Anda di halaman 1dari 21

Bab II

Pembahasan

1.1 KONSEP DASAR TEORI PENYAKIT


A. Definisi
Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan merupakan
penyakit jantung yang terjadi akibat kelainan dalam perkembangan jantung
dan pembuluh darah, sehigga dapat mengganggu dalam fungsi jantung atau
yang dapat mengakibatkan sianosis dan asianosis (Alimul, 2008).
Penyakit jantung bawaan (PJB) atau congenital heart diseases (CHD)
merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan perkembangan sistem
kardiovaskuler pada embrio yang diduga karena adanya faktor endogen dan
eksogen (Ngastiyah, 2012).
PDA (paten duktus arteriosus adalah kegagalan penutupan duktus
arteriosus (pembuluh arteri yang menghubungkan aorta dengan arteri
pulmonalis) pada bayi berusia beberapa minggu pertama (Wong, 2009)
B. Etiologi
Menurut Nursalam (2008), PJB merupakan gangguan perkembangan
jantung yang diduga terjadi pada masa embrio yang dapat disebabkan oleh
Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes (TORCH) yang diderita
oleh ibu, pemakaian obat-obatan dan terkena sinar radiasi.
Menurut Wong (2009), penyebab PJB tidak diketahui secara pasti namun
diduga karena adanya faktor pranatal antara lain adanya kemungkinan
infeksi campak jerman (Rubella) selama kehamilan, mengkonsumsi alkohol
selama kehamilan, usia ibu yang lebih dari 40 tahun, penyakit diabetes tipe I
selama kehamilan dan faktor genetik disebabkan karena adanya multifaktor
seperti mempunyai abrasi kromosom, memiliki keluarga yang menderita
penyakit jantung congenital, dan anak yang dilahirkan dengan anomali
kongenital lain selain jantung.
C. Klasifikasi
Nursalam, dkk (2012) mengatakan bahwa PJB digolongkan menjadi dua
yaitu :
1. Penyakit Jantung Bawaan Asianotik adalah penyakit jantung bawaan
yang tidak disertai dengan warna kebiruan pada mukosa tubuh. PJB
asianotik dibagi menjadi 5 diantaranya :
a. Ventrikel Septal Defect (VSD), yaitu adanya defect atau celah
antara ventrikel kiri dan kanan. Pirau kiri ke kanan disebabkan oleh
pengaliran darah dari ventrikel kiri yang bertekanan tinggi ke
ventrikel kanan yang bertekanan rendah, karena tekanan yang lebih
tinggi dalam ventrikel kiri dan sirkulasi sitemik darah arteri
memberikan tahanan yang lebih tinggi daripada sirkulasi sirkulasi
pulmonal, maka darah mengalir melewati lubang defek kedalam
arteri pulmonalis (Wong, 2009).
b. Atrial Septal Defect (ASD) disebabkan adanya defect atau celah
antara atrium kiri dan kanan, sehingga terjadi pengaliran darah dari
atrium kiri yang bertekanan tinggi ke dalam atrium yang
bertekanan rendah.
c. Patent Ductus Arteriosus (PDA), yaitu adanya defect atau celah
pada ductus arteriosus yang seharusnya telah menutup pada usia 3
hari setelah lahir. Patensi berkelanjutan (pembukaan) pembuluh
darah ini menyebabkan darah mengalir dari aorta yang bertekanan
tinggi ke arteri pulmonalis yang bertekanan rendah sehingga terjadi
pirau kiri ke kanan (wong, 2009).
d. Stenosis Aorta (SA), yaitu adanya penyempitan pada katup aorta
yang dapat diakibatkan oleh penebalan katup sehingga timbul
tahanan yang menghalangi akiran darah dalam ventrikel kiri,
penurunan curah jantung, hipertrofi ventrikel kiri dan kongesti
pembuluh darah paru (Wong, 2009).
e. Stenosis Pulmonal (SP), yaitu adanya penyempitan pada katup
pulmonal. Tahanan yang merintangi aliran darah menyebabkan
hipertrofi ventrikel kanan dan penurunan aliran darah paru (Wong,
2009).
2. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik adalah penyakit jantung bawaan
yang disertai dengan warna kebiruan pada mukosa tubuh. Sianosis
adalah warna kebiruan yang timbul pada kulit karena Hb tak jenuh
dalam darah adalah rendah dan sering sukar untuk ditentukan
kuantitasnya secara klinis. Warna sianotik pada mukosa tubuh tersebut
hendaknya dibedakan dengan warna kepucatan pada tubuh anak yang
mungkin disebabkan karena beberapa faktor, seperti pigmentasi dan
sumber cahaya. PJB sianotik terdapat beberapa macam diantaranya :
a. Tetralogi Of Fallot (TF) yaitu kelainan jantung yang timbul sejak
bayi dengan gejala sianosis karena terdapat kelainan, yaitu VSD,
stenosis pulmonal, hipertrofi ventrikel kanan, dan overriding aorta.
b. Transposisi Aorta Besar (TAB) atau Transposition of the Great
Arteries (TGA), yaitu kelainan yang terjadi karena pemindahan
letak aorta dan arteri pulmonalis, sehingga aorta keluar dari
ventrikel kanan dan arteri keluar ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis dari ventrikel kiri.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Lynn Betz (2009), tanda dan gejala pada PJB sebagai berikut :
1. Adanya sianosis yang muncul setelah periode neonatal.
2. Peningkatan frekuensi dan kedalaman pernafasan
3. Dispnea awitan mendadak
4. Perubahan kesadaran, iritabilitas sitem saraf pusat yang dapat
berkembang sampai letargi dan sinkop serta menimbulkan kejang, dan
kematian.
5. Adanya jari tabuh (Clubbing finger)
6. Adanya peningkatan tekanan darah setelah beberapa tahun mengalami
sianosis dan polisitemia berat.
7. Anak melakukan gerakan posisi jongkok yang dilakukan anak untuk
mengurangi aliran balik vena dari ekstremitas bawah dan meningkatkan
aliran darah pulmonal dan oksigenisasi arterial sitemik.
8. Anak mengalami gagal dalam tumbuh kembang
9. Anak tampak pucat.
10. Mengalami penurunan toleransi terhadap latihan / beraktivitas
11. Adanya asidosis (darah mengandung banyak asam).
12. Terdengar mur-mur saat dilakukan auskultasi pada jantung terutama
pada garis sternal kiri atas.
13. Adanya posisi lutut / kepala ke dada selama serangan atau setelah
latihan / beraktivitas.
E. Patofisiologi
PJB diklasifikasikan menjadi 2 yaitu asianotik dan sianotik. PJB
asianotik terdapat patent duktus arteriousus (PDA) yang terjadi akibat
kegagalan penutupan duktus arteriosus pada bayi berusia beberapa minggu
pertama. Konsekuensi hemodinamika pada PDA bergantung pada ukuran
duktus dan tahanan vaskular pulmonalis, pada saat lahir tahanan dalam
sirkulasi pulmonal dan sistemik hampir sama besarnya sehingga
menyamakan tahanan dalam aorta dan arteri pulmonalis. Setelah tekanan
sistemik melampaui tekanan pulmonalis, darah mulai memintas dari aorta
melewati duktus menuju arteri pulmonalis (terjadi pirau kiri ke kanan).
Darah tambahan akan mengalami sirkulasi ulang lewat paru-paru dan
kemudian kembali ke atrium kiri serta ventrikel kiri. Efek yang ditimbulkan
dari perubahan sirkulasi ini adalah peningkatan beban kerja pada sisi kiri
jantung dan peningkatan kongesti dan kemungkinan peningkatan tekanan
ventrikel kanan dan hipertrofi (Wong, 2009).
Selain PDA juga terdapat defek septum atrium (ASD) merupakan lubang
abnormal pada sekat yang memisahkan kedua belah atrium, hal ini terjadi
karena tekanan atrium kiri agak melebihi atrium kanan mak darah mengalir
dari atrium kiri ke kanan sehingga terjadi peningkatan aliran darah yang
kaya oksigen ke dalam sisi kanan jantung. Kendati perbedaan tekanan
rendah, kecepatan aliran darah yang tinggi, tetap dapat terjadi karena
rendahnya tahanan vaskular paru dan semakin besarnya daya kembang
atrium kanan yang selanjutnya akan mengurangi resisten aliran. Meskipun
terjadi pembesaran atrium dan ventrikel kanan, gagal jantung jarang terjadi
pada ASD yang tidak mengalami komplikasi. Biasanya perubahan pada
pembuluh darah paru hanya terjadi sesudah beberapa puluh tahun kemudian
jika defeknya tidak diperbaiki (Wong, 2009).
