Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KEPERAWATAN BENCANA

SURVEILANS BENCANA

KELOMPOK 1

Auralady Angel Abubar


Arni Silambi’ (C2014201010)

Dina T. Arruanlinggi (C2014201016)


Elisabet Banger (C2014201018)
Fidelia Anugerah (C2014201021)
Herlina Bumbungan (C2014201024)
Jovan Dumatubun C2014201030)
Sriyuni Lestari Matasak (C2014201041)

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAM


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS MAKASSAR
2023

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Surveilans Bencana”
Terima kasih kami ucapkan kepada Dosen yang telah membantu kami baik secara moral
maupun materi. Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah mendukung
kami sehingga dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Kami menyadari bahwa
makalah yang saya buat ini masih jauh dari kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa,
maupun penulisannya.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pembaca yang menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa
mendatang. Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Makassar, 6 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................1

1.3 Tujuan Masalah................................................................................................................1

BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................................2

A. Pengertian Surveilans Bencan........................................................................................3

B. Peranan Surveilans ketika Bencana ............................................................................4

C. Upaya Surveilans ketika Bencana...............................................................................9

D. Manfaat Surveilans ketika Bencana…………………………………………………..12

E. Metode Pengumpulan Data Surveilans Ketika Bencana…………………………..….13

F. langkah-langkah kegiatan Surveilans Ketika Bencana……………………………..…17

BAB III PENUTUP................................................................................................................17

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................18

3.2 Saran...............................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami dan aktivitas
manusia, seperti letusan gunung, gempa bumi dan tanah longsor. Karena Ketidak
berdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingg
menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkansampai kematian.
Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untukmencegah atau menghindari
bencana dan daya tahan mereka. Pemahaman ini berhubungan dengan pernyataan:
"bencana muncul bila ancaman bahaya bertemu dengan ketidakberdayaan". Dengan
demikian, aktivitas alam yang berbahaya tidakakan menjadi bencana alam di daerah
tanpa ketidakberdayaan manusia, misalnya gempa bumi di wilayah tak berpenghuni.
Konsekuensinya, pemakaian istilah "alam" juga ditentang karena peristiwa tersebut
bukan hanya bahaya atau malapetaka tanpa keterlibatan manusia. Besarnya potensi
kerugian juga tergantung pada bentukbahayanya sendiıri, mulai dari kebakaran, yang
mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan meteor besar yang
berpotensi mengakhiri
peradaban umat.
Centre For Research On The Epedemiology Of Duaster (CRED) dalam publikasi 2018
review of disaster events memaparkan pada tahun 2018 karena perubahan iklim
berhubungan dengan kondisi kejadian geofisika tercatat dalam EM-DAT terjadi 10,733
kematian dan lebih dari 60 juta manusia menjadi korban di seluruh dunia. Hal yang
terlapor menyebutkan Indonesia tercatat mendekati setengah dari total kematian oleh
karena bencana. Menurut laporan Annual Disaster Statistical Review 2016, Indonesia
masuk dalam sepuluh negara yang sering mengalamia bencana alam (Prasetyo, 2019).
Hala ini perlu mendapatkan perhatian bagi Masyarakat Indonesia karean dari data CRED
tahun 2019 korban meninggak akibat bencana diakibatkan oleh bencana gempa-tsunami,
gempa bumi, dan gunung Meletu. Merujuk pada jumlah korban yang besa diperlukan
persiapan yang matang dan tertata pada tatanan Masyarakat di tingkat bawah sampai
tingkat atas di negara. Manajemen resiko bencana perlu dilakukan dengan baik sehingga
dapat mengurangi jumlah korban akibat bencana.
Surveilans Kesehatan dilaksanan secara rutin dan berkesinambungan dalam
kondisi normal maupun kondisi bencana, baik bencana alam maupun non alam. Salah
satu bentuk bencana non alam di bidang Kesehatan adalah terjadinya wabah penyakit
menular, antara lain seperti pandemi COVID-19 sebagaimana masih dialami oleh dunia
saat ini termasuk Indonesia. Dlam kondisi bencana, surveilans Kesehatan sangat berperan
penting dalam deteksi dini serta penanggulangan dan pengendalian penyebaran penyakit
(Mahawati, 2020).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari surveilans bencana?
2. Apa peranan surveilans ketika bencana?
3. Apa Upaya surveilans ketika bencana?
4. Apa manfaat surveilans ketika bencana?
5. Baigamana metode pengumpulan data surveilans Ketika bencana?
6. Bagaimana Langkah-langkah kegiatan surveilans Ketika bencana?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari surveilans bencana.
2. Untuk mengetahui peranan surveilans ketika bencana.
3. Untuk mengetahui Upaya surveilans ketika bencana.
4. Untuk mengetahui manfaat surveilans ketika bencana.
5. Untuk mengetahui metode pengumpulan data surveilans Ketika bencana.
6. Untuk mengetahuiLangkah-langkah kegiatan surveilans Ketika bencana.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Surveilans Bencana


