Anda di halaman 1dari 21

BAB VI

Kromatografi Gas
Gas Liquid Chromatography (GLC) (=GC)

Pendahuluan
Campuran benzen (td.80,1°C) dan sikloheksan (80,8 °C) tidak dapat dipisahkan
dengan cara destilasi fraksi, sedangkan kromatografi gas kedua senyawa itu
mudah dipisahkan hanya dalam waktu beberapa menit saja. Senyawa-senyawa
yang mudah menguap mudah dipisahkan dengan cara kromatografi gas. Alat ini
dapat dioperasikan hingga suhu 400°C, sehingga sampel dapat dianalisis pada
suhu tersebut dengan syarat komponen atau senyawa penyusunnya tidak rusak.
Untuk senyawa yang sukar menguap (mempunyai titik didih tinggi) dapat dibuat
menjadi rurunannya (derivatisasi) yang mudah menguap misalnya dibuat bentuk
esternya, dengan demikian senyawa tersebut dapat dianalisis dengan
kromatografi gas. Selain waktu yang diperlukan untuk pemisahan relatif singkat,
kolom kromatografi gas dapat digunakan berulang-ulang asal perawatannya
benar.

Peralatan dan cara kerja alat


Peralatan kromatografi gas (Gambar 3) merupakan si stem tertutup sejak dari
gas pembawa, pemasukan sampel {injection port) hingga masuk kedalam kolom.
Setelah sampai ke detektor baru berhubungan dengan udara luar.
Keterangan
1. Silinder gas pembawa
2. Pengatur tekanan (laju aliran gas)
3. Tempat injeksi
4. Tabung kolom
5. Detektor
6. Amplifier elektronik
7. Rekorder
8. Termostat
Gambar: 3, Diagram Kromatografi Gas
Cara kerja alat
1. Sebelum dioperasikan, instrumen diperiksa; apakah kolomnya sudah
sesuai yang diinginkan. Apakah septum di injection port masih baik tidak
bocor. Apakah detektor sudah terpasang sesuai yang dikehendaki, dll.
2. Aliran gas dimulai dengan kecepatan alir yang rendah dengan membuka
katup utama dan sekunder pada tanki gas pembawa hingga
menunjukkan jarum 15 psi, ini memungkinkan aliran gas pembawa 2-5
ml/menit untuk kolom paking atau 0,5 ml/menit untuk kolom kapiler.
Selanjutnya diperiksa ada tidaknya kebocoran gas pada sambungan ke
kolom dan keluar kolom menggunakan semprotan sabun.
3. Kolom dipanaskan hingga suhu awal yang dikehendaki, suhu detektor
diatur 10-25°C lebih tinggi dari suhu kolom, demikian juga suhu injection
port.
4. Kecepatan (laju) aliran gas kemudian dinaikkan hingga 25-30 ml/menit
kolom paking kolom atau hingga dicapai kecepatan alir gas optimum.
5. Bila digunakan Detektor ionisasi nyala perlu diperhatikan adanya gas
hidrogen dan udara yang mengalir ke detektor tersebut.
6. Sampel dilarutkan dalam pelarut yang mudah menguap, volume sampel
yang diinjeksikan tergantung jenis detektor yang digunakan. ( TCD=>10
µl, FID= 1-10 )µl, BCD =0,1-5 µl. dengan micro syringe) Selama elusi
yaitu selama perjalanan sampel dari injection port hingga detektor, jika
suhu kolom dipertahankan tetap, maka elusi demikian disebut Elusi
isotermal. Sedangkan Elusi dengan suhu terprogram (temperature
programming) (Gambar 9) adalah selama elusi suhu kolom diatur naik
bertahap dengan kecepatan tertentu, atau diatur naik pada suhu tertentu
kemudian dan ditahan suhunya. (linier dan kenaikan divariasikan).
7. Signal dari detektor ini akan direkam sebagai kromatogram pada
rekorder sederhana atau yang diolah mikroprosesor ditampilkan pada
layar monetor. Pada kromatogram yang ditampilkan oleh mikroprosesor
sekaligus dapat diketahui kadar tiap komponen.
Gambar : 4, Kromatogram (g/c) dari campuran hidrokarbon (n-pentana, n-
heksana, n-heptana, 1-oktena, dekana, 1-dodekena, 1-tetradokena)

