Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

COLLABORATIVE LEARNING II

LUKA AKIBAT BOM

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

ARMAN ISMAIL
AYU LAELY RAHMAWATI
DWI ANTIKA SARI
FAHMA ZAINAL
GUSTIVA SURIYANI
MUHAMMAD AMIN
MUHAMMAD RIZKY MARFI AL HAFIS
SUKMAWATI
SUMAIYAH SYAHIDAH RAMBE

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
2022

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Collaborative learning modul 6.3
Kedokteran Kehakiman dan Modul Elektif
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat mengevaluasi lebih lanjut
kesalahan kami dalam membuat makalah.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Luka Akibat Bom ini dapat membantu
para pembaca untuk mudah memahami.

Pekanbaru, 30 juni 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................. 2


DAFTAR ISI................................................................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................................ 4
1.3 Tujuan ................................................................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 5
2.1 Jenis-jenis Ledakan Bom Berdasarkan Mekanisme Ledakan...................................................... 5
2.1.1 Klasifikasi ....................................................................................................................................... 5
2.2 Dampak Ledakan Bom Yang Diakibatkan Kepada Tubuh Manusia .......................................... 5
2.3 Tata Cara Pemeriksaan Korban Kasus Ledakan Pada Korban Hidup Maupun Korban Mati 8
2.3.1 Pemeriksaan Korban Kasus Ledakan Pada Korban Hidup ...................................................... 8
2.3.2 Pemeriksaan Korban Kasus Ledakan Pada Korban Meninggal ............................................ 10
2.4 Sebab Kematian Dan Mekanisme Kematian Pada Ledakan Bom ............................................. 13
BAB III PENUTUP ................................................................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 18

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di seluruh dunia, kasus pengeboman meningkat dan seringkali dipakai sebagai metode
terorisme. Ledakan adalah penyebab paling umum jatuhnya korban yang dikaitkan dengan
terorisme.Teroris berusaha untuk melukai/membunuh sebanyak mungkin korban. Karena
peningkatan risiko dari serangan teroris, penyedia pelayanan kesehatan seharusnya memahami
karakter dari suatu ledakan dan jenis trauma yang mungkin terjadi.

Penanganan dan perawatan luka bakar sampai saat ini masih merupakan tindakan
kompleks dan menantang karena angka morbiditas dan mortalitas yang masih tinggi.

1.2 Rumusan Masalah


Berikut merupakan rumusan masalah yang akan dikaji dalam makalah ini :
1. Menjelaskan jenis- jenis ledakan bom berdasarkan mekanisme ledakannya
2. Menjelaskan dampak ledakan bom yang diakibatkan kepada tubuh manusia
3. Menjelaskan mengetahui tata cara pemeriksaan korban kasus ledakan pada korban hidup
maupun korban mati
4. Mahasiswa sebab kematian dan mekanisme kematian pada ledakan bom

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan ini adalah :
1. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan jenis- jenis ledakan bom berdasarkan
mekanisme ledakannya
2. Mahasiswa dapat memahami dan Menjelaskan dampak ledakan bom yang diakibatkan
kepada tubuh manusia
3. Mahasiswa dapat memahami dan Menjelaskan mengetahui tata cara pemeriksaan korban
kasus ledakan pada korban hidup maupun korban mati
4. Mahasiswa dapat memahami dan Mahasiswa sebab kematian dan mekanisme kematian
pada ledakan bom

