitian ini
guru, mahasiswa difasilitasi untuk peka terhadap
masalah dan kebutuhan dalam dunia pendidikan
sebagaimana termuat dalam kesimpulan

149
Daga, Jurnal Edukasi Sumba (JES), 2020 (4) 2 :138-152 p-ISSN: 2549-8533
e-ISSN : 2714-8580

penelitian maka penulis menyampaikan saran Tujuan dan filosofi yang termuat dalam
sebagai berikut statuta STKIP Weetebula perlu diterjemahkan
1. Penyusunan kurikulum STKIP Weetebula dan dijabarkan secara tepat dalam dokumen
perlu dilaksanakan berdasarkan kajian kurikulum sebagai dokumen kurikulum tertulis
tentang tujuan dan filsafat pendidikan. serta dalam implementasi kurikulum melalui
2. Tujuan dan filsafat pendidikan tersebut proses pembelajaran khususnya pada tingkat
dapat digali dari berbagai kebutuhan dan program studi dan pada kegiatan-kegiatan
permasalahan peserta didik, kearifan lokal ekstrakurikuler.
di sumba, serta selaras dengan filosofi dan
nilai-nilai luhur bangsa Indonesia
rf.v9i2.320
DAFTAR PUSTAKA Hidayat, S. (2018). Peningkatan Mutu
Alawiyah, F. (2013). Peran Guru dalam Penelitian Di Indonesia Dalam
Kurikulum 2013. Jurnal Aspirasi, 4(1), Mengatasi Masalah Pendidikan. Bioilmi:
65–74. Jurnal Pendidikan, 4(2), 34–44.
http://jurnal.dpr.go.id/index.php/aspirasi https://doi.org/10.19109/bioilmi.v4i2.28
/article/view/480 72
Aprillinda, M. (2019). Perkembangan Guru Hidayat, U. (2011). Peran Kecerdasan
Profesional Di Era Revolusi Industri 4.0. Intelektual Dan Self Regulated Learning
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa.
Program Pascasarjana Universitas Psympathic: Jurnal Ilmiah Psikologi,
PGRI Palembang, 600–608. 4(1), 240–251.
Butler, J. D. (1968). Four Philosophies and https://doi.org/10.15575/psy.v4i1.2193
Their Practice in Education and Hutchins, R. M. (1963). On Education. Santa
Religion (3rd ed). New York: Harper & Barbara, Calif: Center For the Study of
Row. Democratic Institutions.
Cahyani, H., & Setyawati, R. W. (2016). Kneller, G. F. (1971). Introduction To The
Pentingnya Peningkatan Kemampuan Philosophy Of Education. Calivornia:
Pemecahan Masalah Melalui PBL Untuk University of California.
Mempersiapkan Generasi Unggul Kristiawan, M. (2016). Filsafat Pendidikan:
Menghadapi MEA. PRISMA, Prosiding The Choice Is Yours. Yogyakarta: Valia
Seminar Nasional Matematika X Pustaka.
Universitas Negeri Semarang, 151–160. Lakshmi, V. V., & Paul, M. M. (2018). Value
Gauch, H. (2003). Scientific Method in Education in Educational Institutions
Practice. London: University Press and Role of Teachers in Promoting the
Cambridge. Concept. International Journal of
Greene, M. (1973). Teacher as Stranger: Educational Science and Research, 8(4),
Educational Philosophy for the Modern 29–38.
Age. Belmont, Calif: Wadsworth. https://doi.org/10.24247/ijesraug20185
Haerazi. (2018). Landasan Filosofis Merona, S. P., & Santi, E. E. (2018).
Pembelajaran Bahasa Inggris di Pengembangan Instrumen Asesmen
Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial Dan Penalaran Matematis Pada Matakuliah
Pendidikan, 2(1), 391–396. Fungsi Kompleks. Fibonacci: Jurnal
Hardanti, B. W. (2020). Landasan Ontologis, Pendidikan Matematika Dan
Aksiologis, Epitesmologis Aliran Matematika, 4(2), 113–122.
Filsafat Esensialisme Dan Pandanganya Nanuru, R. F. (2013). Progresivisme
Terhadap Pendidikan. Reforma: Jurnal Pendidikan dan Relevansinya di
Pendidikan Dan Pembelajaran Indonesia. Jurnal Uniera, 2(2), 132–
Pembelajaran, 9(2), 87–95. 143.
https://doi.org/https://doi.org/10.30736/ Oliva, P. F., & Gordon, W. (2013).