(a). Kromatogram isotermal pada 168°C


(b). Kromatogram temperatur terprogram 50-239°C kenaikan suhu 5,8°C/min

Uraian Bagian-bagian Penting Kromatografi Gas :


Fase diam (cair diam) (stationary Phase) Syarat:
- tak mudah menguap
- tahan panas
- dapat digunakan ulang
- inert terhadap sample
- mempunyai harga K yang sedang
Contoh fase diam dan kegunaan untuk analisis golongan senyawa serta
polaritas dan suhu maksimum operasi yang diizinkan di senaraikan pada Tabel 8
berikut.

Tabel: 8, Jenis Fase Diam dan Penggunaannya

Fase diam Golongan sample Polaritas Temp. Max.

Squalen hidrokarbon non polar 125 °C


Apiezon L Hidrokarbon, ester, non polar 300 °C
eter
Metil silikon Steroid, pestisida, non polar 300 °C
alkaloida ester
Dionil ptalat Semua jenis semi polar 175°C
Dietilenglikolsuksinat Ester polar 200 °C
Carbowax 20M Alkohol, amina polar 250 °C
aromatik, keton

Fase diam disalutkan pada permukaan zat padat pendukung untuk


kemudian ditempatkan ke dalam kolom kromatografi, yang kemudian disebut
packed column chromatography (kolom paking). Untuk keperluan ini tersedia di
pasaran dan dijual misalnya 5% OV 17 pada chromosorb P. Sedangkan pada
kolom kapiler fase diam ini disalutkan pada dinding kolom sebelah dalam dengan
ketebalan tertentu.

Kolom kromatografi
Bahan dibuat dari logam atau gelas
Ada dua jenis kolom : Kolom paking (packed column) dan kolom kapiler (open
tubular)
Kolom paking dapat dibedakan : paking konvensional dan paking menggunakan
porous layer bead. Panjang kolom hingga 6 feet dan diameter 1/8 inci. Contoh :
5% OV 101 pada 80/100 chromosorb.
Kolom kapiler disebut juga Gollay column
Bahan yang dibuat sama dengan kolom paking. Panjang hingga 30 M, diameter
dalam 0,53 mm dan tebal lapisan fase diam 0,88 µm. Pelapisan fase diam ini
dapat dibedakan : Porous layer open tube dan -wall coated open tube.

Zat Padat Pendukung (solid support material) = penyangga


Fungsi penyangga adalah untuk menyediakan tempat fase diam cair.
Syarat -syaratnya adalah : permukaan penyangga harus inert, tidak menyerap
fase diam cair, tahan gilingan, bentuk teratur, ukurannya sama seragam (125-
250µm atau60-120mesh). Bahan zat padat pendukung dapat dibedakan :
a. Tanah diatomae : terdiri dari bata merah untuk sample non polar dan
bahan bantu saring untuk sample polar.
b. Polimer fluorocarbon : untuk sample sangat polar.

Diatomae segolongan dengan silika, maka permukaan bahan ini terdapat gugus
OH, oleh karena itu perlu dinonaktifkan (direaksikan) dengan : trimetil klorosilan
atau heksa metil disilizan.

Bila penyangga ini tidak dinon aktifkan dan penyalutan dengan fase diam
tidak sempurna, maka ada gugus OH yang dapat kontak langsung dengan
molekul sample, terjadi interaksi adsorpsi. Hal ini mengakibatkan sample
tertahan lebih lama dan dilepas sedikit demi-sedikit sehingga memberikan
puncak berekor (tailing). Pada kolom yang telah lama digunakan kemungkinan
kerusakan karena fase diamnya menguap atau karena penyangga ini remuk,
maka ada teknik yang disebut priming, yaitu menginjeksikan beberapa kali
sample yang paling polar dengan maksud permukaan OH itu dapat mengikat
molekul yang polar, sehingga jenuh. Dengan demikian untuk penyuntikan
berikutnya permukaan OH itu sudah di nonaktifkan oleh sample yang terpolar
tadi. Contoh beberapa jenis zat padat pendukung serta penggunaanya untuk
kolom dapat dilihat pada label 9.