4
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Jenis-jenis Ledakan Bom Berdasarkan Mekanisme Ledakan
2.1.1 Klasifikasi
Klasifikasi cedera ledakan
1. Primer (barotrauma)
Klasifikasi cedera ledakan primer disebabkan oleh pajanan terhadap tekanan berlebih atau kurang
relatif terhadap tekanan atmosfer. Cedera terjadi terutama pada organ berongga yang mengandung
gas pada antar muka airliquid. Cedera pada paru-paru, membran timpani, dan usus mendominasi
dengan pecahnya membran timpani, cedera primer yang paling umum. (Greenwood, 2009)
2. Sekunder (fragmentasi)
Klasifikasi cedera ledakan sekunder terutama terdiri dari trauma tembus dan tumpul yang
disebabkan oleh benda-benda yang diberi energi oleh angin ledakan seperti pecahan kaca dan
partikel logam. Sebagian dari ini mungkin berasal dari selubung bahan peledak. Cedera ini adalah
alasan paling umum untuk perawatan di rumah sakit setelah ledakan. (Greenwood, 2009)
3. Tersier (perpindahan)
Klasifikasi cedera ledakan tersier terutama terdiri dari cedera tumpul sebagai akibat dari
perpindahan keras pasien dan benda besar oleh gelombang ledakan. Kontusio, fraktur, dislokasi,
dan laserasi sering terjadi. (Greenwood, 2009)
4.Kuarter (bermacam-macam).
Klasifikasi cedera ledakan kuarter. Cedera ini tidak disebabkan oleh ledakan itu sendiri tetapi
sebagai akibat dari runtuhnya bangunan (crush injury), luka bakar dari kebakaran yang dimulai
oleh ledakan, paparan racun dan racun (gangguan pernapasan dan sesak napas), partikel radioaktif
dalam "bom kotor" ( luka bakar/penyakit radiasi), dan agen penyakit menular yang disebarkan oleh
ledakan (misalnya, spora antraks).(Greenwood, 2009)
2.2 Dampak Ledakan Bom Yang Diakibatkan Kepada Tubuh Manusia
Beberapa aktor yang berbeda menyebabkan cedera yang menyebabkan ledakan dan kepentingan
relatif dari masing-masing sangat bervariasi dengan jenis peledakan. Misalnya, efek ledakan murni
jauh lebih penting dengan proyektil berdaya ledak tinggi yang dirancang untuk penggunaan militer
murni daripada bom teroris buatan sendiri, yang tingkat kematiannya mungkin terutama
disebabkan oleh serpihan terbang. (Saukko P, 2004).

5
Kematian dan cedera akibat bahan peledak adalah disebabkan oleh :

1. Efek ledakan

2. Dampak proyektil yang berasal dari bahan peledak perangkat

3. Dampak dari benda-benda di sekitarnya dan puing-puing yang terdorong oleh ledakan

4. Luka bakar dari gas panas dan benda pijar

5. Cedera sekunder akibat jatuhnya pasangan bata, balok dan perabotan copot akibat ledakan
(Saukko P, 2004).

Ledakan menyebabkan kerusakan paling besar pada pertemuan antara jaringan yang bersentuhan
dengan atmosfer, itulah sebabnya paru-paru biasanya paling menderita. Sekitar 1001b/inci (690
kPa) adalah ambang batas minimum untuk kerusakan serius pada manusia. Gelombang kejut dapat
melewati jaringan padat dan homogen seperti hati dan otot. (Saukko P, 2004).

Gelombang kejut menyebabkan sedikit atau tidak ada kerusakan, tetapi dalam paru terdapat variasi
densitas yang mencolok antara dinding alveolus dan udara yang terkandung sehingga redaman
gelombang kejut terjadi dan energi diserap, dengan efek merusak. (Saukko P, 2004).

Bom besar, atau bom ketika vicum menyala bagian atas perangkat, dapat benar-benar mengganggu
tubuh dan potongan yang tidak dapat diidentifikasi di area yang luas. Atau, bagian tubuh mungkin
hancur total, kadang-kadang sisa korban sangat utuh. Kakinya mungkin putus atau perutnya
terganggu, atau tangan dan lengannya robek. (Saukko P, 2004).

Dalam serangan teroris, efek ini dapat dilihat pada orang yang menanam bom atau membawanya
ke tempat yang dipilih untuk meledakkannya. Ledakan prematur, kadang-kadang selama tindakan
pengaturan timer, dapat menyebabkan injuri lokal. Ahli patologi mungkin dapat membantu
merekonstruksi peristiwa tersebut, karena trauma parah yang terlokalisir jelas menunjukkan posisi
relatif bom dan korban pada saat peledakan. (Saukko P, 2004).

