Anda di halaman 1dari 149

EFEKTIVITAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM

MENGHADAPI PERMASALAHAN KEKERASAN ANAK DAN PEREMPUAN

(Studi Kasus UPT P2TP2A Di Kel. Lamalaka Kab. Bantaeng)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Guna Memperoleh Gelar Sarjana


Pendidikan pada Studi Pendidikan Sosiologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh :
DEWI RESKY AMALIA
105381107417

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
ii
iii
iv
MOTTO

“Kesuksesan mu tak bisa dibandingkan dengan orang lain, melainkan


dibandingkan dengan dirimu sebelumnya, dan bukan tentang seberapa banyaknya
uang yang kamu hasilkan, tapi seberapa besar kamu bisa membawa perubahan
untuk hidup orang lain”

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya yang sederhana ini dari saya, terutama kepada ayahanda
dan ibunda tercinta saya yang senantiasa merawat dan membesarkan serta
membiayai kehidupan saya hingga saat ini. Mungkin ini belum dapat membalas
setiap jasamu tapi yakinlah dari hati anakmu ini tiada kata lain selain ingin
membanggakan dan membahagiakanmu. Tidak ada kata lain selain dari ucapan
terima kasih yang sebesar besarnya, dan tidak lupa pula kepada teman-teman
seperjuangan saya dan para sahabat-sahabatku yang selalu mendoakan dan
mendukung saya.

v
ABSTRAK

Dewi Resky Amalia, 2021. Efektivitas Pemberdayaan Perempuan dan Anak


Dalam Menghadapi Permasalahan Kekerasan Anak dan Perempuan (Studi Kasus
UPT P2TP2A Di. Kel. Lamalaka Kab. Bantaeng). Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Makassar. Dan dibimbing oleh
Pembimbing I Ibu Dr. Yumriani, S.Pd.,M.Pd dan Pembimbing II Bapak Suardi,
S.Pd.,M.Pd.
P2TP2A atau Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak
merupakan pusat kegiatan terpadu yang didirikan Kementerian. Pemberdayaan
perempuan dan Perlindungan anak menyediakan pelayanan bagi masyarakat
Indonesia terutama perempuan dan anak korban tindak kekerasan. Serta
menganalisis bagaimana efektivitas pemberdayaan perempuan dan anak dalam
menghadapi kasus permasalahan kekerasan perempuan dan anak. Dan
mengidentifikasi apa saja faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi pusat
pelayanan terpadu, serta menganalisis bagaimana kendala-kendala yang dialami
P2TP2A dalam memberikan perlindungan hukum. Adapun metode penelitian
yang digunakan adalah penelitian Kualitatif. Hasil penelitian di lapangan
menunjukkan bahwa latar belakang yang memicu terjadinya kekerasan terhadap
anak dan perempuan yaitu rendahnya ekonomi keluarga dan kurangnya
pendidikan orang tua mendidik anak. Dan berbagai bentuk kekerasan baik itu
kekerasan dalam bentuk fisik, psikis, kekerasan sosial maupun pelecehan seksual
terhadap anak dan perempuan.
Untuk mengetahui Efektivitas UPT P2TP2A Kabupaten Bantaeng dalam
menghadapi kasus kekerasan yang dialami anak dan perempuan dengan adanya 5
jenis pelayanan untuk anak dan perempuan yaitu ;1. Penanganan pengaduan 2.
Pelayanan Kesehatan 3. Rehabilitas Sosial 4. Penegakan dan Bantuan Hukum 5.
Kasus Hingga Tuntas. Dimana adanya keberadaan P2TP2A ini yang diketahui
oleh masyarakat sehingga kasus ini semakin menurun dan sudah ada tempat
perlindungan dan pelaporan nya sehingga kasus ini sangat mudah di deteksi. Dari
Jenis kasus yang dihadapi UPT P2TP2A Kabupaten Bantaeng maka penanganan
kasus yang diberikan sudah memiliki tujuan yang jelas yaitu terwujudnya
Kesetaraan Gender,Perlindungan anak dan perempuan serta peningkatan
Kesejahteraan Keluarga.

Kata Kunci : Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan

vi
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam

semoga tercurah kepada Rasulullah SAW beserta keluarganya.

Penulisan ini berisi rancangan penelitian yang akan dilakukan oleh

mahasiswa sebagai salah satu syarat untuk memenuhi gelar strata - 1 tentunya di

dunia perkuliahan. Dalam penyusunan skripsi ini, kami menyadari sepenuhnya

bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan karena pengalaman dan

pengetahuan penulis yang terbatas. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua

pihak sangat kami harapkan demi terciptanya skripsi yang lebih baik.

Tak lupa juga penulis mengucapkan Terima Kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H Ambo Asse, M,Ag. Selaku Rektor Universitas

Muhammadiyah Makassar

2. Bapak Erwin Akib, S.Pd., Ph.D. Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan

3. Bapak Drs. H Nurdin, M.Pd. Selaku Ketua Prodi Jurusan Pendidikan

Sosiologi

4. Ibu Jumriani, S.Pd., M.Pd. Selaku Pembimbing I yang dengan penuh

kesabaran dan keikhlasan membimbing penulis dalam menyelesaikan

Skripsi ini

i
5. Bapak Suardi, S.Pd., M.Pd. Selaku Pembimbing II yang juga dengan

penuh kesabaran dan keikhlasan membimbing penulis dalam

menyelesaikan Skripsi ini dengan sangat baik.

6. Teristimewah Orang Tua saya Ayahanda Nurdin Ilyas dan Ibunda

Mardiana yang sangat penting di dalam hidup saya dan yang telah banyak

membantu sampai saat ini termasuk dalam menyelesaikan Skripsi dan

Kuliah dengan baik.

7. Saudara dan Teman-Teman yang selalu membantu, menyemangati dan

mendukung dalam segala hal untuk menyelesaikan Skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal dan memberikan

limpahan rejeki dan umur yang panjang untuk kita semua dan segala

kerendahan hati penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran dari

berbagai pihak, dimana selama kritik dan saran bersifat membangun dan

membantu tersusunya skripsi ini. Mudah-mudahan dapat memberikan

manfaat kepada pembaca terutama bagi diri sendiri.

Makassar, Agustus 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
SAMPUL
MOTTO .....................................................................................................................i
ABSTRAK ............................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR TABEL .................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. vii
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................ viii
BAB I ........................................................................................................................1
PENDAHULUAN .....................................................................................................1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 12
C. Tujuan Penelitian .......................................................................................................... 13
D. Manfaat Penelitian. ....................................................................................................... 13
E. Definisi Operasional ..................................................................................................... 14
BAB II .................................................................................................................... 15
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 15
A. Kajian Konsep .............................................................................................................. 15
B. Kajian Teori .................................................................................................................. 24
C. Kerangka Pikir.............................................................................................................. 28
D. Hasil Penelitian Terdahulu ........................................................................................... 30
BAB III ................................................................................................................... 38
METODE PENELITIAN ........................................................................................ 38
A. Pendekatan Penelitian ................................................................................................... 38
B. Lokasi Penelitian........................................................................................................... 38
C. Tipe dan Dasar Penelitian ............................................................................................. 38
D. Fokus Penelitian ........................................................................................................... 39
E. Informan Penelitian ....................................................................................................... 39
F. Jenis dan Sumber Data .................................................................................................. 40
G. Instrumen Penelitian ..................................................................................................... 40
H. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................................... 41
I. Teknik Analisis Data .................................................................................................... 42

iii
J. Teknik Keabsahan Data ................................................................................................. 42
K. Etika Penelitian ............................................................................................................. 43
L. Teknik Penentuan Informan .......................................................................................... 44
BAB IV ................................................................................................................... 45
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...................................................... 45
A. Gambaran Wilayah ....................................................................................................... 45
B. Letak Geografis dan Administratif ............................................................................... 46
C. Sejarah Unit Pelayanan Terpadu Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan
dan Anak ( P2TP2A )........................................................................................................ 48
D. Program, Visi Misi dan Tujuan Unit Pelayanan Terpadu Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak. ............................................................................... 49
E. Struktur Unit Pelayanan Terpadu Pusat Pelayanan Pemberdayaan Perempuan dan Anak
( UPT P2TP2A )................................................................................................................ 49
F. Kedudukan, Tugas dan Fungsi P2TP2A ....................................................................... 50
G. Kondisi Umum Tentang Petugas .................................................................................. 52
H. Alur pelayanan UPT P2TP2A Provinsi Sulawesi Selatan. ........................................... 54
I. Keadaan Sosial Ekonomi ............................................................................................... 55
J. Keadaan Pendidikan ...................................................................................................... 56
BAB V..................................................................................................................... 57
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................................................... 57
A. Hasil Penelitian ............................................................................................................. 57
B. Hasil Wawancara .......................................................................................................... 64
1. Efektivitas Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Menghadapi Kasus
Permasalahan Kekerasan Perempuan dan Anak yang ada di Kabupaten Bantaeng. ........ 64
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pemerintah dalam menghadapi Pusat Pelayanan
Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) Dalam perlindungan kekerasan
pada anak di Kabupaten Bantaeng. ................................................................................... 70
3. Kendala-Kendala yang dialami Lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak dalam Memberikan Perlindungan Hukum Kepada Anak Sebagai
Korban Kekerasan............................................................................................................. 74
4. Kekurangan yang masih dimiliki untuk menangani kasus kekerasan di Kabupaten
Bantaeng. .......................................................................................................................... 79
5. Program yang dilakukan Kantor P2TP2A Untuk mengurangi angka kekerasan terhadap
anak dan perempuan. ........................................................................................................ 80
6. Efektivitas Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak di Kabupaten Bantaeng. .......................................................................................... 82

iv
A. Definisi Efektivitas....................................................................................................... 88
B. Faktor-faktor Yang Terkait Efektivitas ........................................................................ 90
BAB VI ................................................................................................................. 110
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 110
A. Kesimpulan Hasil Penelitian....................................................................................... 110
B. Saran Penelitian .......................................................................................................... 111
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 113
LAMPIRAN.......................................................................................................... 115
DOKUMENTASI.................................................................................................. 129

v
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Pembagian Wilayah Administratif di Kabupaten Bantaeng Tahun 2017

Tabel 5.1 Bentuk-Bentuk Kekerasan Domestik Terhadap Anak di Kabupaten

Bantaeng.

Tabel 5.2 Tujuan dan Hasil Efektivitas P2TP2A Pelayanan Terpadu

Pemberdayaan Perempuan dan Anak Di Kabupaten Bantaeng.

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Peta Kabupaten Bantaeng

Gambar 4.2 Letak Geografis dan Administratif Kabupaten Bantaeng

vii
DAFTAR SINGKATAN

UPT : Unit Pelayanan Terpadu

P2TP2A : Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak

UUD : Undang - Undang Dasar

HAM : Hak Asasi Manusia

UU : Undang - Undang

PBB : Persatuan Bangsa-Bangsa

KHA : Konvensi Hak Anak

SPM : Standar Pelayanan Minimal

KTP : Kekerasan Terhadap Perempuan

LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat

PPPA : Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

KPI : Komisi Perempuan Indonesia

KDRT : Kekerasan Dalam Rumah Tangga

PATBM : Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat

SOP : Standar Operasional Prosedur

viii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kekerasan sering terjadi di masa sekarang menjadi perhatian semua negara.

Kekerasan terhadap anak dan perempuan secara klinis didefinisikan sebagai

perilaku yang dilakukan seseorang kepada orang lain yang menyebabkan kerugian

fisik dan mental. mental. Negara-negara paling kejam di dunia adalah negara-

negara miskin dan berkembang, terutama Afrika dan India. Pada tahun 1993,

Majelis Umum PBB mengadopsi Deklarasi Anti Kekerasan terhadap Perempuan

yang dirumuskan oleh Komisi Status Perempuan pada tahun 1992. Tingginya

angka kekerasan terhadap perempuan dan anak menuntut pemerintah untuk

merespon dalam hal melindungi perempuan dan anak yang menjadi korban

kekerasan.

Kekerasan perempuan dan anak pada dasarnya dapat menimbulkan efek

yang.. tidak tunggal, maka dari itu diperlukan suatu penanganan yang..kompleks

terhadap korban. Menanggapi masalah pemerintah daerah merespon dengan

membentuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak

(P2TP2A).

PBB, dimana dalam pasal 1 disebutkan bahwa, kekerasan terhadap

perempuan, mencakup setiap perbuatan kekerasan atas dasar perbedaan kelamin,

yang mengakibatkan atau dapat mengakibatkan kerugian atau penderitaan

terhadap perempuan baik fisik, seksual maupun psikis, termasuk ancaman

kekuatan tersebut, paksaan dan perampasan kemerdekaan secara sewenang

1
2

wenang, baim yang terjadi dalam kehidupan yang bersifat publik maupun privat.

Secara jelas pengertian kekerasan ini kemudian dapat dilihat dalam konvensi

tentang penyiksaan dan perlakuan kejam, tak berperikemanusiaan dan

merendahkan. Di Indonesia, kekerasan terhadap anak dan perempuan merupakan

masalah yang mengkhawatirkan. Padahal, perempuan dan anak harus dilindungi

oleh seluruh anggota masyarakat karena tergolong orang yang lebih lemah dan

sering menjadi korban kekerasan.

Berbicara mengenai perlindungan dan hak anak, bangsa Indonesia sendiri

sebenarnya telah menaruh perhatian khusus terhadap anak sejak tahun 1945 dalam

Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia pasal 28B ayat 2, yang

mengamanatkan bahwa setiap anak memiliki hak untuk hidup, tumbuh dan

berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Selain itu, pemerintah juga meratifikasi Konvensi Hak Anak melalui UU

No. 10 Tahun 2012, yang mewajibkan negara untuk melindungi anak dari segala

bentuk kekerasan, baik dari sisi pencegahan maupun penanganan, termasuk

memberi bantuan dan perlindungan bagi korban kekerasan (Pasal 19). Dan

kemudian menerbitkan UU No. 23 Tahun 2002 yang diubah menjadi UU. No 35

Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa negara

menyediakan pendekatan menyeluruh untuk perlindungan anak yang mengacu

pada Konvensi Hak Anak.

Mengacu pada beberapa peraturan perundangan yang telah ditetapkan di atas,

lembaga atau instansi pemerintah yang mengurusi hal ini juga turut direncanakan

untuk mendukung terimplementasinya undang–undang tentang perlindungan anak


3

tersebut. Misalnya saja seperti instansi pusat yakni Kementerian Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia,

namun seiring dengan otonomi daerah serta reformasi pelayanan publik, lembaga–

lembaga fungsional juga berdiri pada setiap daerah kabupaten/kota untuk

mengurusi hal anak, yang tentunya dibawahi oleh kedua lembaga tersebut,

dengan harapan bahwa lembaga/instansi pemerintah turunan yang ada dapat

memberikan penanganan yang lebih cepat dan intensif jika kelak berbagai

masalah anak terjadi pada daerah yang bersangkutan.

Berdasarkan Konvensi Hak Anak Persatuan Bangsa-Bangsa (KHA PBB)

dalam 54 pasalnya merumuskan 30 butir hak-hak anak. Butir-butir ini merupakan

ciri dari konvensi PBB tentang hak anak dari pasal 1 sampai dengan pasal 54.

Adapun 30 butir ini merupakan ringkasan hak-hak anak dalam berbagai bidang

kehidupan dan penghidupan. Butir-butir tersebut adalah sebagai berikut :

memperoleh perlindungan akibat kekerasan fisik, mental, penyalahgunaan,

penelantaran atau perlakuan salah (eksploitasi), serta penyalahgunaan seksual,

perlindungan anak dari segala bentuk eksploitasi seksual, perlindungan anak dari

penculikan dan penjualan atau perdagangan anak, perlindungan anak terhadap

segala bentuk eksploitasi terhadap segala aspek kesejahteraan anak, larangan

penyiksaan dan hukuman yang tidak manusiawi.

Anak-anak sebagai manusia juga perlu dihargai, maka pada tanggal 23 Juli

ditetapkan sebagai Hari Anak Nasional berdasarkan Keppres Nomor 4 Tahun

1984. Setiap Hari Anak tiba, berbagai aktivitas dan perlombaan dilakukan untuk

meramaikan hari anak nasional, tentu saja anak-anak menyambutnya dengan


4

gembira. Setiap anak memang seharusnya hidup dengan gembira apalagi di masa

pertumbuhan. Namun tidak semua anak-anak Indonesia hidup dengan penuh

kegembiraan dan layak, masih banyak anak-anak yang keadaan ekonomi

keluarganya tidak memadai sehingga dengan terpaksa mencari nafkah di jalanan

seperti mengemis, mengamen dan memulung barang bekas.

Peningkatan kesejahteraan sosial merupakan salah satu indikator keberhasilan

pembangunan suatu daerah yang artinya permasalahan-permasalahan sosial yang

ada di masyarakat dapat tertangani dengan baik. Namun permasalahan sosial yang

lebih bersifat personal terkadang diabaikan oleh pemerintah daerah padahal hal

tersebut sangatlah penting karena menyangkut harkat dan martabat seseorang.

Dalam perkembangannya persoalan kekerasan tidaklah bersifat personal dan

berdiri sendiri, melainkan merupakan masalah sosial yang mempunyai banyak

aspek dan faktor yang melingkupinya.

Permasalahan sosial mengenai anak-anak yang menjadi korban kekerasan

seakan tertutupi dari publik karena masih minimnya kepedulian dan rendahnya

pengetahuan tentang kekerasan. Dalam Undang-Undang No. 35 tahun 2014

sebagai perubahan undang-undang sebelumnya tentang Perlindungan Anak

menyebutkan secara jelas bahwa perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk

menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,

berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Melihat hal tersebut maka sebagai golongan rentan seharusnya anak-anak lebih

dilindungi di dalam masyarakat namun yang terjadi mereka dijadikan korban


5

produktif bagi para pelaku penyimpangan seksual yang biasanya dilakukan oleh

orang-orang di sekitaran korban karena peluangnya sangat tinggi.

Untuk itu, pemerintah telah membentuk badan-badan pemberdayaan

perempuan dan perlindungan anak, yang dapat menimbulkan kesengsaraan atau

penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman

untuk melakukan tindakan tersebut, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan,

baik di depan umum maupun di tempat umum. kehidupan pribadi

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A)

merupakan salah satu bentuk wahana pelayanan bagi perempuan dan anak dalam

upaya pemenuhan informasi dan kebutuhan di bidang pendidikan, kesehatan,

ekonomi, hukum, perlindungan dan penanggulangan tindak kekerasan serta

perdagangan terhadap perempuan dan anak.

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)

mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan perlindungan korban

bagi anak baik pemberdayaan, perlindungan serta reintegrasi. Peran ini akan dapat

diwujudkan dengan baik ketika Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan

Perempuan dan Anak (P2TP2A) mempunyai sistem kelembagaan dan pelayanan

yang baik sesuai dengan standar pelayanan minimal (SPM) serta bagai

Dalam Pasal 2 Deklarasi Penghapusan Terhadap Perempuan tersebut

dinyatakan bahwa definisi kekerasan terhadap wanita di atas juga meliputi

kekerasan fisik, seksual dan psikis yang terjadi di dalam keluarga dan di dalam

masyarakat, termasuk penganiayaan, perlakuan seksual secara sah terhadap anak

wanita, kekerasan yang berkaitan dengan mas kawin (dowry-related


6

violence),perkosaan dalam perkawinan (marital rape), peminatan wanita yang

mengganggu kesehatan (female genital mutilation) dan praktek-praktek

tradisional lain yang merugikan wanita, kekerasan di luar hubungan perkawinan,

kekerasan yang bersifat eksploitatif, pelecehan wanita secara seksual (seksual

harassment) dan intimidasi di lingkungan kerja, dalam lembaga pendidikan,

perdagangan wanita, pemaksaan untuk melacur dan kekerasan yang dilakukan

oleh penguasa.

Dalam beijing platform of action No.133 disebutkan bahwa kekerasan

terhadap perempuan yaitu setiap tindakan kekerasan berdasarkan gender yang

menyebabkan atau dapat menyebabkan kerugian atau penderitaan fisik, seksual

atau psikologis terhadap perempuan, termasuk ancaman untuk melaksanakan

tindakan tersebut dalam kehidupan masyarakat dan pribadi.

Menggunakan hukum (hukum pidana), jika ada kekerasan terhadap

perempuan dan anak, terminologinya tidak boleh ambigu. Hal ini untuk

menghindari multitafsir yang pada gilirannya akan menyulitkan masyarakat dan

aparat penegak hukum. Yang sulit dihadapi adalah bagaimana membimbing dan

mengarahkan mereka keluar dari situasi/budaya konflik budaya yang damai,

dalam situasi/budaya tersebut, kekerasan dan gejolak dalam kehidupan sehari-hari

di kota-kota dan zona perang menempatkan anak-anak pada risiko yang sangat

serius, terutama jika kemiskinan, penggunaan obat-obatan dan senjata, dan

kejahatan menjadi fakta sehari-hari.

Di Indonesia, perlindungan hak asasi manusia bersifat universal dalam

UUD 1945, Perubahan Kedua Pasal 28 AJ, dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun
7

1999 tentang Hak Asasi Manusia. Lebih khusus lagi, UU No. 7 Tahun 1984

tentang penghapusan diskriminasi terhadap perempuan atau ratifikasi Konvensi

Perempuan memberikan perlindungan terhadap hak asasi perempuan. Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1984 mengatur bahwa negara akan berupaya semaksimal

mungkin untuk menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan,

termasuk kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan di ranah publik dan

domestik. Melalui undang-undang, hak asasi laki-laki dan perempuan diakui dan

dilindungi, oleh karena itu hukum selalu diperlukan untuk menyesuaikan dengan

komitmen negara untuk melindungi hak asasi warga negara (termasuk

perempuan). Memberikan perlindungan dan jaminan hukum untuk mewujudkan

hak-hak perempuan dan anak. Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP). Segala

bentuk kekerasan gender yang menyebabkan atau dapat menyebabkan

kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau mental, baik

dalam masyarakat maupun dalam kehidupan pribadi, tidak akan diancam dengan

paksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang. (Pasal 1.1983

Deklarasi PBB tentang Kekerasan terhadap Perempuan).

P2TP2A Mempunyai visi mengedepankan pemberdayaan perempuan dan

anak dari tindakan kekerasan , sesuai prinsip hak asasi manusia. Sedangkan misi

dibentuknya Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak

adalah membangun gerakan bersama untuk menghapus kekerasan dan trafficking

terhadap perempuan dan anak, memberikan pelayanan yang meliputi

pendampingan psikologis, advokasi serta informasi terhadap perempuan dan anak

yang mengalami tindak kekerasan, menjadikan P2TP2A sebagai basis


8

Pemberdayaan perempuan dan anak secara preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Berdasarkan uraian tersebut maka akan di analisis proses perlindungan kekerasan

terhadap perempuan dan anak serta upaya P2TP2A dalam mengatasi kekerasan di

dalam rumah tangga.