PJB yang disertai dengan sianotik, salah satunya adalah tetralogi of fallot
(ToF). Pada ToF terdapat 4 kelainan pada jantung yakni defek septum
ventrikel, stenosis pulmonalis, hipertrofi ventrikel kanan dan overriding
aorta. Pada awalnya ToF diawali dengan dengan adanya defek septum
ventrikel (VSD), hal tersebut terjadi bila sekat ventrikel tidak terbentuk
sempurna. Perubahan hemodinamikanya sangat bervariasi dan terutama
bergantung pada derajat stenosis pulmonalis kendati juga ditentukan oleh
ukuran defek septum ventrikel (VSD) dan tahanan pulmonal serta sistemik
terhadap aliran darah. Akibatnya darah dari bilik kiri mengalir ke bilik
kanan pad saat sistole. Besarnya defek bervariasi dari hanya beberapa mm
sampai beberapa cm. Defek yang besar dengan resistensi vaskular paru
meninggi tekanan bilik kanan akan sama dengan bilik kiri sehingga pirau
kiri ke kanan hanya sedikit. Bila makin besar defek dan makin tinggi
tekanan bilik kanan akan terjadi pirau kanan ke kiri (Ngastyah, 2012).
Berkurangnya darah yang beredar ke dalam tubuh menyebabkan
pertumbuhan anak terhambat. Aliran darah ke paru juga bertambah yang
menyebabkan anak sering menderita infeksi saluran pernapasan. Pada VSD
kecil pertumbuhan anak tidak terganggu, sedangkan pada VSD besar dapat
terjadi gagal jantung dini yang memerlukan pengobatan medis (Ngastyah,
2012).
Stenosis pulmonalis menurunkan aliran darah ke dalam paru dan sebagai
konsekuensinya, terjadi penurunan jumlah darah kaya oksigen yang kembali
ke sisi kiri jantung. Bergantung pada posisi aorta, darah dari kedua belah
ventrikel dapat didistribusikan ke dalam sirkulasi sistemik (Wong,2009).
Stenosis pulmonal sedang atau berat dalam keadaan istirahat dan stres
terjadi pirau kanan ke kiri. Penderita ToF yang berat dapat terjadi serangan
sianotik berupa sianosis yang makin hebat disertai takipnea dan
hiperventilasi dan jika berlangsung lama disertai penurunan kesadaran
(Ngastyah, 2012).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium ditemukan adanya peningkatan hemoglobin
dan hematokrit (Ht) akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada
umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara
50-65 %. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial
karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan
penurunan PH.pasien dengan Hn dan Ht normal atau rendah mungkin
menderita defisiensi besi.
2. Radiologis. Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah
pulmonal, tidak ada pembesaran jantung . gambaran khas jantung
tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu.
3. EKG. Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan.
Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P
pulmonal
4. Echocardiography memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta
dengan dilatasi ventrikel kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis &
penurunan aliran darah ke paru-paru.
5. Kateterisasi diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk
mengetahui defek septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri
koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya
penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan,
dengan tekanan pulmonalis normal atau rendah.
G. Penatalaksanaan
Menurut Wong (2009), penatalaksanaan PJB sebagai berikut :
1. Terapi non bedah
a. Meningkatkan fungsi jantung, pengurangan afterload dan
menurunkan tuntutan kebutuhan jantung
Memberikan digitalis (digoxin) berguna untuk meningkatkan
kekuatan kontraksi jantung agar tekanan vena jantung menurun dan
juga pemberian propanolol (inderal) untuk menurunkan denyut
jantung sehingga dapat mencegah serangan hipersianosis.
b. Mengurangi gawat nafas
Pemberian oksigen dengan menggunakan kanula nasal atau
masker untuk melebarkan vaskularisasi pulmonal, frekuensi
pernafasan dihitung selama 1 menit penuh dalam keadaan istirahat.