Tabel: 9, Jenis zat padat pendukung dan pemakaiannya


No Jenis Nama Pemakaian kolom

1 Turunan Bata merah Chromasorb P Senyawa non polar


Gas Chrom R

2. Turunan Diatomae Chromosorb W Senyawa polar


Gas Chrom Q
Supelcoport
Anakron ABS

3. Ayakan molekul Carbo sieve Analisis gas


Ayakan jenis 5 A

4. Polimer berpori Porapak Senyawa sangat polar


Chromosorb 101-104
Fase gerak (carrier gas =gas pembawa)
Syarat:
- tak reaktif
- murni / kering, kalau tidak murni akan berpengaruh pada detektor,
terjadinya signal latar belakang.
- dapat disimpan dalam tanki tekanan tinggi (merah - hidrogen, abu-
N2)
Pemilihan gas pembawa bergantung pada detektor yang dipakai, berikut pada
Tabel 10 diberikan nama gas pembawa beserta detektor yang sesuai dan
kepekaan mendeteksi komponen.
Tabel: 10, Gas Pembawa dan Jenis Detektor yang Sesuai

No. Gas Pembawa Detektor Kepekaan (g)

1. Hidrogen TCD (Thermal Conductivity 10-6 – 10-7


Detector)
2. Helium TCD FID {Flame lonization 10-10
Detector) Photo lonization Detector
Flame Photometric Detector

3. Nitrogen BCD (Electron Capture Detector) 10-12 - 10-13


FED Photo lonization Detector

4. Argon FID

5. Argon + Metana BCD

Detektor
Perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak yang
membawa komponen hasil pemisahan. Komponen dideteksi, selanjutnya signal
itu dikirimkan ke rekorder yang kemudian disajikan sebagai data (kromatogram ).
Sekarang banyak jenis detektor yang digunakan, namun disini hanya dibahas
tiga detektor yang umum dan banyak digunakan.

1. Detektor hantaran panas (TCD) Thermal Conductivity Detector


Panas dihantarkan dari benda yang suhunya tinggi ke benda lain di
sekelilingnya yang suhunya lebih rendah. Kecepatan penghantaran
panas ini tergantung susunan gas yang mengelilinginya. Jadi setiap gas
mempunyai daya hantar panas yang kecepatan tergantung fungsi dari
laju pergerakan molekul gas. Pergerakan molekul gas ini juga merupakan
fungsi dari berat molekul gas. Maka gas yang mempunyai BM rendah
mempunyai daya hantar lebih baik. Jika ada komponen / senyawa yang
dibawa fase gerak masuk kedalam detektor, karena BM senyawa
biasanya tinggi maka daya hantar menjadi turun. Di dalam detektor itu
(Gambar 5) dipasang filamen yang dibuat dari platina atau campuran
logam tungsten-rhenium yang tahan panas hingga 400°C (mirip dengan
lampu pijar wolfram). Filamen ini juga diletakkan pada aliran fase gerak
sebelum memasuki tempat penginjeksian sample, digunakan sebagai
pembanding. Gawai/filamen ini dialiri listrik untuk memanaskannya.
Kedua filamen ini

Gambar 5, Diagram detektor TCD

dihubungkan dengan rangkaian listrik yang disebut jembatan


Wheatstone, untuk menyeimbangkan arus listrik. Bila molekul sample
masuk kedalam detector maka menurunkan daya hantar panas,
akibatnya filamen menjadi lebih panas (suhu mejadi lebih tinggi) yang
menyebabkan naiknya tahanan sehingga menurunkan arus listrik.
Perbedaan arus listrik inilah dikirimkan ke rekorder atau sistim pengolah
data yang kemudian ditampilkan sebagai kromatogram.
Secara teoritis TCD ini memberi keuntungan bahwa komponen yang
dideteksi tidak rusak, sehingga memungkinkan komponen dikumpulkan
untuk analisis lebih lanjut. TCD termasuk detektor konsentr-asi, semua
molekul yang melewatinya diukur jumlahnya, tidak tergantung laju aliran
fase gerak.
2. Detektor lonisasi Nyala (FID) Flame lonization Detector
Pada dasarnya senyawa organik bila dibakar akan terurai menjadi
pecahan sederhana bermuatan positif (C+). Pecahan ini menaikan daya
hantar disekitar nyala, dimana telah dipasang elektroda. Ion organik akan
menuju elektroda menyebabkan meningkatnya arus listrik yang
diteruskan ke amplifier dan akhirnya ke rekorder.

