Anda di halaman 1dari 87

KONSEP IBADAH DALAM AL-QUR’AN

KAJIAN SURAT AL-FATIHAH AYAT 1-7


Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan


Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh Irvan
NIM: 809011000009

Oleh Irvan
NIM: 809011000009

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1434 H/2014
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi berjudul: “KONSEP IBADAH DALAM Al-QUR’ANKAJIAN


SURAT AL-FATIHAH AYAT 1-7”disusun oleh IRVAN, NIM. 809011000009,
Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK),
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah
sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diajukan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang di

Jakarta, 21 Juli 2013


Yang mengesahkan,

Dra. Hj. Elo Al-Bugis, MA.


NIP. 19560119 199403 2 001

ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “Konsep Ibadah Dalam Al-Qur’an Kajian Surat Al-Fatihah Ayat
1-7” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqosyah pada
tanggal 11 Januari 2013 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak
memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama.

Jakarta, 15 April 2014


Panitia Ujian Munaqosyah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi) Tanggal Tanda Tangan

Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag


NIP : 19580707 198703 1 005 ……….. ……………..

Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Program Studi)

Marhamah Saleh, MA
NIP : 19720313 200801 2 010 ………... ……………...

Penguji I

Bahrissalim, M.Ag.
NIP : 19680307 199803 1 002 ………… ……………..

Penguji II

Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag.


NIP : 19670328 200003 1 001 ………... ……………...

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Nurlena Rifa’i, MA. Ph. D.


NIP : 19591020 198603
2001

iii
ABSTRAK

IRVAN: KONSEP IBADAH DALAM Al-QUR’AN KAJIAN SURAT AL-


FATIHAH AYAT 1-7

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui arti ibadah dan pentingnya
ibadah bagi kehidupan kita sehari-hari serta mengetahui konsep ibadah yang
terkandung dalam surat al-Fatihah.
Ibadah adalah suatu istilah yang mencangkup segala sesuatu yang dicintai
Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang
tersembunyi (batin) maupun yang nampak (lahir). Seringkali dan banyak diantara
kita yang menganggap ibadah itu hanyalah sekedar menjalankan rutinitas dari hal-
hal yang dianggap kewajiban, seperti sholat dan puasa, sayangnya kita lupa bahwa
ibadah tidak mungkin lepas dari pencapaian kepada tauhid terlebih dahulu.
Dalam penelitian penulis menggunakan metode pendekatan deskritif
analitis, dengan mencari dan mengumpulkan data, menyusun, serta menguraikan
secara lengkap, teratur dan teliti terhadap obyek penelitian. Dalam mengumpulkan
data, peneliti menempuh langkah-langkah melalui riset kepustakaan (library
Research) yaitu suatu riset kepustakaan atau penelitian kepustakaan murni yang
berasal dari buku-buku dan karya ilmiyah dibidang tafsir dan pendidikan, yang
terdiri dari sumber primer dan sekunder.

iv
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah


ini: Nama : IRVAN
NIM 809011000009
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Alamat :Jl. Pulo Kambing Rt.010/03 No. 8 Kel: Jatinegara. Kec: Cakung.
Jakarta Timur

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi dengan judul “KONSEP IBADAH DALAM Al-


QUR’ANKAJIAN SURAT AL-FATIHAH AYAT 1-7”adalah benar hasil karya
sendiri di bawah bimbingan dosen:

Dra. Hj. Elo Al-Bugis, MA.


NIP.: 19560119 199403 2001

Demikian surat pernyaan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap
menerima konsekuensi secara akademis, apabila ternyata skripsi ini bukan hasil
karya sendiri.

Jakarta, Juli 2013


Yang Menyatakan

IRVAN

v
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, pemberi rahmat dan
hidayah, sehingga atas segala limpahan karunia dan nikmatnya akhirnya skripsi
ini dapat diselesaikan meskipun masih belum sempurna. Shalawat serta salam
semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, pemegang panji
kebenaran, membawa kedamaian dan rahmat untuk semesta alam. Atas jerih
payah beliau kita dapat memeluk agama Islam.
Penulis sadar, bahwa dalam penulisan skripsi ini tak jauh dari kesalahan dan
kekeliruan. Kesempurnaan serta keberhasilan yang penulis dapatkan dalam
menyelesaikan skripsi ini tidak lain dan tidak bukan bekat bimbingan, bantuan
serta saran-saran dari semua pihak yang terkait. Tanpa adanya mereka penulis
tidaklah berarti. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih
atas segala bantuan dan bimbingan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan, kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Ketua dan Sekretaris jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dra. Hj. Elo al-Bugis, MA. dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan koreksi dan bimbingan
dengan baik serta senantiasa memberikan motivasi agar skripsi ini dapat
segera diselesaikan.
4. Para Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang dengan ikhlas telah memberikan ilmunya
kepada penulis selama masa kuliah.
5. Ibunda tercinta yang super luar biasa. Mama Barkah. Terimakasihatas
segalanya, tetesan air mata dan doa yang selalu mengalir tanpa henti dan
tanpa pamrih untuk selalu mendoakan dan merestui penulis dalam
menuntaskan studi demi meraih cita dan cinta.
6. Istri tercinta, Umi Kultsum binti H. Syamukri yang selalu mendampingi,
membantu dan menjadi penyemangat dalam segala situasi.

vi
7. Rekan-Rekan seperjuangan tercinta yang tidak dapat disebutkan satu
persatu dan tidak bosan-bosannya memberikan motivasi sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan
8. Pihak-pihak lain yang berjasa baik secara langsung maupun tidak,
membantu kelancaran dalam penulisan skripsi ini.