Posisi bayi harus diatur untuk mendorong pengembangan dada
yang maksimal dengan bagian kepala tempat tidur ditinggikan atau
digendong dengan posisi tubuh berada pada sudut 45 derajat.
Pemberian morfin juga perlu karena dapat meningkatkan ambang
rasa sakit dan untuk mengobati serangan hipersianosis dengan
menghambat pusat penafasan dan refleks batuk.
c. Mempertahankan status gizi
Bayi harus diistirahatkan dengan baik sebelum menyusu dan segera
disusui begitu bayi terjaga sehingga energinya tidak habis untuk
menangis. Bayi harus digendong dengan baik dan disusui dalam
posisi setengah tegak. Bayi dengan kesulitan menyusu kerap kali
memerlukan pemberian nutrisi enteral lewat slang nasogatrik untuk
menambah asupan oralnya dan menjamin asupan kalori yang
adekuat dan juga dengan pemberian suplemen Fe untuk mengatasi
anemia.
d. Memonitor balance cairan
Pemberian diuretik (furosemid/lasix) untuk meningkatkan diuresis
dan mengurangi kelebihan cairan namun perawat harus mencatat
asupan dan haluaran cairan, memantau berat badan pasien pada
waktu yang sama jika pasien diberikan diuretik, karena diuresis
yang berlebihan dapat menyebabkan dehidrasi dan gangguan
keseimbangan elektrolit. Pemberian natrium bikarbonat, morfin
untuk mengobati asidosis dan untuk meningkatkan ambang sakit
(Lynn, 2009).
2. Terapi pembedahan dengan melakukan operasi pirau (shunt) Bla lock
Taussig atau modified Blalock-Taussig yang menghantarkan aliran
darah kedalam arteri pulmonalis dari arteri subklavia kiri atau kanan
dan dilakukan perbaikan total pada usia satu tahun pertama indikasi
operasi pebaikan meliputi peningkatan gejala sianosis dan terjadinya
serangan hipersianosis. Perbaikan total mencangkup penutupan VSD
dan reaksi stenosis infundibular dengan melakukan pengikatan arteri
pulmonalis dengan pemasangan pita (band) yang mengelilingi
pembuluh arteri pulmonalis utama untuk mengurangi alian darah paru
dan perbaikan total dengan tekhnik purse-string. Biasanya lubang defek
yang lebar memerlukan penjahitan tenunan dacron-patch perikardium
untuk memperlebar saluran keluar ventrikel kanan, pada lubang
tersebut. Kedua prosedur ini dilakukan via pintas kardiopulmonalis.
1) VSD (Ventrikel Septum Defect)
a. Medis : pasien dengan VSD perlu ditolong dengan obat-obatan
untuk mengatai gagal jantung seperti digoksin dan diuretic, jika
menunjukan perbaikan maka operasi tidak perlu dilakukan ampai
umur 2-3 tahun. Operasi dilakukan jika pada umur muda
pengobatan medis untuk mengatasi gagal jantung tidak berhasil.
b. Keperawatan : pada VSD baru dirawatdi RS bila sedang
mendapatkan infeksi saluran nafas, karena biasanya sangat dispnea
dan sianosis sehingga pasien terlihat payah, masalah pasien yang
perlu diperhatikan adalah bahaya terjadinya gagal jantung,resiko
terjadi infeksi saluran nafas,kebutuhan nutrisi,gangguanrasa aman
dan nyaman,kurangnya pengetahuan orangtua mengenai penyakit.
2) Paten Duktus Arteriosus (PDA)
a. Medis : pengobatan definitive untuk PDA kecil adalah pembedahan
PDA kecil dapat dioperasikapan saja. Pada PDA besar dapat
diberikan digoksin dan diuretic untuk mengurangi gagal jantung.
Operasi dilakukan pada masa bayi bila gejala yang terjadi berat.