Perlakuan kekerasan dalam rumah tangga dapat menyebabkan trauma.

Korban kekerasan dalam rumah tangga dapat mengalami trauma fisik, psikologis

(mental) dan psikososial antara lain: 10 a. fisik berupa luka fisik, kerusakan saraf,

pingsan, cacat permanen, gugur kandungan, kehamilan, gangguan organ

reproduksi (infeksi), penyakit kelamin dan kematian. b. psikologis/mental berupa

kehilangan nafsu makan, gangguan tidur (insomnia, mimpi buruk), cemas, takut,

tidak percaya diri, hilang inisiatif/tidak berdaya, tidak percaya dengan apa yang

terjadi, mudah curiga/paranoid, kehilangan akal sehat, depresi berat. Seringkali

akibat dari tindakan kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya menimpa korban

secara langsung, tetapi juga anggota lain dalam rumah tangga secara tidak

langsung.

Tindakan kekerasan seorang suami terhadap istri atau sebaliknya, misalnya,

dapat meninggalkan kesan negatif yang mendalam di hati mereka, anak-anak dan

anggota keluarga yang lain. Kesan negatif ini pada akhirnya dapat pula

menimbulkan kebencian dan benih-benih dendam yang tak berkesudahan terhadap

pelaku. Bukan itu saja, rumah tangga yang dibangun untuk kepentingan bersama

akan berantakan. Tidak jarang pelaku turut menderita karena depresi dan tekanan

mental berlebihan yang dialaminya akibat penyesalan yang tiada lagi berguna.
9

Untuk melaksanakan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, pada tanggal 22 Oktober 2009

pemerintah membentuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak (PP dan PA). Kementerian PP dan PA mengeluarkan Peraturan Menteri

Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 5 tahun 2010

tentang Panduan Pembentukan dan Pengembangan Pusat Pelayanan Terpadu.

Peraturan tersebut mengatur bahwa masing masing daerah kabupaten/kota

mempunyai kewajiban membentuk Lembaga Pusat Pelayanan Terpadu

Pemberdayaan dan Perlindungan Terhadap perempuan dan Anak. Pusat Pelayanan

Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak adalah lembaga layanan yang

melakukan pendampingan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan

berperspektif gender. Misalnya kekerasan dalam rumah tangga meliputi kekerasan

terhadap anak, kekerasan terhadap istri, pencabulan termasuk juga kasus

pelecehan seksual, dan perkosaan. P2TP2A mendampingi semua perempuan dan

anak korban kekerasan berperspektif gender tanpa membedakan agama, golongan,

suku ataupun status sosial.

Selain itu anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber

daya manusia merupakan potensi dari penerus cita-cita perjuangan bangsa yang

memiliki ciri dan sifat khusus memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam

rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental sosial secara

utuh, sesuai, selera, dan seimbang. Segala bentuk perlakuan yang merusak hak-

hak anak dalam berbagai bentuk kekerasan, diskriminasi dan eksploitasi yang

tidak berkemanusiaan harus dihapuskan tanpa terkecuali.


10

Setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab, maka ia perlu mendapat

kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal,

baik fisik, mental maupun sosial dan berak akhlak mulia, perlu dilakukan upaya

perlindungan serta untuk mewujudkan bagaimana kesejahteraan anak dengan

memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan

diskriminasi.

Kekerasan merupakan kejahatan yang telah ada sejak dahulu dan sampai

sekarang pun masih menjadi kejahatan yang menyelimuti keberadaan manusia di

seluruh negara termasuk indonesia. Kejahatan ini mempunyai pengaruh yang luar

biasa bukan saja pada pelaku dan korban kejahatan, tetapi juga terhadap

masyarakat secara luas.

UPT P2TP2A Kabupaten Bantaeng memberikan pelayanan perlindungan

hak-hak perempuan dan anak korban kekerasan. Diantara 5 pelayanan UPT

P2TP2A Kabupaten Bantaeng yaitu; bantuan hukum, perawatan kesehatan,

mediasi, rumah aman dan reintegrasi sosial.

Kesejahteraan sosial merupakan salah satu elemen terdasar dalam pemerintah

guna menciptakan kemakmuran bagi masyarakat. Menurut Undang-Undang No.

11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan sosial, penyelenggaraan kesejahteraan

sosial adalah upaya terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah

daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial, jaminan sosial,

pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial.

Dalam setiap kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, penerima

layanan memiliki akses ke lebih dari satu layanan yang disesuaikan dengan
11

kebutuhan perempuan dan anak korban kekerasan. Dapat dilihat bahwa

keberadaan P2TP2A di Kabupaten Bantaeng dapat berdampak penting dalam

meminimalisir kasus kekerasan di Kabupaten Bantaeng.

Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif, dimana penelitian ini

mendeskripsikan peran P2TP2A Kabupaten Bantaeng. Bentuk penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kualitatif karena dalam penelitian

ini menyediakan data maupun langkah analisis data serta kesimpulan yaitu dalam

bentuk kalimat, serta faktor yang mempengaruhi P2TP2A di Kabupaten Bantaeng.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Deskriptif dengan pendekatan

Kualitatif. Penelitian ini dibatasi oleh dua fokus yaitu ; (1) Efektivitas program

P2TP2A di Kabupaten Bantaeng ; (2) Faktor pendukung dan penghambat

efektivitas program P2TP2A di Kabupaten Bantaeng.

Dimana kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ini dominan oleh

kekerasan fisik dan ada beberapa permasalahan terkait dengan perlindungan anak

yaitu masih adanya berbagai bentuk kekerasan dan bagaimana menghindari diri

dari kekerasan, tetapi sangat dirasa perlu juga untuk belajar bagaimana

memanfaatkan potensi diri yang didalamnya terdapat muatan-muatan positif

dimana setiap pribadi baik orang dewasa maupun anak-anak dapat tumbuh dan

mengembangkan potensi dirinya secara optimal jauh dari ketakutan akan

kekerasan yang sering terjadi di lingkungan nya.

Dampak Kekerasan yang terjadi sangat konflik dan mempengaruhi ketahanan

individu maupun ketahanan keluarga sehingga memerlukan penanganan yang

sangat serius. Korban kekerasan dapat dihubungkan sosial dengan tetangga dan
12

keluarganya. Untuk aspek pemenuhan HAM diperlukan karena HAM sebagai

hak-hak yang melekat pada diri manusia yaitu hak-hak dasar yang dimiliki

manusia sejak ia lahir dan berkaitan dengan harkat dan martabat sebagai makhluk

ciptaan Allah SWT. Pendampingan Korban juga penting sebagai salah satu bentuk

pemenuhan hak korban seperti tentang dalam Pasal 10 Undang – undang

penghapusan kekerasan .

Dimana Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak

melayani pengaduan dalam bentuk apa pun langsung datang ke kantor atau

melalui telepon langsung ke pembina P2TP2A Kabupaten Bantaeng dan langsung

mendapat respon dari pembina.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka yang menjadi

rumusan masalah penelitian ini adalah ;

1. Bagaimana Efektivitas Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam

Menghadapi Kasus Permasalahan Kekerasan Perempuan dan Anak Di Kab.

Bantaeng ?

2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi Pusat Pelayanan

Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) Dalam

perlindungan kekerasan pada anak di Kabupaten Bantaeng.

3. Bagaimana kendala-kendala yang dialami lembaga Pusat Pelayanan Terpadu

Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dalam memberikan

perlindungan hukum kepada anak sebagai korban kekerasan ?


13

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Efektivitas UPT P2TP2A

Kabupaten Bantaeng dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan

anak.

1. Menganalisis bagaimana efektivitas pemberdayaan perempuan dan anak

dalam menghadapi kasus permasalahan kekerasan perempuan dan anak.

2. Mengidentifikasi apa saja faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi

pusat pelayanan terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak.

3. Menganalisis dan Mendeskripsikan Bagaimana kendala-kendala yang dialami

lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak

(P2TP2A) dalam memberikan perlindungan hukum kepada anak sebagai

korban kekerasan.

D. Manfaat Penelitian.
1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan yang positif terhadap

kajian dan bacaan di lingkungan mahasiswa Universitas Muhammadiyah

Makassar.

b. Penelitian ini bisa menjadi bahan kajian bagi peneliti lainnya termasuk

perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat untuk peduli terhadap

masalah kekerasan perempuan dan anak.

c. Diharapkan dapat bermanfaat dalam mengetahui bentuk-bentuk perlindungan

yang diberikan kepada anak sebagai korban kekerasan.

2. Manfaat Praktis
14

a. Manfaat praktis bagi peneliti, yaitu untuk menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi peneliti dalam penerapan pengetahuan terhadap masalah

yang dihadapi secara nyata.

b. Penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi tentang bagaimana

program pemerintah dalam menyelesaikan kasus kekerasan pada anak

dibawah umur maupun pada perempuan.

E. Definisi Operasional
1. Efektivitas merupakan keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan suatu

tujuan yang diukur dengan kualitas, kinerja dan waktu sesuai dengan yang

telah direncanakan.

2. Pemberdayaan adalah proses pembangunan dimana masyarakat berinisiatif

untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi.

3. Perempuan adalah manusia berjenis kelamin betina. Berbeda dari wanita,

istilah perempuan dapat merujuk kepada orang yang telah dewasa maupun

yang masih anak-anak.

4. Anak adalah seorang laki-laki atau perempuan yang belum dewasa atau

belum mengalami masa pubertas. Selain itu anak juga merupakan keturunan

dari kedua orang tua.

5. Permasalahan adalah suatu pernyataan tentang keadaan yang belum sesuai

dengan yang diharapkan.

6. Kekerasan Anak adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiayaan

emosional,atau pengabaian terhadap anak.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Konsep
Kinerja dibandingkan dengan berbagai kemungkinan (seperti standar kerja,

tujuan atau indikator, atau standar yang telah disepakati sebelumnya), hasil

keseluruhan atau tingkat keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan suatu tugas

dalam jangka waktu tertentu. (Rivai dan Basri, 2005)

1. Efektivitas

Efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan

program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya

tekanan atau ketegangan antara pelaksanaannya (Kurniawan, 2005).

Upaya mengevaluasi jalannya suatu organisasi, dapat dilakukan melalui

konsep efektivitas. Konsep ini adalah salah satu faktor untuk menentukan apakah

perlu dilakukan perubahan secara signifikan terhadap bentuk dan manajemen

organisasi atau tidak.

Dalam hal ini efektivitas merupakan pencapaian tujuan organisasi melalui

pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara efisien, ditinjau dari sisi masukan

(input), proses, maupun keluaran (output). Dalam hal ini yang dimaksud sumber

daya meliputi ketersediaan personil, sarana dan prasarana serta metode dan model

yang digunakan.Suatu kegiatan dikatakan efisien apabila dikerjakan dengan benar

dan sesuai dengan prosedur sedangkan dikatakan efektif bila kegiatan tersebut

15
16

dilaksanakan dengan benar dan memberikan hasil yang bermanfaat. (Hani

Handoko, 2000).

Pendapat lain mendefinisikan efektivitas sebagai suatu kondisi atau keadaan

dimana dalam memilih tujuan yang hendak dicapai dan sarana atau peralatan yang

digunakan, disertai dengan kemampuan yang dimiliki adalah tepat, sehingga

tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan. (Martoyo,

2002).

2. Definisi UPT P2TP2A

P2TP2A atau Pusat Pelayanan Komprehensif Pemberdayaan Perempuan dan

Anak merupakan pusat kegiatan komprehensif yang dibentuk oleh Kementerian.

Pemberdayaan perlindungan perempuan dan anak serta pemberian pelayanan

kepada masyarakat Indonesia, khususnya perempuan dan anak korban kekerasan.

P2TP2A bertujuan untuk memberikan layanan kekerasan terhadap perempuan dan

anak, dan berupaya berkontribusi pada pemberdayaan perempuan dan anak dalam

konteks berikut untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender.

Pengurus P2TP2A adalah masyarakat, departemen pemerintah, lembaga

swadaya masyarakat perempuan, pusat penelitian perempuan, perguruan tinggi

dan organisasi perempuan, serta pihak lain yang memberdayakan perempuan dan

anak dengan koordinator badan pemberdayaan masyarakat di provinsi-provinsi

Indonesia.
17

a. Meski merupakan proyek pemerintah, P2TP2A dikelola oleh banyak pihak.

Mulai dari unsur masyarakat, pekerja sosial, peneliti, perguruan tinggi dan

organisasi turut serta dalam pengelolaannya.

b. Inti dari P2TP2A adalah menjadikan perempuan kuat dan mandiri, oleh karena

itu mereka menyediakan layanan seperti pusat konsultasi bisnis, pusat pelatihan

wanita, dan pusat informasi teknologi.

3. Tujuan
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)

adalah memberikan kontribusi terhadap terwujudnya kesetaraan dan keadilan

gender melalui ketersediaan wadah kegiatan pelayanan terpadu pemberdayaan

perempuan dan anak.

Memfasilitasi kebutuhan perempuan dan anak korban kekerasan dalam

memenuhi hak korban yaitu hak atas kebenaran, hak atas perlindungan, hak atas

keadilan dan hak atas pemulihan / pemberdayaan.

4. Tugas Dan Fungsi

1. Kab. Bantaeng Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Misi

Bantaeng adalah melaksanakan isu-isu yang berkaitan dengan pemberdayaan

perempuan dan perlindungan anak. Inilah tugas pemerintah provinsi dalam urusan

kesekretariatan, kualitas hidup perempuan dan kualitas keluarga, data dan

informasi gender dan masa kanak-kanak, realisasi hak anak, perlindungan hak

perempuan, dan perlindungan khusus anak dan memberikan nya bantuan.


18

2. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, menyelenggarakan

Fungsi :

a. Melaksanakan perumusan kebijakan kualitas hidup perempuan, perlindungan

perempuan, kualitas keluarga, sistem data gender dan masa kanak-kanak,

melaksanakan hak-hak anak dan memberikan perlindungan khusus kepada

anak sesuai dengan ruang lingkup fungsinya

b. Melaksanakan kebijakan kualitas hidup perempuan, perlindungan perempuan,

kualitas keluarga, sistem data gender dan anak, pemenuhan hak anak, dan

perlindungan khusus anak sesuai dengan lingkup tanggung jawabnya

c. Penyelenggaraan evaluasi dan pelaporan kualitas hidup perempuan,

perlindungan perempuan, kualitas keluarga, sistem data gender dan anak,

pemenuhan hak anak, perlindungan khusus anak sesuai dengan lingkup

tugasnya;

d. Mengelola kualitas hidup perempuan, perlindungan perempuan, kualitas

keluarga, gender dan sistem data anak, memperhatikan hak-hak anak, dan

memberikan perlindungan khusus bagi anak sesuai dengan ruang lingkup

tugasnya.; dan

e. Penyelenggaraan fungsi lain yang diberikan oleh Gubernur terkait dengan

tugas dan fungsinya.

1. Melakukan upaya preventif ( Pencegahan ) bagi perempuan dan anak korban

kekerasan melalui kegiatan :

a. Penyuluhan, Kampanye atau Pendidikan lainnya kepada publik


19

b. Memfasilitasi upaya pemberdayaan ekonomi perempuan yang rentan terhadap

tindak kekerasan.

c. Memfasilitasi upaya peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak di

sektor Pendidikan, Kesehatan, Keagamaan, Ekonomi, Politik, Sosial dan

budaya.

d. Melakukan advokasi kebijakan terkait upaya pencegahan kekerasan terhadap

perempuan dan anak.

2. Melakukan upaya kuratif (Penanganan) bagi perempuan dan anak korban

kekerasan melalui ; Penerimaan pengaduan dan pelaporan khusus kekerasan

terhadap perempuan dan anak, serta Memfasilitasi pelayanan kesehatan,

Memfasilitasi pelayanan psikologi, Memfasilitasi pelayanan bantuan hukum dan

Memfasilitasi pelayanan bimbingan , rohani dan keagamaan.

3. Melakukan upaya rehabilitatif ( Pemulihan )

Pemulihan Psikososial, Memfasilitasi perlindungan korban di shelter,

Melakukan kegiatan pemberdayaan ekonomi, Memfasilitasi pemberdayaan di

bidang pendidikan, Memfasilitasi proses pemulangan dan reintegrasi sosial, dan

Memfasilitasi proses pemulihan rohani.

5. Permasalahan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak.

Deklarasi PBB tentang anti kekerasan terhadap perempuan pasal 1, 1983.

Seringkali kekerasan pada perempuan terjadi karena adanya relasi atau hubungan

yang tidak seimbangn antara perempaun dan laki- laki hal ini disebut ketimpangan

atau ketidakadilan gender. Ketimpangan gender adalah perbedaan peran dan hak
20

perempuan dan laki-laki di masyarakat yang menempatkan perempuan dalam

status lebih rendah dari laki-laki. Hak istimewa yang dimiliki laki-laki ini seolah-

olah menjadikan perempuan sebagai barang milik laki-laki yang berhak untuk

diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara kekerasan

Kekerasan berbasis gender dan segala bentuk penyerangan maupun

eksploitasi seksual termasuk yang merupakan hasil dari olahan dan prasangka/

anggapan budaya adalah pelanggaran terhadap harkat dan martabat kemanusiaan

dan oleh karenanya harus dihapuskan. Kekerasan dalam rumah tangga adalah

setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat

timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan

atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,

pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam

lingkup rumah tangga.

6. Jenis Kekerasan Terhadap Perempuan

Ada 5 jenis ketidakadilan terhadap perempuan antara lain :

1. Marginalisasi (Peminggiran)
Terjadinya apabila perempuan tidak punya akses terhadap dan kontrol di dalam

mendapatkan atau memutuskan sesuatu.

2. Subordinasi (Penomorduaan)
Persepsi masyarakat terhadap posisi laki-laki lebih tinggi atau diatas dan

perempuan di bawah, ini berpengaruh dalam semua bidang kehidupan. Persepsi

adat bahwa sejak lahir laki-laki dianggap raja dan harus dihormati, oleh sebab itu
21

lelaki dalam persepsi batak mempunyai hak dan kuasa yang lebih tinggi dari

perempuan itu sebabnya wajar bila untuk mencapai kehendaknya, laki-laki

melakukan kekerasan terhadap perempuan.

3. Stereotype (Pandangan / Citra Baku)


Adanya pandangan yang sangat kuat terhadap citra diri perempuan bahwa

perempuan itu lemah psikis, lemah, penurut .

4. Beban Ganda
Perempuan harus mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga, pendidikan

anak, mencari nafkah untuk anak.

5. Kekerasan terhadap perempuan di rumah tangga, antara lain :


a. Tindak kekerasan fisik adalah tindakan yang bertujuan melukai, menyiksa atau

menganiaya orang lain, kekerasan mencakup: menampar, memukul, menjambak

rambut, menendang, menyundul dengan rokok, melukai dengan senjata.

b. Tindak kekerasan Seksual, kekerasan dapat terjadi dalam bentuk pemaksaan

dan penuntutan hubungan seksual.

c. Tindakan kekerasan ekonomi, kekerasan terjadi berupa tidak memberi nafkah

istri, melarang istri bekerja atau membiarkan istri bekerja untuk dieksploitasi.

d. Tindak kekerasan psikologis/jiwa adalah Tindak kekerasan bertujuan

mengganggu atau menekan emosi korban, merendahkan citra atau kepercayaan

diri seorang perempuan, baik melalui kata-kata maupun melalui perbuatan yang

tidak disukai/dikehendaki korbannya.


22

7. Dampak kekerasan terhadap Perempuan


Dampak adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat (baik negatif

maupun positif). Kekerasan terhadap istri, apapun bentuknya akan mengakibatkan

korban mengalami dampak jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka

pendek, berakibat pada fisik korban seperti luka-luka , memar pada bagian tubuh

tertentu, infeksi, dan kerusakan organ reproduksi.Dampak yang dimaksud adalah

sebagai berikut :

1. Dampak fisik dan seksual


Tindakan kekerasan bisa berupa serangan ke tubuh korban termasuk alat

kelamin, akibatnya adalah memar ringan, luka parah, disfungsi bagian tubuh dan

bahkan membawa kematian.Benturan berakibat memar luar /dalam, patah tulang

maupun cacat fisik secara permanen, Gangguan pada sistem saraf pusat,

Gangguan alat reproduksi, gangguan kehamilan, Penyakit menular seksual

termasuk, HIV-AIDS Respon fisik yang menyertai penyerangan

seksual,Kehilangan nafsu makan, Gangguan tidur (insomnia, mimpi buruk, sulit

tidur), Gangguan kecemasan.

2. Dampak Sosial
Yang dialami korban kekerasan oleh pasangan intimnya adalah dibatasi atau

dilarang untuk memperoleh pelayanan sosial, ketegangan hubungan sosial dengan

pihak kesehatan maupun dengan pekerjaannya dan dibatasi dalam mengakses

jaringan sosial lainnya.


23

3. Dampak ekonomi
Biaya yang dikeluarkan oleh korban kekerasan rumah tangga lebih besar dari

biaya kesehatan lainnya, karena selain biaya pengobatan secara medis akibat

dampak fisik yang dialami, korban juga harus mengeluarkan biaya yang relatif

besar untuk memulihkan kesehatan mentalnya dari gangguan-gangguan psikologis

yang muncul. Di samping itu korban juga mengalami kerugian kehilangan

pekerjaannya karena kekerasan yang dialami.

4. Dampak psikologis
Berupa trauma yang dialami sebagian besar korban. Bentuk trauma berbeda

antara satu korban dengan korban lainnya. Trauma ini tergantung dari usia korban

serta bentuk kekerasan yang dialami korban. Trauma dapat berupa ketakutan

bertemu dengan orang lain, mimpi buruk atau ketakutan saat sendiri.

5. Gangguan emosional
Gangguan tidur atau makan, mimpi buruk, ingat kembali kejadian

lampau,ketidakpercayaan terhadap laki-laki, Ketakutan pada hubungan intim,

Perasaan sangat marah, perasaan bersalah,Malu dan terhina.Dampak lebih

lanjutan perilaku anti sosial, perasaan tidak berdaya, perilaku bunuh diri, harga

diri rendah, kecemasan, depresi, sulit tidur atau makan. Sebagai cara untuk

menghadapi situasi kekerasan, perempuan dapat menunjukkan perilaku seperti

minum alkohol, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, mempunyai banyak

pasangan atau upaya bunuh diri.