Definisi surveilans menurut WHO adalah kegiatan pemantauan secara cermat dan
terus menenus terhadap berbagai faktor yang menentukan kejadian dan penyebaran
penyakit atau gangguan kesehatan, yang meliputi pengumpulan, analisis, interpretasi dan
penyebarluasan data sebagai bahan untuk penganggulangan dan pencegahan (Eni
Mahawati, 2020).
Sedangkan Pengertian Surveilans Epidemiologi berdasarkan Pusat Manajemen
pengendalian bencana adalah Kegiatan analisis yang sistematis dan terus menerus
terhadap penyakit dan masalah-masalah kesehatan serta kondisi yang memenganuhi
risiko terjadinya peningkatan dan penularan penyakit serta masalah-masalah kesehatan
tersebut agar dapat dilakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui
proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada
penyelenggara program kesehatan, Pusat Data dan surveilans Epidemiologi dan
Kemenkes RI. Dalam definisi ini, surveilans mempunyai arti seperti sistem infomasi
kesehatan rutin. Menurut CDC (Center of Disease Control) Surveilans adalah
Pengumpulan, analisis dan interpretasi data kesehatan secara sistematis dan tenus
menerus yang diperlukan untuk perencanaan, implementasi dan evaluasi upaya kesehatan
masyarakat. Selain itu, kegiatan ini 80 dipacakan dengan diseminasi data secara tepat
waktu kepada pihak pihak yang perlu mengetahuinya (Eni Mahawati, 2020).
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa surveilans adalah pengamatan secara
teratur dan terus menerus terhadap semua aspek penyakit tertentu, baik keadaan maupun
penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan
pengangsulangannya (Eni Mahawati, 2020).
1. Surveilans Penyakit terkait bencana, terutama penyakit menular di lokasi
pengungsian korban bencana, sangat perlu dilakukan survey penyakit- penyakit
yang ada, terutama penyakit menular. Dengan ini diharapkan nantinya ada
tindakan penanganan yang cepat agar tidak terjadi transmisi penyakit tersebut.
Ada 13 besar penyakit menular dan penyakit terkait bencana: Campak, DBD,
diare berdarah, diare biasa, hepatitis, ISPA. keracunan makanan, malaria.
penyakit kulit, tetanus, trauma (fisik) dan thypoid. (Eni Mahawati, 2020).
Penyakit menular yang menjadi prioritas dalam pengamatan dan
pengendalian penyakit:
a. Penyakit yang rentan epidemik (Kondisi padat ): Hepatitis b. Penyakit
dalam program pengendalian nasional: Kolera, Diare berdarah, Campak,
Thypoid fever, Tetanus.
b. Penyakit Endemis yang dapat meningkat pasca bencana Malaria, DBD.
c. Penyebab Utama Kesakitan dan kematian: Pneumonia, campak, Diare,
Malaria, Malnutrisi dan keracunan pangan. (Eni Mahawati, 2020).

Mudahnya penyebaran penyakit pasca bencana dikarenakan olch adanya


penyakit sebelum bencana, adanya perubahan ekologi karena bencana,
pengungsian, kepadatan penduduk di tempat pengungsian dan rusaknya fasilitas
publik. Pengungsi yang termasuk kategori kelompok rentan yaitu: Bayi dan anak
balita, orang tua atau lansia, keluarga dengan kepala keluarga wanita, ibu hamil
(Eni Mahawati, 2020).
2. Surveilans data Pengungsi Data Pengungsi meliputi data jumlah total pengungsi
dan kepackatan di tempat pengungsian, data pengungsi menurut lokasi, golongan
umur, dan jenis kelamin. Data dikumpulkan setiap minggu atau bulanan.
3. Surveilas Kematian Data-data yang termasuk dalam kelompok data kematian
meliputi nama, tempat atau barak, umur, jenis kelamin, tanggal meninggal,
diagnosis, gejala, identitas pelapor.
4. Surveilms Rawat jalan
5. Surveilans air dan sanitasi
6. Surveilans Gizi dan Pangan
7. Surveilans Epidemiologi Pengungsi. (Eni Mahawati, 2020).