6
Jika kaki bagian bawah hancur, maka orang itu berdiri di dekat perangkat yang tergeletak di tanah.
Luka lecet dan memar di bagian depan paha dan belalai akan menunjukkan bahwa dia sedang
menjinakkan bom. Jika paha, daerah panggul, dan perut rusak, bom mungkin dibawa di pangkuan
dan jika tangan, dada, dan wajah adalah area yang paling terlindungi, orang yang meninggal
mungkin membungkuk di atas perangkat. (Saukko P, 2004).

Gambar 1

Cedera lokal oleh alat peledak. Prajurit itu mengambil cangkang asap yang tampaknya tidak
berguna, yang kemudian diledakkan. Dia hidup selama beberapa minggu, lukanya telah sembuh
sebagian, meskipun sebagian wajah dan tengkoraknya hancur. (Saukko P, 2004).

Gambar 2

7
Banyak luka dan dibumbui oleh puing-puing yang diproyeksikan dalam ledakan bom teroris.
Cedera ledakan hanya terjadi paling dekat dengan perangkat. cedera disebabkan oleh proyektil
terbang. (Saukko P, 2004). (Direproduksi dengan izin Profesor TK Marshall)

Gambar 3

Aspek anterior seorang pria yangtelah membangun alat peledak menggunakan dinamit. Perangkat
itu mungkin diledakkan sebelum waktunya, ledakan itu mengganggu kepala dan daerah perut.
(Saukko P, 2004).

2.3 Tata Cara Pemeriksaan Korban Kasus Ledakan Pada Korban Hidup Maupun Korban
Mati
2.3.1 Pemeriksaan Korban Kasus Ledakan Pada Korban Hidup
Evaluasi harus dimulai dengan ABCDE seperti yang ditentukan oleh riwayat dan fisik. Sifat cedera
akan menentukan pencitraan, pemeriksaan laboratorium, EKG/ekokardiogram, ultrasound,
pengukuran tekanan kompartemen yang perlu diperoleh. (Putro,2019)
Tinjauan dan evaluasi yang cermat untuk cedera ledakan yang dapat tertunda dalam presentasi
perlu dievaluasi secara khusus jika diindikasikan. Jika cedera ringan, pasien dapat diamati dan
dipulangkan. Namun, semua cedera ledakan besar perlu dirawat dan dipantau. Hasil tergantung
pada tingkat keparahan cedera. (Putro,2019)
Banyak pasien dengan luka parah meninggal di tempat kejadian dan hanya mereka dengan luka
sedang hingga ringan yang terlihat di unit gawat darurat. Bagi mereka yang bertahan, ada fase
rehabilitasi yang berkepanjangan. Konsultasi kesehatan mental dianjurkan karena banyak yang
menderita Post-traumatic stress disorder/PTSD. (Putro,2019)
Ledakan diklasifikasikan sebagai high order explosive (HE) dan low order explosive (LE). HE
menghasilkan gelombang kejut bertekanan tinggi supersonic (misal: TNT, C-4, Semtex,
nitrogycerin, triacetone triperoxide dan dinamit). Sebaliknya LE menghasilkan ledakan subsonic
tanpa gelombang bertekanan tinggi (misal: bubuk mesiu, bom pipa, dan bom molotov).
(Putro,2019)

8
Cedera akibat HE dikategorikan dalam cedera primer (akibat gelombang bertekanan tinggi pada
permukaan tubuh), cedera sekunder (akibat dari debris atau pecahan bom), cedera tersier
(terlemparnya korban akibat angin ledakan), dan cedera kuartener (luka bakar, trauma inhalasi,
eksaserbasi dari penyakit kronis. (Putro,2019)
Head to toe examination untuk evaluasi dampak primer, sekunder tertier dan kuartener ledakan
dilakukan pada semua kasus. Evaluasi atas kemungkinan terjadinya kerusakan pulmoner, blast
lung injury (cedera primer) dilakukan X-ray thorax pada semua kasus. Untuk menyingkirkan
kemungkinan terjadinya mild traumatic brain injury (cedera tersier) juga dilakukan evaluasi CT.
(Putro,2019)
Scan kepala post operatif dengan hasil normal pada semua kasus. Kemungkinan adanya cedera
abdominal (perforasi, perdarahan, laserasi) yang merupakan cedera primer disingkirkan dengan
evaluasi klinis kondisi pasien didukung analisis USG yang semua hasilnya negatif pada semua
kasus. (Putro,2019)
X-ray menyeluruh dari cervical ke ekstremitas guna evaluasi adanya cedera sekunder berupa sisa
debris dan cedera tertier (fraktur) akibat ledakan. perlu dilakukan screening mendalam untuk
mengidentifikasi lokasi, jumlah dan dampak dari pecahan bom tersebut pada organ-organ vital
pasien untuk menentukan perlu tidaknya tindakan penanganan lebih lanjut. (Putro,2019)