Gambar 6: Diagram Detektor FID


3. Detektor tangkap electron (BCD) Electron Capture Detector Detektor ini
dilengkapi dengan sumber sinar p radio aktif yaitu tritium (3H) atau 36
Ni
yang ditempatkan diantara dua elektroda. (Gambar: 7) Tegangan listrik
tetap dipasang antara katoda ke anoda tidak terlalu tinggi, antara 2-100
volt. Dasar kerja detector ini adalah : penangkapan electron oleh
senyawa yang mempunyai afmitas terhadap electron bebas, yaitu
senyawa yang mempunyai unsur-unsur elektronegatif.

Gambar: 7, Diagram Detektor Tangkap Elektron (ECD)

Bila fase gerak (gas pembawa N2) tanpa komponen masuk ke dalam
detektor maka sinar β akan mengionisasi molekul N2 menjadi ion-ion N2+ dan
elektron (bebas) yang akan bergerak ke anoda dengan lambat. Dengan
demikian di dalam ruangan detektor terdapat semacam awan elektron bebas
yang dengan lambat menuju anoda. Elektron-elektron yang terkumpul pada
anoda akan menghasilkan arus garis dasar (base line current) yang steady dan
memberikan garis dasar pada kromatogram. Bila komponen sample (senyawa
dengan unsur elektronegatif) dibawa fase gerak masuk ke dalam ruang detektor
yang dipenuhi awan electron, maka senyawa ini akan menangkap elektron
sehingga membentuk ion molekul negatif. Ion molekul ini akan dibawa oleh fase
gerak (carrier gas). Akibatnya setiap partikel negatif dibawa keluar detektor,
berarti menyingkirkan satu elektron dari sistim. Sehingga mempengaruhi arus
listrik yang steady tadi akan berkurang. Pengurangan arus ini akan dicatat oleh
rekorder sebagai puncak pada kromatogram.
Puncak yang ideal pada kromatogram sebenarnya berbentuk garis,
dalam praktek puncak seperti ini tidak diperoleh. Setelah diinjeksikan senyawa-
senyawa menyusuri kolom dan kemudian terjadi penyebaran (diffusi). Sehingga
terjadi bentuk puncak normal (simetris) seperti kurva gauss dan puncak tak
normal (tak-simetris).
Puncak tak-simetris dibedakan : puncak berekor (peak tailing) dan puncak
memimpin (peak leading).
Puncak berekor (IR turun) terjadi karena komponen terlalu lama tinggal didalam
fase diam atau malah mungkin terjadi adsorbsi pada fase diamnya. Sedangkan
puncak memimpin karena komponen berada lebih banyak di fase gerak, dan
belum sempat terjadinya kesetimbangan diantara ke dua fase, kompenen sudah
terbawa fase gerak. Pancak memimpin (tR naik) ini juga disebabkan oleh karena
over loaded.

Besaran-besaran yang merupakan ukuran efisiensi kolom

Teori pelat (plate theory) oleh Martin dan Synge, (1941) membayangkan
bahwa di dalam kolom kromatografi terdapat bagian-bagian tipis yang disebut
pelat teori (Theoretical plate). Konsep teori ini sebenarnya berasal dari teori
destilasi. Di dalam tiap pelat ini terjadi kesetimbangan distribusi komponen di
dalam fase gerak dan fase diam. Maka semakin banyak jumlah pelat teori (N)
suatu kolom kromatografi, semakin baik kemampuan memisahkan atau kolom itu
makin efisien. Maka N adalah ukuran efisiensi kolom. Dengan bantuan gambar
puncak (Gambar 8) jumlah pelat dapat dihitung sbb:
Gambar: 8, Waktu retensi dan Lebar alas puncak

tR
N= 16 (-------------)2
Wb

Atau

tR
N=5,54 (-------------)2
W1/2

Selain N, ukuran efisiensi kolom yang lain adalah HETP (Height Equivalent of a
Theoretical Plate] adalah tinggi dari pelat bayangan yang ada dalam kolom.
Makin efisien kolom makin kecil harga HETP. Maka : kolom yang efisien
mempunyai N besar dan HETP kecil.

