Politik Pendidikan
Politik Pendidikan
Kata-kata yang diajarkan kepada siswa ini laiknya mantra. Mantra itu di
lafalkan dan merasuk ke dalam dirinya, tetapi tidak di mengerti artinya karena
orang hanya sekedar menirukan apa yang diucapkan dukun. Mantra ini juga
selalu diulang-ulang, namun maknanya tidak berhubungan dengan kehidupan
disekitarnya.
Metode pemberantasan buta huruf yang demikian ini adalah “menyetor” kata-
kata kepada siswa. Kata-kata tersebut mengandung makna “magis” yang
membuat orang menjadi cerdas ala Messiah. Orang yang buta huruf dianggap
sebagai “orang yang hilang” maka harus di temukan dan diselamatkan.
Anehnya, dia dikatakan selamat jika “sudah terisi” dengan kata-kata tadi! Inilah
suatu ungkapan yang “menakjubkan” yang di tawarkan oleh para guru kepada
mereka yang di sebut sebagai orang hilang. Guru ini sering tidak menyadari
kalau sebenarnya ia menjadi agen politik pemerintah untuk
mengkampanyekan program pemberantasan buta huruf.
Teks
Apa artinya sebuah teks yang memberikan pertanyaan dan sekaligus jawaban
yang absurd? Perhatikan contoh berikut ini, ada deu o dedo ao urubu? (apakah
ada menolong urubu?) jawaban pembuat pertanyaan itu, “saya tidak yakin ada
menolong burung itu!”
Pertama kita tidak tahu dalam konteks apa seseorang menyebut kata-kata
urubu dan menolong. Kedua, dalam menjawab pertanyaan itu, pembuat teks
secara eksplisit merasa ragu apakah urubu8 itu seekor burung, dia berharap
siswanya akan menjawab “ada menolong ‘burung itu’ daripada ‘urubu’”
Makna yang benar dari suatu teks seharusnya diperuntukkan bagi laki-laki
perempuan, masyarakat desa atau urban, pekerja, atau bahkan pengangguran.
Siswa
Jika pendekatan pemberantasan buta huruf ini tidak mempunyai “kekuatan”
paling tidak memberikan harapan kepada siswa (misalnya janji yang di
ungkapkan secara eksplisit bahwa setelah siswa menyelesaikan pelajaran ini,
mereka akan mendapatkan pekerjaan), maka cepat atau lambat pendekatan
ini tidak akan mendapat tempat di hadapan sebuah sistem yang di giting oleh
sebuah ideologi ke arah yang “menyenangkan” seperti diatas.
nyata, bukan sebagai fetakompli namun sebagai gerakan yang dinamis dimana
sendiri.
sebelumnya yang kemudian menjadi masalah tersediri. Tidak ada orang yang
ingin buta huruf. Orang menjadi buta huruf karna kondiri yang memaksa.
Dalam lingkungan tertentu orang yang buta huruf adalah orang yang memang
tidak butuh untuk membaca. Di lingkungan yang lain dia adalah orang yang
hak melek hurufnya di rampas. Dalam kasus ini dia memang tidak punya
pilihan lain.
catatan : ketika saya mengatakan konsep buta huruf sejauh ini adalah naif,
banyak orang yang bisa disebut naif sewaktu mereka mengungkapkan
konsep tersebut, kenyataannya pikiran mereka sangatlah licik. Mereka
sangat paham dengan apa yang mereka lakukan dan mana arah yang
akan dituju dalam kampanye pemberantasan buta huruf.
NIM : 6111161072