(D, Randy, 2014)

9
2.3.2 Pemeriksaan Korban Kasus Ledakan Pada Korban Meninggal
Identifikasi forensik merupakan upaya menentukan identitas seseorang berdasarkan ras, jenis
kelamin, umur, tinggi badan dan prinsip identifikasi rangka yang tidak diketahui identitasnya,
dengan tujuan membantu penyidik. Identifikasi merupakan cara yang digunakan untuk
menentukan identitas seseorang, baik dalam keadaan hidup maupun mati. (Idries,2013)
Identifikasi forensik dilakukan berdasar pada ciri-ciri/tanda-tanda khusus yang ada pada fisik
seseorang. Identifikasi terhadap orang hidup dilakukan terhadap penderita gangguan jiwa kronis
atau penderita demensia. (Idries,2013)
Identifikasi forensik terhadap orang mati atau mayat tidak dikenal, mayat dalam keadaan rusak
dikarenakan membusuk, terbakar, ledakan bom atau bahan peledak lain, dan kecelakaan dengan
banyak korban meninggal dengan tubuh terpotong (misalnya pada kasus kecelakaan pesawat,
kereta api, angkutan umum), dan sebagainya. Identifikasi forensik yang dilakukan terhadap orang
hidup dari aspek hukum antara lain berhubungan dengan kasus penentuan status anak kandung
yang diragukan orang tuanya. (Idries,2013)
Dalam hal metode identifikasi (Abdul Mun’im Idries 2013) mengemukakan, bahwa dalam proses
identifikasi dikenal sembilan metode, yaitu:
1. Metode visual
Dilakukan oleh pihak keluarga atau rekan dekatnya yaitu dengan memperhatikan korban secara
teliti, terutama bagian wajah, maka identitas korban dapat diketahui. Metode visual bersifat
sederhana, dan dapat dilakukan bila keadaan tubuh dan terutama wajah korban dalam keadaan baik
dan belum terjadi pembusukan.
Di samping itu, perlu diperhatikan faktor psikologis, emosi, dan latar belakang pendidikan yang
dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. Perlu diingat bahwa manusia mudah terpengaruh oleh
sugesti, khususnya sugesti dari penyidik.
2. Pakaian
Dengan melakukan pencatatan yang teliti pakaian, bahan yang digunakan, mode, dan adanya ciri
tulisan/gambar, seperti merek pakaian, penjahit, laundry, dan inisial nama dapat memberikan
informasi yang berharga, tentang pemilik pakaian tersebut. Untuk korban tidak dikenal,
menyimpan seluruh pakaian atau potongan-potongan berukuran 10 cm x 10 cm merupakan
tindakan yang tepat agar korban dapat dikenali walaupun tubuhnya sudah dikubur.
3. Perhiasan
Perhiasan antara lain anting-anting, kalung, gelang serta cincin yang ada pada tubuh korban,
khususnya bila perhiasan tersebut ada inisial nama seseorang yang biasanya terdapat pada bagian
dalam gelang atau cincin, akan membantu dokter atau penyidik dalam menentukan identitas
korban. Oleh karena itu, penyimpanan perhiasan korban harus dilakukan dengan baik.