Hanya rasa syukur yang dapat dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan anugerah-Nya
Jakarta, 21 Juli 2013

Penulis

vii
DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................ i
PENGESAHAN PEMBIMBING.................................................................. ii
PENGESAHANPENGUJI.............................................................................iii
ABSTRAK.......................................................................................................iv
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH …………………………….. v
KATA PENGANTAR....................................................................................vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .......................................................... 3
C. Rumusan dan Pembatasan Masalah .................................. 3
D. Tujuan Penelitian............................................................... 3
E. Manfaat Penelitian............................................................. 3
F. Sietematika penulisan........................................................ 4
BAB II KAJIAN TEORI..................................................................... 6
A. Pengertian Ibadah............................................................... 6
B. Tujuan Ibadah .................................................................... 7
C. Hikmah Ibadah ................................................................... 9
D. Macam-macam Ibadah........................................................11
1. Ibadah Mahdloh............................................................11
2. Ibadah Ghoiru Mahdloh................................................13
E. Pengaruh ibadah terhadap jiwa manusia............................14
1. Pengaruh Individu 16
2. Pengaruh Sosial..............................................................19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..............................................22
A. Metode Penelitian..............................................................22
B. Sumber Data.......................................................................22
C. Pengolahan Data................................................................23
D. Analisa Data.......................................................................23
viii
E. Tehnik Penulisan.....................................................................23
BAB IVPEMBAHASAN& TEORI...................................................................24
A. 1.Teks Surat Al-Fatihah Ayat 1-7.....................................................................24
2. Pengertian dan Riwayat turunnya surat Al-Fatihah....................................24
3. Nama-nama surat Al-Fatihah.......................................................................29
4. Keutamaan surat Al-Fatihah................................................................................29
5. Tafsir surat Al-FatihahAyat 1-7...................................................................31
6. kandungan surat Al-Fatihah Ayat 1-7..........................................................41
a. Keimanan...........................................................................41
b. Ibadah................................................................................43
c. Hukum-hukum dan peraturan-peraturan...........................44
d. Janji dan ancaman.............................................................45
e. kisah-kisah atau cerita-cerita.............................................47
B. Konsep Ibadah dalam surat Al-fatihah Ayat 1-7....................48
1. A).   .................................................................48

2. B).   ..........................................................52


BAB V PENUTUP.....................................................................................55
A. Kesimpulan..............................................................................55
B. Saran-saran...............................................................................55
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................57
LAMPIRAN

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Surat al-Fatihah adalah “Mahkota Tuntunan Ilahi”. Yang disebut dengan
“Ummul Qur’an” atau “Induk al-Qur’an”. Banyak nama yang disandangkan
kepada awal surat al-Qur’an itu. Tidak kurang dari dua puluh sekian nama. Dari
nama-namnya dapat diketahui betapa besar dampak yang dapat diperoleh bagi
para pembacanya. Tidak heran jika do’a dianjurkan agar ditutup dengan Al-
Hamdu lillahi Rabbil ‘Alamiin atau bahkan ditutup dengan surat ini.1
Ibnu Katsir mengatakan: “Mereka (para ulama) mengatakan bahwa al-
Fatihah, terdiri dari dua puluh lima kata. Sedangkan hurufnya berjumlah seratus
tiga belas huruf. Al-Fatihah dinamakan Ummul Kitab (induk Al-Qur’an) karena
penulisan Al-Qur’an dan bacaan shalat dimulai dengan surat Al-Fatihah dan
semua makna Al-Qur’an terkandung dalam surat Al-Fatihah tersebut2
Adapun mengenai sebab-sebab turunnya surat Al-Fatihah, banyak riwayat
yang menyebutkan. Sebagian menyebutkan bahwa surat Al-Fatihah diturunkan di
Mekkah, yaitu pada permulaan disyariatkannya shalat, dan surat ini yang pertama
kali diturunkan secara lengkap tujuh ayat.3Jadi Al-Fatihah termasuk surat-surat
Makiyah, dan diwajibkan membacanya didalam salat.4
Dari sebanyak 114 surat dalam al-Qur’an, sura al-Fatihah termasuk surat yang
paling populer, dikenal mulai dari kalangan anak-anak sampai dewasa, dari
kalangan kaum dlu’afa sampai kalangan kaum yang bertahta. Belum ada suatu
penelitian yang menjelaskan mengapa surat al-Fatihah itu begitu amat populer dan
dikenal luas oleh masyarakat, padahal surat yang pertama kali diturunkan bukan
surat al-Fatihah, melainkan surat al-Alaq.5

1
.M. Quraish Shihab,Tafsir al-mishbah, volume 1 (jakarta: Lentera Hati,2002), hal: 3.
2
Sa’id Hawwa, Tafsir Al-Asas, (jakarta, Robbani Press1999), hal: 34.
3
Abuddin Natta,Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2010),
hal: 17
4
.Universitas Islam Indonesia, Al-Qur’an Dan Tafsirya, (yogyakarta: PT.Dana Bakti
Wakaf),Hal: 3.
5
Abuddin Natta,Op Cit, hal:11.

1
2

Surat Al-Fatihah seringkali digunakan sebagai do’a yang dipanjatkan untuk


seseorang yang telah meninggal dunia atau dalam keadaan terkena musibah. Hal
ini tidak mengherankan, karena di dalam surat al-Fatihah terdapat kalimat yang
menunjukkan do’a6 seperti kalimat yang berbunyi:

    


 

“tunjukilah kepada kami jalan yang lurus. (Q.S. Al- Fatihah:6).