24

8. Permasalahan Kekerasan Terhadap Anak

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), seperempat orang dewasa

pernah mengalami kekerasan fisik selama masa kanak-kanak. Kekerasan terhadap

anak adalah penganiayaan dan penelantaran anak, tidak selalu terlihat jelas dan

oleh karena itu dapat diabaikan. Selain itu, anak yang dilecehkan mungkin tidak

memberi tahu siapa pun atau memahami apa yang terjadi. Tanpa sepengetahuan

dan pengawasan orang dewasa, anak-anak tidak mungkin mendapatkan

pertolongan. Orang tua harus memahami kekerasan terhadap anak, tanda-

tandanya, dan cara mengasuh anak. Mari kita bicara tentang definisi kekerasan

terhadap anak yang sebenarnya.

Menurut Sutanto, kekerasan anak adalah penggunaan

kekuasaan/kewenangannya terhadap orang dewasa atau anak yang lebih tua untuk

mengobati anak yang tidak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab

orang tua atau pengasuh sehingga menimbulkan rasa sakit, penderitaan,

kecacatan/kematian. Tanda-tanda kekerasan fisik atau luka pada tubuh anak

(Susanto, 2006).

B. Kajian Teori
Sebagaimana diketahui, masalah sosial adalah kondisi yang tidak diharapkan,

karena mengandung unsur yang merugikan, baik fisik maupun nonfisik, atau

merupakan pelanggaran terhadap norma dan standar sosial. Dengan demikian

kondisi tersebut selalu memberikan inspirasi bagi usaha untuk melakukan

perubahan guna mewujudkan perbaikan. Fenomena perubahan yang merupakan

respon dan antisipasi terhadap keberadaan masalah sosial tersebut akan selalu
25

dijumpai dalam kehidupan masyarakat,oleh karena masalah fenomena masalah

sosial sendiri merupakan realitas sosial yang selalu muncul sepanjang jaman.

Sebagai ilustrasi (Macionis, 2007) yang melakukan kajian perbandingan

keberadaan masalah sosial tahun 1935 dan 2006 memperoleh gambaran bahwa

dalam rentang waktu tersebut masalah sosial selalu muncul. Memang di antara

sepuluh jenis masalah sosial kategori serius pada masing-masing tahun tersebut

dapat diidentifikasi adanya jenis masalah sosial yang sama artinya muncul pada

kedua tahun tersebut, dan ada yang berbeda.

A. Kerangka Teoritis

a. Teori Perlindungan Hukum


Menurut Satjipto Rahardjo mengemukakan bahwa perlindungan hukum adalah

adanya upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan

suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam kepentingan tersebut.

Selanjutnya dikemukakan pula bahwa salah satu sifat sekaligus merupakan tujuan

dari hukum adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat. Oleh karena itu,

harus diwujudkan dalam bentuk adanya kepastian hukum.

b. Teori Peran
Menurut Sarwono, 2015 merupakan perpaduan antara disiplin ilmu

psikologis, sosiologi, dan antropologi. Ketiga bidang ilmu tersebut mengambil

istilah peran dari dunia teater. Pada pementasan teater seorang aktor harus

berperan sebagai tokoh tertentu. Ketika menjalankan perannya tokoh tersebut

diharapkan berperilaku secara tertentu.


26

Teori Peran dikemukakan oleh Kahn. Teori peran menekankan sifat individu

sebagai perilaku sosial yang mempelajari perilaku sesuai dengan posisi yang

mempelajari perilaku sesuai dengan posisi yang ditempati di lingkungan kerja dan

masyarakat. Teori peran mencoba untuk menjelaskan interaksi antar individu

dalam organisasi, berfokus pada peran yang mereka mainkan. Setiap peran sosial

adalah seperangkat hak, kewajiban, harapan, norma, dan perilaku seseorang untuk

menghadapi dan memenuhi perannya. Model ini didasarkan pada pengamatan

bahwa orang berperilaku dengan cara yang dapat diprediksi, dan bahwa perilaku

individu adalah konteks tertentu, berdasarkan posisi sosial dan faktor lainnya.

Katz dan Kahn (1978). Menyatakan bahwa individu akan mengalami konflik

dalam dirinya apabila terdapat dua tekanan atau lebih yang terjadi secara

bersamaan yang ditujukan pada diri seseorang. (Katz dan Kahn, 1978).

Oleh karena sumber masalah sosial dapat berasal dari individu penyandang

masalah maupun berasal dari sistem sosialnya maka proses perubahan dalam

rangka penanganan masalah sosial dapat dilakukan baik dalam lingkup mikro,

intermediate maupun makro. Pada tingkat mikro, perubahan melalui proses

pengembangan masyarakat ditujukan pada individu sebagai penyandang masalah,

baik dilihat dari tingkat hidupnya maupun perilakunya. Individu yang bermasalah

dilihat dari tingkat hidupnya misalnya warga masyarakat yang keseharian nya

dalam kondisi yang kurang memungkinkan. Sedangkan yang bermasalah dalam

perilaku misalnya kasus perilaku menyimpang berupa perilaku kriminal,

kecanduan obat, kekerasan, dan sebagainya.


27

Hal ini sesuai dengan pendapat (Subagyo dalam Budiani, 2007), efektivitas

adalah kesesuaian antara output dengan tujuan yang ditetapkan. Sama hal nya

dengan Subagyo, (Hani Handoko, 2003) juga berpendapat bahwa efektivitas

merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi

(sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi,

program, atau kegiatan.

c. Teori Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan terjemahan dari “ Human Resources”

namun ada pula ahli yang menyamakan sumber daya manusia dengan

“Manpower” (Tenaga Kerja). Bahkan sebagian orang menyetarakan pengertian

sumber daya manusia dengan personal.

Sumber daya manusia juga merupakan manusia yang terlibat di dalam suatu

organisasi dan mengupayakan terwujudnya tujuan organisasi tersebut. Oleh

karena itu dalam menjalankan sistem organisasi maka sebuah instansi/lembaga

memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas agar dapat mencapai tujuan

yang diharapkan dan dapat diartikan bahwa sumber daya manusia yang

berkualitas tinggi menurut Ndara merupakan sumber daya manusia yang mampu

menciptakan bukan saja nilai komparatif tetapi juga nilai kompetitif, generatif,

inovatif, dengan menggunakan energi tertinggi.

Dapat disimpulkan bahwa organisasi terbentuk karena adanya keterbatasan

pada manusia sebagai individu dalam mencapai tujuan sehingga membutuhkan

kerjasama dengan orang lain dengan mengikuti suatu pola kerja tertentu seperti

adanya wewenang, perintah, tanggung jawab dalam suatu jabatan. Dimana peran
28

organisasi sangatlah penting dalam suatu proses untuk mencapai apa yang

diharapkan dan dimana penelitian ini organisasi yang dimaksud adalah P2TP2A

yang memiliki peran serta tanggung jawab terhadap kasus tindakan kekerasan

terhadap anak dan perempuan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.

C. Kerangka Pikir
Efektivitas adalah elemen kunci untuk mencapai tujuan yang dianggap sebagai

tujuan akhir organisasi, jika tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya

tercapai, maka efektivitas adalah efektif. Menurut Hani Handoko, efektivitas

adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang sesuai dalam proses pencapaian

tujuan yang telah ditetapkan. Definisi efektivitas menekankan pada pilihan cara

atau metode yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan,

atau ketepatan tindakan yang dipilih untuk mencapai tujuan (Handoko. 2011).

Evaluasi Dari dimensi standar kualitas pelayanan publik, kita dapat melihat

derajat kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur pemerintah.

Menurut Sadu Wasistiono, kinerja adalah tingkat pencapaian tujuan suatu

organisasi, dan indikator kinerja adalah variabel yang dapat digunakan untuk

menentukan tingkat pencapaian tujuan, serta indikator kinerja. (Sadu Wasistiono,

2002) Fokus utama peneliti adalah bagaimana organisasi UPT P2TP2A secara

efektif menangani kekerasan terhadap anak dan perempuan di Sumatera Utara.

Atas dasar ini, peneliti mencari dan menggunakan teori-teori yang relevan sebagai

ide pokok untuk memecahkan masalah yang akan diteliti.

Untuk mengetahui bagaimana alur berpikir peneliti dalam menjelaskan

permasalahan penelitian,maka di buatkanlah kerangka berpikir sebagai berikut ;


29

Bagan Kerangka Pikir

EFEKTIVITAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM


MENGHADAPI PERMASALAHAN KEKERASAN ANAK DAN PEREMPUAN

Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

Faktor Pendukung Pusat Faktor Penghambat Pusat


Pelayanan Terpadu Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Pemberdayaan Perempuan dan Perempuan dan Anak
Anak

UPT P2TP2A Di Kel. Lamalaka Kec. Bantaeng Kab. Bantaeng

Dimana Efektivitas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Dalam

Menghadapi Permasalahan..Kekerasan Anak dan Perempuan sangat berpengaruh

dan mendatangkan akibat baik negatif maupun positif. Kekerasan terhadap

perempuan dan anak apapun bentuknya akan mengakibatkan korban mengalami

dampak jangka pendek dan jangka panjang. Kekerasan berbasis gender dan segala

bentuk penyerangan maupun eksploitasi seksual termasuk yang merupakan hasil

dari olahan dan prasangka / anggapan budaya adalah penyelenggaraan terhadap

harkat dan martabat kemanusiaan dan oleh karena nya harus dihapuskan.

Kerangka berfikir adalah sebagai perangkat konsep dan definisi yang saling

berhubungan yang mencerminkan suatu pandangan yang sistematik mengenai


30

fenomena dan bertujuan untuk menerangkan dan meramalkan fenomena.

Kerangka berfikir dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-

batasan tentang teori-teori yang akan dipakai sebagai landasan penelitian yang

akan dilakukan.

Teori dipergunakan untuk memperjelas suatu masalah yang akan diteliti dan

untuk mencapai satuan pengetahuan yang sistematis serta membantu atau

membimbing peneliti dalam penelitiannya. Menurut Kerlinger dalam Rakhmat

(2004: 6) teori adalah himpunan konsep (konstruk), definisi, dan proposisi yang

mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi

diantara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.

Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah Efektivitas

Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam permasalahan kekerasan terhadap

Anak Dan Perempuan. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti akan mencari dan

menggunakan teori-teori yang relevan sebagai pokok pikiran dalam rangka

pemecahan masalah-masalah yang akan diteliti. Dari beberapa konsep kinerja

yang telah dijelaskan di atas, penyusun sampai kepada suatu kesimpulan untuk

menggunakan teori dari (Dwiyanto, 2006 : 50-51).

D. Hasil Penelitian Terdahulu

NO NAMA TAHUN JUDUL HASIL PENELITIAN

1 Wandy 2019 Efektivitas UPT Dalam setiap kasus


Mangapul P2TP2A (Pusat kekerasan terhadap anak
Sitorus Pelayanan Terpadu dan perempuan, penerima
Pemberdayaan layanan dapat memperoleh
lebih dari satu jenis layanan
31

Perempuan dan Anak) untuk memenuhi kebutuhan


Provinsi Sumatera para korban kekerasan yang
Utara dalam dialami oleh anak dan
Menghadapi perempuan tersebut.
Permasalahan
Kekerasan Anak dan
Perempuan
2 Carmilla 2020 Efektivitas Dinas Latar belakang penelitian
Tuharea, Pemberdayaan ini adalah dalam upaya
Tjahya Perempuan dan meningkatkan
Supriatna, Perlindungan Anak perlindungan perempuan
Dadang Dalam Penanganan dan anak korban
Suwanda Kekerasan Terhadap kekerasan. Pemerintah
Perempuan dan Anak di maluku memiliki
Provinsi Maluku. kewenangan sendiri
dalam mengatur
kebijakan tentang
perlindungan perempuan
dan korban kekerasan.
3 Ni Kadek 2005 Efektivitas Pusat Merupakan sarana
Citra Purnama Pelayanan Terpadu pelayanan pemberdayaan
Dewi, I Pemberdayaan dan perlindungan
Nyoman Gede Perempuan dan Anak perempuan dan anak
Remaja Kab.Buleleng Dalam yang dibentuk oleh
Penanganan Tindak pemerintah atau berbasis
Pidana Kekerasan masyarakat yang
Terhadap Perempuan menyelenggarakan fungsi
dan Anak Sebagai pelayanan terpadu bagi
Korban. korban tindak pidana
kekerasan. Untuk
menjamin kehidupan
seorang anak agar bisa
berjalan atau berlangsung
secara normal. Negara
memberikan
perlindungan hukum
yakni UU RI No. 23
Tahun 2002 namun
seiring waktu berjalan
Undang-Undang tersebut
32

yang sudah berjalan dan


diterapkan selama 12
tahun akhirnya diubah
dengan UU RI No.35
Tahun 2014 tentang
perubahan atas UU RI
No. 23 Tahun 2002
Tentang perlindungan
Anak.
4 Lalu Ulung 2019 Efektivitas Peran Dinas Peran dari dinas
Ilham Pemberdayaan pemberdayaan
Perempuan Dan perempuan dan
Perlindungan Anak perlindungan anak kota
Dalam Mencegah Mataram tertunya sesuai
Tindak Kekerasan Pada dengan visi dan misi
Perempuan dan Anak di yaitu terwujudnya
Kota Mataram Provinsi kesetaraan gender dan
Nusa Tenggara Barat pemenuhan hak
perempuan dan anak
yang ada di kota
Mataram tentunya kami
membuat beberapa
program atau kebijakan
seperti stop pernikahan
usia sekolah dan stop
kekerasan terhadap
perempuan dan anak
serta kami memberikan
sosialisasi terhadap
perempuan dan anak agar
melaporkan kepada pihak
berwajib apabila
mendapatkan kekerasan
dimanapun berada sesuai
dengan peraturan yang
berlaku, kami
mengingatkan kepada
perempuan untuk
mengejar cita-cita karena
kesempatan berkarir
33

untuk perempuan dan


laki-laki sama saja.
5 Dwi Mai 2018 Efektivitas Pada Pusat Dalam menangani
Syaroh, Nina Pelayanan Terpadu tindakan kekerasan
Widowati, Pemberdayaan terhadap perempuan dan
M.Si Perempuan dan Anak anak dilihat dari 3
(P2TP2A) Di kriteria yaitu pencapaian
Kab.Semarang tujuan, adaptasi dan
integrasi. Pencapaian
tujuan P2TP2A dalam
penanganan tindakan
kekerasan terhadap
perempuan dan anak
adalah terpenuhinya
keseluruhan pelayanan,
pendampingan dan
perlindungan bagi korban
tindak kekerasan.
Kualitas pelayanan yang
dilakukan oleh P2TP2A
Kab.Semarang dilihat
dari bukti langsung,
kehandalan, respon atau
ketanggapan dan empati.
6 Supriyati 2010 Early Prevention Dampak kekerasan
Toward Sexual Abuse seksual pada anak dapat
on Children berupa fisik, psikologis,
maupun sosial. Dampak
secara fisik dapat berupa
luka atau robek pada
selaput darah. Dampak
psikologi meliputi
trauma mental,
ketakutan, malu,
kecemasan bahkan
keinginan atau percobaan
bunuh diri. Dampak
sosial misalnya
perlakuan sinis dari
masyarakat di sekeliling
34

nya, ketakutan terlibat


dalam pergaulan dan
sebagainya. (Orange &
Brodwin, 2005).
7 Lu’luil 2017 Violence Against Kekerasan terhadap anak
Maknun Children Committed By dalam keluarga kerap
Parents dilakukan oleh orang tua
yang sedang mengalami
stres. Bentuk kekerasan
terhadap anak dapat
dibagi menjadi 4 yaitu;
Kekerasan fisik,
kekerasan psikologis,
kekerasan seksual dan
kekerasan ekonomi.
Faktor penyebab orang
tua memproduksi stres
antara lain, pernikahan
dini, kurangnya ilmu
parenting, masalah
ekonomi, konflik
keluarga, KDRT, trauma,
perceraian, kegagalan
bersosialisasi, sakit fisik,
sakit psikis, seperti baby
blues syndrome,
postpartum depression,
bipolar, dan hal lain yang
membuat orang tua tidak
dapat mencintai anak
seutuhnya.

8 Ivo Noviana, 2015 Sexual Violence Semakin banyaknya


Sosio Informa Against Children kasus-kasus kekerasan
Impacts and Its pada anak terutama kasus
Treatment kekerasan seksual dan
menjadi fenomena
tersendiri pada
masyarakat modern saat
ini. Anak-anak rentan
35

untuk menjadi korban


kekerasan seksual
karena tingkat
ketergantungan mereka
yang tinggi. Sementara
kemampuan untuk
melindungi diri sendiri
terbatas. Berbagai faktor
penyebab sehingga
terjadinya kasus
kekerasan terhadap anak
dan dampak yang
dirasakan oleh anak
sebagai korban baik
secara fisik, psikologis,
dan sosial. Terutama bagi
anak yang mengalami
kekerasan seksual akan
mereka alami seumur
hidupnya. Luka fisik
mungkin saja bisa
sembuh, tapi luka yang
tersimpan dalam pikiran
nya belum tentu hilang
dengan mudah.
9 Meni Hand 2017 Prevention of Cases of Kekerasan pada anak
Sexual Violence usia dini jumlahnya
Against Children cenderung meningkat
Through Personal dari waktu ke waktu.
Communication Banyak anak usia dini
Between Parents and yang menjadi korban
Children kekerasan baik secara
fisik, emosional, verbal
maupun seksual,
penelantaran, eksploitasi,
perlakuan salah,
diskriminasi, dan
perlakuan tidak
manusiawi lainnya, baik
yang berlangsung secara
36

disadari maupun tanpa


disadari. Sementara
Weber dan Smith 2010
mengungkapkan dampak
jangka panjang
kekerasan seksual
terhadap anak yaitu anak
yang menjadi korban
kekerasan pada masa
kanak-kanak memiliki
potensi untuk menjadi
pelaku kekerasan di
kemudian hari.
10 Erwin 2020 Effectiveness in Tujuan penelitian ini
Providing Victims of untuk mengevaluasi
Violence Against efektivitas penyidik
Children korban tindak pidana
kekerasan terhadap anak.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
efektivitas penyidikan
korban tindak pidana
kekerasan terhadap anak
yaitu faktor substansi
hukum, faktor aparat
penegak hukum, faktor
sarana dan prasarana,
faktor kesadaran hukum
masyarakat, serta budaya
hukum masyarakat.

Dapat disimpulkan bahwa yang menjadi pembeda antara penelitian yang akan

dilakukan dengan penelitian yang sudah ada yaitu penelitian yang akan dilakukan

yang berfokus pada efektivitas pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan

dan perlindungan anak menggunakan teori pengukuran efektivitas yang


37

dikemukakan oleh Duncan yaitu pencapaian tujuan, integrasi, dan adaptasi,

sedangkan penelitian yang sudah ada menggunakan teori yang berbeda.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif

dimanadalam penelitian yang dilakukan hanya bersifat Deskriptif yaitu untuk

mengetahui atau menggambarkan kenyataan dari kejadian yang diteliti sehingga

memudahkan penulis untuk mendapatkan data yang objektif dalam rangka

mengetahui dan menganalisis Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan

Perempuan dan Anak Dalam Menangani Kekerasan Seksual di Kabupaten

Bantaeng.

B. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini yaitu di Pusat Pelayanan Terpadu

Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Bantaeng.

C. Tipe dan Dasar Penelitian


Tipe penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah Deskriptif

kualitatif, yaitu memberikan gambaran, penjelasan yang tepat secara objektif

tentang keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti. Dasar penelitiannya adalah

wawancara kepada narasumber/informan yang berisi pertanyaan- pertanyaan

mengenai hal yang berhubungan dengan rumusan masalah penelitian.

38
39

D. Fokus Penelitian
Dalam fokus penelitian ini adalah organisasi. yaitu pada Pusat Pelayanan

Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di Kabupaten Bantaeng

dimana berfokus pada prestasi kerja atau Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu

Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) pada kasus kekerasan perempuan

dan anak di Kabupaten Bantaeng.

E. Informan Penelitian
Informan merupakan orang-orang yang berpotensi untuk memberikan

informasi tentang bagaimana kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan

Perempuan dan Anak di Kabupaten Bantaeng.

Informan dalam penelitian yang berhubungan dengan Kinerja Pusat

Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di Kabupaten

Bantaeng adalah :

a. Ketua Umum P2TP2A

Dalam penelitian kualitatif, pertimbangan utama pengumpulan data adalah

informasi orang dalam. Penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi,

dan teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sampel yang disengaja. Tujuan pengambilan sampel adalah teknik pengambilan

sampel. Informan penelitian mencakup berbagai jenis, seperti informan kunci,

informan utama, dan informan tambahan.


40

F. Jenis dan Sumber Data


Jenis Data

Jenis data yang digunakan didalam penelitian ini berupa data teks/tulisan,

data statistik, data gambar dan kata-kata tertulis berupa hasil wawancara.

Sumber Data.

a. Data primer diperoleh dari hasil wawancara maupun observasi secara langsung

yang dilakukan oleh peneliti di P2TP2A Kabupaten Bantaeng.

b. Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung, data

sekunder pada penelitian ini diperoleh dari berita harian, maupun data dari

instansi terkait.

G. Instrumen Penelitian
Dalam menyelenggarakan pelayanan terhadap korban, pemerintah daerah

sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing melakukan upaya penyediaan unit

pelayanan perempuan dan anak, penyediaan aparat, tenaga kesehatan, pekerja

sosial, Pembuatan dan pengembangan sistem dan mekanisme kerja sama program

pelayanan yang melibatkan pihak yang mudah diakses oleh korban dan

memberikan perlindungan bagi pendamping,saksi, dan keluarga. Oleh karena itu

proses pelayanan pemberdayaan perempuan dan anak harus diperlukan

konsistensi secara maksimal dalam memberikan pelayanan terhadap korban kasus

tersebut.
41

H. Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data

sekunder. Untuk mengumpulkan data primer dan data sekunder peneliti

menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu :

1. Data Primer...

Data asli adalah data yang diperoleh dari sumber data asli atau sumber data

pertama di lapangan. Data utama diperoleh dengan cara berikut:

a. Observasi, peneliti terlibat langsung dalam kegiatan sehari-hari orang yang

diamati atau digunakan sebagai sumber data penelitian atau melalui

pengamatan langsung terhadap orang yang mengumpulkan data.

b. Wawancara, yaitu dialog tanya jawab yang dilakukan dengan mengumpulkan

data dengan yang diwawancarai, sehingga yang diwawancarai dapat

memberikan informasi dan data yang diperlukan untuk penyelidikan (Siagian,

2011: 207).

c. Dokumen yang tersusun dari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan era

penelitian literatur, dapat berasal dari kelompok pemberdayaan komprehensif,

dapat berasal dari informan kunci, informan utama, atau informan tambahan.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui:

a. Studi kepustakaan, yaitu proses memperoleh data atau informasi yang

menyangkut masalah yang akan diteliti melalui buku dan karya tulis lainnya.
42

b. Studi lapangan adalah pengumpulan data atau informasi melalui kegiatan

penelitian langsung turun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta - fakta yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti.