10
4. Dokumen
Dokumen berupa Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi, paspor, kartu golongan darah,
tanda pembayaran, dan sebagainya dapat membantu menunjukkan identitas korban.
5. Medis
Medis yaitu pemeriksaan fisik keseluruhan meliputi bentuk tubuh, tinggi, berat badan, warna mata,
adanya cacat tubuh, kelainan bawaan, jaringan parut bekas operasi, dan tato dapat membantu
menentukan identitas korban. Pada beberapa keadaan khusus, harus dilakukan pemeriksaan
radiologis untuk mengetahui keadaan sutura (pen.- sutura adalah sendi yang dihubungkan dengan
jaringan-jaringan ikat fibrosa rapat dan hanya ditemukan pada tulang tengkorak, contoh sutura
adalah sutura sagital dan sutura parietal), bekas patah tulang atau pen, serta pasak yang dipakai
pada perawatan penderita patah tulang;
6. Gigi
Pemeriksaan gigi. Dengan bentuk gigi dan rahang yang merupakan ciri khusus seseorang,
sedemikian khususnya sehingga dapat dikatakan tidak ada gigi atau rahang yang identik pada dua
orang berbeda. Oleh karena itu, pemeriksaan gigi geligi memiliki nilai tinggi dalam penentuan
identitas seseorang. Keterbatasan pemanfaatan gigi sebagai sarana identifikasi karena belum
meratanya sarana untuk pemeriksaan gigi, demikian pula pendataannya (rekam medik gigi) karena
pemeriksaan gigi masih dianggap hal yang mewah bagi kebanyakan rakyat Indonesia;
7. Sidik jari
Sidik jari dapat dikatakan bahwa tidak ada dua orang mempunyai sidik jari yang sama, walaupun
orang kembar, sehingga sidik jari merupakan sarana penting bagi kepolisiandalam mengetahui
identitas seseorang. Dokter tidak melakukan pemerikasaan sidik jari, namun demikian dokter
berkewajiban mengambilkan (mencetak) sidik jari, khususnya sidik jari korban meninggal dan
mayatnya telah membusuk;
8. Serologi
Merupakan sampel darah yang dapat diambil dari dalam tubuh korban, maupun bercak darah yang
berasal dari bercak-bercak pada pakaian. Pemeriksaan sampel darah dapat menentukan golongan
darah korban;.
9. Eksklusi
Merupakan metode yang hanya digunakan untuk kasus bencana massal yang banyak membawa
korban, seperti peristiwa kecelakaan pesawat, kecelakaan kereta api, dan kecelakaan angkutan lain
yang membawa banyak penumpang.
Dalam praktek penentuan identitas seseorang, dari sembilan metode identifikasi tersebut, tidak
semuanya digunakan. Cara identifikasi yang bersifat primer merupakan identifikasi yang dapat
berdiri sendiri tanpa dibantu metode identifikasi lain, yaitu pemeriksaan sidik jari (daktiloskopi),
gigi geligi (odontologi) dan DNA. (Idries,2013)