Selain itu, di dalam surat al-Fatihah juga terdapat pokok-pokok ajaran tentang
ibadah, sebagaimana diwakili oleh ayat:

   



“hanya Engkaulah yang Kami sembah. dan hanya kepada Engkaulah Kami
meminta pertolongan.(Q.S. Al- Fatihah: 5).

Maka ibadah yang pada intinya ketundukkan untuk melaksanakan segala


perintah Allah mengandung arti yang luas. Yaitu bukan hanya ibadah dalam arti
khusus seperti shalat,puasa, zakat, dan haji, melainkan juga ibadah dalam arti luas,
yaitu seluruh aktivatas kebaikan yang dlakukan untuk mengangkat harka dan
martabat manusia dengan tujuan ikhlas karena Allah SWT. 7Oleh karena itu tidak
jarang orang muslim setiap melakukan suatu do’a atau kegiatan keagamaan yang
berkaitan dengan ibadah selalu dimulai dan di akhiri dengan membaca surat Al-
fatihah.
Melihat betapa pentingnya ibadah dalam kehidupan manusia sehari-hari dan
hubungan kita kepada Allah SWT, agar kita menjadi orang yang bertaqwa disisi
Allah SWT, maka penulis berminat untuk mengadakan penelitian terhadap konsep
ibadah menurur al-Qur’an yang tercantum dalam Surat Al-Fatihah ayat 1-7,
dengan judul “Konsep Ibadah dalam Al-Qur’an kajian Surat Al-Fatihah ayat
1-7”.

6
Ibid,hal: 13
7
.Ibid, hal: 31.
3

B. Identifikasi masalah
1. Minimnya pengetahuan manusia tentang arti ibadah
2. Kurangnya kesadaran manusia dalam mengenal pentingnya ibadah dalam
kehidupan sehari-hari
3. Rendahnya minat manusia dalam melakukan ibadah
4. Rendahnya pemahaman manusia dalam menggali isi kandungan Surat al-
Fatihah.

C. Rumusan dan Pembatasan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang penulis ungkapkan
adalah:
1. Untuk apa manusia dan jin diciptakan oleh Allah Swt ?
2. Bagaimana bentuk dan sifat ibadah yang kita laksanakan sehari-hari ?
3. Bagaimana keistimewaan surat al-Fatihah ?
4. Bagaimanakonsep ibadah yang terdapat dalam surat al-Fatihah ?
Memperhatikan identifikasi masalah diatas, permasalahan yang diteliti oleh
penulis dibatasi hanya membahas tentang ibadah yang terkandung dalam surat al-
Fatihah.

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut
1. Mengetahui arti ibadah dan pentingnya ibadah bagi kehidupan kita sehari-
hari.
2. Mengetahui konsep ibadah yang terkandung dalam surat al-Fatihah.

E. Manfaat Penelitian
Dengan melaksanakan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. ManfaatTeoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini diantaranya sebagai berikut:
a. Informasi yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan dapat
memotivasi peneliti lain untuk mengungkapkan sisi lain yang belum
4

diterangkan dalam penelitian ini.


b. Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dalam rangka peningkatan
motivasi diri untuk beribadah dalam kehidupan kita sehari-hari.

2. ManfaatPraktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
masukan kepada semua pihak dalam mengali isi kandungan dalam surat al-
Fatihah.

F. Sistematika Penulisan
Sistimatika pemahasan yaitu rangkaian pembahasan yang tercangkup dalam
isi skripsi, dimana satu dengan yang lainnya saling berkaitan sebagai satu
kesatuan yang utuh, yang merupakan urutan-urutan tiap bab. Agar memperoleh
gambaran yang lebih jelas dan menyeluruh mengenai pembahasan ini. Secara
global akan penulis perinci dalam sistimatika pembahasan ini:
Sebelum masuk pada bab pertama akan dilengkapi dengan bagian yang
meliputi halaman judul, halaman pengesahan, motto, halaman persembahan, kata
pengantar, lembar abstraksi, daftar isi.
Bab I Pendahuluan terdiri atas : Latar belakang masalah,Identifikasi Masalah,
Rumusan dan Pembatasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
Penelitian. Sistematika Penulisan.
BabII Bab ini adalah kajian teori yang terdiri dari:Pengertian Ibadah, Tujuan
Ibadah, Hikmah Ibadah, Macam-macam Ibadah, Pengaruh ibadah
terhadap jiwa manusia.
Bab III Metodologi Penelitian, yang terdiri dari: Sumber Data, Pengolahan
Data, Analisa Data, Tehnik Penulisan.
Bab IV Pembahasan dan Teori, yang terdiri dari: pada bagian A: Teks Surat Al-
Fatihah Ayat 1-7, Pengertian dan Riwayat turunnya surat Al-Fatihah,
Nama-nama surat Al-Fatihah, Keutamaan surat Al-Fatihah, Tafsir surat
Al-FatihahAyat 1-7, kandungan surat Al-Fatihah yang terdiri dari:
5