B. Peranan Surveilans Bencana

Surveilans kesehatan diselenggarakan agar dapat melakukan Tindakan


penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan
data, analisis data, dan diseminasi kepada pihak-pihak terkait yang membutuhkan
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015). Tujuan penyelenggaraan surveilans
epidemiologi pengungsi adalah mendapatkan gambaran epidemiologi penyakit prioritas,
dan faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan penyakit prioritas, secara terus
menerus dan sistematis untuk memberikan dukungan informasi epidemiologi terhadap
penyelenggaraan penanggulangan pengungsi dibidang kesehatan atau yang berkaitan
dengan Kesehatan. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).
Surveilans kesehatan mengedepankan kegiatan analisis atau kajian epidemiologi
serta pemanfaatan informasi epidemiologi, tanpa melupakan pentingnya kegiatan
pengumpulan data dan pengolahan data dan penyelenggaraan surveilans kesehatan harus
mampu memberikan gambaran epidemiologi antara lain komponen pejamu, agen
penyakit, dan lingkungan yang tepat berdasarkan dimensi waktu, tempat dan orang.
Karakteristik pejamu, agen penyakit, dan lingkungan mempunyai peranan dalam
menentukan cara pencegahan dan penanggulangan jika terjadi gangguan keseimbangan
yang menyebabkan sakit (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).
Tujuan surveilans saat bencana:
1. Memonitor Kesehatan Penduduk dan identifikasi kebutuhan.
2. Monitoring tingkat kedaruratan melalui amalisa data kesakitan dan
kematian.
3. Mengikuti trend insidens dan CFR penyakit utama guna deteksi dan
penanggulangan dini KLB.
4. Membantu perencanaan dan pelaksanaan program kesehatan.
5. Menjamin alokasi sumber daya pada kelompok rawan Monitoring dampak
intervensi khusus (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).
Peranan surveilans dalam situasi darurat:
1. Pada situasi normal melakukan surveilans rutin system kewaspadaan dini.
2. Ancaman kedaruratan membutuhkan respon yang cepat dan surveilans
intensif, seperti menentukan upaya penanggulangan, menilai keberhasilan
upaya penanggulangan, menilai situasi dan kecenderungan pada situasi
darurat.
3. Pada saat kedaruratan terjadi melakukan penilaian cepat kebutuhan
kesehatan dan surveilans intensif. Setelah situasi normal, kegiatan kembali
surveilans rutin. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).

Surveilan pada saat bencana dibagi menjadi tahapan:

1. Surveilans pra bencana (Sistem Kewaspadaan dini)


Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) merupakan salah satu kegiatan
survailans yang kegunaannya untuk mewaspadai gejala atau potensi akan
timbulnya KLB penyakit menular pada situassi bencana atau krisis
kesehatan yang harus dilaksanakan oleh petugas survailan yang ada
lapangan Hal tersebut diatas adalah merupakan tugas dari tim survailan
kesehatan untuk melaksanakan SKD-KLB, namun SKD- KLB akan
menjadi lebih berdaya-guna dan berhasil-guna (efektif dan efisien), maka
masyarakat perlu dilibatkan sebagai ujung tombak pengamatan penyakit.
Untuk itu masyarakat perlu mengetahui tanda- tanda findicator yang dapat
menyatakan suatu kondisi akan berubah menjadi kondisi yang
membahayakan lingkungan hidupnya (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2015).
a. Tujuan Umum:
Terselengaranya upaya kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap
kemungkinan terjadinya KLB pada situasi kedaruratan atau kondisi
yang mengancam kesehatan I pada wilayah yang menjadi tempat
penampungan korban bencana sebagai dasar untuk dilakukan respon
tindakan pencegahan dan penanggulangan yang cepat dan tepat
terhadap faktor faktor risiko yang kemungkinan dapat menyebabkan
gangguan terhadap status kesehatan desa terutama terjadinya KLB
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).