11
Cara identifikasi primer berupa pemeriksaan sidik jari dan gigi geligi yang dapat berdiri sendiri
tanpa dibantu metode identifikasi lain, karena hampir tidak ada sidik jari dan gigi yang identik
antara dua orang berbeda, sehingga pemeriksaan sidik jari dan gigi tersebut bersifat sangat
individual dan memiliki validitas tinggi. (Idries,2013)
Metode ilmiah mutakhir yang dinilai memiliki akurasi tinggi berhubungan dengan identifikasi
primer adalah penggunaan metode DNA, namun demikian sepanjang masih dapat menggunakan
metode identifikasi yang lain, pemeriksaan DNA tidak diutamakan dalam identifikasi forensik.
Pemeriksaan DNA merupakan salah satu teknik identifikasi primer yang memiliki validitas tinggi,
namun demikian memerlukan biaya yang tinggi pula, sehingga tidak diutamakan dalam proses
identifikasi forensik. (Idries,2013)
Di samping cara identifikasi primer, dikenal pula metode identifikasi yang bersifat sekunder, yang
tidak dapat berdiri sendiri, sehingga memerlukan dukungan metode identifikasi lain dalam rangka
menemukan kebenaran jati diri/identitas seseorang. Identifikasi sekunder dapat dilakukan secara
sederhana dan ilmiah. (Idries,2013)
Secara sederhana identifikasi sekunder dilakukan dengan cara melihat langsung ciri seseorang
dengan memperhatikan pakaian yang dikenakan, perhiasan, dan atau kartu identitas diri yang
diketemukan pada korban; sedangkan secara ilmiah dilakukan dengan menggunakan metode
keilmuan tertentu, misalnya dengan menggunakan sarana pemeriksaan medis, yang
pelaksanaannya dilakukan oleh tenaga medis. (Idries,2013)
Sarana pemeriksaan medis diperlukan apabila pihak kepolisiantidak dapat menggunakan sarana
identifikasi sekunder dengan melihat langsung ciri seseorang dari pakaian yang dikenakan,
perhiasan, atau kartu identitas diri yang diketemukan pada korban; di samping itu pemeriksaan
medis diperlukan apabila hasil identifikasi kurang memperoleh hasil yang meyakinkan.
(Idries,2013)
Prinsip yang digunakan dalam proses identifikasi adalah dengan cara membandingkan antara data
ante mortem dengan post mortem, semakin banyak data yang cocok maka memiliki tingkat akurasi
tinggi. Identifikasi primer bernilai lebih tinggi daripada identifikasi sekunder. Kesulitan yang
dihadapi pada identifikasi mayat, antara lain karena kondisi mayat yang hancur, pada kasus mayat
terbakar dan bagian tubuh yang tersisa berupa abu(Idries,2013)
Di samping itu kesulitan identifikasi mayat disebabkan karena data-data ante mortem yang tidak
lengkap untuk kebanyakan orang Indonesia. Kurangnya dokter spesialis forensik di Indonesia
merupakan kendala tersendiri dalam melakukan identifikasi. (Idries,2013)

12
2.4 Sebab Kematian Dan Mekanisme Kematian Pada Ledakan Bom

Sebab Kematian
Kematian dapat terjadi karena berbagai penyebab tergantung pada sifat dan intensitas ledakan,
jarak korban dari tempat ledakan dan lokasi ledakan, yaitu apakah di ruang tertutup atau di tempat
terbuka. Tubuh dapat hancur seluruhnya akibat efek ledakan ketika korban berada di dalam sekitar
ledakan. Jika korban berada agak jauh dari ledakan, kematian dapat terjadi karena luka bakar,
cedera benda tumpul, dan puing-puing yang jatuh. (K,Vij, 2008)
Crush asphyxia mungkin menjadi penyebab dalam beberapa kasus kematian karena terkubur di
bawah batu yang jatuh. Kadang-kadang, kematian dapat terjadi karena menghirup asap beracun,
terutama dalam bencana tambang. Kadang-kadang, korban dapat meninggal dalam waktu singkat
setelah ledakan dengan tidak lebih dari cedera ringan dan tidak ada penyakit yang menyertai.
(K,Vij, 2008)
Beberapa dari kematian ini mungkin disebabkan oleh emboli udara sistemik dari udara, yang telah
memperoleh akses ke vena pulmonalis setelah kerusakan akibat ledakan pada paru-paru. Pada
kematian cepat lainnya, tampaknya kematian disebabkan oleh perubahan peredaran darah yang
besar akibat refleks mematikan, yang disebut 'shock ledakan'. (K,Vij, 2008)
Mekanisme Pasien Akibat Ledakan
Tabel 1. Mekanisme Cedera Ledakan

Kategori Karakteristik Bagian tubuh Jenis Cedera


Terpengaruh
Utama Unik untuk HE, hasil dari Struktur berisi gas - Ledakan paru
dampak gelombang tekanan paling rentan (barotrauma paru)
berlebih dengan permukaan - paru-paru, saluran - Ruptur TM dan kerusakan
tubuh. GI, dan telinga tengah telinga tengah
- Perdarahan perut
dan perforasi
- Globe (mata) pecah
- Gegar otak (TBI tanpa
tanda fisik cedera kepala)

