Anda di halaman 1dari 10

BAB V

PERAN LEMBAGA ADAT DALAM MEMAKSIMALKAN PERAN DAN

FUNGSI PRANATA ADAT

A. Hasil Penelitian

Peran Lembaga Adat atau Organisasi Non-Politik (Ornop) dalam

Mempengaruhi Kebijakan .) Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan

(status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan

kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan. Peranan dan kedudukan tidak

dapat dipisahkan, karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Tak

ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peranan. Hubungan-

hubungan yang ada dalam masyarakat merupakan hubungan antara peranan-

peranan individu dalam masyarakat. Peranan yang melekat pada diri seseorang

harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan masyarakat. Posisi seseorang

dalam masyarakat (yaitu social-positional) merupakan unsur statis yang

menunjukan tempat individu pada organisasi masyarakat. Peranan lebih banyak

menunjukan pada fungsi, penyesuaian diri, dan sebagian suatu proses. Jadi

seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu

peranan.

Untuk itu masing-masing organisasi non-pemerintah harus menyiapkan

unsur-unsur objektif dan subjektifnya sebagai prasyarat sebuah gerakan sejati.

Kondisi subjektif berkaitan dengan kecerdasan, kemampuan, keterampilan dan

58
59

tanggung jawab dari para aktivis organisasi dengan mengedepankan kerjasama

antarjaringan kerja. Sementara kondisi objektif lebih pada pengolahan indera

dalam melihat dan menilai peluang-peluang yang berkembang di seluruh bidang

kehidupan yang dapat mendorong tujuan bersama.

Sepertihalnya yang di katakana oleh Puang Baharun (Mantan pemangku

adat/Fanggaderreng ) menurutnya :

Iya aro ade’ ee ri kamponggee, pertama nadoanggi famarentae


nabangung ya aroo ri aspek keagaamaan, budayaa silong
hubunggatta ri masyarakat. Kedua naberlakukanggi iyaro hukum
ade’ engkae ri kamponggee untuk ketertiban ri masyarakat edeee,
ketiga nabina silong nakembangkan nilai-nilai kebudayaanggee
silong nalestarikan budayaee ri desa balang pesoang.
Lembaga adat yang ada di desa. Pertama membantu pemerintah
membangun beberapa aspek, baik itu di bidang
keagamaan,kebudayaan dan kemasyarakatan.kedua, melaksan
hukum adat istiadat yang ada di desa.ketiga, membina dan
mengembangnkan nilai-nilai adat dalam rangka memperkaya da
melestarikan kebudayaan di desa balang pesoang.

Hasil wawancara diatas dari Puang baharun yang mengemukakan

pendapatnya terkait dengan peran lembaga adat , maka dapat disimpulkan bahwa

lembaga adat yang ada di masyarakat adat khususnya masyarakat adat desa

Balang Pesoang sangat memegang teguh adat yang berlaku dari zaman nenek

moyang mereka yang diwariskan keanak cucu mereka dan hingga kini tetap

mereka lestarikan di dalam lingkup masyarakat adat guna utuk menjaga ketertiban

maupun integritas yang ada di dalam masyarakat serta lebih memberdayakan lagi

nilai-nilai kebudayaan.

Dalam kehidudupan masyarakat desa balang pesoang guna untuk tetap

menjaga kelestarian budaya maupun lembaga adat yang ada di daerah tersebut
60

maka dari itu tokoh-tokoh masyarakat yang berperan penting dalam lembaga adat

tersebut akan selalu memaksimalkan fungsi dari lembaga adat sebagai mana yang

di tambahkan mantan pemangku adat Puang Baharun:

Untuk maksimalkan fungsina lembaga ade’ee setidaknya iyaro


setiap anggota masyarakaede baik itu dari yang muda sanggenna
dewasa haruski tanamkanggi nalai-nilai budaya fole to rioloe
nasaba iyaroo budayae idi ciri khasna tonno kampongge jadi enna
nahedding di luffai.
Untuk memaksimalkan fungsi lembaga adat sebenarnya peran di
setiap elemen masyarakat sangatlah penting mulaidari yang muda
sampai yang dewasa harus kita tanamkan nilai-nilai kebudayaan
dari orang terdahulu kita karena budaya kita adalah ciri khas dari
daerah kita yang tidak boleh kita lupakan
.