b. Tujuan khusus:
a) Masyarakat mengetahui tanda-tanda kondisi yang mengancam
kesehatan di desa terutama kemungkinan timbulnya KLB
penyakit.
b) Masyarakat dengan dibantu Petugas kesehatan dapat melakukan
pencegahan dini terhadap faktor-faktor risiko yang dapat
menimbulkan gangguan status kesehatan di desa terutama
terjadinya KLB penyakit menular.
c) Masyarakat atau Petugas kesehatan dapat melaporkan secara
cepat,,tepat segera setiap ada indikasi kemungkinan akan
terjadinya gangguan status kesehatan desa terutama KLB
melalui saluran informasi yang dapat diandalkan. (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2015)
c. Sasaran
a) Merupakan daerah rawan kedaruratan kesehatan yang
masyarakatnya secara langsung terancam kondisi kesehatannya.
apaya untuk mengurangi tingkat pemaparan masyarakat terhadap
faktor-faktor risiko (upaya mitigasi diperkirakan dapat
dilaksanakan untuk mengurangi kondisi keretanan yang
diakibatkan oleh situasi kedaruratan Kesehatan (Kementerian).
b) Sasaran sistem kewaspadaan dini KLB pada situasi kedaruratan
meliputi penyakit menular berpotensi KLB, kondisi rentan KLB
dan faktor risiko atas kemungkinan terjadinya KLB (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2015).
c) Penyakit menular yang pedu mendapat perhatian utama adalah
penyakit menular berpotensi wabah, yaitu Diare, Malaria, Campak,
Ispa dan demam berdarah, disamping penyakit- penyakit lainnya
yang bersifat lokal, penyakit baru dan penyakit timbul kembali
(emerging dan re-emerging disease) (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2015).
d) Pelaksanaa
Kegiatan SKD merupakan peningkatan atau akselerasi kegiatan
survailans rutin penyakit potensial KLB yang telah berjalan, yaitu
dengan meningkatkan kelengkapan dan ketepatan laporan
mingguan penyakit potensial KLB melalui formulir yang telah
ditentukan serta secara konsisten melakukan penyajian dan analisis
data degan teratur secara periodik waktu mingguan tehadap setiap
laporan kasus dan setiap indikator faktor risiko dan penyakit
menular (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).
Kegiatan ini penting untuk dilaksanakan, baik oleh jajaran
kesehatan di pos kesehatan, di Puskesmas maupun oleh masyarakat
sendiri, dimana masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab
sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Inti dari pelaksanaan
kewaspadaan dini adalah kepekaan atau kepedulian masyarakat
terhadap ancaman pada lingkungan hidupnya dan tim kesehatan
berperan sebagai fasilitator utk menyampaikan pesan dari
masyarakat kepada instanu yang berwenang dan menjadi motivator
terhadap respon yang akan dilaksanakan (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2015).

2. Surveilans pada waktu bencana


Tujuan surveilan pada waktu bencana adalah memperoleh
informasi yang diperlukan untuk kegiatan tanggap darurat & kebutuhan
hidup dasar (termasuk kebutuhan kesehatan & sanitasi) Surveilans pada
saat bencana dilaksanakan bersamaan dengan RHA (Rapid Health
Assessment). Informasi yang adalah jumlah (meninggal, luka), kondisi
umum penduduk, kondisi umum lingkungan & sanitasi, kondisi sarana
pelayanan kesehatan, akses untuk penyaluran bantuan dan sebagainya)
Kajian RHA: memberikan rekomendasi untuk pelaksanaan bantuan
penanggulangan sesuai prioritas (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2015).
Rapid Health Assessment (RHA)
a. Karakteristik epidemiologi korban bencana
b. Gambaran kondisi kesling dilokasi bencana
c. Kemampuan pelayanan pencegahan penyakit di daerah bencana
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015)
Intensifikasi/Memperkuat Surveilans Bencana
a. Laporan kasus/kematian
b. Sistem Kewaspadaan Dini
c. KLB. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015) 3.
Surveilans pasca bencana
3. Surveilans pasca bencana
Tujuan: memperoleh informasi penyakit (utamanya yang
berpotensi KLB) dan faktor risiko lingkungan. Dilaksanakan setelah tahap
kritis tanggap darurat medik dan dibentuknya pos-pos kesehatan.
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015)
Informasi yang dikumpulkan:
a. Penyakit: Diare. ISPA. Campak, Malaria (format mengacu WHO
& menurut kondisi bencana setempat).
b. faktor Risiko air, tinja, limbah, genangan, vektor, lalat
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).

Dalam kondisi bencana peran Surveilans dapat di jelaskan sebagai berikut:


1. Saat Bencana sebagai acuan untuk melakukan Rapid Health
Assesment (RHA) melihat dampak-dampak apa saja yang
ditimbulkan oleh bencana, seperti berapa jumlah korban, barang-
barang apa saja yang dibutuhkan segera, peralatan apa yang harus
disediakan, berapa banyak pengungsi dengan kategori bayi, anak
anak, lansia, seberapa parah tingkat kerusakan dan kondisi sanitasi
lingkungan (Eni Mahawati, 2020).
2. Setelah bencana: Data-data yang akan diperoleh dari kejadian
bencana harus dapat dianalisis dan dibuatkan kesimpulan berupa
rencana kerja atau kebijakan, misalnya apa saja yang harus
dilakukan masyarakat untuk kembali dari pengungsian,
rekonstruksi dan rehabilitasi seperti apa yang harus diberikan
kepada korban bencana (Eni Mahawati, 2020).
3. Menentukan arah respon penanggulangan dan menilai keberhasilan
respon/ evaluasi. Manajemen penanggulangan bencana meliputi
fase I untuk tanggap darurat, Fase II untuk fase akut. Fase Ill untuk
recovery rehabilitasi dan rekonstruksi. Prinsip dasar
penanggulangan bencana adalah pada tahap Preparedness atau
kesiapsiagaan sebelum terjadi bencana (Eni Mahawati, 2020).