I. Teknik Analisis Data


Untuk menghasilkan dan memperoleh data yang akurat dan objektif sesuai

dengan apa yang menjadi tujuan dalam penelitian, maka data yang diperoleh dari

lokasi baik data primer maupun data sekunder. Analisis data adalah proses

sistematis mencari dan menyusun data yang diperoleh dari wawancara, catatan

lapangan, dan bahan lain untuk memahami data ini dan menginformasikan kepada

orang lain tentang hasilnya. (Bogdan Dalam Sugiyono, 2003:169). Telah disusun

dan disajikan serta dianalisis dengan menggunakan deskriptif kualitatif berupa

pemaparan yang kemudian dianalisis dan dinarasikan sesuai masalah peneliti.

J. Teknik Keabsahan Data


Setelah memperoleh data dari lapangan lalu data yang telah diperoleh harus

diuji keabsahannya. Guna tercapainya tujuan yang diinginkan dalam penelitian,

maka dalam penelitian ini perlu adanya kalibrasi tentang keabsahan data dengan

menggunakan teknik :

1. Triangulasi

Triangulasi merupakan sebuah teknik pemeriksaan data dengan cara

menggabungkan yang telah ada. Dengan menggunakan teknik triangulasi maka

penulis dapat melakukan usaha pengecekan kebenaran data atau informasi yang

diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara

mengurangi terjadinya bias pada saat pengumpulan data.


43

2. Expert opinion

Dalam penelitian ini diperlukan informasi dari pendapat ahli untuk membuat

keputusan agar data yang dihasilkan memiliki kekuatan.

3. Member Check

Pengecekan anggota merupakan teknik pengumpulan data dengan cara

pengecekan dengan anggota yang terlibat dalam pengumpulan data.

4. Catatan Lapangan

Catatan lapangan dalam teknik kalibrasi ini maksudnya adalah penelitian

inipun di dasari pada catatan tertulis tentang apa saja yang didengar, dilihat,

dialami, dan dipikirkan. Adapun sistematika catatan lapangan terdiri atas waktu

penelitian dan isi wawancara serta studi dokumentasi.

K. Etika Penelitian
Etika penelitian adalah standar tata perilaku penelitian selama melakukan

penelitian dan menyusun desain penelitian, mengumpulkan data lapangan

( melakukan wawancara, observasi dan pengumpulan data dokumen ).

Adapun etika penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini yaitu :

1. Peneliti meminta izin terlebih dahulu kepada Petugas atau Pelaksana yang

terkait apa yang akan dilakukan selama proses penelitian.

2. Meminta izin terlebih dahulu kepada calon informan untuk melakukan

wawancara dan menjelaskan tujuan penelitian ini dilakukan.

3. Meminta izin kepada informan ketika akan melakukan wawancara sambil

observasi dan mengumpulkan dokumentasi melalui kamera atau HP.

4. Menjaga kerahasiaan informan jika informan merasa sensitif.


44

5. Menghargai setiap yang dilakukan informan selama proses penelitian.

L. Teknik Penentuan Informan


Dalam penelitian kualitatif ini, teknik penentuan informan yang digunakan

oleh penyusun adalah teknik purposive sampling, yakni teknik yang digunakan

untuk mengambil sampel yang didasarkan atas tujuan tertentu, melakukan

wawancara kepada seseorang yang dipandang mengetahui situasi tertentu. Adanya

informasi ini dibutuhkan untuk mengetahui bagaimana pemenuhan hak anak dan

perempuan di UPT P2TP2A Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan

Anak di Kabupaten Bantaeng.


BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Wilayah
Bantaeng bermula dari kata bantaya yaitu berarti tempat pembantaian hewan

bahkan manusia pada zaman dahulu. Prof. Mattulada dalam buku Propan Candi

zaman majapahit sebagai salah satu kerajaan di Sulawesi di abad XIII. Nama

Bantayan berubah menjadi Bontain pada zaman pemerintah Belanda. Kabupaten

Bantaeng adalah satu dari 28 dan Kota di Sulawesi Selatan. Daerah ini

membentang dari barat ke timur pada bagian jazirah selatan provinsi Sulawesi

Selatan, daerah ini berada pada posisi 521’13’ samapai 5’3526’ lintang selatan

dan 11951’42’ sampai 120’0527 bujur timur dengan luas wilayah 539,83 km2.

Ibu kota Kabupaten Bantaeng terletak sekitar 123 km2 arah selatan Kota

Makassar. Terbagi atas 8 kecamatan, 41 Daerah dan 21 Kelurahan dengan jumlah

penduduk 178.699 jiwa.

Gambar 4.1 Peta Kabupaten Bantaeng

45
46

Letak Geografis Kabupaten Bantaeng yang strategis memiliki alam tiga alam

dimensi, yakni bukit pegunungan, lembah daratan dan pesisir pantai dengan dua

musim iklim di daerah ini tergolong iklim tropis basah dengan curah hujan

tahunan rata rata setiap bulan 14 mm. Dengan adanya kedua musim tersebut

sangat menguntungkan bagi sektor pertanian.

Upaya pemenuhan sarana dan prasarana kehidupan beragama pada dasarnya

merupakan tanggung jawab masyarakat, karena pemerintah juga mempunyai

tanggung jawab atas pembinaan kehidupan beragama dalam masyarakat, maka

pemerintah telah memberikan bantuan dalam rangka pemenuhan kebutuhan

tersebut.

Kabupaten Bantaeng terletak di bagian selatan Sulawesi Selatan dengan jarak

tempuh dari Kota Makassar sekitar 123 km dengan waktu tempuh antar 2,5 jam.

B. Letak Geografis dan Administratif


Kabupaten Bantaeng dengan ketinggian antara 100-500 M dari permukaan

laut merupakan wilayah yang terluas atau 29,6 persen dari luas wilayah

seluruhnya, dan terkecil adalah wilayah dengan ketinggian dari permukaan laut 0-

25 M atau hanya 10,3 persen dari luas wilayah. Batasan Wilayahnya :

Sebelah Barat : Kabupaten Jeneponto

Sebelah Timur : Kabupaten Bulukumba

Sebelah Utara : Kabupaten Gowa dan Bulukumba.

Sebelah Selatan : Laut Flores


47

Gambar 4.2 Letak Geografis

Kabupaten Bantaeng terletak di daerah pantai yang memanjang pada bagian

barat ke timur kota yang salah satunya berpotensi untuk perikanan, dan wilayah

daratannya mulai dari tepi laut Flores sampai ke pegunungan sekitar Gunung

Lompobattang dengan ketinggian tempat dari permukaan laut 0-25 m sampai

dengan ketinggian lebih dari 1.000 m di atas permukaan laut.

Untuk lebih jelasnya mengenai pembagian wilayah administratif dapat dilihat

pada tabel 1 dan peta administratif Kabupaten Bantaeng.


48

Tabel 4.1 Pembagian Wilayah Administratif di


Kabupaten Bantaeng Tahun 2017

NO. KECAMATAN LUAS WILAYAH PERSENTASE (%)

1 Bissappu 32,84 8,30

2 Uluere 67,29 17

3 Sinoa 43,00 10,86

4 Bantaeng 28,85 7,29

5 Eremerasa 45,01 11,37

6 Tompobulu 76,99 19,45

7 Pa’jukukang 48,90 12,35

8 Gantarangkeke 52,95 13,38

Jumlah 395,83 100

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa yang mempunyai persentase luas

wilayah tertinggi yaitu Kecamatan Tompobulu dengan persentase 10,86%

sedangkan wilayah yang memiliki persentase luas wilayah terkecil yaitu

Kecamatan Bantaeng dengan presentase 7,29%.

C. Sejarah Unit Pelayanan Terpadu Pusat Pelayanan Terpadu


Pemberdayaan Perempuan dan Anak ( P2TP2A )
Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sulawesi

Selatan dibentuk sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Kelembagaan Daerah


49

Struktur Organisasi Provinsi Sulawesi Selatan. Kantor Wilayah Provinsi Sulawesi

Selatan.

D. Program, Visi Misi dan Tujuan Unit Pelayanan Terpadu Pusat


Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak.
Program

Peningkatan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak diwujudkan melalui

layanan..yang diberikan.

Visi

Terwujudnya Kesetaraan Gender, Perlindungan Perempuan dan Anak serta

peningkatan Kesejahteraan Keluarga bagi aparat dan publik

Misi

1. Meningkatkan kapasitas kelembagaan di Bidang Pembangunan Pemberdayaan

Perempuan dan Anak dan Kesejahteraan Keluarga.

2. Membangun jaringan kerja di Bidang Pembangunan Pemberdayaan

Perempuan dan Anak dan Kesejahteraan Keluarga.

3. Meningkatkan Kesadaran Masyarakat di Bidang Pembangunan Pemberdayaan

Perempuan dan Anak dan Kesejahteraan Keluarga.

E. Struktur Unit Pelayanan Terpadu Pusat Pelayanan Pemberdayaan


Perempuan dan Anak ( UPT P2TP2A )
Struktur organisasi dapat dijadikan petunjuk untuk saling berhubungan

membentuk suatu jaringan. Dengan adanya struktur organisasi maka seluruh

bagian organisasi dapat mengalihkan wewenang tanggung jawab dan hubungan

serta prosedur. Selain itu, struktur organisasi juga berguna untuk menjaga
50

loyalitas di tempat kerja, karena organisasi yang tidak terstruktur tanpa gambaran

yang lebih menyimpang dapat menyebabkan seseorang langsung dipecat.

Prosedur kerja yang dilakukan oleh Kelompok Peduli Komprehensif Care Center

Pemberdayaan Perempuan dan Anak (UPT P2TP2A). Dan dapat melihat pada

grafik di bawah ini.

Kepala UPT dibantu :

a. Sub Bagian Tata Usaha

b. Seksi Pelayanan

c. Seksi Koordinasi dan Kerjasama

F. Kedudukan, Tugas dan Fungsi P2TP2A


1. Kedudukan

P2TP2A Kabupaten Bantaeng, merupakan lembaga pemerintah yang

berkedudukan setingkat dengan Lembaga-Lembaga Pemerintah dan atau komisi-

komisi yang tlah ada, dan dibentuk berdasarkan : (a) Surat Keputusan bersama

Menteri Pemberdayaan Perempuan RI No. 14/Men PP/Dep.V/X/2002 Dan

berdasarkan peraturan Gubernur nomor 31 tahun 2009 Tentang Pelayanan

Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak.

2. Tugas
P2TP2A Kabupaten Bantaeng mempunyai tugas membantu masyarakat dan

Pemerintah mengkoordinasikan kegiatan Operasional P2TP2A dalam upaya

meningkatkan kualitas hidup dan perlindungan terhadap Perempuan dan Anak.

a. Memberikan layanan kepada masyarakat khususnya perempuan dan anak

dengan menjunjung tinggi aspek-aspek Hak Asasi Manusia (HAM)


51

Perlindungan, Pemberdayaan dan Peningkatan kualitas hidup perempuan dan

anak.

b. Penanganan pengaduan dan pendampingan perempuan dan anak korban

kekerasan

c. Memfasilitasi rehabilitasi sosial bagi perempuan dan anak korban kekerasan.

d. Mendorong dan mengembangkan peran serta masyarakat terutama yang

tergabung dalam organisasi kemasyarakatan, sebagai upaya peningkatan peran

perempuan dalam segala pembangunan.

e. Dalam melaksanakan tugas P2TP2A Kabupaten Bantaeng dapat bekerja sama

dengan instansi pemerintah, Organisasi Masyarakat, para ahli, Badan

Internasional dan pihak-pihak yang dipandang perlu.

3. Fungsi

P2TP2A Kabupaten Bantaeng mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut;

a. Fungsi Pengkoordinasian meliputi kegiatan :

b. Pengkoordinasian antara unsur pemerintah dan unsur masyarakat

c. Pengkoordinasian antara P2TP2A Kabupaten Bantaeng dengan Provinsi dan

Kota

d. Pengkoordinasian antara P2TP2A Kabupaten Bantaeng dengan Organisasi

Kemasyarakatan, Organisasi Sosial, Lembaga Swadaya Masyarakat serta

pihak-pihak lain yang dipandang perlu.

Fungsi Pengkajian dan Penelitian meliputi kegiatan :

a. Pengkajian berbagai instrumen Peraturan Perundang-undangan yang

menyangkut perlindungan Perempuan dan Anak dan Hak Asasi Manusia.


52

b. Penelitian segala peristiwa dan permasalahan yang menyangkut dan menimpa

Perempuan dan Anak dan Hak Asasi Manusia.

c. Studi Kepustakaan, studi lapangan serta studi banding mengenai program

peningkatan kesejahteraan Perempuan dan Anak.

Selanjutnya, untuk lebih memudahkan unit layanan P2TP2A dalam

menjalankan tugas dan fungsinya, maka perlu ditetapkan Standar Operasional

Prosedur (SOP). SOP ini disusun dengan menggunakan pendekatan dan

berorientasi pada pemenuhan hak hak perempuan dan anak korban kekerasan.

Selain itu, SOP juga disusun dengan memperhatikan peningkatan kualitas

pelayanan dari petugas pelayanan.

G. Kondisi Umum Tentang Petugas


Kepala UPT mempunyai uraian tugas :

a. Menyelenggarakan Semacam Mengevaluasi dan mengkoordinasikan rencana

dan proyek UPT

b. Mengatur dan melaksanakan tugas pengelolaan keuangan.

c. Melaksanakan untuk pengendalian manajemen anggaran

d. Manajemen dan pengembangan manajemen keuangan organisasi

e. Semacam. Menyelenggarakan penyusunan rencana strategis

f. Rencana kerja, dan laporan informasi pelaporan kinerja (LK).

g. Badan Penanggung Jawab Bulu (LKPJ) dan Laporan Pelaksanaan

Pemerintah Daerah (LPPD), UPT.

h. Derajat Celcius Mengatur kepengurusan dan menyiapkan dokumen resmi.


53

i. Hari untuk menyelenggarakan fasilitas pelayanan umum dan pelayanan

paling sedikit

j. Menyelenggarakan pelayanan yang komprehensif bagi perempuan dan anak

korban kekerasan.

k. Cara Menyelenggarakan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di

segala bidang pembangunan.

l. Mengatur dan mengkoordinasikan unit terkait; jam. Menyelenggarakan

pembelian, pemeliharaan, penataan, orientasi dan pengelolaan urusan rumah

tangga dan perlengkapan/peralatan kantor

m. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan tanggung jawab dan fungsinya. Bab

mengatur fasilitas pelayanan publik dan pelayanan minimal. ribu.

n. Melakukan review karyawan sebagai bahan pertimbangan pengambilan

keputusan. liter. Organisasi dan penyelenggaraan rapat internal UPT

Untuk tugas,fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3),

Kepala UPT dibantu :

e. Sub Bagian Tata Usaha

f. Seksi Pelayanan

g. Seksi Koordinasi dan Kerjasama.


54

H. Alur pelayanan UPT P2TP2A Provinsi Sulawesi Selatan.

Alur Pelayanan Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

Pengaduan Rujukan
UPT P2TP2A
Langsung

Identitas Kasus
Pengaduan tidak Penjangkuan
langsung

Bukan Kasus TPA Kasus TPA

Inform Consent

Wawancara & Sceening

Asesment Kebutuhan Korban

Pengelola Kasus

Recomendasi Layanan Berupa :

Pendampingan Pendampingan Rumah Pendampingan dan Mediasi


Bantuan Hukum Kesehatan Aman Reinegrasi

Pencatatan dan Pelaporan Pengarsipan

Monitoring dan
Evaluasi
55

I. Keadaan Sosial Ekonomi


Peningkatan Produktivitas Ekonomi Perempuan yang selanjutnya disebut

PPEP adalah program strategis peningkatan kualitas hidup dan pemenuhan hak

ekonomi perempuan melalui peningkatan produktivitas ekonomi perempuan

dalam mengurangi beban biaya kesehatan dan pendidikan keluarga miskin.

Pemberdayaan ekonomi perempuan merupakan usaha yang membutuhkan

interaksi yang sederajat dan saling menguntungkan sesuai fungsi dan potensinya

masing-masing dari aktor-aktor pemberdayaan perempuan yang diberdayakan.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melalui P2TP2A

(Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) merupakan

sebuah lembaga pemerintah berbasis masyarakat yang bersentuhan langsung

dengan perempuan korban kekerasan, yang memiliki kewajiban moral untuk turut

serta memerangi dan menanggulangi faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan

terhadap perempuan.

Pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi bagi perempuan korban

kekerasan merupakan bentuk kepedulian dari pemerintah dalam memberdayakan

perempuan di bidang ekonomi. Program yang juga berupaya untuk menciptakan

lapangan pekerjaan bagi perempuan korban kekerasan dengan memberikan

keterampilan dan peralatan bantuan seperti peralatan jahit, peralatan salon,

peralatan memasak dan lain sebagainya sesuai dengan jenis keterampilan yang

diberikan. Program pemberdayaan ekonomi bagi perempuan korban kekerasan,

mempunyai tujuan salah satunya adalah mempersiapkan perempuan korban


56

kekerasan dalam proses reintegrasi sosial atau kembali ke masyarakat dengan

tidak menjadi beban.

J. Keadaan Pendidikan
Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi menimpa

berbagai kalangan dan lintas status, baik status sosial, ekonomi, maupun tingkat

pendidikan baik pelaku maupun korban berasal dari tingkat pendidikan yang

beragam. Fakta ini tentunya menjadi hal yang sangat memperhatikan kondisi ini

akhirnya memberikan gambaran kepada kita semua bahwa tingginya tingkat

pendidikan tidak serta merta mampu mendorong pemahaman responsif gender

dan perlindungan perempuan dan anak.

Dimana keadaan pendidikan dalam kasus kekerasan ini terhadap anak

sangatlah penting keberadaan nya, dimana pendidikan nilai untuk mencegah

kekerasan seksual di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Dari berbagai

studi diketahui bahwa kasus kekerasan seksual terhadap anak dapat terjadi dalam

aneka bentuk, mulai dari kata-kata tertulis maupun lisan dan gerak tubuh hingga

kontak fisik yang tidak diinginkan.


BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Bab ini menganalisis mengenai data-data yang diperoleh dari penelitian yang

dilakukan di lapangan melalui wawancara langsung mendalam dan observasi

langsung, Melalui penelitian yang dilakukan, penelitian berhasil mengumpulkan

yang berkaitan dengan judul penelitian yaitu “Efektivitas Pemberdayaan

Perempuan dan Anak Dalam Menghadapi Permasalahan Kekerasan Anak

Dan Perempuan “(Studi kasus UPT P2TP2A Di. Ke.Lamalaka Kec.Bantaeng

Kab.Bantaeng).

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak ( P2TP2A )

adalah Pusat pelayanan yang terintegrasi dalam upaya Pemberdayaan Perempuan

di berbagai bidang Pembangunan, serta perlindungan perempuan dan anak dari

berbagai jenis diskriminasi dan tindak kekerasan termasuk perdagangan orang.

Dalam melaksanakan tugasnya penempatan pengurus P2TP2A berdasarkan dua

susunan pokok yaitu berdasarkan bidang atau berdasarkan unit kerja.

Data yang dikumpulkan merupakan hasil wawancara dengan orang dalam dan

disertai dengan hasil observasi langsung. Penyedia informasi penelitian adalah:

1. Informan kunci dalam penelitian ini adalah 1 orang penanggung jawab UPT,

dan 1 orang adalah pegawai atau pegawai (memahami struktur pelayanan

yang berlaku).

57
58

Selanjutnya, untuk lebih memudahkan unit layanan P2TP2A dalam

menjalankan tugas dan fungsinya, maka perlu ditetapkan Standar Operasional

Prosedur (SOP). SOP ini disusun dengan menggunakan pendekatan dan

berorientasi pada pemenuhan hak hak perempuan dan anak korban kekerasan.

Selain itu, SOP juga disusun dengan memperhatikan peningkatan kualitas

pelayanan dari petugas pelayanan.

P2TP2A Menyediakan 5 jenis pelayanan untuk perempuan dan anak dan

berikut hasil observasi :

1. Penanganan pengaduan, bentuk pelayanan ini merupakan fokus utama yang

diterapkan dalam proses penyelesaian kasus yang dilakukan oleh P2TP2A.

Segala bentuk pengaduan akan diproses dengan semestinya dengan apabila

kasus tersebut perlu melibatkan pihak lain seperti, kepolisian ata rumah sakit

maka akan dilakukan kerjasama.

2. Pelayanan Kesehatan. Setelah korban melapor maka pihak P2TP2A tersebut

memberikan pelayanan kesehatan kepada korban-korban yang mengalami

kekerasan fisik baik itu visum maupun pelayanan kesehatan lainnya.

Kemudian untuk menyelesaikan kasus kekerasan yang terjadi di masyarakat,

P2TP2A bekerjasama dengan beberapa rumah sakit untuk menyediakan poli

khusus bagi korban kekerasan baik terhadap perempuan dan anak sehingga

masyarakat dapat berkonsultasi.

3. Rehabilitas sosial, bentuk pelayanan ini diberikan kepada korban kekerasan

psikis yang tergantung mentalnya akibat kekerasan yang diterima. Dan


59

pelayanan ini yang diberikan seperti halnya dengan konsultasi dengan pakar

psikologi, dan pemberdayaan lainnya.

4. Penegakan dan Bantuan Hukum, pelayanan ini diberikan kepada setiap

pelapor apabila kasusnya harus melalui jalur hukum. Setiap pelapor akan

diberikan paralegal pendamping yang disediakan untuk membantu

menyelesaikan kasus sampai selesai.

5. Kasus hingga tuntas, ketika kasus telah selesai maka korban akan dipulangkan

dan dikembalikan ke keluarganya untuk melanjutkan kehidupan dan rutinitas

biasanya.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti

mengidentifikasikan permasalahan yang terkait dengan "Efektivitas

Pemberdayaan Perempuan dan Anak Dalam Menghadapi Permasalahan

Kekerasan Anak Dan Perempuan “(Studi kasus UPT P2TP2A Di.

Ke.Lamalaka Kec.Bantaeng Kab.Bantaeng). memberikan suatu arahan yang

jelas untuk mengadakan penelahaan, serta hasil analisis itu sendiri akan lebih

nyata, sehingga penulis harus membatasi masalah yang akan dianalisis karena

dapat membantu memperjelas pengkajiannya.