Menanggapi hasil wawancara diatas maka dapat kita ketahui bahwa

hukum adat itu sudah menjadi budaya atau tradisi dalam masyarakat yang sesuai

dengan UU yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dan harusnya ada sosisalisasi

yang merata agar masayarakat mengetahui atau memahami hukum yang

ditetapkan pemerintah. Hukum adat dan hukum yang sudah ditetapkan itu tidak

jauh beda dan memiliki banyak persamaan.

Masyarakat adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan

manusia, karena masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama dan

menghasilkan kebudayaan, Sedangkan kebudayaan Menurut Selo Soemarjan dan

Selo Soemardi merupakan semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Bagian

yang selalu hadir dalam kehidupan manusia yang terintegrasi dan berubah setiap

zamannya mengikuti perkembangan masyarakat. Pendapat tersebut adalah


61

merupakan hal yang sinergis dengan realitas masyarakat yang ada, dimana

masyarakat menghasilkan suatu karya yang dijadikan sebagai salah satu identitas

masyarakat serta rasa yang menghasilkan keindahan, karsa yang menghasikan

kaidah kepercayaan, kesusilaan serta norma yang di akui dan berlaku dalam

masyarakat dengan berbagai sangsi yang berlaku.

Perkembangan hasil wawnacara tidak berhenti di situ saja, pada informan

yang lain masih banyak yang berkomentar tentang hukum adat yang berlaku di

masyarakat adat wamsisi dan sekali lagi ditegaskan, bahawa penegakan hukum

adat ini atau dalam bahasa judul skripsi ini, dominasi hukum adat, mendapat

reaksi yang positif dan dari semua kalangan. sesuai dengan pernyataan salah

seorang informan di atas, maka di tegaskan kembali oleh informan lainya, berikut

ia merupakan masyarakat adat wamsisi yang bekerja sebagai petani juga kapala

pemuda, menyatakan bahwa :

“Menurut etta baso (tokoh masyarakat) hukum adat itu peraturan yg tidak
tertulis yang ada dan berkembang di dalam masyarakat adat yang samua
masyarakat adat harus taat karna kalau tidak taat nanti nenek moyangakan
murka dan terkadang hukumannya secara tidak langsung di dapat dan
bahkan akan lebih para di pperaturan yang tertulis . kita harus pertahankan
lembaga adat maupun hukum Pernyataan tersebut dilanjutkan oleh
informa lain bahwa:
Uraian dan pendapat yang diperoleh dari beberapa informan, bukanlah hal

yang mudah juga bukan hal yang sulit dalam menjalankan dan mempertahankan

hukum adat di era indoesia sekarang ini. Namun suatu kondisi yang sangat

mengesankan yang terjadi di masyarakat adat wamsisi karena mereka mampu

mempertahankan hukum adat, yang banyaak orang anggap itu merupakan suatu

kondisi ketertinggalan zaman, namum banyak juga yang memberikan apresiasi


62

dan respon positif terhadap hal tersebut. Dengan demikian cara mempertahankan

hukum adat masyarakat Wamsisi dengan menggunakan pendekatan pendidikan

yakni dngan sengaja tidak membuka ruang bagi salah seorang anak laki-lakinya

untuk tidak menempuh proses pendidikan formal (sekola) agar dapat menjaga dan

merawat warisan adat istiadat maupun yang berlaku saat itu dalam masyarakat

adatnya, dengan mengaalasanka bahwa jika semua anak menempuh pendidikan

formal maka secara tidak lansung meniadakan warisan adat yang telah ada sejak

lama. Jika semuanya bersekolah maka semua akan sibuk dengan pelajaran yang

diperoleh di bangku sekolah kemudian tidak ada yang peduli terhadap adat

mereka lagi alhasil adat mereka akan hilang dengan sendirinya. Memang pada

umumnya masyarakat adat sulit sekali dalam hal membuka diri baik secara

pribadi maupun secara berkeelompok untuk menerima system kehidupan yang

baru, maka tak jarang kita jumpai anggapan banyak orang tetang masyarakat adat

itu adalah masyarakat yang tradisional dan ketinggalan zaman. Tapi membuka diri

juga merupakan suatu masalah bagi masyarakat adat.