Pada bayi premature PDA ditutup dengan Antiprostatglandin,
misalnya indometasin, yang harus diberikan sedini mungkin(<1
minggu).
b. Keperawatan : berbagai resiko seperti pada VSD juga terjadi pada
PDA, dengan demikian perawatan bayi dan anak dengan PDA
serupa pada VSD
3) ASD (Atrial Septum Defect) kecil tidak perlu oprasi karena tidak
menyebabkan gangguan hemodinamik atau bahaya (Maryunani, 2002).
4) Stenosis Pulmonal
a. Medis : jika tekanan ventrikel kanan 70 mm Hg, maka terdapat
indikasi untuk operasi. Sekarang makin populer pelebaran
penyempitan SP dengan kateter balon, dan dilaporkan hasilnya
baik.
b. Keperawatan : kegiatan anak harus dibatasi sesuai dengan petunjuk
dokter dan istirahat harus diperhatikan. Pada anak yang sudah
mengerti hal tersebut perlu pula diberitahukan secara kontinu
pasien harus datang konsultasi ke dokter jantung anak/dokter yang
menangani.
5) Tetralogi Of Fallot (TOF)
a. Medis : pertolongan untuk pasien TOF hanya dengan dioperasi.
Jika TOF dengan sianosis ringan dapat dilakukan hanya dengan
satu tahap pada umur 3-5 tahun. Pada TOF dengan sianosis berat
yang terjadi sebelum umur 6 bulan operasi dilakukan 2 tahap.
Tahap ke-2 pada umur 3-5 tahun. Pasien TOF yang sedang
mendapat serangan anoksia harus ditolong dengan memberikan
sikap knee chest atau menungging dengan kepala dimiringkan
sambil diberikan O2 melalui air minimal 2 L per menit. Diberikan
juga suntikan morfin dosis 1mg/kg BB secara subkutan. Bila perlu
koreksi dehidrasi dan asidosis metabolik. Setiap tindakan yang
dapat menimbulkan bakteremia seperti mencabut gigi, sirkumsisi,
kateterisasi urine harus dilindungi dengan antibiotik 1 hari sebelum
dan 3 hari setelahnya untuk mencegah endokarditis bakterialis.
b. Keperawatan : walaupun pasien TOF selalu tampak sianosis (hanya
TOF ringan tidak sianosis) tetapi tidak selalu dirawat di rumah
sakit kecuali jika dokter memandang perlu. Oleh karena itu, orang
tua pasien perlu diberikan petunjuk perawatan anaknya.
Masalahnya pasien yang perlu diperhatikan ialah bahaya terjadi
anoksia, kebutuhan nutrisi, risiko terjadi komplikasi, dan
kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
6) Transposition of the Great Arteries (TGA)
a. Medis : Dengan operasi memungkinkan pasien TAB dapat
bertahan hidup.
b. Keperawatan : sama dengan pasien TOF dan penyakit jantung
lainnya. Bedanya tidak perlu tindakan memberikan sikap knee-
chest karena sianosis selalu terdapat, maka O2 harus diberikan
terus menerus secara rumat. Dalam bangsal tersebut watan pasien
penyakit jantung perawat yang bertugas di ruang tersebut
diharapkan memahami kelainan yang diderita oleh setiap pasien
sehingga dapat menentukan tindakan sewaktu-waktu diperlukan.
Selain itu juga mengetahui bagaimana persiapan pasien untuk suatu
tindakan seperti:
- Membuka rekaman EKG, bila perlu dapat membacanya.
- Mengukur tekanan darah secara benar.
- Mempersiapkan pasien untuk keteterisasi jantung atau operasi.
- Mengambil darah untuk pemeriksaan gas darah arteri.

1.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas, seperti : nama, tempat tanggal lahir/umur, berat badan lahir,
serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak, jenis kelamin, anak
keberapa, jumlah saudara dan identitas orang tua.
b. Keluhan utama : keletihan, nampak lemah, sering mengalami infeksi
saluran pernapasan, sianosis
c. Riwayat kesehatan sekarang : orang tua biasanya mengeluhkan nafas
anaknya sesak, lemas, ujung jari tangan dan kaki teraba dingin, anak
cepat berhenti saat menetek, anak tiba-tiba jongkok saat berjalan dan
tidak aktif selama bermain.
