PROMKES
PROMKES
NIM : 811421028
Kelas : D (Semester 3)
Mata Kuliah : Promosi Kesehatan
A. Advokasi
WHO ( 1989) diukutip dalam UNFPA dan BKKBN (2002) menggunkan advocacy is a
combination on individual and social action design to gain political commitment, policy support,
social acceptance and systems support for particular health goal or programme. Jadi advokasi
adalah kombinasi kegiatan individu dan sosial yang dirancang untuk memperoleh komitmen
politis, dukungan kebijakan, penerimaan sosial dan sisitem yang mendukung tujuan atau
program kesehatan tertentu.
Definisi Chapela 1994 yang dikutip WISE (2001) secara harfiah:” melakakukan advokasi
berarti mempertahankan, berbicara mendukung seseorang atau sesuatu atau mempertahankan
ide. Sedangkan advokator adalah seseorang yang melakukan kegiatan atau negosiasi yang
ditujukan untuk mencapai sesuatu untuk seseorang,kelompok ,masyarakt tertentu atau secara
keseluruhan.
Dalam tulisan Sharma dikutip beberapa pengertian yang berkait dengan advokasi misalnya :
Advokasi adalah bekerja dengan orang dan organisasi untuk membuat sesuatu perubahan
(CEDPA).
Advokasi adalah proses dimana orang terlibat dalam proses pembuatan keputusan yang
mempengaruhi kehidupan mereka.
Advokasi terdiri berbagai strategis ditujukan untuk mempengaruhi pembuatan keputusan
dalam satu organisasi ditingkat lokal, nasional maupun internasional. Strategis advokasi
termasuk lobi, pemasaran sosial, KIE, pengorganisasian masyarakat maupun berbagai
taktik lainya.
LANGKAH-LANGKAH ADVOKASI
Advokasi adalah proses atau kegiatan yang hasil akhirnya adalah diperolehnya dukungan dari
para pembuat keputusan terhadap program kesehatan yang ditawarkan atau diusulkan. Oleh
sebab itu, proses ini antara lain melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
Persiapan advokasi yang paling penting adalah menyusun bahan (materi) atau
instrumen advokasi.
2. Tahap pelaksanaan
Pelaksanaan advokasi sangat tergantung dari metode atau cara advokasi. Cara
advokasi yang sering digunakan adalah lobbi dan seminar atau presentasi.
3. Tahap penilaian
Seperti yang disebutkan diatas bahwa hasil advokasi yang diharafkan adalah adanya
dukungan dari pembuat keputusan, baik dalam bentuk perangkat
lunak (software) maupun perangkat keras (hardware). Oleh sebab itu, untuk menilai atau
mengevaluasi keberhasilan advokasi dapat menggunakan indikator-indikator seperti
dibawah ini:
a. Software (piranti lunak): misalnya dikeluarkannya:
- Undang-undang
- Peraturan pemerintah
- Peraturan pemerintah daerah (perda)
- Keputusan menteri
- Surat keputusan gubernur/ bupati
- Nota kesepahaman(MOU), dan sebagainya.
b. Hardware (piranti keras): misalnya:
- Meningkatnya anggaran kesehatan dalam APBN atau APBD
- Meningkatnya anggaran untuk satu program yang di prioritaskan
- Adanya bantuan peralatan, sarana atau prasarana program dan sebagainya.
B. Kemitraan
Secara teoritis, Eisler dan Montuori (1997) membuat pernyataan yang menarik yang berbunyi
bahwa “memulai dengan mengakui dan memahami kemitraan pada diri sendiri dan orang lain,
dan menemukan alternative yang kreatif bagi pemikiran dan perilaku dominator
merupakan langkah pertama ke arah membangun sebuah organisasi kemitraan.” Dewasa ini
gaya-gaya seperti perintah dan kontrol kurang dipercaya. Di dunia baru ini, yang dibicarakan
orang adalah tentang karyawan yang“berdaya”,yang proaktif, karyawan yang berpengetahuan
yang menambah nilai dengan menjadi agen perubahan.
Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong atau kerjasama dari
berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok. Menurut Notoatmodjo (2003),
kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau
organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu.
Ada berbagai pengertian kemitraan secara umum (Promkes Depkes RI) meliputi:
a. kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi dan interelasi minimal antara dua
pihak atau lebih dimana masing-masing pihak merupakan ”mitra” atau ”partner”.
b. Kemitraan adalah proses pencarian/perwujudan bentuk-bentuk kebersamaan yang saling
menguntungkan dan saling mendidik secara sukarela untuk mencapai kepentingan
bersama.
c. Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor, kelompok
masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah untuk bekerja sama mencapai
tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip, dan peran masing-masing.
d. Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok atau organisasi untuk
bekerjasama mencapai tujuan, mengambil dan melaksanakan serta membagi tugas,
menanggung bersama baik yang berupa resiko maupun keuntungan, meninjau ulang
hubungan masing-masing secara teratur dan memperbaiki kembali kesepakatan bila
diperlukan. (Ditjen P2L & PM, 2004)
Unsur-unsur Kemitraan
Adapun unsur-unsur kemitraan adalah :
1. Adanya hubungan (kerjasama) antara dua pihak atau lebih
2. Adanya kesetaraan antara pihak-pihak tersebut
3. Adanya keterbukaan atau kepercayaan (trust relationship) antara pihak-pihak tersebut
4. Adanya hubungan timbal balik yang saling menguntungkan atau memberi manfaat.
Menurut Ansarul Fahruda, dkk (2005), untuk membangun sebuah kemitraan, harus
didasarkan pada hal-hal berikut :
a. Kesamaan perhatian (common interest) atau kepentingan,
b. Saling mempercayai dan saling menghormati
c. Tujuan yang jelas dan terukur
d. Kesediaan untuk berkorban baik, waktu, tenaga, maupun sumber daya yang lain.