Membuka diri untuk menerima suatu system dan tatanan sosial yang baru

akan berakibat pada semua system dan tatanan masyarakat adat akan terjangkit

seistem yang berkembang di masyarakat moder. Membuka diri juga merupakan

hal yang sulit karena selalu mengalami pertentangan dalam lingkungan social dan

adat istiadat masyarakat adat itu sendiri, hal itu bisa menjadi malapetaka yang

besar juga bisa menjadi tatanan pengetaahuan baru bagi masyarakat adat. sesuai

dengan apa yang telah dikemukkan dalam teori Receptie Theorie atau teori resepsi

merupakan teori yang diperkenalkan oleh Christian Snouck Hurgronje. Teori ini
63

selanjutnya ditumbuh kembangkan oleh pakar hukum adat Cornelis Van

Vollenhoven dan Betrand Ter Haar.

B. Pembahasan

Teori resepsi berawal dari kesimpulan yang menyatakan bahwa hukum

baru diakui dan dilaksanakan sebagai hukum ketika hukum adat telah

menerimanya. Terpahami di sini bahwa hukum positif berada di bawah hukum

adat. Hukum yang tumbuh kembang dalam masyarakat selalu mengalami

perubahan sebagaimana manusia, karena dengan dasar yang telah kita ketahui

bahwa manusialah yang membuat hukum itu sendiri agar terciptanya keteraturan

social yang di cita-citakan, kemudian manusia pula yang menegakan dan

meematuhi hukum tersebut. Jika hukum dalam suatu masyarakat dianggap tidak

sesuai lagi dengan perkembangan pola piker manusia dan tidak mampu lagi

menjamin dan mengatur kehidupan masyarakat, maka hukum tersebut akan

dirunbah oleh manusia yang merancang, menegakan kemudian yang menjalankan

dalam artian mematuhi hukum tersebut.

Lembaga adat : Menurut Teer Haar, lembaga hukum adat lahir dan

dipelihara oleh keputusan-keputusan warga masyarakat hukum, terutama

keputusan yang berwibawa dari kepala-kepala rakyat yang membantu pelaksanaan

perbuatan-perbuatan hukum atau dalam hal kepentingan keputusan hakim yang

bertugas mengadili sengketa fungsi:

1. Membantu pemerintah dalam kelancaran dan pelaksanaan pembangunan di

segala bidang terutama dalam bidang keagamaan, kebudayaan dan

kemasyarakatan.
64

2. Melaksanakan hukum adat dan istiadat dalam desa adatnya.

3. Memberikan kedudukan hukum menurut adat terhadap hal-hal yang

berhubungan dengan kepentingan hubungan sosial kepadatan dan

keagamaan.

4. Membina dan mengembangkan nilai-nilai adat dalam rangka memperkaya,

melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional pada umumnya

dan kebudayaan.

5. Menjaga, memelihara dan memanfaatkan kekayaan desa adat untuk

kesejahteraan masyarakat desa adat

Sebagaimana hasil wawancara yang terurai diatas, maka kita dapat

melakukan pendekatan dengan teori Soekanto (1999:268) Peranan (role)

merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan

hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu

peranan. Peranan dan kedudukan tidak dapat dipisahkan, karena yang satu

tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan atau

kedudukan tanpa peranan. Hubungan-hubungan yang ada dalam masyarakat

merupakan hubungan antara peranan-peranan individu dalam masyarakat. Peranan

yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan

masyarakat. Posisi seseorang dalam masyarakat (yaitu social-positional)

merupakan unsur statis yang menunjukan tempat individu pada organisasi

masyarakat. Peranan lebih banyak menunjukan pada fungsi, penyesuaian diri, dan

sebagian suatu proses. Jadi seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat
65

serta menjalankan suatu peranan.

Menurut Soekanto (1999:269) Peranan mencakup tiga hal yaitu:

a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau

tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan

rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam

kehidupan kemasyarakatan.

b. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh

individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi

struktur sosial masyarakat.

Masyarakat biasanya memberikan fasilitas-fasilitas pada individu untuk

dapat menjalankan peranan. Lembaga-Lembaga Adatmerupakan bagian

masyarakat yang banyak menyediakan peluang-peluang untuk melaksanakan

peranan.