Keimanan, Ibadah, Hukum-hukum dan peraturan-peraturan, Janji dan


ancaman, kisah-kisah atau cerita-cerita.Kemudian pada bagian B
Konsep Ibadah dalam surat Al-fatihah Ayat 1-7 yang terdiri dari:iyyaka
na’budu dan Iyyaka nasta’iin.
Bab VPenutup meliputi kesimpulan, saran-saran dan bagian akhir berisi daftar pustaka, lembar uji ref
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pengertian Ibadah
Ibadah secara etimologis berasal dari bahasa arab yaitu ‫عبادة يعبد عبد‬yang
artinya melayani, patuh, tunduk. Sedangkan menurut terminologis adalah sebutan
yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai allah azza wa jalla, baik berupa
ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin1.
Ibadah pada hakekatnya adalah sikap tunduk semata-mata mengagungkan Dzat
yang disembah.Abu A‟la Al-Maududi menyatakan bahwa ibadah dari akar
kata“Abd” yang artinya pelayan dan budak.Jadi hakekat ibadah adalah penghambaan
dan perbudakan. Sedangkan dalam arti etimologi adalah penghambaan dan
perbudakan, dan arti terminologinya adalah usaha mengikuti hukum-hukum dan
aturan-aturan Allah dalam menjalankan kehidupan yang sesuai dengan perintah-
perinyah-Nya, mulai akil baligh sampai meninggal dunia. Indikasi ibadah adalah
kesetiaan, kepatuhan dan penghormatan serta penghargaan kepada Allah SWT serta
dilakukan tanpa adanya batasan waktu.2
Ibadah merupakan bentuk integral dari syari‟at, sehingga apapun ibadah yang
dilakukan oleh manusia harus bersumber dari syari‟at Allah SWT, semua tindakan
ibadah yang tidak didasari oleh syari‟at islam maka hukumnya bid‟ah. dan ibadah
tidak hanya sebatas menjalankan rukun islam saja, tetapi ibadah juga berlaku bagi
semua aktivitas duniawi yang didasari dengan rasa ikhlas untuk mencapai ridho Allah
SWT.3
Ibadah adalah buah dari keimanan kepada Allah, dengan segala sifat-sifat
kesempurnaan-Nya. Seseorang yang menyakini adanya segala sifat-sifat

1
Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang :CV. Bima Sakti,2003), Hlm. 80.
2
Muhaimin, Tadjab, ABD. Mudjib. Dimensi-dimensi Studi Islam, (Surabaya, Karya Ab
ditama, 1994), hal. 256
3
ibid, hal. 257.

6
7

kesempurnaan Allah, maka dia akan menyembah Allah.


Ibadah juga diartikan tunduk dan berhina diri kepada Allah SWT yang
disebabkan karena kesadaran bahwa Allah yang menciptakan alam ini, yang
menumbuhkan, yang mengembangkan, yang menjaga dan memelihara serta yang
membawanya dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain. Ibadah itu timbul dari
perasaan tauhid, maka orang yang suka memikirkan keadaan alam, memperhatikan
perjalanan bintang-bintang, kehidupan tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia,
bahkan mau memperhatikan dirinya sendiri, Maka akan timbul dalam sanubarinya
perasaan bersyukur dan berhutang budi kepada Allah SWT Yang Maha Kuasa, Maha
Pengasih dan Maha Mengetahui.
Maka perasaan inilah yang menggerakkan bibir seseorang selalu bersyukur
dan memuji Allah SWT, serta mendorong jiwa dan raganya untuk menyembah dan
berhina diri kepada Allah SWT.Tetapi ada juga manusia yang tidak mau berfikir, dan
tidak sadar akan kebesaran dan kekuasaan Allah, sering melupakan-Nya, sebab itulah
maka tiap-tiap agama disyari‟atkan bermacam-macam ibadah, agar dapat meng-
ingatkan manusia kepada kebesaran dan kekuasaan Allah SWT.
Dari keterangan diatasmaka jelaslah bahwa tauhid dan ibadah itu tidak bisa
dipisahkan, keduanya saling mempengaruhi,dengan arti: tauhid menumbuhkan ibadah
dan ibadah memupuk tauhid.

B. Tujuan Ibadah
Tujuan utama dari ibadah ialah “takwa”.
Firman Allah SWT :

               


          

“ Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang


yang sebelummu, agar kamu bertakwa. (Q.S. Al-Baqarah: 21)
8

Orang yang bertakwa akan selalu menjalankan perintah Allah SWT, serta
menjauhi semua larangan-Nya, dan selalu ingat kepada Allah SWT dimanapun ia
berada, baik dalam keadaan senang maupun susah, baik dalam keadaan sendiri
maupun ramai. Dan Allah akan selalu bersama orang yang bertakwa. Firman Allah
SWT :

         
     
  

“Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang
bertakwa”.(Q.S. Al-Baqarah: 194)

Manusia diberi sarana oleh Allah SWT, diberi bumi untuk tinggal dan beribadah
kepada-Nya.Allah memberikan kewajiban-kewajiban kepada manusia.agar manusia
beribadah kepada-Nya, dengan tujuan agar manusia dapat terhindar dari sesuatu yang
buruk yang dapat merugikannya di dunia dan di akherat.4
Ibadah atau menghambakan diri kepada Allah SWT, secara logis memang sudah
merupakan tugas manusia sebagai ciptaan-Nya, karena Dia adalah sebagai kholik
(yang menciptakan). Tujuan ibadah dalam islam adalah semata-mata untuk
mendekatkan diri dan mencari ridho Allah SWT. Sebagaimana yang telah dijelaskan
dalam Al-Qur‟an :

           


 

           


   

  

“ Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah


untuk Allah, Tuhan semesta alam. tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang
9

diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah)". (Q.S. Al-An‟am : 162-163).