L
HETP = -------
N

L = Panjang kolom
N = Jumlah pelat teori
Selektivitas kolom
Selektivitas kolom adalah kemampuan kolom kromatografi untuk
membedakan antara dua atau lebih komponen sample, sehingga komponen-
komponen tersebut dapat terpisah satu sama lain. Selektifitas berkaitan dengan
a (faktor pemisahan). Maka :

K2 tR’2 k’2
α= = =
K1 tR’2 k’2

tR2 - to
α = ----------------
tR1 - to

RESOLUSI
Resolusi adalah tingkat pernisahan atau derajat pemisahan dua
komponen sample pada kromatografi (gambar:9). Resolusi dapat dihitung
sebagai jarak antara 2 puncak dibagi lebar alas puncak. Nilai Resolusi
ditentukan oleh selektifltas kolom (tR)dan efisiensi kolom (W). Nilai resolusi
yang baik adalah ≥ 1,5 yang disebut resolusi garis dasar atau Base line
resolution. Pada harga R = 1,5 tumpangsuh antara dua puncak adalah 0,3 %,
ini sudah cukup untuk analisis ,sedangkan untuk R=l tumpangsuh adalah 2%.

Gambar : 9, Resolusi dua puncak


Contoh soal
1. Senyavva X mempunyai waktu retensi 21,5 cm dengan lebar alas puncak
4,1 cm. Bila panjang kolom 250 mm. Berdasarkan puncak X, berapa
jumlah pelat teori dan berapa tinggi pelat teori ?
Jawab:

2. Suatu sample terdiri dari dua komponen, komponen A dan komponen B.


Kromatogram yang diperoleh memberikan data sebagai berikut: tR(A) =
13 menit, tR(B) = 21,5 menit to = 2,0 menit. Wb(A) = 2,1 menit dan Wb(B)
= 4,1 menit. Ditanyakan : Berapa resolusi antara kedua puncak ? dan
berapa faktor pemisah ?
Jawab:

Faktor-faktor penyebab pelebaran pita di dalam kolom


Teori Kecepatan ( Rate theory ) (van Deemter) mempelajari faktor-faktor yang
mempengaruhi besarnya HETP. Pada perhitungannya, JiETP ditentukan oleh N
yang besarnya tergantung W (lebar alas puncak). Kurva hubungan HETP dengan
kecepatan gas pembawa dinyatakan dalam persamaan van Deemter dan
dilukiskan sebagai kurva pada gambar : 10.
Persamaan van Deemter
HETP = A + B/µ + Cµ

Gambar : 10, Kurva hubungan HETP dengan kecepatan alir gas pembawa

Dari persamaan diatas, HETP ditentukan oleh faktor-faktor :


A = suku difusi eddy adalah efek jalur ganda.
B/µ =suku difusi longitudinal molekul-molekul komponen
Cµ, = suku perpindahan massa

Optimasi kromatografi gas:


Pengaruh Variabel Independen Pada Kualitas Pemisahan:
1. Panjang kolom
2. Kecepatan aliran gas (flow rate)
3. Fase diam
4. Suhu
Ad1.
Jika semua variable tetap maka jumlah N adalah berbanding lurus dengan
bertambah panjangnya kolom, sebagai akibatnya bertambah lama waktu retensi
(tR). Sedangkan lebar alas puncak (W) berbanding lurus dengan akar bertambah
panjangnya kolom. Maka kenaikan tR akan lebih cepat daripada kenaikan W.
Dengan bertambah panjangnya kolom akan naik harga resolusi (R). Namun
dengan bertambahnya panjang kolom, diperlukan tekanan gas yang lebih besar
dan waktu pemisahan terlalu lama.