Sekunder Hasil dari puing-puing Setiap bagian tubuh - Luka tembus balistik
terbang dan pecahan bom (fragmentasi) atau
mungkin terpengaruh tumpul
-Penetrasi mata (bisa
bersifat gaib)
Tersier Hasil dari individu yang Setiap bagian tubuh - Fraktur dan amputasi
terlempar oleh angin traumatis
ledakan mungkin terpengaruh - Cedera otak tertutup
dan terbuka

13
Kuarter - Semua cedera, Setiap bagian tubuh - Luka bakar (flash,
penyakit, atau penyakit mungkin terpengaruh parsial, dan full thickness)
terkait ledakan yang - Luka remuk
bukan karena primer, - Cedera otak tertutup
sekunder, atau dan terbuka
mekanisme tersier. - Asma, COPD, atau
- Termasuk eksaserbasi atau masalah pernapasan lainnya
komplikasi dari kondisi akibat debu, asap, atau asap
yangada. beracun
- Angina
- Hiperglikemia,
hipertensi

Tabel 2 Gambaran Umum Cedera terkait Bahan Peledak


Sistem Cedera atau
Kondisi
Pendengaran Ruptur TM, gangguan tulang pendengaran, kerusakan koklea,
benda asing

Mata, Orbit, Wajah Bola dunia berlubang, benda asing, emboli udara, patah tulang

Pernapasan Ledakan paru, hemotoraks, pneumotoraks, kontusio dan perdarahan


paru, fistula AV (sumber emboli udara), kerusakanepitel saluran
napas,pneumonitis aspirasi, sepsis

Perforasi usus, perdarahan, ruptur hati atau limpa,sepsis, iskemia


Berkenaan dgn mesenterika dari emboli udara
pencernaan

Peredaran darah Kontusio jantung, infark miokard akibat emboli udara, syok,hipotensi
vasovagal, cedera vaskular perifer, cedera akibat emboli udara

Cedera SSP Gegar otak, cedera otak tertutup dan terbuka, stroke, cedera tulang
belakang, cedera akibat emboli udara

Cedera Ginjal Memar ginjal, laserasi, gagal ginjal akut karenarhabdomyolysis,


hipotensi, dan hipovolemia

Cedera ekstremitas Amputasi traumatik, patah tulang, cedera remuk, sindrom


kompartemen, luka bakar, luka, laserasi, oklusi arteri akut,cedera
akibat emboli udara

14
Hingga 10% dari semua korban ledakan memiliki cedera mata yang signifikan. Cedera ini
melibatkan perforasi dari proyektil berkecepatan tinggi, dapat terjadi dengan ketidaknyamanan
awal yang minimal, dan muncul selama beberapa hari, minggu, atau bulan perawatan setelah
kejadian. (CDC)
Gejalanya meliputi nyeri atau iritasi mata, sensasi benda asing, penglihatan yang berubah,
pembengkakan atau memar periorbital. Temuan dapat mencakup penurunan ketajaman visual,
hifema, perforasi bola mata, perdarahan subkonjungtiva, benda asing, atau laserasi kelopak mata.
Rujukan liberal untuk skrining oftalmologi dianjurkan.(CDC)
Cedera Ledakan
1.Cedera paru-paru
"Ledakan paru-paru" adalah konsekuensi langsung dari gelombang tekanan berlebih HE. Ini
adalah cedera ledakan primer fatal yang paling umum di antara korban awal. Tanda-tanda ledakan
paru-paru biasanya muncul pada saat evaluasi awal, tetapi telah dilaporkan paling lambat 48 jam
setelah ledakan.(CDC)
Ledakan paru- paru ditandai dengan trias klinis apnea, bradikardia, dan hipotensi. Cedera paru
bervariasi dari petechae yang tersebar hingga perdarahan konfluen. Ledakan paru-paru harus
dicurigai untuk siapa saja dengan dispnea, batuk, hemoptisis, atau nyeri dada setelah paparan
ledakan. Ledakan paru-paru menghasilkan pola "kupu-kupu" yang khas pada rontgen dada.
Rontgen dada direkomendasikan untuk semua orang yang terpapar dan tabung dada profilaksis
(thoracostomy) direkomendasikan sebelum anestesi umum atau transportasi udara diindikasikan
jika dicurigai adanya ledakan paru.(CDC)
2. Cedera telinga
Cedera ledakan primer pada sistem pendengaran menyebabkan morbiditas yang signifikan, tetapi
mudah diabaikan. Cedera tergantung pada orientasi telinga terhadap ledakan. Perforasi TM adalah
cedera yang paling umum pada telinga tengah. Tanda-tanda cedera telinga biasanya muncul pada
saat evaluasi awal dan harus dicurigai pada siapa saja yang mengalami gangguan pendengaran,
tinitus, otalgia, vertigo, perdarahan dari kanalis eksternal, ruptur TM, atau otorhea mukopurulen.
Semua pasien yang terpapar ledakan harus menjalani penilaian otologi dan audiometri.(CDC)
3. Cedera Perut
Bagian yang mengandung gas dari saluran GI paling rentan terhadap efek ledakan primer. Hal ini
dapat menyebabkan perforasi usus segera, perdarahan (mulai dari petekie kecil hingga hematoma
besar), cedera geser mesenterika, laserasi organ padat, dan ruptur testis. Cedera perut ledakan harus
dicurigai pada siapa pun yang terkena ledakan dengan nyeri perut, mual, muntah, hematemesis,
nyeri dubur, tenesmus, nyeri testis, hipovolemia yang tidak dapat dijelaskan, atau temuan apa pun
yang menunjukkan perut akut. Temuan klinis mungkin tidak ada sampai timbulnya
komplikasi.(CDC)