Selanjutnya dasar hukum adalah norma hukum yang dijadikan landasan bagi

setiap tindakan hukum oleh subjek hukum, baik perorangan maupun yang

berbentuk badan hukum. Adapun dasar hukum terbentuknya P2TP2A di

Kabupaten Bantaeng adalah :


60

1. UU No. 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala

Bentuk Kekerasan terhadap Perempuan.

2. UU No. 23 tahun 2002 diperbaharui UU No. 35 tahun 2014 Tentang

Perlindungan Anak.

3. UU No. 23 tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah

Tangga.

4. UU No. 21 tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan

Orang (UU PTPPO).

5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2010 Tentang Pembagian Urusan

Pemerintah antara Pemerintah daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah

Kabupaten dan Kota.

6. Permeneg PP No. 1 tahun 2007 Tentang Forum Koordinasi Penyelenggaraan

Kerjasama Pencegahan dan Penanganan KDRT, PP No. 9 tahun 2008 Tentang

Cara dan Mekanisme Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan atau korban TPPO.

7. Permeneg PP No. 2 tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Perlindungan

Perempuan.

8. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI No. 3 tahun 2008

Tentang Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak.

9. PPPA RI No. 6 tahun 2015 Tentang Sistem Pemberdayaan Perempuan dan

Anak.

10. PP No. 1 tahun 2010 Tentang SPM Bidang layanan terpadu bagi Perempuan

dan Anak Korban Kekerasan.


61

Deklarasi PBB tentang anti kekerasan terhadap perempuan pasal 1, 1983.

Seringkali kekerasan pada perempuan terjadi karena adanya relasi atau hubungan

yang tidak seimbangn antara perempaun dan laki- laki hal ini disebut ketimpangan

atau ketidakadilan gender. Ketimpangan gender adalah perbedaan peran dan hak

perempuan dan laki-laki di masyarakat yang menempatkan perempuan dalam

status lebih rendah dari laki-laki. Hak istimewa yang dimiliki laki-laki ini seolah-

olah menjadikan perempuan sebagai barang milik laki-laki yang berhak untuk

diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara kekerasan.

Kekerasan berbasis gender dan segala bentuk penyerangan maupun

eksploitasi seksual termasuk yang merupakan hasil dari olahan dan prasangka/

anggapan budaya adalah pelanggaran terhadap harkat dan martabat kemanusiaan

dan oleh karenanya harus dihapuskan. Kekerasan dalam rumah tangga adalah

setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat

timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan

atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,

pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam

lingkup rumah tangga.

A. Kajian Teori perbandingan keberadaan masalah sosial dan kekerasan terhadap

anak dan perempuan

1. Teori Perlindungan Hukum

Mengemukakan bahwa perlindungan hukum adalah adanya upaya melindungi

kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya

untuk bertindak dalam kepentingan tersebut.


62

Masalah kekerasan ini semakin mendapatkan perhatian dari semua pihak,

karena pentingnya perempuan dan anak di dalam masyarakat dan sebagian besar

korban kekerasan adalah perempuan yang berasal dari berbagai kalangan dan

lintas status sosial. Banyak faktor penyebab kekerasan yang dialami anak dan

perempuan salah satunya adalah kurangnya pemahaman dan pendidikan.

2. Teori Peran

Merupakan perpaduan antara disiplin ilmu psikologi, sosiologi dan antropologi.

Dimana ketiga bidang tersebut mengalami istilah peran dari dunia teater, dan

menekankan sifat individu sebagai perilaku sosial yang mempelajari perilaku

sesuai dengan posisi yang ditempati lingkungan kerja dan masyarakat.

3. Teori Sumber Daya Manusia

Merupakan manusia yang terlibat di dalam suatu organisasi dan mengupayakan

terwujudnya tujuan organisasi tersebut. Dan menjalankan sistem organisasi maka

sebuah instansi / lembaga merupakan sumber daya manusia yang berkualitas agar

dapat mencapai tujuan yang diharapkan dan dapat diartikan bahwa SDM yang

berkualitas tinggi.

Bahwa segala bentuk kekerasan terhadap anak dan perempuan merupakan

pelanggaran HAM dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan. Dan

berdasarkan pasal 1 angka 13 Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan

Perempuan dan Anak, maka dipandang perlu pembentukan Pengurus Pelayanan

Pemberdayaan Perempuan dan Anak P2TP2A. Dan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam pembentukan P2TP2A ini. Dimana masyarakat juga semakin

memahami masalah kekerasan yang sering terjadi di perempuan dan anak.


63

Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah dengan

mempergunakan teknik analisis data yang relevan, baik data kualitatif maupun

data kuantitatif.

Berdasarkan definisi tersebut, Peneliti dapat mengemukakan bahwa teori

adalah alat logika atau penalaran, yang merupakan seperangkat konsep, definisi

dan proposisi yang disusun secara sistematis. Secara umum dalam kaitannya

dengan kegiatan penelitian, maka teori mempunyai tiga fungsi, yaitu untuk

menjelaskan, meramalkan, dan pengendalian suatu gejala. Fungsi teori yang

pertama digunakan untuk memperjelas dan mempertajam ruang lingkup atau

konstruk variabel yang akan diteliti.

Fungsi teori adalah untuk merumuskan hipotesis dan menyusun instrument

penelitian, karena pada dasarnya hipotesis itu merupakan pernyataan yang bersifat

prediktif. Selanjutnya fungsi teori yang ketiga adalah digunakan untuk membahas

hasil penelitian sehingga selanjutnya digunakan untuk memberikan saran dalam

upaya pemecahan masalah (Sugiyono, 2007:54)

Organisasi yang berhasil dan efektif merupakan organisasi dengan individu

yang didalamnya memiliki kinerja yang baik. Organisasi yang efektif akan

ditopang oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Ada kesesuaian antara

keberhasilan organisasi atau kinerja organisasi dengan kinerja individu atau

sumber daya manusia.

Konsep kinerja pada dasarnya merupakan perubahan atau pergeseran paradigma

dari konsep produktivitas. Andersen (1995), menjelaskan paradigma produktivitas


64

yang baru adalah paradigma kinerja secara aktual yang menuntut pengukuran

secara aktual keseluruhan kinerja organisasi, tidak hanya efisiensi atau dimensi

fisik, tetapi juga dimensi non fisik.

B. Hasil Wawancara
Untuk mengetahui data, maka penulis mewawancarai dengan baik pihak yang

dianggap mengetahui permasalahan yang diteliti

Responden Pertama

Nama : Sitti Ramlah, SE, MM

Tempat, Tanggal Lahir : Bantaeng 12 Juni 19

Pangkat : Penata TK.1.III/D

Jabatan : Kabid PPPA

Peneliti melakukan wawancara langsung pada tanggal 15 Juli 2021 di Kantor

P2TP2A Kabupaten Bantaeng pada pukul 10:00 WIB sampai 11:30 WIB. Dan

terfokus pada Permasalahan Kekerasan Anak dan Perempuan.

1. Efektivitas Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Menghadapi


Kasus Permasalahan Kekerasan Perempuan dan Anak yang ada di
Kabupaten Bantaeng.

Dimana bidang PPPA P2TP2A Mempunyai tugas dan menerima segala


permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan anak baik itu sebagai korban
atau sebagai pelaku dan kami bersama-sama harus mendampingi,

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Ketua P2TP2A mengenai


efektivitas pemberdayaan perempuan dan anak dalam permasalahan kekerasan
seperti yang dijelaskan yaitu :
65

Dewi (Peneliti) : Bagaimana efektivitas pemberdayaan Perempuan dan Anak


dalam menghadapi kasus permasalahan kekerasan perempuan dan anak yang ada
di Kab. Bantaeng ?

Ibu Ramlah (Narasumber) :

“Bidang PPPA atau P2TP2A Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan


Perempuan dan Anak. Dimana di sini korban dan pelaku kami dampingi
dengan baik dan ada juga nama nya PATBM perlindungan anak terpadu
berbasis masyarakat dari desa dan kelurahan. Tahun 2016 Bantaeng
merupakan peran yang baik dari Kementerian PU terkait pusat perlindungan
anak terpadu berbasis masyarakat yang untuk di Indonesia dan Sulawesi
Selatan yaitu ada dua Bantaeng dan Makassar, Jadi 2016 PATBM ada di
Bantaeng ada di kelurahan Bonto Sunggu dan Di Desa Lumpangang. Itu lah
jejaring dimana ada kasus-kasus yang terkait perempuan dan anak”.

Merujuk wawancara yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa lingkungan

merupakan tempat kita berinteraksi. Perlu nya saling menjaga hubungan yang

baik agar tidak terjadi kekerasan yang tidak diinginkan. Kemudian anak haruslah

mendapatkan perhatian khusus dari orang tuanya, terlebih mengajarkan

bagaimana caranya menjaga diri dan beradaptasi dengan lingkungan. Jadi,

berdasarkan wawancara beberapa narasumber, ditemukan bahwa latar belakang

yang memicu terjadinya kekerasan terhadap anak yaitu media sosial, rendahnya

ekonomi keluarga dan kurangnya pendidikan orang tua dalam mendidik anak.

Dari berbagai penyebab kekerasan terhadap anak di atas, dapat ditemukan

beberapa bentuk kekerasan baik itu kekerasan dalam bentuk fisik, psikis,

kekerasan sosial maupun pelecehan seksual terhadap anak. Adapun bentuk

kekerasan yang terjadi pada anak khususnya di Kabupaten Bantaeng yaitu

pelecehan seksual dan penelantaran anak yang dapat mengakibatkan gangguan

psikologi anak.
66

a. Data Kekerasan Terhadap Anak Di Kabupaten Bantaeng.


Berdasarkan laporan yang diterima oleh P2TP2A tercatat berbagai bentuk

kekerasan terhadap anak yaitu sebagai berikut :

Tabel 5.1
Bentuk-Bentuk Kekerasan Domestik Terhadap Anak di Kabupaten Bantaeng

NO Bentuk Kekerasan TAHUN

Terhadap Anak 2015 2016 2017 2018 2019 2020

1. Fisik ( dipukul, 1 5 8 6 3 1
dijambak, dicekik)
2. Psikis (dimarahi, 5 8 31 19 10 8
ditakuti, dicaci maki,
tidak dihargai)
3. Pelecehan Seksual 2 - 3 1 2 1
4. Trafficking - 1 - - - -
5. Diskriminasi 3 - 12 6 2 -
6. Penelantaran 4 24 22 12 - 3
ekonomi (tidak diberi
nafkah)
7. Nafkah Anak 2 - 16 3 - -
8. Hak Asuh Anak 2 4 - - 1 -
9. Bullying 12 3 - 6 1 1
10. Perubahan Perilaku 3 8 2 2 2 3

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa setiap tahunnya angka kasus

tentang anak (kekerasan seksual) tidak mengalami penurunan, akan tetapi

sebaliknya menunjukkan peningkatan. Itu hanya kasus yang terlihat atau

dilaporkan bagaimana kasus-kasus yang tidak tersentuh oleh hukum, tentu tidak

kalah dengan data-data diatas. Ada beberapa faktor kenapa korban tidak

melaporkan perlakuan kekerasan seksual yang dialaminya kepada aparat penegak


67

hukum, diantaranya korban merasa malu dan tidak ingin aib yang menimpa

dirinya diketahui oleh orang lain dan khawatir kasusnya dijadikan bahan cercaan

publik, atau korban merasa takut karena telah diancam oleh pelaku jika

melaporkan kejadian tersebut.

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa kekerasan domestik di dalam

keluarga terhadap anak, yang terjadi di Kabupaten Bantaeng bentuk dan

jumlahnya sangat beragam. Kekerasan Domestik ini biasanya dilakukan oleh

salah satu anggota keluarga atau kerabat dekat pada anggota keluarga korban.

Selain itu secara lebih khusus melalui Peraturan Menteri Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 1 tahun 2010 menyebutkan bahwa

pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan layanan dan fasilitas bagi

perempuan dan anak korban kekerasan. Sebagai wujud dari peraturan tersebut

Kota Padang yang menjadi lokasi penelitian ini melalui pembentukan Dinas

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan

Keluarga Berencana (DP3AP2KB). Dimana dalam badan tersebut terdapat

P2TP2A yaitu Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Puti

Linduang Bulan yang beralamat di jalan teratai No.1 Flamboyan baru, padang

barat yang salah satu tugasnya memberikan perlindungan hukum terhadap anak

sebagai korban kekerasan.

b. Peran P2TP2A Dalam Menghadapi Kasus Kekerasan Terhadap Anak Di

Kabupaten Bantaeng.
68

Untuk melaksanakan peran tersebut, maka ada divisi yang memiliki tugas dan

wewenang masing-masing yakni ; Divisi data dan informasi, menjalankan peran

informasi dan edukasi, di antaranya tugasnya pengadaan data dan pelayanan

informasi sehubung dengan permasalahan dan kegiatan Pemberdayaan Perempuan

dan Perlindungan Anak. Kemudian mengumpulkan dan mengolah data tentang

kasus pelanggaran HAM, kekerasan dan ketidakadilan terhadap perempuan dan

anak.

P2TP2A merupakan salah satu lembaga yang berbasis masyarakat yang

beranggotakan pemerintah perempuan dan anak melakukan layanan advokasi bagi

perempuan dan anak dari kelompok rentan, utamanya perempuan dan anak korban

kekerasan. P2TP2A merupakan salah satu program Kementrian Pemberdayaan

Perempuan dan Anak dalam bentuk pusat pelayanan terpadu bagi perempuan dan

anak dalam upaya pemenuhan informasi dan kebutuhan di bidang pendidikan ,

ekonomi, kesehatan, politik, hukum, perlindungan, dan penanggulangan

perempuan dan anak. P2TP2A akan memberikan perlindungan pada anak-anak

yang mengalami masalah hukum salah satunya korban tindak kekerasan.

Secara umum P2TP2A memiliki wewenang sesuai dengan tugas dan fungsi

P2TP2A sebagai lembaga yang memberikan pelayanan terhadap perempuan dan

anak korban kekerasan.

Dalam konteks perlindungan, setiap individu baik itu perempuan, laki-laki

maupun anak memiliki hak yang sama dengan individu lainnya di muka bumi ini,

yakni hak yang dipahami sebagai hak-hak dasar yang melekat sejak ia dilahirkan
69

yang lebih dikenal sebagai “hak asasi manusia” (HAM). HAM meliputi hak untuk

hidup dengan layak, hak asasi hukum baik mengenai keadilan maupun

perlindungan, hak atas pendidikan, hak untuk bebas menyampaikan pendapat dan

tanpa hal tersebut manusia (anak) tidak dapat hidup sebagai manusia secara wajar

dan hak-hak dasar lainnya. Atas pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa

kekerasan terhadap anak merupakan masalah publik yang menjadi tanggung

jawab pemerintah

Dewi (Peneliti): Bagaimana Peran P2TP2A Dalam Menangani Kasus Tindak

Kekerasan Terhadap Anak Di Kabupaten Bantaeng ?

Ibu Ramlah (Narasumber) :


“Sebenarnya kantor P2TP2A ini berada dibawah dinas pemberdayaan
perempuan anak, Jadi langsung membantu pekerjaan pemerintah tepatnya di
Kabupaten Bantaeng. Dalam hal ini bukan saja ana tapi perempuan juga,
jadi kami menangani kasus anak dan perempuan yang berada di
Kab.Bantaeng”
Berdasarkan informasi dari Ketua P2TP2A Kabupaten Bantaeng menyatakan
bahwa :
“Kalau untuk sekarang artinya yang melapor itu kita harus tangani.
Kemudian ada konseling individu dan konseling keluarga, dan upaya yang
bisa kami lakukan untuk memperkuat individu dan keluarga, kemudian kami
membuat laporan – laporan untuk rekomendasi untuk perbaikan program-
program dan kegiatan dinas-dinas terkait, memperbaiki dan mendorong
sistem perlindungan perempuan dan anak juga di perbaharui di tingkat
kecamatan. Yang kami bisa lakukan pemulihan untuk individu dan keluarga
kemudian juga membuat laporan dan merekomendasikan itu upaya kami
untuk mengurangi jadi data-data dari sini kita rekomendasikan supaya dinas
harus lakukan ini, agar program nya bisa berjalan dengan sebaik mungkin”.
Sesuai dengan hasil wawancara di atas bahwa P2TP2A Kab.Bantaeng

berperan sebagai lembaga yang melakukan penanganan terhadap kasus-kasus

kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak berdasarkan atas laporan

masyarakat Kab.Bantaeng. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya P2TP2A


70

berupaya melakukan kerjasama dengan berbagai pihak baik itu tingkat kecamatan

maupun Provinsi.

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pemerintah dalam menghadapi


Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak
(P2TP2A) Dalam perlindungan kekerasan pada anak di Kabupaten
Bantaeng.
Selama memberikan pelayanan terhadap perempuan dan anak P2TP2A

didukung dengan beberapa faktor pendukung, namun di sisi lain P2TP2A juga

menghadapi masalah yang menghambat dalam memberikan pelayanan terhadap

perempuan dan anak. Adapun faktor-faktor pendukung dan penghambat ini

didapatkan dari observasi dan wawancara dengan para petugas P2TP2A.

Pendukung :

A. Unit PPA Polres Kabupaten Bantaeng

Memberikan pelayanan perlindungan terhadap perempuan dan anak yang

menjadi korban kekerasan. Salah satunya dengan mendorong terbentuknya Unit

Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) yang

diatur melalui Peraturan Menteri PPPA Nomor 4 tahun 2018. Indikator kinerja

Unit PPA sudah terlayaninya semua perempuan dan anak yang menjadi korban

kekerasan.

B. KPI Koalisi Perempuan Indonesia

KPI sebagai wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta

mewakili kepentingan masyarakat akan kelembagaan di bidang Pembangunan

Pemberdayaan Perempuan dan anak.

C. Lembaga Bantuan Hukum


71

Merupakan salah satu pemberi bantuan hukum berdasarkan undang-undang

No. 16 tahun 2011 tentang bantuan hukum, sedangkan advokat merupakan orang

yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan

yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang nomor 18

tahun 2003.

D. Disabilitas

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak P2TP2A

Kabupaten Bantaeng melakukan salah satu kampanye tentang Anti Kekerasan

yang bertemakan “ Disabilitas Bebas Kekerasan” dimana kekerasan terutama

terhadap anak pernah meningkat, maka dari itu perlindungan terhadap anak dan

perempuan sangat penting di dalam kehidupan masyarakat.

Penghambat :

A. Kurangnya SDM

Bentuk Pelayanan tidak hanya sekedar menunggu pengaduan masyarakat

tetapi juga bagian dari solusi. Dimana karena banyaknya kasus soal pelaporan

yang masih menjadi kendala dalam masyarakat. Dengan adanya pelatihan kami

berharap SDM di P2TP2A tingkat Kabupaten/Kota memiliki kapasitas yang lebih

memenuhi dalam penanganan kasus dan anak secara terpadu dan efektif.

B. Masalah Pendanaan

Masalah dan kendala yang dihadapi oleh P2TP2A antara lain yaitu ;

Pendanaan, dimana masyarakat enggan melapor adanya masalah yang dialami.

Sebagaimana juga disampaikan oleh Ketua P2TP2A Kabupaten Bantaeng

bahwa ;
72

Dewi (Peneliti) : Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi pusat

Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak P2TP2A Dalam

Menghadapi Kekerasan pada anak di Kabupaten Bantaeng ?

Ibu Ramlah (Narasumber) :


“ Sudah banyak Jejaring kami dari bawah dimana di P2TP2A sudah ada
nama nya yang bergabung di kami yaitu Unit PPA Polres terus ada dari KPI
Komisi Perempuan Indonesia ada dari lembaga Bantuan Hukum, Disabilitas.
Dimana adapun tindak dukungan dari masing-masing pihak Dan sudah ada yang
namanya itikad baik dari pihak yang bersangkutan agar masalah yang ada dapat
dipecahkan atau diselesaikan”.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Ketua P2TP2A faktor kekerasan

terhadap anak dan perempuan terjadi karena beberapa faktor seperti yang

dijelaskan Oleh Ibu Ramlah bahwa ;

“Tindak kekerasan terhadap anak yang diakibatkan karena rendahnya


pengetahuan orang tua dalam mendidik anak. Dimana anak-anak sebenarnya
masih menjejaki siapa dirinya sebenarnya, jadi kebanyakan orang tua
sembarangan terhadap anak apabila si anak kelewatan batas dalam hal
membimbingnya. Kalaupun ada sejenis pemukulan atau lainnya terhadap
anak akan menjadi fenomena yang terjadi sekarang ini dimana kekerasan
terhadap anak karena anak bandel, keras kepala, dan bimbingan anak kurang
maksimal.”
Dimana dipertegas juga oleh masyarakat bahwa budaya mendidik anak itu

sudah lama ada, jadi tidak bisa kita salahkan juga karena memang begitu model

pendidikan yang diterapkan. Berikut hasil wawancara yang disampaikan oleh

masyarakat Kabupaten Bantaeng bawahnya :

“ Budaya dalam mendidik anak itu tergantung pada orang tuanya, karena
itu tidak bisa terlalu kita salahkan, orangtua pasti menginginkan yang
terbaik untuk anak walaupun terkadang caranya salah dan anak tidak
menyukainya. Terkadang yang sering kami temui di kalangan masyarakat
adalah interpretasi orang tua melebihi kapasitas anak atau yang kita pahami
keinginan orang tua terkadang tidak mampu dilakukan oleh anak. Dan dari
terkadang menjadi pertengkaran karena ada yang bisa terima dengan apa
yang diinginkan orang tua dan nada anak yang tidak bisa menerima apa
73

yang diberikan oleh orang tua, Kemudian juga sekarang Handphone itu
sangat bahaya, semua bisa dilihat oleh anak”.
Dari beberapa hasil wawancara kekerasan terhadap anak diakibatkan oleh

kurangnya pemahaman orang tua terhadap apa yang dilakukan anak juga dapat

mengakibatkan anak menjadi bebas. Ini dibuktikan dengan perkembangan media

sosial yang yang meningkat sehingga anak cenderung melihat hal-hal yang tidak

sesuai dengan umur mereka dengan orang tua “memfasilitasi” anak tanpa

pengawasan yang baik.

Berdasarkan pengamat peneliti ada beberapa faktor penghambat dan pendukung

keberhasilan sebagai berikut :

● Penghambat

A. Tingkat pendidikan yang rendah

Seperti yang kita ketahui di kalangan masyarakat masih banyak kita lihat

bahwa pendidikan mereka yang sangat rendah dan memprihatinkan. Hal ini

dikarenakan faktor nikah usia dini sehingga dapat membuat pikiran yang kurang

baik.