Ad 2.
Kecepatan aliran gas berpengaruh pada efisiensi kolom (N, H dan W). Pada
kurva van Deemter dapat dilihat bahwa pada µ optimum memberikan HETP
minimum. Maka untuk mencari kondisi optimal yaitu HETP minimum perlu dicari
dengan mengubah kecepatan alir gas pembawa.
Suku A = difusi eddy, pada persamaan van Deemter disebut sebagai
efek jalur ganda. Pelebaran puncak disebabkan oleh panjang jalur-jalur gerakan
molekul-molekul komponen dari ujung masuk kolom ke ujung keluar kolom tidak
sama. Variasi panjang jalur semakin besar bila solid support material diameter
dan bentuknya tidak seragam. Harga tidak tergantung pada kecepatan aliran gas
pembawa.
Suku B/µ, = difusi longitudinal. Pembesaran harga H disebabkan oleh
difusi molekul di dalam kolom searah dengan panjang kolom. Besarnya
sumbangan efek difusi longitudinal terhadap pembesaran harga H berbanding
terbalik dengan kecepatan aliran gas pembawa. Difusi longitudinal dalam fase
gas iebih besar penagruhnya terhadap H dari pada difusi longitudinal didalam
fase cair.
Suku Cµ. = efek perpindahan massa. Pelebaran puncak disebabkan
karena tidak dicapainya kesetimbangan partisi pada perpindahan massa
komponen sample antara gas (fase gerak) dan cairan (fase diam). Besarnya
efek perpindahan massa ini akan semakin besar dengan semakin besarnya
kecepatan aliran gas pembawa Semakin besar ja, semakin sedikit waktu untuk
mencapai kesetimbangan dan semakin besar pelebaran puncak. Bila lapisan
fase diam tipis akan lebih cepat dicapai kesetimbangan distribusi antara
komponen di dalam fase diam dan fase gerak. Maka banyak fase diam yang
melapisi penyangga akan menyebabkan makin besarnya pelebaran puncak.

Ad 3. Fase diam
Resolusi dapat diperbaiki dengan menambah berat fase diam atau dengan
memilih fase diam lain yang sesuai dengan polaritas senyawa yang akan
dianalisis. Memilih fase diam lain adalah mengubah harga K yang sesuai.

Ad 4 Suhu
Naiknya suhu menyebabkan senyawa lebih banyak di dalam fase gerak, kurang
ditahan fase diam akibatnya akan keluar lebih cepat (tR kecil).

Penggunaan Kromatografi Gas untuk Analisis


Seperti pada KLT maka Kromatografi gas dapat digunakan untuk tujuan
analisis kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif
Kromatogram biasanya terdiri dari beberapa puncak yang menunjukkan waktu
retensi (tR=waktu tambat) dari masing-masing komponen. Waktu retensi diukur
mulai dari titik penyuntikan sampai ke titik maksimum puncak. Waktu retensi
bersifat khas untuk senyawa tertentu pada kondisi tertentu. Dengan
membandingkan tR komponen dengan tR senyawa murni pembanding maka bila
tR kedua sama, dengan ulangan menggunakan kondisi berbeda (kolom, suhu,
kecepatan gas pembawa dsb) tetap memberikan tR sama, maka senyawa
tersebut identik dengan senyawa pembanding (menurut criteria kromatografi
gas).Untuk keperluan identifikasi, selain dengan cara membandingkan tR
senyawa yang dianalisis dengan IR senyawa mumi pembanding, dikenal teknik
lain yaitu yang disebut Spiking. Pada teknik ini senyawa murni pembanding
dicampur dengan sample yang diduga mengandung senyawa pembanding,
kemudian diinjeksikan bersama dalam satu syringe. Jika ada puncak yang
diperkuat, secara simetris dan cara demikian diulang beberapa kali pada kondisi
yang berbeda dan tetap memperkuat puncak tersebut, maka disimpulkan
komponen yang diduga memang ada di dalam sample.

Analisis kuantitatif
Dengan asumsi bahwa luas puncak berbanding lurus dengan kadar senyawa
pada kondisi elusi yang sama, maka kadar sample dapat dihitung sama dengan
luas puncak sample dibagi luas puncak senyawa pembanding kali kadar
senyawa pembanding. Cara demikian tentunya menanggung banyak ralat, oleh
karena itu akan lebih baik bila dibuat kurva baku luas puncak versus kadar
senyawa pembanding. Kemudian dibuat persamaan garis lurus dan dibuat kurva
regresinya. Namun untuk memperkecil kesalahan pengukuran volume sample
yang diinjeksikan maka untuk analisis kuantitatif dikenal penggunaan standar
eksternal , standar internal dan metode penambahan.
Selain untuk keperluan identifikasi kromatografi gas juga digunakan untuk
melihat kemurnian suatu bahan. Bila sample selalu memberikan puncak tunggal
pada kondisi yang berbeda (kolom, fase gerak, dll) maka bahan tersebut adalah
murni.