4
.M. Mutawalli Asy Sya‟rawi. Anda bertanya islam menjawab.(Jakarta, Gema Insani
Press,1999) hal. 23.
10

Selain itu ibadah juga bertujuan untuk memenuhi kewajiban manusia kepada
Allah SWT.Sebab Allah menciptakan manusia di dunia ini hanya untuk beribadah
menjalankan segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah SWT. Seperti yang
dijelaskan dalam firman Allah SWT :

         




“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah
kepada-Ku.” (Q.S. Al-Dzariyat : 56)

Pada ayat ini telah ditegaskan bahwa seluruh hidup kita hanya untuk
menghambakan diri kepada Allah SWT.Bahkan seluruh alam yang ada dijagad raya
ini mulai dari langit yang bertingkat tujuh dan bumi seisinya, semuanya sujud kepada
Allah SWT, tunduk dan patuh pada kehendak-Nya. 5 Ibadah adalah ghayah(tujuan)
dijadikannya jin dan manusia, oleh karena itu kita harus sadar dan harus tau betul
fungsi dan tujuan kita hidup didunia, agar ketika kita melaksanakan sesuatu yang
telah diwajibkan oleh sang pencipta kepada kita, timbul rasa ikhlas dan ridho dalam
mengerjakannya.

C. Hikmah Ibadah
Apabila tiap ibadah dalam syari‟at islam diteliti dan diselami hikmah dan
rahasianya, maka tidak ada suatu ibadah yang kosong dari hikmah, dan hikmah ada
yang terang dan ada yang tersembunyi. Mereka yang terang hatinya, cemerlang
pikirannya, dapat menyelami hikmah-hikmah tersebut. Dan mereka yang tidak terang
mata hatinya, tidak tembus pikirannya, maka tidak akan dapat menyelaminya. Para
muhaqqiq mengatakan : Tiap-tiap amal dari amalan-amalan syara‟ baik ibadah,
maupun akhlak terpuji ataupun tercela, terdapat hukum pada asal yang tertentu, ada
hikmah-hikmah yang diistimewakannya dari yang lain dan ada rahasia yang

5
Hamka, Studi Islam, pustaka panjimas, hal. 167.
11

menghendakinya.6
Kita harus yakin bahwa segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-
Nya pasti memiliki manfaat dan hikmah dibalik perintah tersebut, begitu pula
sebaliknya semua larangan yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya pasti mempunyai
mahdorot yang akan kembali pada pelakunya.Oleh karena itu tidak dapat diragukan,
bahwa tiap-tiap hukum syar‟i mengandung kemaslahatan, antara amal dengan
pembalasan ada persesuaian. Bukankah ibadah-ibadah hanya semata-mata ujian untuk
menguji patuh tidaknya seorang hamba.7
Manusia adalah makhluk yang hidup bermasyarakat, diciptakan dengan bentuk
sebaik-baiknya, dan lebih mulia dibandingkan dengan makhluk lainnya.Manusia juga
mempunyai kecenderungan untuk berbuat baik atau buruk. Dalam aspek yang lain,
manusia diciptakan dengan sifat lemah, keluh kesah, melampaui batas, mengingkari
kodrat kemanusiaannya, suka membantah, suka mengikuti kehendak nafsunya, dan
tergesah-gesah. Pada prinsipnya, manusia sering menyiksa dirinya dalam suatu
tindakan dan perbuatan, serta banyak pula berbuat kemungkaran dan amalan-amalan
keji yang menimbulkan dosa.Amalan-amalan yang berefek buruk memberikan
implikasi negative kepada diri individu dan dapat pula menganggu pertumbuhan dan
perkembangan mental spiritualnya.8
Bagi agama Islam ibadah merupakan salah satu alternatif yang bisa merawat dan
mengobati gangguan psikologi. Shalat, puasa, zakat, haji, tilawah qur‟an, zikir dan
do‟a adalah sebagian diantara metodologi psikoterapi ibadah untuk merawat penyakit
mental. Melalui metode ini individu disarankan menjauhi sifat takabbur (sombong),
hasad (dengki), riyada mengumpat.9 Ibadah dalam islam merupakan metode untuk
menyucikan diri dari aspek psikologis ataupun aktivitas keseharian individu. Pada
prinsipnya ibadah adalah pengakuan akan kenyataan bahwa manusia adalah makhluk
Allah, dan karena itu sebagai hamba-Nya manusia berkewajiban untuk mengabdi

6
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy, kuliahibadah, (semarang, PT. Pustaka Rizki
Putra, 2011), hal 71
7
ibid,hal 72
8
Khairunnas Rajab, Psikologiibadah, (Jakarta, AMZA, 2011), hal. 72
9
Ibid,hal 73
12

kepada Allah SWT sebagai Tuhan dan Zat tempat ia kembali.10


Ibadah yang dituntut Islam bukan saja sebagai jalan untuk pengabdian semata,
akan tetapi mengabdikan diri kepada Allah SWT bisa dijadikan sebagai metodologi
psikoterapi yang mampu merawat dan mengobati fenomena-fenomena gangguan
psikosis, neurosis, stress depresi dan gangguan mental lainnya. Dengan kata lain,
ibadah yang menjadi amalan individu, bukanlah bertujuan mengagungkan Allah
semata, tetapi ibadah lebih kepada peningkatan atas nilai-nilai spiritualitas, yaitu
dengan memberikan latihan rohani yang kontitunitas. Ibadah adalah upaya
mewujudkan ketenangan, kedamaian, kebahagiaan, dan kesehatan mental.Semua
agama, termasuk agama penyembah berhala sekalipun, terdapat berbagai macam
ibadah yang beraneka ragam bentuk, syarat dan tujuan-tujuannya.Islam menjadikan
ibadah sebagai sarana untuk mensucikan jiwa dari segala dosa dan kejahatan.