● Pendukung

A. Adanya keterbukaan

Dalam menjalani kehidupan rumah tangga harus ada keterbukaan baik dari

istri ataupun suami iyar tidak ada kesalahpahaman atau pertengkaran karena

adanya keterbukaan kita bisa berbagai bagaimana caranya untuk mencari jalan

keluar menghadapi semua permasalahan.


74

3. Kendala-Kendala yang dialami Lembaga Pusat Pelayanan Terpadu


Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Memberikan Perlindungan
Hukum Kepada Anak Sebagai Korban Kekerasan.

Perlindungan anak merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan masyarakat

dalam berbagai kedudukan dan peranan yang menyadari betul pentingnya anak

bagi nusa dan bangsa di kemudian hari. Dan segala usaha yang dilakukan untuk

menciptakan kondisi agar setiap anak melaksanakan hak dan kewajiban demi

perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental, dan sosial.

Faktor yang menyebabkan seseorang berbuat jahat termasuk penyebab

mengapa anak melakukan perbuatan seksual, kekerasan seksual merupakan

kejahatan yang cukup kompleks penyebabnya dan tidak berdiri sendiri dan dapat

disebabkan oleh kondisi yang mendukung, atau ada unsur - unsur lain yang

mempengaruhinya yaitu : Faktor Internal dan Faktor Eksternal.

A. Faktor dari dalam (Faktor Internal) yaitu ;


1. Kemiskinan

2. Penyediaan lapangan kerja yang terbatas dan rendahnya ekonomi dan

minimnya jaminan sosial yang merupakan faktor dominan sehingga

menyebabkan anak tersebut bekerja membutuhkan penghasilan yang lebih.

3. Kurangnya Pengawasan Orang Tua

4. Keluarga Terpecah

5. Keluarga

6. Lingkungan

7. Pendidikan
75

Faktor dari luar (Faktor Eksternal) yaitu :


1. Jumlah Penduduk

2. Budaya

3. Keadaan dan Kondisi yang Menyulitkan orang-orang

4. Lingkungan Perkotaan

5. Aktivitas Kejahatan

6. Lemahnya Perlindungan Terhadap Anak

Salah satu contoh yaitu dimana masyarakat yang masih rendah pemahaman

nya terkait perlindungan anak satu contoh pada masa pandemi ini ada kejadian

Anak menikah dibawah umur padahal sudah ada batas ketentuan dan sudah diatur

oleh pemerintah No. 16 tahun 2019 batas usia pernikahan anak ada di atas 19

tahun.

Dan telah juga dijelaskan dalam wawancara langsung dengan Ketua P2TP2A

yaitu bahwa :

Dewi ( Peneliti ) : Kendala-Kendala yang dialami Lembaga Pusat Pelayanan


Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Memberikan Perlindungan
Hukum Kepada Anak Sebagai Korban Kekerasan.

Ibu Ramlah ( Narasumber ) :

“Dimana kurangnya pemahaman dari berbagai bidang terutama dalam


pendidikan dan seperti saat ini di masa pandemi yaitu Kasus pernikahan dini
yang mungkin sedikit meningkat karena kurang nya pemahaman kepada anak.
Dimana Pendidikan adalah salah satu faktor dari dalam yang membantu anak
terjerumus sebagai korban eksploitasi seksual selain itu juga kelangan
fasilitas pendidikan, rendahnya kualitas pendidikan dasar dan rendahnya
kesadaran masyarakat khusus nya orang tua terhadap pentingnya
pendidikan”.
76

Terjadinya Kekerasan Terhadap Anak dalam Keluarga dan Masyarakat.

Kekerasan terhadap anak merupakan tindakan kriminal yang dilakukan oleh

seseorang terhadap anak yang mengakibatkan terjadinya gangguan mental dan

fisik bagi anak. Kasus terhadap anak sering terjadi pada lingkungan terdekat

dengan anak seperti lingkungan keluarga. Dimana keluarga merupakan tempat

pertama bagi tumbuh kembangnya anak, akan tetapi ada kalanya dari keluarga

pada kekerasan terhadap anak bisa muncul.

4. Rendahnya Ekonomi

Demikian juga kekerasan yang terjadi di dalam sebuah rumah tangga yang

sering disebut dengan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Tindakan tersebut

pada umumnya didominasi oleh suami atau laki-laki terhadap anggota keluarga

yang lebih lemah sehingga pada akhirnya menimbulkan korban yang sebagaimana

besar merupakan perempuan dan anak.

Faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di

masyarakat adalah faktor-faktor ekonomi, karena desakan ekonomi, yang

menyebabkan kebutuhan hidup semakin hari semakin besar, maka perlu yang

dilakukan kepada rumah tangga menjadi hilang akal. Selain faktor ekonomi

tindakan kekerasan dalam rumah tangga juga dipengaruhi oleh faktor budaya.

Kekerasan terhadap anak juga terjadi akibat rendahnya ekonomi keluarga

yang memicu terjadinya konflik dalam keluarga. Dimana krisis ekonomi dalam

keluarga menjadi faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak seperti


77

penganiayaan dan penelantaran anak. Sebagaimana juga disampaikan oleh

masyarakat Kabupaten Bantaeng. bahwa ;

Ibu Ramlah ( Narasumber ) :


“Penyebab kekerasan yang paling utama itu ekonomi kemudian
perceraian yang diakibatkan oleh ekonomi juga. Terkadang banyaknya
tuntutan ekonomi yang tidak terpenuhi dengan semestinya orang tua bisa
saja melakukan kekerasan. Misalnya anak memiliki kemauan yang banyak
tapi orang tua tidak mampu kerjaan yang tetap.kemudian anak memaksakan
kehendaknya ketika orang tua sedang capek karena bekerja, itu bisa saja
membuat emosi tidak stabil dan terjadilah kekerasan yang diakibatkan oleh
emosi tersebut “.
Hal tersebut diakui oleh Ketua P2TP2A Kabupaten Bantaeng bahwasanya
banyak kasus yang terjadi karena rendahnya ekonomi. Dalam hal ini menjelaskan:

“Pihak P2TP2A sering menerima laporan kekerasan dari keluarga-


keluarga yang memiliki ekonomi yang menengah ke bawah. Akan tetapi ada
juga kekerasan terjadi pada orang-orang menengah ke atas. Contohnya
seperti KDRT dan perceraian. Selanjutnya dari tingkat menengah ke bawah
ini permasalahannya pada dasarnya karena pemenuhan ekonomi yang tidak
sesuai dengan keinginan ataupun karena tidak adanya pekerjaan yang tetap
yang dapat menghasilkan uang untuk pemenuhan rumah tangga”.
Pendapat ketua P2TP2A Kabupaten Bantaeng sesuai dengan kondisi yang

dialami korban kekerasan yang diakibatkan oleh orang tuanya dan ini

disampaikan oleh kedua orang tua korban kekerasan.

Selanjutnya Ketua P2TP2A Kabupaten Bantaeng menyatakan bahwa

pertambahan angka ini disebabkan oleh persoalan sosial budaya, soal kemiskinan,

latar belakang pendidikan itu sangat berpengaruh dengan sistem pemerintahan

yang tidak efektif. Ini bersesuaian dengan pernyataan yang disampaikan oleh

Ketua P2TP2A di Kabupaten Bantaeng. Dan kemudian Ketua P2TP2A juga

berpendapat jika terjadi masalah ketahanan ekonomi, aqidah dan lain nya dalam

keluarga Negara harus hadir orang tuanya di berikan pembekalan untuk menjadi
78

orang tua, kemudian setelah menjadi orang tua dikasih pembekalan soal ekonomi,

pendidikan yang diperkuat, dan berikut hasil wawancara ;

“ Ketika adanya masalah ketahanan ekonomi aqidah dan lain nya dalam
keluarga harus hadir orang tua nya di berikan pembekalan untuk menjadi orang
tua kemudian setelah menjadi orang tua diberikan pula pembekalan soal
ekonomi, pendidikan yang sangat diperkuat. Nah diharapkan ketika ketahanan
bagus tingkat kekerasan anak dalam keluarga juga berkurang. Kalau dalam
keluarga sudah cukup baik, tetangga baik, masyarakat baik otomatis kampungnya
baik, masyarakatnya dan kecamatannya juga baik, dan mungkin tidak ada lagi
kekerasan”.
Selain itu, meningkatnya kekerasan tidak semata-mata karena bertambahnya

jumlah kasus, Namun terjadi peningkatan kesadaran masyarakat untuk

melaporkan tindak kekerasan yang terjadi pada anak. Hal tersebut sebagaimana

yang beliau sampaikan dalam hasil wawancara berikut :

“ Sebenarnya bukan hanya ada di Kabupaten Bantaeng saja tetapi semua


daerah. Tapi kalau dilihat dari meningkatnya ini kita tahu karena sudah ada
angka dan jumlah. Nah angka dan jumlahnya itu ada karena orang melapor,
kemudian kenapa orang melapor dikarenakan kepedulian mulai sadar dan
sudah tahu tempat melapor dan merasa ketika melapor mendapatkan
perlindungan atau pelayanan atas laporannya”.
Berbagai harapan dari masyarakat agar kekerasan dapat dibatasi baik itu

dengan melakukan sosialisasi secara langsung maupun melalui berbagai cara

seperti dalam bentuk spanduk yang menerangkan bahwa adanya hukuman bagi

pelaku kekerasan khususnya terhadap anak..

Kerja sama yang dilakukan P2TP2A merupakan suatu upaya untuk

melakukan penanganan atas kasus – kasus kekerasan yang dilaporkan masyarakat

setempat. Adapun proses penanganan kasus kekerasan yang dilakukan P2TP2A

sesuai dengan laporan masyarakat. P2TP2A akan melakukan penanganan apabila

ada masyarakat yang melapor dan langkah – langkah dalam memberikan


79

laporan/pengaduan terhadap kekerasan disampaikan oleh Ketua P2TP2A di

Kabupaten Bantaeng, yaitu :

“Laporan yang ada biasa ada juga klien datang sendiri ke kantor kita,
kadang ada juga klien rujukannya dari kawannya karena tau informasi dari
temannya datang ke P2TP2A nanti di bantu, kadang juga dari rujukan polres
karena pelecehan seksual, jadi yang dia butuhkan ialah pendampingan psikologi
dan trauma, Laporannya biasa dating dan dimintai keterangan, kami Tanya nanti
keinginan dan kebutuhannya apa. dan memberikan dampingan sampai kasusnya
selesai”.
Dalam mengurangi angka kekerasan P2TP2A perlu dilakukannya sosialisasi

agar paham mengenai hak anak, perlindungan anak, dan lembaga-lembaga yang

dapat melindungi apabila terjadinya kasus kekerasan naik dalam keluarga maupun

lingkungan masyarakat sekitar.

4. Kekurangan yang masih dimiliki untuk menangani kasus kekerasan di


Kabupaten Bantaeng.

Sampai saat ini angka kekerasan terhadap perempuan dan anak yang

dilaporkan masih sering terjadi namun laporang terjadi kekerasan terhadap

perempuan dan anak tersebut, belum bisa menggambarkan dengan senyatanya

tingkat kekerasan sebenarnya. Dan masih banyak kejadian kekerasan pada

perempuan dan anak tidak dilaporkan dan ditindaklanjuti, sehingga tidak tercakup

dalam data-data yang dilaporkan.

Dan masyarakat masih belum banyak mengetahui tentang bagaimana cara

pelaporan dan kepada lembaga mana harus melapor. Di samping itu masyarakat

yang berada di pedesaan merasa bahwa melaporkan kejadian kekerasan yang

dialami hanya bisa dilakukan di ibu kota Kabupaten sehingga akan memakan
80

waktu dan biaya maka perlu adanya mendekatkan layanan pengaduan terhadap

perempuan dan anak korban kekerasan sampai ke tingkat desa.

Seperti hal nya yang dijelaskan oleh Ketua P2TP2A ini bahwa :
Dewi ( Peneliti ) : Apa saja Kekurangan yang masih dimiliki untuk menangani

kasus kekerasan di Kabupaten Bantaeng ?

Ibu Ramlah ( Narasumber ) :


“ Bentuk layanan tidak hanya sekedar menunggu aduan masyarakat tetapi
juga bagian dari solusi mengurangi tingginya kekerasan yang tidak
tertangani. Untuk itulah diperlukan upaya guna meningkatkan hasil yang
diberikan unit layanan kepada korban kekerasan, terkhusus Perempuan dan
Anak. Dimana kekurangan yang masih dimiliki untuk menangani kasus
kekerasan di Kab.Bantaeng ini adalah SDM Sumber Daya Manusia. Karena
banyak nya kasus soal pelaporan yang masih menjadi kendala di dalam
masyarakat”.

Program yang dilakukan Kantor P2TP2A Untuk mengurangi angka kekerasan


terhadap anak dan perempuan.
Seperti halnya yang telah dijelaskan oleh Ketua P2TP2A bahwa :

Dewi ( Peneliti ) : Apakah Program yang dilakukan Kantor P2TP2A Untuk


mengurangi angka kekerasan terhadap anak dan perempuan ?

Ibu Ramlah ( Narasumber ) :


“Adapun program kami yaitu 1 Memberikan sosialisasi dan Kunjungan
kepada masyarakat, 2 Pelibatan Forum Anak dalam membantu kami di setiap
desa dan kelurahan dalam Musrembang Anak, dan ke 3 berupaya PATBM ada
beredar dan menyebar di 47 desa dan kelurahan”.
A. Masyarakat Kabupaten Bantaeng membantu dalam mencegah kasus

kekerasan terhadap anak dan perempuan.

“Alhamdulillah sudah sebagian besar masyarakat Kabupaten Bantaeng


sudah mengetahui keberadaan P2TP2A dimana setiap ada kasus langsung
dilaporkan ke kami dan sinergitas kami dengan Polres sudah sangat baik,
81

setiap ada kasus yang masuk di polres itu menghubungi kami untuk
bekerjasama di adakan pendampingan”.

Sesuai dengan hasil wawancara di atas bahwa P2TP2A Kab.Bantaeng

berperan sebagai lembaga yang melakukan penanganan terhadap kasus-kasus

kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak berdasarkan atas laporan

masyarakat Kab.Bantaeng. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya P2TP2A

berupaya melakukan kerjasama dengan berbagai pihak baik itu tingkat kecamatan

maupun Provinsi.

Dewi ( Peneliti ) : Apakah masih banyak kasus kekerasan yang dialami oleh anak

dan perempuan di Kabupaten Bantaeng ?

Ibu Ramlah ( Narasumber ) :

“Adanya keberadaan P2TP2A dan PATBM serta Puspa Gambus


Persatuan pembelajaran diketahui oleh masyarakat sehingga kasus itu
semakin menurun dan sudah ada tempat perlindungan nya dan pelaporan
nya sehingga kasus sangat mudah di deteksi”.

Menariknya dari kasus tindak kekerasan terhadap anak, ternyata tindak

kekerasan tidak hanya merupakan masalah individual dalam keluarga saja. Kasus

ini seperti epidemi yang terus terjadi di berbagai kalangan masyarakat, yang harus

diselesaikan oleh berbagai level pemerintahan mulai dari pemerintah desa sampai

pemerintah pusat, bahkan juga sudah merupakan masalah internasional karena

terjadinya kasus kekerasan terhadap anak di lintas teritorial, seperti “child

trafficking”. Bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi juga berbagai macam, mulai

dari kekerasan verbal, fisik maupun kejiwaannya. Ironisnya, sebagian besar


82

pelaku kejahatan tersebut adalah orang yang memiliki hubungan dekat dengan

anak seperti keluarga, guru, teman sepermainan maupun orang-orang yang ada

pada lingkungan lainnya. Oleh karena itu perlu adanya kerjasama yang dilakukan

oleh pemerintah dan masyarakat dalam menyelenggarakan segala program yang

telah dibuat oleh pemerintah.

Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif, dimana penelitian ini

mendeskripsikan peran P2TP2A Kabupaten Bantaeng. Bentuk penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kualitatif karena dalam penelitian

ini menyediakan data maupun langkah analisis data serta kesimpulan yaitu dalam

bentuk kalimat, serta faktor yang mempengaruhi P2TP2A di Kabupaten Bantaeng.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Deskriptif dengan pendekatan

Kualitatif. Penelitian ini dibatasi oleh dua fokus yaitu ; (1) Efektivitas program

P2TP2A di Kabupaten Bantaeng ; (2) Faktor pendukung dan penghambat

efektivitas program P2TP2A di Kabupaten Bantaeng.

Efektivitas Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan


Anak di Kabupaten Bantaeng.
Efektivitas adalah suatu kondisi yang menunjukkan tingkat keberhasilan atau

pencapaian suatu tujuan yang diukur dengan kualitas, kuantitas, dan tepat waktu,

sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Menurut kamus ilmiah populer

mendefinisikan sebagai ketepatan dalam penggunaan, hasil guna guna yang dapat

menunjang pencapaian tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan apa yang telah

ditetapkan dalam sebuah organisasi. Efektivitas merupakan unsur pokok dalam

sebuah organisasi, kegiatan, dan program kerja dalam sebuah instansi pemerintah

maupun swasta.Dalam penyelesaian masalah yang dihadapi suatu organisasi


83

pemerintahan dalam menangani masalah yang dihadapi oleh masyarakat dapat

disebut efektif apabila tercapai tujuan maupun sasaran yang telah diterapkan.

a) Pelayanan Sesuai Standar Operasional Prosedur Berdasarkan Standar.

Operasional Prosedur merupakan pedoman yang berisi prosedur-prosedur

operasional yang ada dalam suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan

bahwa semua keputusan dan tindakan serta penggunaan fasilitas-fasilitas proses

yang dilakukan oleh orang-orang didalam organisasi berjalan secara efektif

konsisten, standar dan sistematis. Berikut akan dijelaskan oleh beberapa informan:

Menurut RH selaku Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan

Perempuan dan Anak kabupaten Enrekang mengatakan bahwa:

“ kalau ada masyarakat datang mengadu dek, kita tulis dulu


pengaduannya apa, terus kejadiannya dimana, terus pelakunya siapa data-
data semua masuk. Selanjutnya kita adakan wawancara kalau misalnya si
korban sedia untuk diwawancarai. Terus kita diskusikan bersama korban
atau pendampingnya tentang pilihan layanan apa yang korban butuhkan,
seperti pelayanan kesehatan, rehabilitas sosial, bantuan hukum atau
pemulangan reintegrasi. Kalau misalnya si korban memilih bantuan
kesehatan, kita langsung berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan untuk
memberikan pelayanan kesehatan tetapi dari pihak P2TP2A juga harus
selalu mendampingi si korban dek”

Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa langkah awal yang

dilakukan pihak P2TP2A yaitu melakukan pendataan korban setelah melakukan

pendataan, pihak P2TP2A melakukan sesi wawancara untuk lebih mengetahui dan

menentukan pelayanan apa yang dibutuhkan oleh korban sesuai dengan kasus

yang dialaminya, seperti pelayanan kesehatan, rehabilitas sosial, bantuan hukum

atau pemulangan reintegrasi.

Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa pelayanan yang dilakukan

P2TP2A sudah baik, sudah sesuai dengan Standar Operasional P2TP2A


84

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti mengenai pelayanan yang

diberikan kepada masyarakat kurang maksimal dimana pelayanan yang diberikan

pihak P2TP2A kepada masyarakat sudah sesuai dengan Standar Operasional

P2TP2A Kabupaten Bantaeng, tetapi dalam melakukan pelayanan masih biasa

terjadi lambat respon alma memberikan pelayanan.

Dimana P2TP2A Kabupaten Bantaeng ini sudah efektivitas karena mampu

melaksanakan tugas, fungsi dari pada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak

adanya tekanan atau ketegangan antara pelaksanaan nya. Dalam hal ini, efektivitas

adalah penggunaan sumber daya yang tersedia secara efektif untuk mencapai

tujuan organisasi, termasuk proses input atau input, dan produk atau output.

P2TP2A adalah memberikan kontribusi terhadap terwujudnya kesetaraan dan

keadilan gender melalui ketersediaan wadah kegiatan pelayanan terpadu

pemberdayaan perempuan dan anak.


85

Tabel 5.2 Tujuan dan Hasil Efektivitas P2TP2A Pelayanan Terpadu


Pemberdayaan Perempuan dan Anak Di Kabupaten Bantaeng.
NO TUJUAN HASIL
1 Tujuan Kesehatan atau Pelayanan Dimana dilakukannya rujukan
Kesehatan bagi Perempuan dan kesehatan bagi perempuan dan anak
Anak untuk pengaduan biasanya dilakukan
visum dimana rujukan kesehatan yang
dilakukan paling banyak di UPT
P2TP2A Kabupaten Bantaeng.
2 Dampingan Hukum bagi Dalam pelaksanaan dampingan hukum
Perempuan dan Anak Korban pihak UPT P2TP2A bisa konsentrasi
Kekerasan. pada kasus hukum saja, dan telah
melakukan koordinasi langsung dengan
pihak berwajib untuk mengumpulkan
data.
3 Mediasi Dengan cara menyelesaikan sengketa
melalui proses perundingan untuk
memperoleh kesepakatan para pihak
dengan dibantu oleh mediator
4 Rumah Aman Digunakan untuk melindungi korban
secara sementara sebelum korban bisa
mendapatkan tempat yang lebih aman
dan sudah nyaman baginya dan tidak
semata-mata di tinggali saja tetapi juga
diberikan pelayanan kebutuhan pokok
dan bimbingan konseling.
5 Dampingan Reintegrasi Sosial UPT P2TP2A Kabupaten Bantaeng
Bagi Perempuan dan Anak bekerjasama dengan dinas terkait
Korban Kekerasan. memfasilitasi proses pemulangan
korban kekerasan maupun proses
pemulihan korban di lingkungan tempat
86

tinggalnya, dan diberikan konseling


agar proses penyembuhan korban
secara psikis dapat diperoleh.

Pembahasan hasil Observasi yaitu pelayanan pemulihan Psikologi sangat

membantu untuk memulihkan mental korban yang setidaknya tentu ada rasa malu

dan sebagainya, psikolog yang lembut dan penuh perhatian dibarengi dengan

tempat konsultasi yang nyaman dan aman membuat korban merasa terlindungi.

Psikolog harus membuat korban percaya kepada psikolog dan berusaha selalu

berada pada pihak korban. Penyediaan fasilitas Shelter yang memadai sangat

dibutuhkan, kinerja pembina dalam mendidik korban juga harus maksimal.