Prinsip Kemitraan
Terdapat 3 prinsip kunci yang perlu dipahami dalam membangun suatu kemitraan oleh
masing-masing anggota kemitraan yaitu:
a. Prinsip Kesetaraan (Equity)
Individu, organisasi atau institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan harus
merasa sama atau sejajar kedudukannya dengan yang lain dalam mencapai tujuan yang
disepakati.
b. Prinsip Keterbukaan
Keterbukaan terhadap kekurangan atau kelemahan masing-masing anggota serta
berbagai sumber daya yang dimiliki. Semua itu harus diketahui oleh anggota lain.
Keterbukaan ada sejak awal dijalinnya kemitraan sampai berakhirnya kegiatan. Dengan
saling keterbukaan ini akan menimbulkan saling melengkapi dan saling membantu
diantara golongan (mitra).
c. Prinsip Azas manfaat bersama (mutual benefit)
Individu, organisasi atau institusi yang telah menjalin kemitraan memperoleh manfaat
dari kemitraan yang terjalin sesuai dengan kontribusi masing-masing. Kegiatan atau
pekerjaan akan menjadi efisien dan efektif bila dilakukan bersama.
Tujuan Kemitraan
Tujuan umum :
Meningkatkan percepatan, efektivitas dan efisiensi upaya kesehatan dan
upaya pembangunan pada umumnya.
Tujuan khusus :
Meningkatkan saling pengertian
Meningkatkan saling percaya
Meningkatkan saling memerlukan
Meningkatkan rasa kedekatan
Membuka peluang untuk saling membantu
Meningkatkan daya, kemampuan, dan kekuatan
Meningkatkan rasa saling menghargai
C. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan masyarakat dalam mengenali, mengatasi, memelihara, melindungi dan
meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan adalah
upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran kemauan dan kemampuan dalam memelihara
dan meningkatkan kesehatan (Supardan,2013).
Shardlow dalam Jackie Ambadar (2008) menyebutkan pemberdayaan masyarakat atau
community development (CD) intinya adalah bagaimana individu, kelompok atau komunitas
berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa
depan sesuai keinginan mereka. Pemberdayaan masyarakat juga diartikan sebagai upaya yang di
sengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan, dan mengelola
sumber daya lokal yang dimiliki melalui collective action dan networking sehingga pada
akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi, dan sosial.
a. Pemberdayaan personal.
b. Pengembangan kelompok kecil.
c. Pengorganisasian masyarakat.
d. Kemitraann.
e. Aksi sosial dan politik.
Untuk itu maka pemberdayaan masyarakat dapat di lakasanakan dengan mengikuti langkah-
langkah:
1. Merancang keseluruhan program, termaksud didalamnya kerangka waktu
kegiatan,ukuran program,serta memberikan perhatian kepada kelompok masyarakat yang
terpinggirkan. Perancangan program dilakukan menggunakan pendekatan partisipatoris,
dimana antara agen perubahan (pemerintah dan LSM) dan masyarakat bersama-sama
menyusun perencanaan. Perencanaan partisipatoris (participatory planning) ini dapat
mengurangi terjadinya konflik yang muncul antara dua pihak tersebut selama program
berlangsung dan setelah program dievaluasi.
2. Menetapkan tujuan. Tujuan promosi kesehatan biasanya dikembangkan pada tahap
perencanaan dan bisanya berpusat pada mencegah penyakit,mengurangi kesakitan dan
kematian dan manajemen gaya hidup melalui upaya perubahan perilaku yang secara
spesifik berkaitan dengan kesehatan. Adapun tujuan pemberdayaan biasanya berpusat
bagaimana masyarakat dapat mengontrol keputusannya yang berpengaruh pada kesehatan
dan kehidupan masyarakatnya.
3. Memilih strategi pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses yang
terdiri dari lima pendekatan, yaitu: pemberdayaan, pengembangan kelompok kecil,
pengembangan dan penguatan pengorganisasian masyarakat, pengembangan dan
penguatan jaringan antar organisasi, dan tindakan politik. Strategi pemberdayaan
meliputi: pendidikan masyarakat, mendorong tumbuhnya swadaya masyarakat sebagai
pra-syarat pokok tumbuhnya tanggung jawab sebagai anggota masyarakat (community
responsibility), fasilitasi upaya mengembangkan jejaring antar masyarakat, serta advokasi
kepada pengambil keputusan (decision maker).
4. Implementasi strategi dan manajemen. Implementasi strategi serta manajemen program
pemberdayaan dilakukan dengan cara:
a. Meningkatkan peran serta pemercaya (stakeholder)
b. Menumbuhkan kemampuan pengenalan masalah.
c. Mengembangkan kepemimpinan local.
d. Membangun keberdayaan struktur organisasi.
e. Meningkatkan mobilisasi sumber daya.
f. Memperkuat kemampuan stakeholder untuk “bertanya mengapa?”
g. meningkatkan control stakeholder atas manajemen program.
h. Membuat hubungan yang sepadan dengan pihak luar.
i. Evaluasi program.
5. Pemberdayaan masyarakat dapat berlangsung lambat dan lama, bahkan boleh dikatakan
tidak pernah berhenti dengan sempurna. Sering terjadi, hal-hal tertentu yang menjadi
bagian dari pemberdayaan baru tercapai beberapa tahun sesudah kegiatan selesai. Oleh
karenanya, akan lebih tepat jika dievaluasi di arahkan pada proses pemberdayaannya dari
pada hasilnya.