D. Macam-macam ibadah
Praktek ibadah sangatlah beragam, tergantung dari sudut mana kita
meninjaunya,kalau penulis perhatikanjenis ibadah,maka penulis dapat
mengklasifikasikannya dalam beberapa bagian, yang dilihat dari beberapa sudut
pandang.
Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan
bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya11
1. Ibadah Mahdloh
Ibadah mahdloh atau ibadah khusus ialah ibadah yang telah ditetapkan Allah akan
tingkat, tata cara dan perincian-perinciannya. Adapun jenis ibadah yang termasuk
ibadah mahdloh adalah: wudhu, tayammum, mandi hadats, shalat, shiyam ( Puasa ),
haji, umrah. Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip:
a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari Al-
Qur‟an maupun Al-Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, dan keberadaannya

10
Ibid,hal 74
11
Muhammad Alim, Pendidikan agama islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2006),
Hal. 144.
13

tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika. Seperti Firman Allah SWT:

......         


  
“…dirikanlah Shalat dan tunaikanlah zakat…" . (Q.S. An-Nissa: 77)

                 


g
  

     

       

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (Q.S. Al- Baqaah:
183)

b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan
diutusnya rasul oleh Allah SWT adalah untuk memberikan contoh, 12 hal tersebut
sekaligus dijelaskan oleh Rasulullah SAW.

“ Kerjakanlah shalat sebagaimana kamu melihatku melakukannya.”13

....             


   
“Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa
yang dilarang, maka tinggalkanlah”…(Q.S. Al-Hasyr : 7).

c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini
bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal
hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’.
Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya
14

12
Ibid, hal 145
13
Imam Abi Abdillah Muhammad bin ismail bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al
Bukhari Al Ju”fi, Shahih Al-Bukhari, no hadis 595.
15

bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai
dengan ketentuan syari‟at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat
dan rukun yang ketat.
d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari seorang hamba dalam melaksanakan ibadah
ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Seorang hamba wajib meyakini bahwa apa
yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan
kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutusnya
Rasul adalah untuk dipatuhi dan ditaati.14
Jadi,waktu dan tata cara pelaksanaan ibadah mahdloh sudah ditentukan dan
sudah diatur oleh Allah dan asul-Nya, manusia tidak boleh menambahkan atau
menambahi ibadah-ibadah yang sudah jelas dalil-dalilnya dan sudah diatur oleh al-
Qur‟an dan al-hadis.

2. Ibadah Ghairu Mahdloh


Ibadah ghairu mahdloh atau ibadah umum ialah semua amalan yang diizinkan
oleh Allah SWT. Contoh dari ibadah ghairu mahdloh ialah belajar, dzikir, tolong
menolong dan lain sebagainya.Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
a. Keberadaannya didasarkan tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah
dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh dilaksanakan.
b. Pelaklaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, dalam ibadah
bentuk ini tidak dikenal istilah “bid‟ah” atau jika ada yang mengatakan, segala
sesuatu yang tidak dikerjakan oleh rasul maka hukumnya bid’ah, maka dalam hal
ini bid’ahnya adalah bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut
bid’ah dhalalah.
c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat
atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut
logika yang sehat, suatu ibadah yang ghairu mahdloh dianggap buruk, merugikan,

14
Muhammad Alim, Op Cit, hal 146
16

dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.


d. Azasnya “Manfaat”, selama ibadah ghairu mahdloh itu bermanfaat, maka ibadah
tersebut boleh dilakukan.15
e. Dalam keterangan lain, seperti yang diterangkan dalam kitab Kaasyifah As-Sajaa
sarah Safina An-Naja Fii Usul Al-diin, ibadah terbagi menjadi dua, yakni :
1) Ibadah badaniyah Zohiroh, adalah ibadah yang dilakukan dengan fisik
anggota badan, seperti: shalat, puasa, haji, dan zakat.
2) Ibadah badaniyah Qolbiyah, adalah ibadah yang dilakukan dengan hati dan
keyakinan, seperti: iman, tafakur, tawakal,sabar,roja,ridho dengan qodlo dan
qadarnya Allah, taubat dan mahabbah kepada Allah SWT.
Dari dua bagian diatas, yakni ibadah badaniyah Zohiroh dan ibadah badaniyah
Qolbiyah, yang paling utama didahulukan adalah ibadah badaniyah
Qolbiyah.16karena ibadah seseorang tidak akan diterima tanpa disertai dengan
keimanan.

E. Pengaruh Ibadah Terhadap Jiwa Manusia


Ibadah adalah mensyukuri nikmat Allah SWT, kita yakin bahwa Allah yang
memberikan nikma kepada kita, maka beribadah dengan mensyukuri Dzat yang
memberikan nikmat adalah wajib, dan sesuatu yang telah diwajibkan oleh Allah dan
Rasul-Nya mempunyai pengaruh bagi jiwa dan hidup kita baik secara langsung
maupun tidak, serta memberikan dampak yang positif bagi kehidupan kita baik di
dunia maupun di akhirat.
Setiap ibadah mempunyai pengaruh yang khusus dalam melapangkan akhlak
pribadi bagi orang yang beribadah, dalam mengheningkannya dan membawa pribadi
berangsur-angsur maju menuju kesempurnaan yang layak dan memperoleh derajat