Keberadaan shelter pada tahun 2011 sampai 2015 menjadi satu dengan kantor

sepertinya tidak efektif karena ketika jam kantor berakhir korban hanya di awasi

oleh 2 orang penjaga kantor. Pada tahun 2016 ketika shalter yang baru sudah di

bangun oleh Dinas Sosial yang juga bekerja sama dengan P2TP2A berdiri korban

binaan P2TP2A yang tersangkut masalah trafficking 0 (tidak ada) shelter

digunakan untuk salah satu korban KDRT. Pemberdayaan Ekonomi bagi korban

ini berisikan pendidikan kursus kecantikan, kursus menjahit membuat tempe tahu,

dibina oleh pembina dengan masing masing tugasnya. Kursus yang diberikan

tidak akan terealisasi dengan baik jika tidak ada modal yang cukup. Tujuan

pemberian modal oleh P2TP2A tentu agar korban yang sudah dibina tidak lagi

mempunyai keinginan untuk kembali ke kasus yang sama. Fasilitas Pendidikan

dengan memudahkan korban yang masih dalam usia sekolah untuk dapat

bersekolah sementara dalam masa pembinaan walaupun tidak semua korban mau
87

bersekolah lagi tapi seharusnya korban menjadikan fasilitas ini untuk dapat

mengejar ketertinggalan. Ketika mereka dikembalikan ke orang tua pihak

P2TP2A juga akan mengurus administrasi pendidikan korban dan orang tua

mereka harus dapat menjamin anak mereka tetap bersekolah.

Pembahasan hasil wawancara P2TP2A dalam hal pemulihan psikologi korban

menyediakan seorang psikolog dan ruangan yang nyaman agar korban dapat rileks

saat menceritakan keadaan yang terjadi. Pada beberapa korban yang tingkat

traumanya tinggi psikolog tersebut berusaha mecuri perhatiannya dengan berusa

akan selalu melindungi dan tetap lebih berpihak kepada korban hal ini dilakukan

agar lebih mudah mendengar informasi. Seorang psikolog harus benar benar

paham dengan keadaan korban yang lebih sensitif dan tidak mudah percaya

dengan orang lain. Disini peran psikolog sangat penting untuk menggali informasi

namun dengan pendekatan yang tentu seorang psikolog pun sudah tau.

Keberadaan shelter yang sempat menjadi satu dengan kantor sempat menjadi

permasalahan karena tenaga kerja pembina saat itu masih kurang pembina yang

dapat bekerja full time tidak ada pembina datang pada jam jam tertentu dan

malamnya diisi dengan kegiatan rohani. Pada tahun 2016 shelter sudah disediakan

oleh Dinas Sosial namun fasilitasnya sangat minim tenaga kerja yang diperlukan

juga harus lebih banyak agar pendampingan korban menjadi lebih baik.

Pemberdayaan ekonomi yang berupa pemberian beberapa keterampilan dasar

sebagai modal ketika mereka keluar bisa mengembangkannya sebagai mata

pencaharian untuk korban juga harus lebih di bervariasi agar korban yang keluar
88

12 dari shelter P2TP2A Kota Singkawang tidak hanya mempunyai bekal yang itu

itu saja.

Fasilitas pendidikan yang berupa sekolah sementara ketika sedang dibina

sebenarnya masih menjadi permasalahan karena tidak semua sekolah yang

ditunjuk mau menerima, dan tidak semua korban mau untuk kembali ke bangku

sekolah lantaran malu.

A. Definisi Efektivitas

Efektivitas adalah hubungan antara output dan tujuan. Dalam artian

efektivitas merupakan ukuran seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan

prosedur dari organisasi mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam pengertian

teoritis dan praktis, tidak ada persetujuan yang universal mengenai apa yang

dimaksud dengan efektivitas.

Berbagai pandangan yang dikemukakan oleh para ahli berbeda-beda tentang

pengertian dan konsep efektivitas dipengaruhi oleh latar belakang dari keahlian

yang berbeda pula. Menurut Ravianto (dalam Masruri 2014:11): “Efektivitas

adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana orang menghasilkan

keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Ini berarti bahwa apabila suatu

pekerjaan dapat diselesaikan dengan perencanaan, baik dalam waktu, biaya

maupun mutunya, maka dapat dikatakan efektif.” Menurut Gibson (dalam

Harbani Pasolong, 2010:4) efektivitas adalah pencapaian sasaran menunjukkan

derajat efektivitas. Menurut Siagian (2002:151) efektivitas adalah tercapainya

suatu sasaran yang telah ditentukan pada waktunya menggunakan sumber-sumber


89

data tertentu yang dialokasikan untuk menjalankan kegiatan-kegiatan organisasi

tertentu.

Berdasarkan berbagai pengertian tersebut, ada empat hal yang merupakan

unsur-unsur efektivitas yaitu sebagai berikut:

1. Pencapaian tujuan, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila dapat mencapai

tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.

2. Ketepatan waktu, sesuatu yang dikatakan efektif apabila penyelesaian atau

tercapainya tujuan sesuai atau bertepatan dengan waktu yang telah ditentukan.

3. Manfaat, sesuatu yang dikatakan efektif apabila tujuan itu memberikan manfaat

bagi masyarakat sesuai dengan kebutuhannya.

4. Hasil, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila kegiatan itu memberikan hasil.

Organisasi yang berhasil dan efektif merupakan organisasi dengan individu

yang didalamnya memiliki kinerja yang baik. Organisasi yang efektif akan

ditopang oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Ada kesesuaian antara

keberhasilan organisasi atau kinerja organisasi dengan kinerja individu atau

sumber daya manusia.

Kinerja pada tingkat organisasi berkaitan dengan usaha mewujudkan visi

organisasi, dimana visi organisasi merupakan arah yang menentukan kemana

organisasi akan dibawa dan apa yang akan dicapai oleh organisasi untuk masa

depan. Oleh karenanya faktor yang paling penting dalam organisasi adalah figure
90

seorang ketua atau pemimpin, seorang pemimpin harus memiliki agenda yang

jelas yang didasarkan pada kepedulian yang besar terhadap hasil.

Konsep kinerja pada dasarnya merupakan perubahan atau pergeseran

paradigma dari konsep produktivitas. Andersen (1995), menjelaskan paradigma

produktivitas yang baru adalah paradigma kinerja secara aktual yang menuntut

pengukuran secara aktual keseluruhan kinerja organisasi, tidak hanya efisiensi

atau dimensi fisik, tetapi juga dimensi non fisik.

B. Faktor-faktor Yang Terkait Efektivitas


Efektivitas dapat dilihat melalui berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai

tujuan-tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka

organisasi tersebut dapat dikatakan telah berjalan dengan efektif. Hal terpenting

adalah efektifitas tidak menyatakan tentang berapa besar biaya yang dikeluarkan

untuk mencapai tujuan tersebut. Efektivitas hanya melihat apakah proses program

atau kegiatan tersebut telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk itu

perlu diketahui indikator efektivitas kinerja, menurut steers (steers. M. Richard,

1985:46) yang meliputi :

1) Kemampuan Menyesuaikan Diri

Kemampuan manusia terbatas dalam segala hal, sehingga dengan

keterbatasannya itu menyebabkan manusia tidak dapat mencapai pemenuhan

kebutuhannya tanpa melalui kerjasama dengan orang lain. Kunci keberhasilan

organisasi adalah kerjasama dalam pencapaian tujuan. Setiap orang yang masuk

dalam organisasi dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang yang
91

bekerja di dalam organisasi tersebut maupun dengan pekerjaan dalam organisasi

tersebut.

2) Prestasi

Kerja Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam

melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepada seseorang yang didasarkan

atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan dan waktu. Dari pendapat tersebut

dapat disimpulkan bahwa dengan kecakapan, pengalaman, kesungguhan dan

waktu yang dimiliki oleh seorang pegawai maka tugas yang diberikan dapat

dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.

3) Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja yang dimaksud adalah tingkat kesenangan yang dirasakan

seseorang atas peranan atau pekerjaannya dalam organisasi. Tingkat rasa puas

individu bahwa mereka mendapat imbalan yang setimpal, dari bermacam-macam

aspek situasi pekerjaan dan organisasi tempat mereka berada.

4) Kualitas

Kualitas dari jasa atau produk primer yang dihasilkan oleh organisasi

menentukan efektivitas kinerja dari organisasi itu. Kualitas mungkin mempunyai

banyak bentuk operasional, terutama ditentukan oleh jenis produk atau jasa yang

dihasilkan oleh organisasi tersebut.

5) Penilaian Oleh Pihak Luar


92

Penilaian mengenai organisasi atau unit organisasi diberikan oleh mereka

(individu atau organisasi) dalam lingkungan organisasi itu sendiri, yaitu pihak-

pihak dengan siapa organisasi ini berhubungan. Kesetiaan, kepercayaan dan

dukungan yang diberikan kepada organisasi oleh kelompok-kelompok seperti para

petugas dan masyarakat umum.

B. Pengukuran Efektivitas

1. Pencapaian Tujuan
Pencapaian adalah keseluruhan upaya pencapaian tujuan harus dipandang

sebagai suatu proses. Oleh karena itu agar dapat mencapai tujuan akhir semakin

terjamin, dan diperlukan seperti pentahapan, baik dalam arti pentahapan

pencapaian bagian-bagiannya maupun pentahapan dalam arti periodisasinya.

Pencapaian tujuan terdiri dari beberapa faktor yaitu, Kurun waktu dan sasaran

yang merupakan target konkrit.

2. Integrasi
Integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi

untuk mengadakan sebuah organisasi pengembangan konsensus dan komunikasi

dengan berbagai macam organisasi lainnya.

3. Adaptasi
Adaptasi adalah kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungannya dan untuk digunakan tolak ukur proses pengadaan dan pengisian

tenaga kerja.

4. Mekanisme Pelayanan Penanganan pada Laporan atau Pengaduan Korban

Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan.


93

Pengaduan yang dilayani UPT P2TP2A Kabupaten Bantaeng baik berupa

secara langsung maupun rujukan yang ditunjukkan oleh pihak lembaga

Pemerintah yang berkaitan dengan kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di

Kabupaten Bantaeng dan proses pengaduan ini hal pertama yang diberlakukan

adalah Assesment kepada korban kekerasan terhadap anak dan perempuan dan

berlangsung sekitar 15-30 menit. Assessment yang dimaksud ialah pengumpulan

data dari korban kekerasan baik itu perempuan atau anak dibawah umur. Dan dari

proses assesment ini yang akan didapat disimpulkan apa yang menjadi

permasalahan yang dihadapi klien atau korban kekerasan.

Pengaduan yang dimaksud UPT P2TP2A dalam layanan ini adalah untuk

melakukan pelaporan yang di pihak kepolisian atau ke dalam rana hukum.

Dimana pengaduan yang dilakukan adalah pendampingan korban dalam

pembuatan laporan dan Tujuan nya dilakukan Pengaduan adalah membantu

memberantas kasus kekerasan yang kerap terjadi pada anak dan perempuan agar

pelaku merasa jera dan menjadi peringatan untuk semua masyarakat agar tidak

melakukan dan berhenti melakukan kekerasan termasuk kepada anak dan

perempuan.

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil

atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer

mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau

menunjang tujuan. Sedarmayanti (2009 :59) mendefinisikan konsep efektivitas

sebagai suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat

tercapai. Pengertian efektivitas ini lebih berorientasi kepada keluaran sedangkan


94

masalah penggunaan masukan kurang menjadi perhatian utama. Apabila efisiensi

dikaitkan dengan efektivitas maka walaupun terjadi peningkatan efektivitas belum

tentu efisiensi meningkat.

Makmur (2011: 5) mengungkapkan efektivitas berhubungan dengan tingkat

kebenaran atau keberhasilan dan kesalahan. Ia berpendapat bahwa untuk

menentukan tingkat efektivitas keberhasilan seseorang, kelompok, organisasi

bahkan sampai kepada negara kita harus melakukan perbandingan antara

kebenaran atau ketepatan dengan kekeliruan atau yang dilakukan. Semakin rendah

tingkat kekeliruan atau kesalahan yang terjadi, tentunya akan semakin mendekati

ketepatan dalam pelaksanaan setiap aktivitas atau pekerjaan (tugas) yang

dibebankan setiap orang.

Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas merupakan ukuran

yang menunjukkan seberapa jauh program atau kegiatan mencapai hasil dan

manfaat yang diharapkan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan efektivitas

adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Adanya ketentuan waktu dalam

memberikan pelayanan serta adanya manfaat yang dirasakan oleh masyarakat

terhadap pelayanan yang diberikan padanya.

Adapun layanan-layanan yang diberikan UPT P2TP2A Kabupaten Bantaeng

memberikan layanan yang sesuai dengan standar layanan, yang meliputi beberapa

jenis pelayanan seperti :

5. Rujukan kesehatan atau pelayanan kesehatan bagi perempuan dan anak


95

Dimana dilakukan nya rujukan kesehatan bagi perempuan dan anak untuk

pengaduan biasanya adalah visum dimana Rujukan kesehatan yang dilakukan

paling banyak di UPT P2TP2A Kabupaten Bantaeng adalah pada kasus kekerasan

seksual kemudian kasus kekerasan fisik pada anak.

1. Dampingan Hukum bagi perempuan dan anak korban kekerasan.


Bantuan hukum adalah merupakan serangkain yang terkait dengan

penanganan dan perlindungan hukum. Dampingan hukum yang dilaksanakan oleh

UPT P2TP2A Kabupaten Bantaeng semata mata adalah hasil dari proses

pengaduan yang dilakukan. Dampingan hukum juga untuk memenuhi hak dari

klien agar dapat mendapatkan keadilan.

Layanan dampingan hukum juga bertujuan untuk agar pihak korban

kekerasan terhadap perempuan dan anak yang cacat hukum bisa melakukan proses

hukum dengan baik. Dalam pelaksanaan dampingan hukum yang peneliti ikuti

pihak UPT P2TP2A bisa konsentrasi pada kasus hukum saja sehingga korban

jarang mendapat perhatian pada perkembangan psikisnya. Pada kegiatan

dampingan hukum yang dilaksanakan di UPT P2TP2A Kabupaten Bantaeng

melakukan koordinasi langsung dengan pihak berwajib untuk mengumpulkan data

kasus dan terjun langsung kelapangan meninjau perkembangan kasus dan

membantu pihak korban mempersiapkan sanksi sehingga korban memiliki

kepastian hukum.

2. Mediasi
Kasus – kasus hukum UPT P2TP2A Kabupaten Bantaeng yang melibatkan

perempuan dan anak dn menimbulkan dampak sengketa di dalamnya semakin


96

meningkat. Menurut PERMA tersebut yang juga memberikan definisi tentang

mediasi dalam pasal 1 ayat 7 yang berbunyi “mediasi” adalah cara penyelesaian

sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak

dengan dibantu oleh mediator.

UPT P2TP2A Kabupaten Bantaeng melakukan mediasi melalui proses

mempertemukan kedua belah pihak yang sedang mengalami kasus. Pada layanan

mediasi kasus terbanyak ditangani adalah kasus pemenuhan hak anak dan

kekerasan terhadap perempuan dan menyampaikan kesepakatan damai.

3. Rumah Aman
Rumah aman UPT P2TP2A Kabupaten Bantaeng biasanya digunakan untuk

melindungi korban secara sementara sebelum korban bisa mendapatkan tempat

yang lebih aman dan sudah nyaman baginya, dan tidak semata-mata di tinggali

saja tapi disana juga diberikan pelayanan kebutuhan pokok dan bimbingan

konseling.

4. Dampingan Reintegrasi Sosial bagi perempuan dan anak korban kekerasan.


UPT P2TP2A Kabupaten Bantaeng bekerjasama dengan dinas terkait

memfasilitasi proses pemulangan korban kekerasan maupun proses pemulihan

korban di lingkungan tempat tinggalnya, serta berikan pula yaitu konseling agar

proses penyembuhan korban secara psikis dapat diperoleh.

Pelayanan dilakukan pada hari kerja yaitu Senin-Jumat pukul 08.00- 16.00

WIB. Untuk keperluan darurat layanan konseling dapat diberikan selama 24 jam

melalui nomor konselor. Adapun yang dimaksud dengan keperluan darurat

apabila korban terancam keselamatannya atau membutuhkan pertolongan segera


97

(misalnya baru saja menjadi korban perkosaan, penganiayaan) atau pada kondisi

psikologis yang sangat berat seperti depresi dan akan bunuh diri.

Segala bentuk layanan yang diberikan oleh Pusat Pelayanan terpadu

Pemberdayaan Perempuan dan Anak adalah gratis atau tidak dipungut biaya

apapun. Pengurus Lembaga ini terdiri dari advokat, psikolog, tokoh agama dan

paralegal. Untuk memperlancar kinerja P2TP2A berjejaring dengan Rumah Sakit,

Puskesmas, Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan.

Proses Pelayanan P2TP2A bagi Perempuan Korban Kekerasan dalam Rumah

Tangga Dalam hal pelayanan pengaduan, klien melapor ke P2TP2A dengan cara

datang secara langsung, melalui telepon atau merupakan rujukan dari lembaga

lain.

a. Pelapor melapor secara langsung Klien diterima oleh P2TP2A, mengisi form

pengaduan secara tertulis dan ditandatangani. Biasanya yang melaporkan bisa

kliennya, keluarga korban, bisa pendamping yang lain. Jadi tidak harus selalu

korban.

b. Penanganan pengaduan melalui telepon Unit pelayanan penerimaan pengaduan

bagi korban kekerasan harus bisa diakses melalui telepon. Nomor telepon

pengaduan bisa dibuat khusus (hotline) atau disediakan dengan menggunakan

nomor telepon kantor reguler. Pengaduan melalui telepon diperlukan bagi korban

yang tidak mampu mengakses layanan dengan datang langsung. Pengaduan

melalui telepon juga diperlukan bagi korban yang merasa belum siap bertemu

langsung dengan petugas penerimaan pengaduan.


98

c. Penanganan pengaduan melalui rujukan Seringkali korban juga datang karena

dirujuk oleh lembaga-lembaga lain. Dalam kasus ini, maka korban diterima

sebagaimana korban yang datang secara langsung.

Perbedaannya adalah sebelum mewawancarai korban, petugas harus

memeriksa terlebih dahulu surat rujukan maupun data-data yang dikirimkan oleh

lembaga/individu perujuk. Dalam hal tidak ada surat rujukan ataupun data-data

penyerta, maka langkah-langkah penanganannya sama dengan korban yang datang

secara langsung.

Apabila korban melakukan pengaduan langsung, korban akan diterima

selanjutnya diidentifikasi kemudian diregister. Setelah itu, korban mengisi data

dan menandatangani formulir pengaduan yang menunjukkan korban setuju

kasusnya ditangani oleh pihak P2TP2A. Berikutnya korban diarahkan pada

konselor atau divisi yang terkait sehubungan dengan pelayanan yang dibutuhkan.

Misalkan pelayanan hukum, medis, psikologis, shelter (rumah aman), atau dirujuk

ke lembaga lain yang berkaitan dengan masalah korban.

A. Upaya P2TP2A dalam Mengatasi Masalah Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Upaya yang dilakukan P2TP2A dalam mengatasi masalah KDRT yaitu upaya

pencegahan, upaya penanganan dan upaya pemulihan.

a. Upaya Pencegahan Sebagai pencegahan dilakukan kegiatan sosialisasi dari

lembaga P2TP2A yang bertujuan memberikan pelayanan bagi perempuan dan

anak yang menjadi korban tindak kekerasan serta berupaya memberikan

kontribusi terhadap pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan anak dalam


99

rangka terwujudnya kesetaraan gender. Selain memperkenalkan P2TP2A, juga

sosialisasi mengenai bentuk-bentuk Kekerasan dalam rumah tangga, hukuman

bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga dan lain sebagainya. Selain sosialisasi

pencegahan juga dilakukan penyuluhan. Penyuluhan bertujuan memberikan

informasi kepada masyarakat dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai

Kekerasan dalam rumah tangga dan pencegahannya.

b. Upaya Penanganan

Upaya penanganan dilakukan ketika kekerasan tersebut sudah terjadi. Upaya

penanganan dilakukan dengan memberikan pelayanan medis, pelayanan

psikologis, pelayanan hukum atau hanya sebatas konseling sesuai kebutuhan

korban. Untuk mempermudah masyarakat menjangkau P2TP2A dibentuk pos-pos

pelayanan di setiap kecamatan yang ada pengurusannya.

b. Upaya Pemulihan

Pemulihan korban kekerasan dalam rumah tangga diarahkan pada pulihnya

kondisi korban seperti semula baik fisik maupun psikis, sehingga korban dapat

menjalankan aktivitasnya sehari-hari dan dapat hidup di tengah masyarakat seperti

semula. Pemulihan korban dilakukan melalui pemberdayaan dan rehabilitasi

sosial. Pemberdayaan dilakukan melalui pelatihan-pelatihan agar korban dapat

mandiri dan tidak tergantung secara ekonomi kepada suami. Misalkan korban

diberi keterampilan menjahit, memasak kemudian diberi modal usaha agar

keterampilan yang diberikan tidak sia-sia.


100

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam

mengatasi kekerasan dalam rumah tangga melalui upaya pencegahan, penanganan

dan pemulihan. Pencegahan dilakukan melalui sosialisasi keberadaan P2TP2A

dan penyuluhan yaitu memberikan informasi serta meningkatkan kesadaran

masyarakat mengenai kekerasan dalam rumah tangga. Penanganan dilakukan

dengan memberikan pelayanan sesuai kebutuhan korban (pelayanan medis,

hukum, psikologi, atau hanya sekedar konsultasi). Pemulihan dilakukan melalui

pelatihan-pelatihan agar korban dapat mandiri serta rehabilitasi sosial agar korban

dapat melaksanakan fungsinya kembali.

Dampak Kekerasan yang terjadi sangat konflik dan mempengaruhi ketahanan

individu maupun ketahanan keluarga sehingga memerlukan penanganan yang

sangat serius. Korban kekerasan dapat dihubungkan sosial dengan tetangga dan

keluarganya. Untuk aspek pemenuhan HAM diperlukan karena HAM sebagai

hak-hak yang melekat pada diri manusia yaitu hak-hak dasar yang dimiliki

manusia sejak ia lahir dan berkaitan dengan harkat dan martabat sebagai makhluk

ciptaan Allah SWT. Pendampingan Korban juga penting sebagai salah satu bentuk

pemenuhan hak korban seperti tentang dalam Pasal 10 Undang – undang

penghapusan kekerasan .

Dimana Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak

melayani pengaduan dalam bentuk apa pun langsung datang ke kantor atau

melalui telepon langsung ke pembina P2TP2A Kabupaten Bantaeng dan langsung

mendapat respon dari pembina.