Standar eksternal
Yang dimaksud dengan standar eksternal adalah menambahkan
senyawa yang sifat fisikanya mirip dengan senyawa yang dianalisis (molekul
yang dianalisis), senyawa ini harus netral, tidak bereaksi dengan molekul
sample, mempunyai IR yang tidak jauh berbeda dengan tR sample. Standar
eksternal ini ditambahkan dengan jumlah terukur pada pembuatan kurva baku
dan juga pada sample (untuk kontrol volume sample yang diinjeksikan).
Selanjutnya dibuat kurva luas puncak senyawa pembanding dibagi luas puncak
standar eksternal versus kadar senyawa pembanding. Maka kadar sample dapat
dihitung dengan memplotkan luas puncak sample dibagi luas standar internal
pada ordinat dan bila ditarik garis sejajar absis memotong garis regresi,
selanjutnya ditarik garis sejajar ordinat maka akan memotong absis, pada titik
potong dengan absis inilah diketahui kadar sample.
Standar internal
Syarat sebagai standar internal sama dengan syarat senyawa untuk
dapat dipakai sebagai standar eksternal. Cara kerja penetapan kadar
menggunakan Standar internal adalah sebagai berikut: Misalnya menambahkan
standar internal (A) sebanyak 0,3786 gram kepada sample (C) berat 0,5291
gram, campuran ini dilarutkan dalam pelarut yang sesuai hingga volume tertentu.
Kemudian 1 |il diinjeksikan dan dicatat luas puncak A dan C. Pada prinsipnya
pada penetapan ini adalah membandingkan dua senyawa berbeda. Satu
diantaranya adalah diketahui beratnya. Respon detektor akan berbeda untuk
senyawa berbeda, jelasnya a gram senyawa A dan a gram senyawa B tidak
memberikan luas puncak yang sama. Oleh karena itu perlu adanya faktor
koreksi. Perhitungan faktor koreksi dapat dilihat pada Tabel: 11.

Tabel: 11 ,Perhitungan Faktor Koreksi Standar Internal

Perbandingan Perbandingan Perb.luas


Senyawa Berat Luas Puncak
Berat C/A Luas puncak C/A F= -------------

A 0,3786 4231
1,398 1,345 0,962
C 0,5291 5691

Luas puncak C x Berat A 5671 x 0,3786


Berat C = = = 0,5275
Luas puncak A x Faktor koreksi 4231 x 0,962

KadarC =0,5275/0,5291x100% =99,69 %

Metoda Penambahan (Addition method)


Metoda penambahan adalah menambahkan senyawa murni yang
dianalisis itu sendiri dengan jumlah terukur ke dalam sample. Supaya lebih jelas
diambil contoh kongkrit pada penetapan metil salisilat dalam minyak gosok.
Diperlukan isopropanol digunakan sebagai pelarut. Langkah-langkah adalah
sebagai berikut:
1. Kedalam 3 (tiga) labu takar 10,0 ml dimasukkan masing-masing 5,0 ml
minyak gosok (sample).
2. Ke dalam 2 (Dua) labu takar yang berisi sample ditambahkan metil
salisilat murni (standar) masing-masing 0,3 ml dan 0,6 ml.
3. Ke tiga labu ( berisi: sample, sample + 0,3ml metilsalisilat murni dan
sample + 0,6 ml metilsalisilat murni) diencerkan dengan isopropanol
hingga tanda.
4. Dari ke tiga labu takar ini diinjeksikan masing-masing 1µ1.
5. Selanjutnya dihitung kadar metil salisilat dalam sample dengan rumus
dibawah ini. Dua kali pengukuran, kadar dihitung rata-rata.

hx.Cs
Cx =
hx+s - hx

Cx = kadar (%vol sample) hx = luas puncak sample


Cs = % volume standar yang ditambahkan
hx+s = luas puncak (sample + standar yang ditambahkan)

Anda mungkin juga menyukai