d. Riwayat kesehatan dahulu : pada neonatus juga mencakup riwayat
kesehatan keluarga atau riwayat kesehatan serangan sianotik, faktor
genetik, riwayat keluarga yang mempunyai penyakit jantung bawaan
dan riwayat tumbuh kembang anak yang terganggu, adanya riwayat
gerakan jongkok bila anak telah berjalan beberapa menit.
e. Riwayat kehamilan dan kelahiran :
Riwayat kesehatan ibu saat hamil trimester 1 dengan penyakit rubella
(sindrom rubella), ibu atau keluarga memiliki riwayat penyakit lupus
eritematosus sistemik sehingga dapat menimbulkan blokade jantung
total pada bayinya dan adanya riwayat penyakit kencing manis pada ibu
hamil dapat menyebabkan tejadinya kardiomiopati pada bayi yang
dikandungnya. Adanya riwayat obat-obatan maupun jamu tradisional
yang diminum serta kebiasaan merokok dan minum alkohol selama
hamil dan riwayat keluarga dengan sindrom down (Hidayat, 2008).
f. Riwayat pertumbuhan : sebagian anak yang menderita PJB dapat
tumbuh dan berkembang secara normal. Beberapa kasus yang spesifik
seperti VSD, ASD, dan ToF pertumbuhan fisik anak terganggu
terutama berat badannya karena keletihan selama makan dan
peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat dari kondisi penyakit.
Anak kelihatan kurus dan mudah sakit, terutama karena infeksi saluran
nafas. Bagi perkembangannya, anak yang sering mengalami gangguan
adalah aspek motoriknya. Hal ini disebabkan oleh adanya
ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada tingkat jaringan, sehingga
anak perlu mendapatkan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan
yang cukup. (Hidayat, 2008).
g. Riwayat aktivitas : anak-anak yang menderita PJB terutama Tof sering
tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara normal. Apabila
melakukan aktivitas yang membutuhkan banyak energi seperti berlari,
bergerak, berjalan-jalan cukup jauh, makan/minum tergesa-gesa,
menangis maka anak dapat mengalami serangan sianosis (Nursalam,
2008).
h. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala-leher : umumnya tidak ada kelainan pada kepala, kadang
ditemukan pembesaran kelenjer getah bening.
2) Mata : anak mengalami anemis konjungtiva, sklera ikterik.
3) Hidung : pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan,
namun anak akan mengalami nafas pendek dan dalam serta nafas
cupping hidung.
4) Mulut : biasanya pada wajah anak terlihat sianosis terutama pada
bibir, lidah, dan mukosa mulut, dan biasanya ditemukan gigi geligi
pada anak khususnya yang mengalami Tof karena perkembangan
emailnya buruk (Ngastyah, 2012).
5) Thorax : biasanya pada anak dengan Tof, hasil inspeksi tampak
adanya retraksi dinding dada akibat pernafasan yang pendek dan
dalam dan tampak menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan.
Palpasi mungkin teraba desakan dinding paru yang meningkat
terhadap dinding dada, pada perkusi mungkin terdengar suara
redup karena peningkatan volume darah paru dan untuk auskultasi
akan terdengar ronkhi basah atau krekels sebagai tanda adanya
edema paru pada komplikasi kegagalan jantung. Bayi yang baru
lahir saat di auskultasi akan terdengar suara nafas mendengkur
yang lemah bahkan takipnea.
6) Jantung: biasanya pada inspeksi mungkin dada masih terlihat
simetris sehingga tidak tampak jelas, namun pada usia dewasa akan
ditemukan tonjolan atau pembengkakan pada dada sebelah kiri
karena pembesaran ventrikel kanan. Perkusi biasanya didapatkan
batas jantung melebihi 4-10 cm ke arah kiri dari garis midsternal
pada intercostae ke 4, 5, dan 8. Palpasi teraba pulsasi pada
ventrikel kanan akibat peningkatan desakan, iktus kordis masih
teraba jelas pada interkosta 5-6.Pada auskultasi terdengar bunyi
jantung tambahan (machinery mur-mur) pada batas kiri sternum
tengah sampai bawah, biasanya bunyi jantung I normal sedangkan
bunyi jantung II terdengar tunggal dan keras (Riyadi, 2009).
