Anda di halaman 1dari 3

Nama: Ahnaf Dzaky Rheinanda

NIM: 1904074062

Mata Kuliah: Kejahatan Korporasi

ANALISIS PUTUSAN Nomor 81/Pid.Sus/Tipikor/2018/PN.Jkt.Pst

Praktik korupsi dalam pengadaan barang atau jasa tidaklah sulit dilakukan
karena menggunakan metode mark-up. Para pelaku dalam praktik korupsi
pengadaan barang atau jasa pemerintah tidak perlu memiliki keahlian khusus untuk
menjadi koruptor dalam pengadaan barang dan jasa. Mendapatkan barang atau jasa
adalah tugas yang diawali dengan kebutuhan pemerintah guna menunjang
perkerjaan para pegawainya. Dalam praktik ini, korupsi yang dilakukan oleh
koruptor meliputi, penyuapan, penggelapan, pemalsuan, posisi/kewenangan,
konflik kepentingan (seperti memiliki bisnis sendiri), komisi, nepotisme, dan
sumbangan atau sumbangan ilegal semuanya dapat mengarah pada korupsi dalam
pembelian barang atau jasa.

Korupsi yang dilakukan oleh korporasi bisa kita pelajari dari kasus pada PT.
Duta Graha Indah (PT DGI) yang telah berganti nama sebagai PT Nusa Konstruksi
Enjiniring (PT NKE) yang divonis membayar hukuman sebanyak 700 juta rupiah
dan membayar uang pengganti sejumlah 85.4 miliar, dan hukuman tambahan
menggunakan melarang PT NKE mengikuti tender proyek pemerintah selama enam
bulan. Vonis tersebut adalah vonis pertama bagi perusahaan/korporasi yang
melakukan tindak pidana korupsi. Dalam masalah ini PT. NKE terbukti
memperkaya korporasi sejumlah 240 miliar melalui delapan proyek yg diperoleh.

Dalam peraturan perundang-undangan aturan pidana Indonesia dinyatakan


bahwa pengertian korporasi itu merupakan kumpulan terorganisasi menurut orang
dan atau kekayaan baik adalah badan aturan juga bukan badan aturan. Ada tiga
elemen mampu meminta pertanggungjawaban pidana korporasi, yaitu pengurus
atau wakil korporasi itu wajib memiliki wewenang pada bertindak buat kepentingan
korporasinya pada lingkup kewenangannya. Kedua, tindakan pengurus atau wakil
itu merupakan buat kepentingan korporasinya. Ketiga, tindak pidana yang
dilakukan tersebut ditoleransi korporasinya.
PT. NKE diputus bersalah pada kasus korupsi proyek pembangunan rumah
sakit khusus infeksi dan pariwisata Universitas Udayana tahun aturan 2009 hingga
menggunakan 2010. Dalam putusan ini PT. NKE diwajibkan membayar denda
sebesar Rp. 700 juta. Selain itu mewajibkan PT. NKE juga harus membayar uang
pengganti sejumlah Rp 85,4 miliar, hakim juga menjatuhkan sanksi tambahan
dengan melarang PT. NKE mengikuti tender proyek pemerintah selama enam
bulan. Vonis hakim dalam putusan ini dinilai lebih rendah dari pada Tuntunan Jaksa
Penuntut Umum. Jaksa menuntut PT. NKE dijatuhi sanksi hukuman Rp. 1 miliar
dan membayar uang pengganti Rp. 188,7 miliar dan meminta supaya mencabut hak
dari PT. NKE mengikuti tender pemerintah sampai 2 tahun. PT. NKE didakwa
melanggar pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang
perubahan atas Undangundang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 dan pasal 64 ayat (1) KUHP. Penjatuhan
vonis terhadap PT NKE menurut saya telah sesuai, karena uang pengganti menjadi
pidana tambahan selain pidana tambahan yang dimaksud pada KUHP, jumlahnya
sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana
korupsi, telah diterapkan. Selain itu terkait menggunakan pencabutan hak untuk
mengikuti tender selama enam bulan, meskipun hal ini dipandang belum bisa
mengakibatkan efek jera, tetapi putusan ini telah sempurna lantaran pencabutan hak
jangan hingga mematikan korporasi sebagai akibatnya karyawan perusahaan
menerima akibatnya kehilangan pekerjaan dan penghasilan.

Selanjutnya jika dianalisis menggunakan teori pertanggungjawaban pidana,


dalam doktrin hukum pidana ada 5 teori pertanggungjawaban korporasi, yaitu:

a Pertama, teori identifikasi yang menyatakan bahwa suatu korporasi dapat


melakukan kejahatan melalui individu yang bertindak untuk dan atas nama
korporasi yang mempunyai posisi tinggi atau memainkan suatu fungsi kunci
pada pengambilan keputusan korporasi.
b Kedua, teori vicarious liability yang menyatakan bahwa seseorang dapat
bertanggung jawab atas perbuatan pidana yang dilakukan oleh orang lain
dalam lingkup pekerjaannya.
c Ketiga, teori delegasi yang menyatakan bahwa pertanggungjawaban pidana
diletakkan kepada orang yang oleh direksi diberi delegasi melakukan
wewenang korporasi.
d Keempat, teori agregasi yang menyatakan bahwa pertanggungjawaban
pidana dapat dibebankan pada korporasi apabila perbuatan tersebut
dilakukan sejumlah orang yang memenuhi unsur pelanggaran hukum yang
saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri.
e Kelima, teori model budaya kerja yang menyatakan bahwa kebijakan
korporasi mempengaruhi cara kerja korporasi dan dapat dimintai
pertanggungjawaban.

Kasus PT NKE dapat kita analisis, bahwa menurut doktrin vicarious


liability, korporasi dan pengurus bisa secara bersama sama dimintai
pertanggungjawaban, perlu diketahui bahwa Dudung Purwadi selaku Direktur
Utama dan Mohammad El Idris selaku Wakil Direktur Marketing bertindak untuk
dan atas nama korporasi PT. NKE bersama sama bekerja sama dengan
Muhammad Nazarudin supaya memenangkan tender proyek pembangunan rumah
sakit khusus infeksi dan pariwisata Universitas Udayana. Maka sangat jelas
tindakan Dudung Purwadi dan Mohammad El Idris dalam rangka memberikan
manfaat bagi korporasi, sebagai akibatnya divonis telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. PT. NKE adalah
korporasi pertama yang divonis korupsi, hal ini menunjukkan bahwa aturan
pidana Indonesia sudah benar-benar mendapat dan menerapkan subjek hukum
korporasi pada tindak pidana korupsi. Dalam konteks pembaharuan hukum pidana
sebagaimana pada RUU KUHP Agustus 2019 disebutkan bahwa korporasi adalah
subjek tindak pidana dan pertanggungjawaban atas tindak pidana oleh korporasi
dikenakan terhadap korporasi, pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional,
pemberi perintah, pemegang kendali, dan/atau pemilik manfaat korporasi. Teori
dalam pertanggungjawaban korporasi Teori Identifikasi, Teori Vicarious
Liability, Teori Delegasi, Teori Agregasi, Maupun Teori Budaya Kerja adalah
beberapa teori yang dapat digunakan untuk mewujudkan pemidanaan bagi
korporasi. Penegak hukum bebas menentukan teori dan doktrin mana yang akan
digunakan sebagai acuan teori pemidanaan. Dengan tetap mengedepankan asas
tiada pidana tanpa kesalahan dan berpedoman dalam undang-undang yang
berlaku.

Anda mungkin juga menyukai