Aspek Etika Radiologi Intervensi Pada Pasien Kanker Oleh: DR Ida Bagus Putu Alit, SPFM (K), DFM Departement Forensik Dan Studi Medikolegal FK Unud
Aspek Etika Radiologi Intervensi Pada Pasien Kanker Oleh: DR Ida Bagus Putu Alit, SPFM (K), DFM Departement Forensik Dan Studi Medikolegal FK Unud
Oleh:
dr Ida Bagus Putu Alit, SpFM(K),DFM
Departement Forensik dan Studi Medikolegal FK UNUD
Disampaikan pada Seminar “Current Update in Oncology Imaging and Digital Breast Tomosynthesis”
Pendahuluan
Radiologi Intervensi merupakan pengembangan ilmu dan teknologi kedokteran yang baru
dalam menentukan diagnosis maupun terapi kanker. Dengan panduan gambar-gambar foto yang
dihasilkan oleh alat-alat radiologi maka terapi terhadap kanker dapat dilakukan dengan invasi
minimal. Terapi dengan Radiologi Intervensi pada pasien kanker umumnya dengan embolisasi
atau dengan sitostatika regional.
Radiologi Intervensi sebagai tindakan pelayanan kesehatan dalam pelaksanaanya tidak
terlepas dari norma-norma pelayanan yang mengatur pelayanan kesehatan. Norma etika, norma
disiplin dan norma hukum harus dipergunakan sebagai payung legalitas pelayanan. Pemenuhan
hak-hak pasien baik sebagai individu maupun sebagai mahluk sosial, penerapan teknologi baru,
kompetensi, profesionalisme dan aturan-aturan hukum harus terpenuhi dalam pelaksanaan
Radiologi Intervensi.
Isu Etik yang menonjol dalam Radiologi Intervensi pada pasien kanker adalah Autonomy
pasien sebagai preferensi pasien dalam setiap pengambilan tindakan. Keuntungan bagi pasien
berdasarkan pertimbangan klinis (benefit or harm) dan kualitas hidup (quality of life) menjadi
pertimbangan etik dalam pengambilan keputusan. Pertimbangan etik terhadap pengambilan
keputusan kesia-siaan medis (medical futility) dalam tindakan Radiologi Intervensi dan terapi
paliatif juga menjadi isu Etik. Disamping itu Radiologi Intervensi merupakan modalitas terapi
dengan penerapan teknologi baru, maka kajian etik sangat diperlukan dalam penerapannya ke
masyarakat.
Etika Kedokteran yang muncul dari hubungan dokter dan pasien memberikan analisa
filosofis terhadap hubungan dokter dan pasien yang menderita kanker sehubungan dengan
tindakan Radiologi Intervensi. Hubungan dokter dan pasien bersifat saling percaya (fiduciary) dan
pasien meyakini profesi dokter (confidentiality). Meskipun demikian hubungan dokter dan pasien
tetap tidak seimbang (unequel) karena dominasi profesi dokter yang memiliki pengetahuan
kedokteran dan penerapan teknologi kedokteran. Pasien dalam posisi lebih tergantung karena tidak
memiliki pengetahuan kedokteran, terlebih lagi pasien kanker yang kondisi penyakitnya berat.
Hubungan dokter dan pasien tidak bisa bersifat kontrak sosial secara murni, dokter tetap lebih
dominan seperti hubungan paternalistik. Untuk lebih menyeimbangkan posisi dokter dan pasien,
maka etika sebagai bentuk pemikiran kritis menjadi solusi pemecahannya.
Sehubungan dengan Radiologi Intervensi, etika kedokteran memberikan analisa filosofis
dengan cara berpikir dari sudut teori Etika maupun dari berbagai kaidah, termasuk kaidah dasar
bio-etika. Hati nurani dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia menjadi dasar meskipun
cara berpikir etik bersifat pluralistik. Demikian juga aplikasi Etika Klinis dapat menjadi panduan
bagi dokter agar dapat mengambil keputusan klinis dan keputusan etik dalam waktu yang
bersamaan.
Kata kunci: Radiologi Intervensi – kaidah dasar bio-etika – Etika klinis
Radiologi Intervensi sudah didasari oleh penelitian klinis yang dilakukan dengan standar penelitian
yang baku. Pengembangan Radiologi Intervensi untuk mengurangi beban yang diakibatkan
tindakan medis invasif kepada pasien. Radiologi Intervensi mengurangi sifat invasif pembedahan
dan juga mengurangi risiko infeksi. Efek sistemik pemakaian sitostatika dapat dikurangi dengan
Radiologi Intervensi.
Hukum juga mengatur pengembangan dan penerapan teknologi baru di bidang kesehatan.
Secara khusus pasal 42 ayat 2 Undang-Undang RI no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
menyatakan :
Teknologi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup segala metode dan alat yang
digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit, mendeteksi adanya penyakit, meringankan
penderitaan akibat penyakit, menyembuhkan, memperkecil komplikasi, dan memulihkan penyakit
setelah sakit.
1. Undang-undang Republik Indunesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 979 007
342 9.
2. Bertens K. Etika. Seri Filsafat Atma Jaya: 15. Mei 1993. 979 511 744 0.
3. Guwandi J. 301 Tanya-jawab: Informed Consent dan Informed Refusal Edisi III. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Tahun 2003. 979 496 298 8.
4. Darsono Soeraryo. Etik, Hukum Kesehatan Kedokteran (sudut pandang praktikus).
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Diponogoro Semarang. 2004. 979 704 239 1.
5. Janssens Rien. Palliative care consepts and ethics. Tahun 2001. 90 373 0569 5.