C. Upaya Surveilans Ketika Bencana

1. Pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan kesehatan masyarakat, kesehatan


reproduksi dan kesehatan jiwa. Terkait dengan sarana pelayanan kesehatan, satu
Pusat Kesehatan pengungsi idealnya digunakan untuk melayani 20.000 orang,
sedangkan satu Rumah Sakit untuk 200,000 sasaran. Penyediaan pelayanan
kesehatan juga dapat memanfaatkan partisipasi Rumah Sakit Swasta, Balai
Pengobatan Swasta, LSM lokal maupun internasional yang terkait dengan bidang
kesehatan. (Widayatun & Fatoni, 2016).
2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, seperti vaksinasi, penanganan
masalah umum kesehatan di pengungsian, manajemen kasus, surveilans dan
ketenagaan. Berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM), Kementerian Kesehatan
telah menetapkan jumlah kebutuhan tenaga kesehatan untuk penanganan 10.000-
20.000 pengungsi, terdiri dari: pekerja kesehatan lingkungan (10-20 orang), bidan (5-
10 orang), dokter (1 orang), paramedis (4-5 orang), asisten apoteker (1 orang), teknisi
laboratorium (1 orang), pembantu umum (5-1 0 orang), pengawas sanitasi (2-4
orang), asisten pengawas sanitasi (10- 20 orang). (Widayatun & Fatoni, 2016).
3. Gizi dan pangan, termasuk penanggulangan masalah gizi di pengungsian, surveilans
gizi, kualitas dan keamanan pangan. Identifikasi perlu dilakukan secepat mungkin
untuk mengetahui sasaran pelayanan, seperti jumlah pengungsi, jenis kelamin, umur
dan kelompok rentan (balita, ibu hamil, ibu menyusui, lanjut usia). Data tersebut
penting diperoleh, misalnya untuk mengetahui kebutuhan bahan makanan pada tahap
penyelamatan dan merencanakan tahapan surveilans berikutnya. Selain itu,
pengelolaan bantuan pangan perlu melibatkan wakil masyarakat korban bencana,
termasuk kaum perempuan, untuk memastikan kebutuhan-kebutuhan dasar korban
bencana terpenuhi. (Widayatun & Fatoni, 2016).
4. Lingkungan, meliputi pengadaan air, kualitas air, pembuangan kotoran manusia,
pengelolaan limbah padat dan limbah cair dan promosi kesehatan.

Beberapa tolok ukur kunci yang perlu diperhatikan adalah:


a. persediaan air harus cukup minimal 15 liter per orang per hari.
b. Jarak pamukiman terjauh dan sumber air tidak lebih dari 500 meter
c. Satu kran air untuk 80-100 orang
d. Satu jamban digmakan maksimal 20 orang, dapat diatur menunt rumah tangga
atau menurut jenis kelamin.
e. Jamban berjarak tidak lebih dari 50meter dari pemukian atau tempat
pengungsian
f. Bak atau lubang sampah keluarga berjarak tidak lebih dari 15meter dan lubang
sampah umum berjarak tidak lebih dari 100meter dari pemukiman atau tempat
pengungsian.
g. Bak/lubang sampah memiliki kapasitas 100 liter per 10 keluarga
h. Tidak ada genangan air, air hujan, luapan air atau banjir di sekitar pemukiman
atau tempat pengungsian. (Widayatun & Fatoni, 2016).

5. Hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan dasar kesehatan, seperti penampungan


keluarga, sandang dan kebutuhan rumah tangga. Ruang tertutup yang tersedia,
misalnya, setidaknya tersedia per orang rata-rata berukuran 3,5-4,5 m. Kebutuhan
sandang juga perlu memperhatikan kelompok sasaran tertentu, seperti pakaian
untuk balita dan anak-anak serta pembalut untuk perempuan remaja dan dewasa
(Widayatun & Fatoni, 2016).

1. Rekomendasi terkait pelayanan kesehatan masyarakat, meliputi:


a) Merencanakan kegiatan Puskesmas Keliling sebagai dukungan
sementara.
b) Perlu tenaga fisioterapi untuk perawatan bagi penduduk yang cedera.
c) ketersediaan pangan penduduk kelompok rentan, khususnya program.
d) Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi balita dan ibu hamil.
e) Revitalisasi pelayanan Bidan Desa untuk mendukung program
Kesehatan Ibu dan Anak
f) Revitalisasi tenaga sanitarian untuk menangani kondisi lingkungan yang
tidak sehat, serta.
g) Perlu penanganan psikiatri bagi masyarakat yang mengalami trauma.
Selain itu, rekomenasi juga dikeluarkan terkait pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular, yaitu melakukan surveilans penyakit
menular untuk memperkuat sistem surveilans rutin serta
Mempertimbangkan langkah antisipasi munculnya penyakit
diare,typhus abdominalis, DHF, campak, dan tetanus.