7) Abdomen : biasanya hasil inspeksi tampak membesar dan
membuncit, pada auskultasi biasanya terdengar bunyi gesekan
akibat adanya pembesaran hepar. pada perkusi adanya suara redup
pada daerah hepar dan saat di palpasi biasanya ada nyeri tekan.
8) Kulit : biasanya pada klien yang kekurangan oksigen, kulit akan
tampak pucat dan adanya keringat berlebihan.
9) Ekstremitas : biasanya pada ekstremitas teraba dingin bahkan dapat
terjadi clubbing finger akibat kurangnya suplai oksigen ke perifer.
i. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium darah dapat dijumpai peningkatan
jumlah eritrosit dan hematokrit (polisitemia vera) yang sesuai
dengan desaturasi dan stenosis, sedangkan hemoglobin dan
trombosit mengalami penurunan. Oksimetri dan analisis gas darah
arteri mencerminkan aliran darah pulmonal, didapatkan adanya
peningkatan tekanan PCO2 sedangkan PO2 dan pH mengalami
penurunan.
Oksimetri berguna pada pasien kulit hitam atau pasien anemia yang
tingkat sianotiknya tidak jelas. Sianosis tidak akan tampak kecuali
bila hemoglobin tereduksi mencapai 5 mg/dL. Penurunan resistensi
vaskular sistemik selama aktivitas, mandi, maupun demam akan
mencetuskan pirau kanan ke kiri dan menyebabkan hipoksemia.
2) Pemeriksaan Elektrokardiogram dapat ditemukan deviasi aksis ke
kanan (+120° -+150°), hipertrofi ventrikel kanan atau kedua
ventrikel, maupun hipertrofi atrium kanan. Kekuatan ventrikel
kanan yang menonjol terlihat dengan gelombang R besar di
sadapan prekordial anterior dan gelombang S besar disadapan
prekordial lateralis.
3) Pemeriksaan foto rontgen thorax dapat ditemukan gambaran
jantung berbentuk sepatu (boot-shaped heart/couer-en-sabot),
sedangkan USG dilakukan untuk menentukan besar jantung dan
penurunan vaskularisasi paru karena berkurangnya aliran darah
yang menuju keparu akibat penyempitan katup pulmonal paru
(stenosis pulmonal) (Nursalam,2008).
2. Diagnosis Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi (D.0003)
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
(kongesti paru) (D.0005)
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload,
perubahan kontraktilitas, perubahan preload (D.0008)
d. Defisist nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan,
ketidakmampuan mencerna makanan (D.0019)
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen. (D.0056)
f. Defisit pengetahuan tentang manajemen penyakit jantung berhubungan
dengan kurang terpapar informasi (D.0111)
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosis Tujuan Dan Intervensi


Keperawatan Kriteria Hasil (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1 Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi
pertukaran gas intervensi selama 2 (I.01014)
berhubungan hari, maka Tindakan
dengan Pertukaran Gas Observasi :
ketidakseimbangan Meningkat dengan - Monitor frekuensi, irama,
ventilasi-perfusi kriteria hasil : kedalaman dan upaya napas
(D.0003) - Tingkat - Monitor pola napas
kesadaran - Monitor adanya sumbatan
meningkat (5) jalan napas
- Dispnea - Palpasi kesimetrisan ekspansi
menurun (5) paru
- Bunyi napas - Auskultasi bunyi napas
tambahan - Monitor saturasi oksigen
menurun (5) - Monitor nilai AGD
- Napas cuping - Monitor hasil x-ray toraks
hidung Terapeutik :
menurun (5) - Atur interval pemantauan
- Sianosis respirasi sesuai kondisi anak
membaik (5) - Dokumentasikan hasil
- Pola napas pemantauan
membaik (5) Edukasi :
(L.01003) - Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan
2 Pola napas tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
efektif intervensi selama 2 (I.01011)
berhubungan hari, maka Pola Tindakan :
dengan hambatan Napas Membaik Observasi :
upaya napas dengan kriteria - Monitor pola napas
(kongesti paru) hasil : - Monitor bunyi napas
(D.0005) - Dispnea tambahan
menurun (5) Terapeutik :
- Penggunaan - Posisikan semi fowler atau
otot bantu fowler
napas menurun - Berikan oksigen, jika perlu
(5) Edukasi :
- Frekuensi - Anjurkan asupan cairan 2000