150
Daga, Jurnal Edukasi Sumba (JES), 2020 (4) 2 :138-152 p-ISSN: 2549-8533
e-ISSN : 2714-8580

Developing the Curriulum. Boston: Indonesia. Imajinasi : Jurnal Seni,


Pearson. 11(1), 29–42.
Ornstein, A. C., & Hunkins, F. P. (2018). Sefriyono. (2014). Harmoni dalam
Curriculum: Foundation, Principles and Perbedaan: Strategi Pengelolaan
Issue (Global Edi). London & New Keberagaman Beragama. Turast: Jurnal
York: Pearson. Penelitian & Pengabdian, 2(1), 1–16.
Palupi, D. T. (2018). What Type of Shidiq, U., & Choiri, M. (2019). Metode
Curriculum Development Models Do Penelitian Kualitatif di Bidang
We Follow? An Indonesia’s 2013 Pendidikan. In Journal of Chemical
Curriculum Case. Indonesian Journal of Information and Modeling (Vol. 53,
Curriculum and Educational Issue 9). Ponorogo: CV Nata karya.
Technology Studies, 6(2), 98–105. http://repository.iainponorogo.ac.id/484
https://doi.org/10.15294/ijcets.v6i2.269 /1/METODE PENELITIAN
54 KUALITATIF DI BIDANG
Poedjiastutie, D., Akhyar, F., Hidayati, D., & PENDIDIKAN.pdf
Gasmi, F. N. (2018). Does Curriculum Siregar, R. L. (2016). Teori Belajar
Help Students to Develop Their English Perenialisme. Al-Hikmah: Jurnal Agama
Competence? A Case in Indonesia. Arab Dan Ilmu Pengetahuan, 13(2), 172–183.
World English Journal, 9(2), 175–185. https://doi.org/10.25299/al-
https://doi.org/10.24093/awej/vol9no2.1 hikmah:jaip.2016
2 STKIP Weetebula. (2015). Statuta STKIP
Polya, G. (1973). How to Solve It. New Weetebula. Weetebula: Yayasan
Jersey: Princeton University Press. Pendidikan Nusa Cendana.
Putra, A. F., & Setiawati, D. (2020). Studi Sukmadinata, N. S. (1997). Pengembangan
Kepustakaan Penerapan Konseling Kurikum: Teori dan Praktek. Bandung:
Cognitive Information Processing (CIP) Remaja Rosdakarya.
Dalam Lingkup Pendidikan. Jurnal BK Supriatna, A. R. (2013). Meningkatkan
UNESA, 11(5), 773–784. Kualitas Pembelajaran Melalui Active
https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/ind Learning In High Education (Alihe)
ex.php/jurnal-bk- Pada Mata Kuliah Pendidikan IPA SD di
unesa/article/view/36060/32069 Jurusan PGSD FIP UNJ. Jurnal
Riduwan, A. (2016). Pelaksanaan Kegiatan Perspektif Ilmu Pendidikan, 27(1), 15–
Pengabdian Kepada Masyarakat Oleh 21.
Perguruan Tinggi. Ekuitas: Jurnal Suyatno, Jumintono, Pambudi, D. I., Mardati,
Ekonomi Dan Keuangan, 3(2), 95–107. A., & Wantini. (2019). Strategy of
https://doi.org/10.24034/j25485024.y19 Values Education in the Indonesian
99.v3.i2.1886 Education System. International
Rumata, V. M. (2017). ANALISIS ISI Journal of Instruction, 12(1), 607–624.
KUALITATIF TWITTER https://doi.org/https://doi.org/10.29333/i
“#TaxAmnesy” dan “#AmnestiPajak.” ji.2019.12139a
Jurnal Penelitian Komunikasi Dan Syafeie, A. K. (2020). Internalisasi Nilai-
Pembangunan, 18(1), 1–7. Nilai Iman Dan Taqwa Dalam
https://doi.org/10.31346/jpkp.v18i1.840 Pembentukan Kepribadian Melalui
Ruslan. (2018). Perspektif Aliran Filsafat Kegiatan Intrakurikuler. Al-Tarbawi Al-
Progresivisme Tentang Perkembangan Haditsah: Jurnal Pendidikan Islam,
Peserta Didik. Jurnal Ilmu Sosial Dan 4(1), 60–75.
Pendidikan, 2(2), 211–217. https://doi.org/10.24235/tarbawi.v5i1.6
Salu, V. R., & Triyanto. (2017). Filsafat 280
Pendidikan Progresivisme dan Taba, H. (1962). Curriculum Development:
Implikasinya dalam Pendidikan Seni di Theory and Practice. New York:

151
Daga, Jurnal Edukasi Sumba (JES), 2020 (4) 2 :138-152 p-ISSN: 2549-8533
e-ISSN : 2714-8580

Harcourt Brace Jovanovich.


Thaib, M. I. (2015). Essensialisme Dalam
Perspektif Filsafat Pendidikan Islam.
Jurnal Mudarrisuna, 4(2), 731–762.
Titus, H. H., Marilyn, S. S., & Richard T, N.
(1984). Persoalan-Persoalan Filsafat.
Terjemahan Rasjidi. Jakarta: Bulan
Bintang.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen.
Wahana, P. (2008). Menguak Kebenaran Ilmu
Pengetahuan Dan Aplikasinya Dalam
Kegiatan Perkuliahan. Jurnal Filsafat,
18(3), 273–294.
https://doi.org/10.22146/jf.3528
Wening, S. (2012). Pembentukan Karakter
Bangsa Melalui Pendidikan Nilai. Jurnal
Pendidikan Karakter, 2(1), 55–66.
https://doi.org/https://doi.org/10.21831/j
pk.v0i1.1452
Winarso, W. (2017). Dasar Pengembangan
Kurikulum Sekolah. Cirebon: IAIN
Syekh Nurjati.
Yunus, H. A. (2016). Telaah Aliran pendidikan
Progresivisme dan Esensialisme Dalam
Perspektif Filsafat Pendidikan. Jurnal
Cakrawala Pendasakrawala Pendas,
2(1), 29–39.

152

Anda mungkin juga menyukai