101

Standar Operasional Prosedur pelayanan pengaduan Pada Pusat Pelayanan

Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Bantaeng.

a. Ruang Lingkup Pelayanan P2tp2a Kabupaten Bantaeng Ruang Lingkup

P2TP2A Kabupaten Bantaeng meliputi penanganan korban kekerasan yang

melibatkan lintas desa/kelurahan/kecamatan dan lintas kabupaten yang

membutuhkan fasilitas P2TP2A Kabupaten Bantaeng.

Apabila terjadi kasus yang melibatkan lintas Provinsi, dikoordinasikan melalui

P2TP2A Provinsi terkait dengan atau terjadi kasus yang melibatkan lintas Negara,

dikoordinasikan melalui Pemerintah Pusat maupun lembaga non pemerintah

terkait.

b. Kriteria Petugas Dalam Melakukan Pelayanan P2TP2A Kabupaten Bantaeng.

Petugas yang menangani pengaduan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) Memiliki pengetahuan tentang gender dan kekerasan terhadap perempuan dan

anak.

2) Memiliki pengetahuan tentang penerimaan/manajemen kasus.

3) Memiliki pengetahuan tentang cara-cara penanganan kasus kekerasan terhadap

perempuan dan anak, baik yang langsung maupun melalui telepon.

c. Divisi-Divisi Dalam Struktur P2TP2A

1) Divisi Pengaduan dan Pendampingan, bertugas menerima pengaduan,

melakukan registrasi data korban, melakukan penilaian terhadap kondisi korban

kekerasan dan kebutuhan pelayanan, dan memberikan informasi terkait layanan


102

yang akan diberikan kepada korban atau keluarga serta pendampingan kepada

korban kekerasan.

2) Divisi Kesehatan dan Konseling, bertugas menyelenggarakan sistem rujukan

yang membutuhkan tindakan medis, konseling melalui kerjasama dengan berbagai

rumah sakit dan Pusat Pelayanan lainnya.

3) Divisi Rehabilitasi Sosial, pemulangan dan reintegrasi bertugas memfasilitasi

dan menyediakan pelayanan rumah aman (shelter) bagi korban kekerasan;

memfasilitasi pemulihan sosial bagi korban tindak kekerasan, memberikan

bimbingan rohani, bimbingan sosial bagi korban; memfasilitasi dan melaksanakan

pemulangan korban ke daerah asal; dan memfasilitasi integrasi sosial.

4) Divisi Bantuan dan Pendampingan Hukum, bertugas memfasilitasi

perlindungan hukum bagi korban tindak kekerasan; melakukan pendampingan ke

Lembaga Bantuan Hukum ( LBH ), Kepolisian, Pengadilan, dan memfasilitasi

Perlindungan dan Pengamanan terhadap orang yang mengalami tindak kekerasan

maupun orang yang melapor terhadap ancaman dan intimidasi dari berbagai

pihak. 5) Divisi Kerjasama dan Pengembangan,bertugas melakukan kerjasama

antara Instansi Pemerintah,SKPD, Lembaga Non Pemerintah, dan

mengembangkan program- program pemberdayaan perempuan dan anak korban

kekerasan dengan lembaga-lembaga yang memiliki kegiatan pemberdayaan

perempuan.

Penggunaan kekerasan dalam suatu tindakan tidak selamanya harus

dipandang bersifat tidak sah (illegitimate), oleh karena banyak hal yang terjadi
103

dalam bentuk perbuatan kekerasan yang dianggap sah. Dasar penelitian terhadap

sah tidaknya suatu perbuatan dalam bentuk kekerasan itu tergantung pada siapa

pelakunya, dimana perbuatan dilakukan, sasaran dan tujuan yang ingin dicapai

oleh pembuatnya serta dalam rangka apa perbuatan itu dilakukan.

Sistem nilai atau norma-norma yang hidup dalam masyarakat dimana

perbuatan kekerasan itu dilakukan, akan menentukan apakah perbuatan kekerasan

itu dianggap baik atau tidak. Misalnya dalam perang atau konflik bersenjata,

kekerasan pada dasarnya diterima sebagai suatu tindak kekerasan yang dianggap

sah oleh kedua belah pihak yang bertikai atau bersengketa.

Menurut Idris (1988:452), kekerasan adalah: perihal yang berciri atau

bersifat keras dan atau perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang

menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik

atau barang orang lain". R. Sianturi (1983: 610) memberi arti kekerasan atau

tindak kekerasan yaitu "melakukan suatu tindak badaniah yang cukup berat

sehingga menjadikan orang dikerasi itu kesakitan, atau tidak berdaya". Pasal 89

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merumuskan bahwa: Membuat

orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.

Sehubungan dengan ketentuan dalam Pasal 89 KUHP, Soesilo (1996: 98)

memberi penjelasan bahwa: "Melakukan kekerasan artinya mempergunakan

tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil secara tidak sah misalnya memukul

dengan tenaga atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dan

sebagainya".
104

Berdasarkan uraian di atas maka kekerasan merupakan suatu perbuatan

dengan penggunaan kekuatan fisik ataupun alat secara tidak sah dan melanggar

hukum yang membuat akibat-akibat seseorang pingsan, tidak berdaya lagi atau

menyebabkan matinya seseorang.

Tindak pidana kekerasan dapat juga dilakukan secara kolektif, karena

dalam melakukan tindak pidana para pelaku dalam hal ini dengan jumlah yang

banyak atau lebih dari satu orang dimana secara langsung maupun tidak langsung,

baik direncanakan maupun tidak direncanakan, telah terjalin kerjasama baik

secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri, dalam satu rangkaian peristiwa

kejadian yang menimbulkan tindak pidana, atau lebih spesifik menimbulkan atau

mengakibatkan terjadinya kerusakan baik fisik maupun non fisik.

Dilihat dari penjelasan yang telah ada tentang kejahatan yang berupa

penganiayaan berencana, dan penganiayaan berat, maka penganiayaan berat

berencana ini merupakan bentuk gabungan antara penganiayaan berat (Pasal 354

ayat 1 KUHP) dengan penganiayaan berencana (Pasal 353 ayat 1 KUHP). Dengan

kata lain, suatu penganiayaan berat atau tindak kekerasan yang terjadi dalam

penganiayaan berencana, kedua bentuk penganiayaan ini haruslah terjadi secara

serentak/bersama. Oleh karena harus terjadi secara bersama, maka harus terpenuhi

baik unsur penganiayaan berat maupun unsur penganiayaan berencana.

Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang berakibat

kesengsaraan atau penderitaan-penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual

atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan


105

kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau

dalam lingkungan kehidupan pribadi. Seringkali kekerasan pada perempuan

terjadi karena adanya ketimpangan atau ketidakadilan gender. Ketimpangan

gender adalah perbedaan peran dan hak perempuan dan laki-laki di masyarakat

yang menempatkan perempuan dalam status lebih rendah dari laki-laki. “Hak

istimewa” yang dimiliki laki-laki ini seolah-olah menjadikan perempuan sebagai

“barang” milik laki-laki yang berhak untuk diperlakukan semena-mena, termasuk

dengan cara kekerasan.

Pelaku biasanya menganggap bahwa kekerasan sebagai bentuk luapan

emosi seseorang, merupakan bentuk penyelesaian konflik yang biasa dan dapat

diterima. Tidak mudah untuk menjelaskan karakteristik pelaku kekerasan

perempuan jika dilihat secara kasat mata. Karena hal tersebut lebih pada sifat

seseorang, tetapi setidaknya dalam penelitian ini akan menganalisis secara kondisi

sosialnya. Adapun ciri dari korban kekerasan terhadap perempuan dalam rumah

tangga yaitu merasa bertanggung jawab atas kelakuan suaminya, bersikap pasrah

dan mengalah, berwajah tidak berdaya namun dapat menyembunyikan keadaan

yang sebenarnya.

Berbagai tindakan kekerasan terhadap perempuan di dalam rumah tangga

tentunya mempunyai pengaruh. Seperti halnya pengaruh kekerasan dalam rumah

tangga berakibat sangat buruk dan merusak korbannya sebagaimana pusat

penelitian komunikasi dan informasi perempuan (1999), menjelaskan bahwa

akibat perlakuan kejam, korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)

kebanyakan bercirikan antara lain (Khinanty Gebi Pradipta, 2013:9):


106

a) Menderita ketegangan atau stress tingkat tinggi

b) Menderita kecemasan, depresi dan sakit kejiwaan tingkat tinggi

c) Berkemungkinan untuk bunuh diri

d) Resiko keguguran dua kali lebih tinggi dibandingkan yang bukan korban
kekerasan

e) Kemampuan menghadapi dan menyelesaikan masalah lebih rendah

f) Lebih terpencil secara sosial

g) Lebih berkemungkinan bertindak kejam terhadap anak

h) Lebih sensitif atau mudah terserang penyakit karena stress

Secara tidak langsung jika tindakan kekerasan terhadap perempuan terus

menerus meningkat, yang terjadi di dunia maupun di Indonesia akan berdampak

buruk bagi kehidupan. Baik di rumah tangga maupun di masyarakat masalah yang

timbul dari adanya tindakan kekerasan perempuan akan semakin berdampak

negatif. Dapat disimpulkan bahwa karakteristik yang dimaksud dalam penelitian

ini adalah mengenai pelaku dan korban kekerasan terhadap perempuan dalam

rumah tangga berdasarkan yaitu dapat dilihat dari usia, pekerjaan dan jenis

kelamin

Menurut peneliti saya dari berbagai bentuk kekerasan sebagaimana disebutkan

di atas baik fisik, psikologis, maupun pelantaran . Dari keterangan tentang

berbagai macam bentuk kekerasan dalam rumah tangga tersebut dapat diketahui

bahwa kekerasan tersebut adalah suatu tindakan yang out of control yang dapat

menjadi kebiasaan jahat yang dapat merugikan pasangan ataupun kelompok.


107

Pemberdayaan adalah peningkatan kemandirian perempuan dengan

menghormati Kebhinekaan dan kekhasan lokal. Menurut Moulton (dalam Prijono

& Prijoko, 2002: 203) pemberdayaan perempuan sering diartikan pembagian

kekuasaan yang adil sehingga mendorong tumbuhnya kesadaran dan partisipasi

perempuan yang lebih besar di semua Sisi kehidupan. Konsep ini sering

dihubungkan dengan gagasan yang memberikan pada perempuan agar mampu

mengaktualisasikan diri dalam rangka mempertinggi eksistensi mereka di tengah

masyarakat.

Indikator yang digunakan dalam mengukur organisasi publik dalam masalah

ini adalah Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak

(P2TP2A) Provinsi Sulawesi Selatan yang menangani kasus kekerasan seksual

terhadap anak menurut Dwiyanto (2006:50-51) ada beberapa indikator yang

digunakan untuk mengukur kinerja suatu organisasi publik, yaitu:

1. Produktivitas

Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga

efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara

input dan output. Konsep produktivitas dirasa terlalu sempit dan General

Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan satu ukuran produktivitas

yang lebih luas dan memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator

kinerja yang penting.


108

2. Kualitas Layanan

Kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam menjelaskan

kinerja organisasi. Banyak pandangan negatif mengenai organisasi publik seperti

ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi

publik. Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan

indikator kinerja organisasi publik. Informasi mengenai kepuasan terhadap

kualitas layanan sering kali diperoleh dari media massaatau diskusi publik, karena

akses informasi mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan relatif

sangat tinggi, oleh karena itu kepuasan masyarakat bisa menjadi parameter untuk

menilai kinerja organisasi publik.

3. Responsivitas

Responsivitas merupakan kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan

masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan

program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi

masyarakat. Responsivitas menunjuk pada keselarasan antara program dan

kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas

dimasukan dalam indikator kinerja karena responsivitas secara langsung

menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan

tujuannya terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

4. Responsibilitas

Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi

publikdilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai


109

dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit. Oleh sebab itu,

responsibilitas bisa saja berbenturan dengan responsivitas.

5. Akuntabilitas.

Akuntabilitas publik menunjuk pada kebijakan dan kegiatan organisasi publik

tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan

merepresentasikan kepentingan rakyat. Dalam hal ini konsep akuntabilitas publik

digunakan untuk melihat sejauhmana kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu

konsisten dengan kehendak masyarakat banyak.

Sebagai pertimbangan dalam penelitian ini, dicantumkan hasil penelitian

terdahulu yang pernah peneliti baca sebelumnya yang sejenis dengan penelitian

ini. Penelitian terdahulu ini bermanfaat dalam mengolah atau memecahkan

masalah yang timbul dalam Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan

Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual

Terhadap Anak di Kabupaten Bantaeng. Walaupun lokus dan masalahnya tidak

sama persis tetapi sangat membantu peneliti dalam menemukan sumber-sumber

pemecahan masalah penelitian ini. Berikut ini adalah hasil penelitian yang peneliti

baca.
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Hasil Penelitian


Berdasarkan hasil penelitian dan analisis mengenai P2TP2A Peran Pusat

Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Dalam Menghadapi

Permasalahan Kekerasan Anak dan Perempuan Di Kabupaten Bantaeng, maka

peneliti menyimpulkan dan dapat merumuskan hasil penelitian sebagai berikut :

A. Kasus yang dihadapi oleh UPT P2TP2A Kabupaten Bantaeng

1. Kekerasan Seksual

2. Kekerasan Psikis

3. Kekerasan Fisik

4. Kekerasan Dalam Rumah Tangga

5. Trafficking

B. Mekanisme pelayanan penanganan pada laporan dan pengaduan korban

kekerasan terhadap anak dan perempuan.

Pengaduan yang dilayani oleh UPT P2TP2A Kabupaten Bantaeng baik

berupa secara langsung ataupun rujukan yang ditunjukkan oleh pihak lembaga

pemerintah lainnya yang berkaitan dengan Kasus Kekerasan Anak dan

Perempuan. Di UPT P2TP2A Kabupaten Bantaeng di dalam proses pengaduan hal

pertama yang diberlakukan adalah assesment kepada korban kekerasan pada anak

dan perempuan. Dimana yang dimaksud dengan asesmen adalah pengumpulan

110
111

data dari korban kekerasan yang dibawah umur, dan dapat disimpulkan apa yang

menjadi permasalahan yang dihadapi klien atau korban.

C. Layanan Penanganan Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di UPT

P2TP2A Kabupaten Bantaeng.

6. Dampingan hukum bagi perempuan dan anak korban kekerasan.

7. Mediasi

8. Rumah Aman

9. Rujukan Kesehatan atau Pelayanan Kesehatan bagi Perempuan dan Anak

Korban Kekerasan.

10. Dampingan Reintegrasi Sosial

Dari jenis kasus yang dihadapi UPT P2TP2A Kabupaten Bantaeng maka

penanganan kasus yang diberikan sudah memiliki tujuan yang jelas yaitu

terwujudnya Kesetaraan Gender, Perlindungan Anak dan Perempuan serta

peningkatan Kesejahteraan Keluarga bagi aparat dan Publik.

B. Saran Penelitian
Berdasarkan kesimpulan yang telah disampaikan maka saran yang akan

diberikan untuk memberikan masukan bagi peningkatan Efektifitas P2TP2A

Kabupaten Bantaeng.

1. Pegawai diberikan pelatihan – pelatihan seperti peningkatan pelatihan

komputer bagi pegawai atau mengikuti diklat kepemimpinan bagi pengurus

P2TP2A Kabupaten Bantaeng yang diselenggarakan oleh Pusat Pelayanan

Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak ( P2TP2A ).


112

2. Diadakanya sosialisasi – sosialisasi kepada masyarakat guna

memperkenalkan P2TP2A Kabupaten Bantaeng baik secara langsung maupun

di media cetak dan media elektronik.

3. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak ( P2TP2A ) di

dalam menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) agar berurutan atau

sesuai tahapan di dalam proses kegiatan penanganan kasus dan untuk

meningkatkan kualitas layanan.


DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Andhini, A. S. D., & Arifin, R. (2019). Analisis Perlindungan Hukum Terhadap
Tindak Kekerasan pada Anak di Indonesia.

Beniharmoni, Harefa, Kapita Selekta Perlindungan Hukum Bagi Anak,


Yogyakarta: Deepublish, Januari 2016

Affandi, Yuyun. 2010. Pemberdayaan dan Pendampingan Korban Kekerasan


Seksual Perspektif Al Qur'an. Semarang: Walisongo Press.

Crewell, J. W. (2016). Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan


Campuran(Edisi Empat). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Lexy J. moelong. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung : PT Remaja


Rosdakarya, 2014)
Luhulima, Achie Sudiarti, 2000, Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan
Terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya, PT Alumni, Bandung.

Sugiyoo, Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif dan R&D,

Bandung : Alfabeta, 2014

Moleong, J, Lexy. 2010 . “ Metodologi Penelitian Kualitatif “. Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya.

JURNAL
Atmasasmita, Romli. 1997. Peradilan Anak di Indonesia. Bandung: Mandar
Maju.
Collier, Rohan. 1998. Pelecehan seksual. Yogyakarta : Tiara Wacana.

Dewi, N. K. C. P., & Remaja, I. N. G. (2021). EFEKTIVITAS PUSAT


PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN ANAK KABUPATEN BULELENG DALAM
PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN
TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK SEBAGAI KORBAN
TINDAK PIDANA KEKERASAN DI KAB. BULELENG, Kertha
Widya,8(1)

Fransisca, Edi Gustin (2018) STRATEGI PENDAMPINGAN P2TP2A (Pusat


Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) TERHADAP

113
114

KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) DI


KOTA PADANG, sarjana thesis, STKIP PGRI, Sumatera Barat.

Ibrahim Indrawijaya, Adam. 2010 Teori , Perilaku dan Budaya Organisasi.


Bandung: Refika Aditama.

Nurmalitasari, Anisa (2018) Efektivitas Program Pusat Pelayanan Terpadu


Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Universitas
Brawijaya.

Pasalbessy, J. D. (2010). Dampak tindak kekerasan terhadap perempuan dan


anak serta solusinya. Jurnal Sasi, 16(3).

Suriandi, S. (2018). Peran pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan


anak (P2TP2A) dalam menangani kasus kekerasan dalam rumah
tangga (kdrt) di kota Palangka Raya (Doctoral dissertation, IAIN
Palangka Raya).
Sitorus, W. M. (2019). Efektivitas UPT P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak) Provinsi Sumatera Utara
dalam Menghadapi Permasalahan Kekerasan Anak dan Perempuan..

Syaroh, D. M., & Widowati, N. (2018). EFEKTIVITAS PADA PUSAT


PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN ANAK (P2TP2A) DI KABUPATEN SEMARANG (Studi
Tentang Penanganan Pengaduan Tindakan Kekerasan Terhadap
Perempuan dan Anak). Journal of Public and Management Review,
7(3) 228-245.

Tuhaera, C., Supriatna, T., & Suwanda, D. (2020). EFEKTIVITAS DINAS


PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
DALAM PENANGANAN KEKERASAN TERHADAP
PEREMPUAN DAN ANAK DI PROVINSI MALUKU. VISIONER: Jurnal
Pemerintahan Daerah di Indonesia, 12(4), 875-882.

Wulansari, C. D., & Gunarsa, A. (2013). Sosiologi: Konsep dan teori. Refika
Aditama.

Wahid, Abdul. 2011. Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual.


Bandung: Refika Aditama.
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang perlindungan anak.
115

LAMPIRAN

Lampiran 1

Pedoman Wawancara

1. Efektivitas Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Menghadapi Kasus

Permasalahan Kekerasan Perempuan dan Anak yang ada di Kabupaten

Bantaeng.

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pemerintah dalam menghadapi Pusat

Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) Dalam

perlindungan kekerasan pada anak di Kabupaten Bantaeng.

3. Kendala-Kendala yang dialami Lembaga Pusat Pelayanan Terpadu

Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Memberikan Perlindungan

Hukum Kepada Anak Sebagai Korban Kekerasan.

4. Kekurangan yang masih dimiliki untuk menangani kasus kekerasan di

Kabupaten Bantaeng.

5. Program yang dilakukan Kantor P2TP2A Untuk mengurangi angka kekerasan

terhadap anak dan perempuan.

6. Efektivitas Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak di Kabupaten Bantaeng.


116

Lampiran 2

Tujuan dan Hasil Efektivitas P2TP2A Pelayanan Terpadu Pemberdayaan

Perempuan dan Anak Di Kabupaten Bantaeng.

NO TUJUAN HASIL
1 Tujuan Kesehatan atau Pelayanan Dimana dilakukannya rujukan
Kesehatan bagi Perempuan dan kesehatan bagi perempuan dan anak
Anak untuk pengaduan biasanya dilakukan
visum dimana rujukan kesehatan yang
dilakukan paling banyak di UPT
P2TP2A Kabupaten Bantaeng.
2 Dampingan Hukum bagi Dalam pelaksanaan dampingan hukum
Perempuan dan Anak Korban pihak UPT P2TP2A bisa konsentrasi
Kekerasan. pada kasus hukum saja, dan telah
melakukan koordinasi langsung dengan
pihak berwajib untuk mengumpulkan
data.
3 Mediasi Dengan cara menyelesaikan sengketa
melalui proses perundingan untuk
memperoleh kesepakatan para pihak
dengan dibantu oleh mediator
4 Rumah Aman Digunakan untuk melindungi korban
secara sementara sebelum korban bisa
mendapatkan tempat yang lebih aman
dan sudah nyaman baginya dan tidak
semata-mata di tinggali saja tetapi juga
diberikan pelayanan kebutuhan pokok
dan bimbingan konseling.
5 Dampingan Reintegrasi Sosial UPT P2TP2A Kabupaten Bantaeng
Bagi Perempuan dan Anak bekerjasama dengan dinas terkait
117

Korban Kekerasan. memfasilitasi proses pemulangan


korban kekerasan maupun proses
pemulihan korban di lingkungan tempat
tinggalnya, dan diberikan konseling
agar proses penyembuhan korban
secara psikis dapat diperoleh.
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130

DOKUMENTASI

Gambar 1.1 Wawancara Informan


131
132
133

Gambar 1.2 Kantor UPT P2TP2A


134

RIWAYAT HIDUP

DEWI RESKY AMALIA. dilahirkan di Bantaeng pada


tanggal 15 Agustus 1999 dari pasangan Ayahanda Nurdin
Ilyas dan Ibunda Mardiana, S.Sos. Pada tahun 2005
penulis masuk sekolah dasar di SDN No. 5 Lembang Cina
Bantaeng dan tamat pada tahun 2011, kemudian penulis
melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Bantaeng dan
tamat pada tahun 2014. Selanjutnya penulis melanjutkan
pendidikan di SMA Negeri 1 Bantaeng dan selesai pada
tahun 2017. Dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan Pendidikan pada
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Makassar dengan mengambil jurusan Pendidikan Sosiologi dan selesai pada
tahun 2021

Anda mungkin juga menyukai