2. Pelayanan kesehatan reproduksi setidaknya meliputi kesehatan ibu dan anak


(KIA), keluarga berencana (KB), deteksi dini infeksi menular seksual QMS)
dan HIV/AIDS serta kesehatan reproduksi remaja.
3. Penanggulangan penderita stes paska trauma antara lain bisa dilakukan
dalam bentuk penyuluhan kelompok besar (lebih dari 20 orang) dengan
melibatkan ahli psikologi serta kader masyarakat yang telah dilatih
(Widayatun Fatoni, 2016).
D. Manfaat Surveilans Ketika Bencana
Surveilans kesehatan diselenggarakan agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan
data, analisis data, dan diseminasi kepada pihak-pihak terkait yang membutuhkan.
Manfaat penyelenggaraan surveilans epidemiologi pengungsi adalah mendapatkan
gambaran epidemiologi penyakit prioritas. dan faktor yang berpengaruh terhadap
perkembangan penyakit prioritas, secara terus menerus dan sistematis untuk memberikan
dukungan informasi epidemiologi terhadap penyelenggaraan penanggulangan pengungsi
dibidang kesehatan atau yang berkaitan dengan kesehatan. Surveilans kesehatan
mengedepankan kegiatan analisis atau kajian epidemiologi serta pemanfaatan informasi
epidemiologi, tanpa melupakan pentingnya kegiatan pengumpulan data dan pengolahan
data dan penyelenggaraan surveilans kesehatan harus mampu memberikan gambaran
epidemiologi antara lain komponen pejamu, agen penyakit, dan lingkungan yang tepat
berdasarkan dimensi waktu, tempat dan orang Karakteristik pejamu, agen penyakit, dan
lingkungan mempunyai peranan dalam menentukan cara pencegahan dan
penanggulangan jika terjadi gangguan keseimbangan yang menyebabkan sakit (Yurianto,
2015).
1. Surveilans pra bencana (Sistem Kewaspadaan dini)
Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) merupakan salah satu kegiatan
survailans yang kegunaannya untuk mewaspadai gejala atau potensi akan
timbulnya KLB penyakit menular pada situasi bencana atau krisis kesehatan yang
harus dilaksanakan oleh petugas survailan yang ada di lapangan. (Yurianto, 2015).
Manfaat surveilans pra bencana adalah:
a. Masyarakat mengetahui tanda-tanda kondisi yang timbulnya KLB
yang dapat mengancam kesehatan di desa terutama kemungkinan.
b. Masyarakat dengan dibantu Petugas kesehatan dapat melakukan
pencegahan dini terhadap faktor-faktor risiko.
c. Masyarakat atau Petugas kesehatan dapat melaporkan secara
cepat.,tepat segera setiap ada indikasi kemungkinan akan terjadinya
gangguan status kesehatan desa terutama KLB melalui saluran
informasi yang dapat diandalkan. (Yurianto, 2015).
2. Surveilans pada waktu bencana
Manfaat surveilan pada waktu bencana adalah memperoleh informasi yang
diperlukan untuk kegiatan tanggap darurat & & kebutuhan hidup dasar (termasuk
kebutuhan kesehatan & sanitasi) Surveilans pada saat bencana dilaksanakan
bersamaan dengan RHA (Rapid Health Assessment). Informasi yang adalah
jumlah (meninggal, luka), kondisi umum penduduk, kondisi umum lingkungan &
sanitasi, kondisi sarana pelayanan kesehatan, akses untuk penyaluran bantuan dan
sebagainya). Kajian RHA: memberikan rekomendasi untuk pelaksanaan bantuan
penanggulangan sesuai prioritas. (Yurianto, 2015).

3. Surveilans Pasca bencana


Tujuan: memperoleh informasi penyakit (utamanya yang berpotensi KLB)
dan faktor risiko lingkungan. Manfaat surveilans pasca bencana:
a. Perencanaan & mobilisasi untuk penanggulangan yang tepat.
b. Memberikan informasi yang bener bagi pimpinan & masyarakat.
c. Secara tidak langsung mencegah KLB & akibat buruk lain (Yurianto,
2015).