Menurut Setiawan (2000:23) secara umum, peran Organisasi-organisasi

non-pemerintah harus terus mendorong adanya perubahan kebijakan sektor-sektor

kehidupan publik ke arah yang lebih baik. Untuk itu masing-masing organisasi

non-pemerintah harus menyiapkan unsur-unsur objektif dan subjektifnya sebagai

prasyarat sebuah gerakan sejati. Kondisi subjektif berkaitan dengan kecerdasan,

kemampuan, keterampilan dan tanggung jawab dari para aktivis organisasi dengan

mengedepankan kerjasama antarjaringan kerja. Sementara kondisi objektif lebih

pada pengolahan indera dalam melihat dan menilai peluang-peluang yang


66

berkembang di seluruh bidang kehidupan yang dapat mendorong tujuan bersama.

Setiawan (2000:24) menegaskan beberapa peran organisasi non-pemerintah

(dalam aras nasional) yang harus diupayakan yaitu:

1. Menemukan pemimpin negara yang efektif dan produktif dalam arti

seluas-luasnya; keterlibatan dalam pendidikan politik, menjadi pemantau

pemilu dan berbagai macam proses tingkah laku politik negaradengan

berpegang pada prinsip-prinsip ke-Ornop-an yakni independent/non-

partisan dan mengabdi kepada rakyat kecil.

2. Membuat media publikasi nasional yang secara sistematik mampu menjadi

payung dan corong propaganda organisasi non-pemerintah di seluruh

Indonesia.

3. Merumuskan kesepakatan minimal tentang isu-isu yang sangat strategis

untuk diupayakan perubahannya sebagai prasyarat langkah menuju

demokratisasi di Indonesia.

Seperti halnya teori struktura Fungsional Tallcot Parson tersebut yang

dikenal dengan sebutan AGIL yaitu Adaptasi (A [adaptation]), pencapaian tujuan

(G [goal attainment]), integrasi (I [integration]), dan latensi atau pemeliharaan

pola (L [latency]). Lalu bagaimanakah Parson menggunakan empat skema diatas?

Pertama adaptasi dilaksanakan oleh organisme perilaku dengan cara

melaksanakan fungsi adaptasi dengan cara menyesuaikan diri dan mengubah

lingkungan eksternal. Sedangkan fungsi pencapaian tujuan atau Goal attainment

difungsikan oleh sistem kepribadian dengan menetapkan tujuan sistem dan

memolbilisai sumber daya untuk mencapainya.


67

Fungsi integrasi di lakukan oleh sistem sosial, dan laten difungsikan

sistem cultural. Bagaimana sistem cultural bekerja? Jawabannya adalah dengan

menyediakan aktor seperangkat norma dan nilai yang memotivasi aktor untuk

bertindak. Tingkat integrasi terjadi dengan dua cara, pertama : masing-masing

tingkat yang paling bawah menyediakan kebutuhan kondisi maupun kekuatan

yang dibutuhkan untuk tingkat atas. Sedangkan tingkat yang diatasnya berfungsi

mengawasi dan mengendalikan tingkat yang ada dibawahnya.

Menurut Parsons, kebudayaan merupakan kekuatan utama yang mengikat

sistem tindakan. Hal ini disebabkan karena di dalam kebudayaan terdapat norma

dan nilai yang harus ditaati oleh individu untuk mencapai tujuan dari kebudayaan

itu sendiri. Nilai dan norma itu akan diinternalisasikan oleh aktor ke dalam dirinya

sebagai suatu proses dalam sistem kepribadian agar membentuk individu sesuai

yang diinginkan dalam sistem kultural. Contohnya, nilai dan norma akan

mendorong individu untuk bertutur kata lebih sopan kepada orang yang lebih tua

maupun orang yang dituakan.

Parsons berpendapat bahwa sistem kultural sama dengan sistem tindakan

yang lain. Jadi, kebudayaan adalah sistem simbol yang terpola dan tertata yang

merupakan sarana orientasi aktor, aspek sistem kepribadian yang

diinternalisasikan, dan pola-pola yang terinstitusionalkan dalam sistem sosial

(Teori Sosiologi, George Ritzer , Douglas J. Goodman:263). Artinya sistem

kultural dapat dikatakan sebagai salah satu pengendali sistem kepribadian

Anda mungkin juga menyukai