15
Ibid, hal : 147
16
. Al imam Abi Abdi Al- Mu‟ti Muhammad Nawawi Al-jawi, Kaasyifah As-Sajaa sarah
Safina An-Naja Fii Usul Al-diin, pada fasal Arkan Al-Islam, daar ihya Al-Kutub Al-Arobiyah, hal. 6.
17

yang tinggi di sisi Allah, yakni maqam taqarrub.17


Apabila diperhatikan tentang kedudukan ibadah dalam islam, maka ibadah
adalah jalan yang harus dilalui untuk mensucikan jiwa.18Tiap-tiap ibadah yang
dikerjakan karena didorong oleh perasaan tauhid, nisacaya akan menimbulkan kesan
pada tabi‟at dan budi pekerti bagi orang yang beribadah. Seperti halnya orang yang
mendirikan shalat yang didasari oleh rasa kesadaran akan kebesaran dan kekuasaan
Allah, dan didorong oleh perasaan bersyukur dan berhutang budi kepada-Nya, maka
orang tersebut akan terhindar dari perbuatan-perbuatan yangtidak baik, yang dilarang
Allah SWT. Dengan demikian ibadah shalat yang dia kerjakan itu akan mencegahnya
dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik.19 Hal itu sesuai dengan firman Allah SWT:

                


 

                


          
 

“ bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji
dan mungkar.dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. (Q.S. Al-Ankabut: 45).

Ibadah yang dikerjakan bukan karena dasar keyakinanpada kebesaran dan


kekuasaan Allah SWT, dan bukan pula karena dorongan perasaan bersyukur dan
berhutang budi kepada Allah SWT, hanya karena ikut-ikutan, atau karena memelihara
tradisi yang sudah turun-temurun, maka hal tersebut bukanlah dinamakan ibadah
yang sebenarnya, walaupun hal tersebutmempunyai rupa dan bentuk ibadah, tetapi
tidak mempunyai jiwa ibadah, ibadah seperti itu sama halnya dengan gambar atau
patung, bagaimanpun juga miripnya dengan manusia, maka tidak bisadinamakan

17
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy, Op.Cit, hal. 74
18

18
ibid,hal 75
19
Universitas Islam Indonesia, op. Cit, hal: 25
19

manusia. Ibadah yang semacam itu, tidak ada kesan dan tidak ada buahnya pada
tabiat dan akhlak orang yang mengerjaknnya.

1. Pengaruh Individu
Ibadah bagi Seorang Muslim sangatlah berpengaruh, baik di dunia maupun
diakhirat. Untuk memperjelas keterangan di atas, berikut ini penulis akan sampaikan
beberapa poin penting yang menunjukkan besarnya pengaruh positif ibadah dan amal
shaleh yang dilaksanakan seorang muslim dalam hidupnya.
a. Membentuk kehidupan dan akhlak seorang muslim dengan corak rabbani, dan
menjadikannya berorientasi kepada Allah SWT dalam segala hal yang
dilakukannya, ia melaksanakannya dengan niat seorang abid yang khusus, dan
denga jiwa (ruh) seorang hamba yang tekun dan tenggelam dalam ibadah, hal ini
mendorongnya untuk memperbanyak amalan-amalan yang bermanfaat,
mengerjakan kreativitas yang baik dan segala sesuatu yang memudahkan baginya.
Serta menjalankan kehidupan secara optimal. Hal ini dapat menambahkan
depositonya yang berupa amal kebaikan dan taqorrub di sisi Allah Azza wa
jalla.20 Ibadah juga mengajarkan manusia untuk mengihsankan amal (pekerjaan)
duniawinya, meningkatkan kualitas dan menekuninya, selama ia
mempersembahkan amal ibadah itu hanya kepada Allah, demi mengharapkan
ridho dan kebaikan Allah SWT.
b. Memberikan kepada seorang muslim kesatuan orientasi dan kesatuan tujuan
dalam semua aspek kehidupan. ia ridho kepada Allah SWT dalam setiap apa
yang dilakukan dan yang ditinggalkannya serta menghadap (berorientasi) kepada
Rabbnya dengan segenap amal usaha, duniawi dan ukhrowi, tidak ada sikap
dikotomi, dilematika dan dualisme dalam keperibadian dan hidupnya.21
c. Kebahagiaan dan kesenangan hidup yang hakiki di dunia dan akhirat
Allah Ta‟ala berfirman,

20
Yusuf Al-Qardawy, penganter kajian Islam, ( Jakarta,pustaka Al-Kautsar,1997) hal, 100,
21
ibid, hal 101
20


                    
g
   
 



         


 
 
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh (ibadah), baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik (di dunia), dan sesungguhnya akan Kami berikan
balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah
mereka kerjakan” (Q.S. An- Nahl: 97).

Para ulama salaf menafsirkan makna “kehidupan yang baik (di dunia)” dalam
ayat di atas dengan tafsiran “kebahagiaan (hidup)” atau “rezki yang halal dan baik”
dan kebaikan-kebaikan lainnya yang mencakup semua kesenangan hidup yang hakiki.
Sebagaimana orang yang berpaling dari petunjuk Allah dan tidak mengisi
hidupnya dengan beribadah kepada-Nya, maka Allah Ta‟ala akan menjadikan
hidupnyasengsara di dunia dan akhirat. Allah Ta‟ala berfirman :

                 


       


 
“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari
kiamat dalam keadaan buta” (Q.S. Thaaha: 124)

d. Kemudahan semua urusan dan jalan keluar / solusi dari semua masalah dan
kesulitan yang dihadapi.
Allah SWT berfirman :
21

              


     

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan


baginya jalan keluar (dalam semua masalah yang dihadapinya), dan memberinya
rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya” (Q.S. Ath-Thalaaq:2-3).
22

Ketakwaan yang sempurna kepada Allah tidak mungkin dicapai kecuali dengan
menegakkan semua amal ibadah yang wajib dan sunnah, serta menjauhi semua
perbuatan yang diharamkan dan dibenci oleh Allah Ta‟ala.
Dalam ayat yang lain Allah berfirman :

  -         


 
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya
kemudahan dalam (semua) urusannya” (Q.S. Ath-Thalaaq:4).