Untuk mencegah timbulnya kejadian luar biasa pada situasi bencana, maka
deteksi kasus dan respons pengendalian harus dilakukan secara simultan. Setiap
informasi yang mengarah munculnya sebuah kasus penyakit prioritas di wilayah
bencana (meskipun dalam bentuk rumor), harus ditindak lanjuti dengan proses
verifikasi segera dengan melakukan penyelidikan epidemiologis olch tim yang
ditetapkan sebelumnya. Tim epidemiolog lapangan harus sesegera mungkin
diterjunkan ke lapangan untuk mengambil sampel penderita, melakukan verifikasi
laboratorium, yang apabila memungkinkan dengan menggunakan tes cepat (rapid
test), agar verifikasi diagnosis dapat dilakukan pada saat itu juga. (Husein &
Onasis, 2017).
Hasil penyelidikan epidemiologis, kemudian didiseminasi pada rapat
koordinasi sektor kesehatan, agar semua relawan kesehatan yang berada di
wilayah bencana mempunyai informasi tentang risiko penyebaran penyakit di
wilayah mereka. Diseminasi ini juga diperlukan agar semua stakeholder yang
terkait dengan kegiatan pengendalian penyakit dapat berkoordinasi untuk
menyatukan sumber daya, dan merencanakan program intervensi yang sistematik.
Untuk keperluan itulah mengapa Surveilan penyakit pada situasi bencana juga
menekankan pada aspek kecepatan mendapatkan data, mengolah menganalisa dan
mendesimenasikan informasi tersebut pada semua pihak terkait. & Onasis, 2017).

E. Metode Pengumpulan Data Surveilans Ketika Bencana


Pengumpulan data dilakukan dengan cara:
a. Aktif
Pengumpulan data secara aktif dilakukan dengan cara mendapatkan data secara
langsung dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan, masyarakat atau sumber data
lainnya, melalui kegiatan Penyelidikan Epidemiologi, surveilans aktif
puskesmas/rumah sakit, survei khusus, dan kegiatan lainnya. (PERMENKES,
2014).

b. Pasif
Pengumpulan data secara pasif dilakukan dengan cara menerima data dari
Fasilitas Pelayanan Kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya, dalam
bentuk rekam medis, buku register pasien, laporan data kesakitan/kematian,
laporan kegiatan, laporan masyarakat dan bentuk lainnya. (PERMENKES, 2014).