napas membaik ml/hari, jika tidak ada
(5) kontraindikasi
(L.010004) Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
3 Penurunan curah Setelah dilakukan Perawatan Jantung (I.11353)
jantung intervensi selama 2 Tindakan
berhubungan hari, maka Curah Observasi :
dengan perubahan Jantung - Identifikasi tanda / gejala
afterload, Meningkat dengan primer penurunan jantung
perubahan kriteria hasil : - Identifikasi tanda gejala
kontraktilitas, - Kekuatan nadi sekunder penurunan curah
perubahan preload perifer jantung
(D.0008) meningkat (5) - Monitor tekanan darah
- Gambaran - Monitor intake dan output
EKG aritmia cairan
menurun (5) - Monitor berat badan setiap
- Lelah menurun hari pada waktu yang sama
(5) - Monitor saturasi oksigen
- Dispnea - Monitor keluhan nyeri dada
menurun (5) - Monitor EKG 12 sadapan
- Pucat/Sianosis - Monitor aritmia (kelainan
menurun (5) irama dan frekuensi)
- murmur jantung - Monitor nilai laboratorium
menurun (5) jantung
- Tekanan - Periksa tekanan darah dan
darah frekuensi nadi sebelum dan
membaik (5) sesudah aktivitas
(L.02008) Terapeutik :
- Posisikan pasien semi fowler
atau fowler dengan kaki
kebawah atau posisi nyaman
- Berikan diet jantung yang
sesuai
- Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk modifikasi gaya hidup
sehat
- Berikan dukungan emosional
dan spiritual
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi :
- Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai intoleransi
- Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
- Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan harian
- Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi :
- Kolaborsi pemberian
antiaritmia, jika perlu
- Rujuk ke program rehabilitasi
jantung
4 Defisist nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi (I.03119)
berhubungan intervensi selama 2 Tindakan
dengan kurangnya hari, maka Status Observasi :
asupan makanan, Nutrisi Membaik - Identifikasi status nutrisi
ketidakmampuan dengan kriteria - Identifikasi alergi dan tolernsi
mencerna makanan hasil : makanan
(D.0019) - Berat badan - Identifikasi makanan yang
membaik (5) disukai
- Indeks Massa - Identifikasi kebutuhan kalori
Tubuh (IMT) dan jenis nutrien
membaik (5) - Identifikasi perlunya
(L.03030) penggunaan selang
nasogaastrik
- Monitor asupan makanan
Monitor berat badan
Terapeutik :
- Fasilitasi menentukan
pedoman diet
- Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi
kalori dan protein
Edukasi :
- Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
- Ajarakan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan
5 Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan Manajemen Energi (I.05178)
berhubungan intervensi selama 2 Tindakan
dengan hari, maka Observasi :
ketidakseimbangan Toleransi - Identifikasi gangguan fungsi
antara suplai dan Aktivitas tubuh yang mengakibatkan
kebutuhan oksigen. Meningkat dengan kelelahan
(D.0056) kriteria hasil : - Monitor kelelahan fisik dan
- Keluhan lelah emosional
menurun (5) - Monitor pola dan jam tidur
- Dispnea saat - Monitor lokasi dan
aktivitas ketidaknyamanan selama
menurun (5) melakukan aktivitas
- Dispnea Terapeutik :
setelah - Sediakan lingkungan nyaman
aktivitas dan rendah stimulus
menurun (5) - Lakukan latihan rentang geak
- Sianosis pasif dan /atau aktif
menurun (5) - Fasilitasi duduk di sisi tempat
- Frekuensi nadi tidur, jika tidak dapat
membaik (5) berpindah atau berjalan
(L.05047) Edukasi :
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
- Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
- Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 2011).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Asmadi,
2008).

DAFTAR PUSTAKA
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intrvensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
https://www.academia.edu/36861090/254083598_LP_Penyakit_jantung_bawaan_doc
diakses tanggal 20 November 2020 jam 10.54

Anda mungkin juga menyukai