15
4. Kerusakan otak
Gelombang ledakan primer dapat menyebabkan gegar otak atau cedera otak traumatis ringan
(MTBI .).) tanpa pukulan langsung ke kepala. Pertimbangkan kedekatan korban dengan ledakan
terutama bila diberikan keluhan sakit kepala, kelelahan, konsentrasi yang buruk, lesu, depresi,
kecemasan, insomnia, atau gejala konstitusional lainnya. Gejala gegar otak dan gangguan stres
pasca trauma bisa serupa. (CDC)

16
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dari paparan diatas, penulis dapat menyimpulkan dari makalah terdapat pembahasan Jenis- jenis
ledakan bom berdasarkan mekanisme ledakannya jenisnya yaitu Primer (barotrauma), Sekunder
(fragmentasi), Tersier (perpindahan Kuarter (bermacam-macam). Dampak ledakan bom yang
diakibatkan kepada tubuh manusia berdasarkan variasi penyebabnya yaitu efek ledakan; dampak
proyektil yang berasal dari bahan peledak perangkat; dampak dari benda-benda di sekitarnya dan
puing-puing yang terdorong oleh ledakan; luka bakar dari gas panas dan benda pijar;dan cedera
sekunder akibat jatuhnya pasangan bata, balok dan perabotan copot akibat ledakan. Tata cara
pemeriksaan korban kasus ledakan pada korban hidup dan mati dengan melakukan evaluasi harus
dimulai dengan ABCDE dan Head to toe examination. Serta terdapat Sebab kematian dan
mekanisme kematian pada ledakan bom.

17
DAFTAR PUSTAKA
Greenwood, J. E. 2009. ‘Burn injury and explosions: an Australian perspective’. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19834533.
Saukko P, Knight B. 2004.Knight’s Forensic Pathology. 3rd ed. London : Hodder Arnold
Putro ,A.K. Wisnu Baroto Sutrisno dkk. 2019. The Challenges in Complexity Management of
Bomb Blast Injuries: An Experience from Type B Private Hospital Surabaya Volume 11, Nomor
3. Sumber: https://www-ncbi-nlm-nih
Idries ,Abdul Mun’im. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama. Jakarta :
Binarupa Aksara
Idries ,Abdul Mun’im . 2013. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Proses Penyidikan
(Edisi Revisi), Jakarta : CV.Sagung Seto
Vij Krishan. 2008. Textbook of Forensic an medicine and toxicology. Medicolegal examination
of the living. 4th edition. Elsevier
CDC. Ledakan dan Cedera Ledakan.

18

Anda mungkin juga menyukai