F. Langkah-langkah Kegiatan Surveilans Ketika Bencana


a. Investigasi penyakit
Setelah pengambilan keputusan perlunya mengambil tindakan maka
terlebih dahulu dilakukan investigasi/penyelidikan epidemiologi penyakit malaria.
Dengan investigator membawa ceklis/format pengisian tentang masalah kesehatan
yang terjadi dalam hal ini adalah penyakit malaria dan bahan untuk pengambilan
sampel di laboratorium. Setelah melakukan investigasi penyelidikan kemudian
disimpulkan bahwa benar-benar telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria
yang perlu mengambil tindakan atau sebaliknya (Arias, 2016)
b. Tindakan penanggulangan
Tindakan penanggulangan yang dilakukan melalui pengobatan segera
pada penderita yang sakit, melakukan rujukan penderita yang tergolong berat,
melakukan penyuluhan mengenai penyakit malaria kepada masyarakat untuk
meningkatkan kesadaran agar tidak tertular penyakit atau menghindari penyakit
tersebut, melakukan gerakan kebersihan lingkungan untuk memutuskan rantai
penularan (Arins, 2016).
c. Evaluasi data sistem surveilans
Program surveilans sebaiknya dinilai secam periodik untuk dapat
dilakukan evaluasi manfaat kegiatan surveilans. Sistem dapat berguna apabila
memenuhi salah satu dari pernyataan berikut:
a. Apakah kegiatan surveilans dapat mendeteksi kecenderungan dan
mengidentifikasi perubahan dalam kejadian kasus.
b. Apakah program surveilans dapat mendeteksi epidemik kejadian kasus di
wilayah tersebut.
c. Apakah kegiatan surveilans dapat memberikan informasi tentang besarnya
morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan kejadian penyakit di
wilayah tersebut.
d. Apakah program surveilans dapat mengidentifikasi faktor-faktor resiko yang
berhubungan dengan kasus atau penyakit. (Sutanto, 2016).
d. Peringatan Dini
Peringatan Dini yaitu kegiatan yang memberikan tanda atau isyarat
terjadinya bencana pada kesempatan pertama dan paling awal. Peringatan dini ini
diperlukan bagi penduduk yang bertempat tinggal didaerah rawan bencana agar
mereka mempunyai kesempatan untuk menyelamatkan diri (Sutanto, 2016).
e. Penyelamatan dan Pencarian
Penyelamatan dan Pencarian yaitu kegiatan yang meliputi pemberian
pertolongan dan bantuan kepada penduduk yang mengalami bencana. Kegiatan ini
meliputi mencari, menyeleksi dan memilah penduduk yang meninggal, luka berat,
luka ringan serta menyelamatkan penduduk yang masih hidup. (Sutanto, 2016).
f. Pengungsian
Pengungsian yaitu kegiatan memindahkan penduduk yang sehat, lukn
ringan dan luka berat ketempat pengungian (evakuasi) yang lebih aman dan
terlindung dari resiko dan ancaman bencana. (Sutanto, 2016).
g. Penyantunan dan pelayanan
Penyantunan dan pelayanan yaitu kegiatan pemberian pertolongan kepada
para pengungsi untuk tempat tinggal sementara, makan, pakaian dan kesehatan.
Konsolidasi, yaitu kegiatan untuk mengevaluasi seluruh kegiatan yang telah
dilaksanakan oleh petugas dan mesyarakat dalam tanggap darurat, antara lain
dengan melakukan pencarian dan penyelamatan ulang, penghitungan ulang
korban yang meninggal, hilang. luka berat, luka ringan dan yang mengungsi.
(Sutanto, 2016)
h. Rekonstruksi
Rekonstruksi yaitu kegiatan untuk membangun kembali berbagai yang
diakibatkan oleh bencana secara lebih baik dari pada keadaan sebelumnya dengan
telah mengantisipasi berbagai kemungkinan terjadinya bencana di masa yang
akan datang. Disini peranan K 3 menjadi penting untuk mendukung siklus itu.
(Sutanto, 2016).
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Surveilans adalah pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua
aspek penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu
masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangannya.
Peran surveilans bencam: 1) Saat bencana: sebagai acuan untuk melakukan Rapid
Health Assesment (RHA). 2) Setelah bencam: data- data yang akan diperoleh dari
kejadian bencana harus dapat dianalisis dan dibuatkan kesimpulan berupa rencana
kerja atau kebijakan. 3) Menentukan arah respon penanggulangan dan menilai
keberhasilan respon/evaluasi.
Upaya surveilans ketika bencana yaitu pelayanan kesehatan, pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular, gizi dan pangan, dan lingkungan, serta hal-hal
yang berkaitan dengan kebutuhan dasar kesehatan.
Manfaat surveilans ketika bencana yaitu 1) Surveilans pra bencana (Sistem
Kewaspadaan dini): mengetahui tanda-tanda kondisi yang mengancam kesehatan di
desa terutama kemungkinan timbulnya KLB penyakit, dapat melakukan pencegahan
dini terhadap faktor-faktor risiko yang dapat menimbulkan gangguan status
kesehatan di desa terutama terjadinya penyakit menular, dan dapat melaporkan
secara cepat.,tepat segera setiap ada indikasi kemungkinan akan terjadinya gangguan
status kesehatan desa terutama KL.B melalui saluran informasi yang dapat
diandalkan. 2) Surveilans pada waktu bencana: Manfaa surveilan pada waktu
bencana adalah memperoleh informasi yang diperlukan untuk kegiatan tanggap
darurat & kebutuhan hidup dasar (termasuk kebutuhan kesehatan & sanitasi)
Surveilans pada saat bencana dilaksanakan bersamaan dengan RHA (Rapid Health
Assessment). 3) Surveilans pasca bencana: perencanaan & mobilisasi untuk
penanggulangan yang tepat, memberikan informasi yang benar bagi
B. SARAN
Surveilans bencana dilakukan secara berkesinambungan mulai dari pra bencana,
saat bencana dan pasca bencana. Jadi perlu koordinasi dan kerjasama yang baik
antara pihak-pihak terkait agar persiapan mengahadapi bencana dan intervensi
setelah bencana dapat terlaksana dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Ghani, A., Kesehatan, F. L., & Epidemiologi, P. (2016). Epidemiologi Kesehatan Darurat
(Epidemiologi IV) Tidak bermanfaat Twitter. Epidemiologi IV, 100.
Husein, A., & Onasis, A. (2017). Manajemen Bencana. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kementeri Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1116/Menkes/Sk/Viii/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Kesehatan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Modul Peningkatan Kapasitas Petugas
Kesehatan dalam Pengurangan Risiko Bencana Internasional (International Training
Consortium on Disaster Risk Reduction). Modul Peningkatan Kapasitas Petugas Kesehatan
Dalam Pengurangan Risiko Bencana Internasional Dalam Pengurangan Risiko Bencana
Internasional, 227-248. https://www.who.int/docs/default- source/searo/indonesia/non-
who-publications/2015-training-on-disaster- risk-reduction-bahasa.pdf?sfvrsn-c9bba3c1_2.
Mahawati, E., dkk. (2020). Surveilans Kesehatan dalam Kondisi Bencana. Semarang: Sultan
Agung Press.
Oktaviana, F. (2018). Peran Petugas Kesehatan dalam Penanggulangan Bencana. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 3(1) 79-82.
Prasetyo, W. (2019). Literature Review: Kesadaran Dan Kesiapan Manajemen Bencana Jurnal
Ners LENTERA, 7(2) 153-166.
Sutanto. 2016. Peranan K3 Dalam Manajemen Bencana. Diponegoro.
Widayatun, & Fatoni, Z. (2016). PERMASALAHAN KESEHATAN DALAM KONDISI
BENCANA PERAN PETUGAS DAN PARTISIPASI MASYARAKAT. Jumal
Kependudukan Indonesia. 45-46.

Anda mungkin juga menyukai