Allah akan meringankan dan memudahkan (semua) urusannya, serta menjadikan


baginya jalan keluar dan solusi yang segera (menyelesaikan masalah yang
dihadapinya).

e. Penjagaan dan taufik dari Allah Ta‟ala.


Apabila kita menunaikan hak-hak Allah dengan selalu beribadah kepada-Nya,
serta menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Maka Allah akan
selalu bersama kita dengan selalu memberi pertolongan dan taufik-Nya kepadamu.

f. Kemanisan dan kelezatan iman, yang merupakan tanda kesempurnaan iman


Sesorang akan merasaklan manis dan lezatnya iman apaila ia ridho Allah
sebagai Tuhannya, islam sebagai agamanya dan Nabi Muhammad SAW sebagai
Rasullnya. Karena dengan keridhoannya itu ia akan ikhlas melaksanakan ibadah dan
amalan-amalan yang telah diperintahkan oleh Allah dan asul-Nya, tanpa ada rasa
berat dan rasa terpaksa.
Sifat inilah yang dicontohkan oleh para sahabat Rasulullah SAW, yang semua itu
mereka capai dengan taufik dari Allah SWT, karena ketekunan dan semangat mereka
dalam menjalankan ibadah dan ketaatan kepada Allah Ta‟ala. Allah SWT berfirman:

            


    
23

        


    


“Tetapi Allah menjadikan kamu sekalian (wahai para sahabat) cinta kepada
keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu
benci kepada kekafiran, kefasikan dan perbuatan maksiat.Mereka itulah orang-orang
yang mengikuti jalan yang lurus.” (QS al-Hujuraat:7).

g. Keteguhan iman dan ketegaran dalam berpegang teguh dengan agama


Allah Allah Ta‟ala berfirman,

             


    

          


 
“ Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan Ucapan yang teguh,
dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, dan Allah menyesatkan orang-orang yang
zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.”(Q.S. Ibrahim: 2
Fungsi ibadah mendekatkan diri kepada Allah SWT, maka dengan taufik dari
Allah Ta‟ala orang yang beriman tidak akan mau berpaling dari keimanannya, karena
mereka merasakan manisan dan nikmatan iman.Walaupun cobaan dan penderitaan
datang silih berganti, bahkan semua cobaan tersebut menjadi ringan
baginya.Gambaran inilah yang terjadi pada para sahabat Rasulullah shallallahu
„alaihi wa sallam dalam keteguhan mereka sewaktu mempertahankan keimanan
mereka menghadapi permusuhan dan penindasan dari orang-orang kafir Quraisy, di
masa awal Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam mendakwahkan Islam.

2. Pengaruh Sosial
Masyarakat adalah gabungan dari kelompok individu yang terbentuk berdasarkan
tatanan sosial tertentu. Ibadah dalam masyarakat mempunyai pengaruh yang cukup
besar baik itu ibadah mahdloh atau ibadah ghairu mahdloh. Dan ibadah yang
24

diwajibkan kepada umat islam ternyata tidak saja mengandung nilai spiritual, tetapi
juga mengandung nilai-nilai solidaritas dan kesejahteraan sosial umat islam dan umat
25

lainnya.

Dalam ibadah mahdloh seperti halnaya shalat yang biasanya dilakukan oleh
masyarakat secara berjamaah, baik shalat harian yakni lima waktu, mingguan pada
shalat jum‟at atau tahunan yakni shalat idul fitri dan idul adha. Semua itu mempunyai
pengaruh dalam kehidupan bermasyarakat dan mencerminkan persatuan dan kesatuan
umat.22
Dalam shalat berjamaah dapat membiasakan atau mendidik orang-orang mukmin
untuk berjiwa merdeka, berjiwa sama rata sama rasa dan menumbuhkan jiwa
persaudaraan. Manusia merasa sama dirinya dengan orang lain dalam menyembah
Allah SWT, hilang dari mereka rasa angkuh dan takabur. Dan dapat melatih
persatuan dalam hal tolong menolong, dan memberi pengertian bahwa satu sama lain
diibaratkan sama seperti tembok.23
Islam dalam aktifitas ibadahnya juga sering mengadakan pertemuan- pertemuan
yang besar dan mengadakan usaha-usaha sosial, disyari‟atkannya hari raya kecil dan
hari raya besar. Hari raya kecil, diletakkan sesudah puasa dan hari raya besar
diletakkan sesudah selesai wukuf di Arafah.Pada hari raya puasa disyari‟atkan zakat
fitrah dan pada hari raya haji, disyari‟atkan kurban.Oleh sebab itu, dituntut bagi
seluruh warga masyarakat agar keluar dan pergi untuk melaksanakan shalat Id
bejamaah.Dengan berkumpulnya mereka dalam satu tempat dan satu tujuan maka
terjadilah persamaan dan kedamaian dalam lingkungan masyarakat.
Begitu pula dalam ibadah mahdloh lainnya seperti halnya zakat, di dalam zakat
juga bisa kita temukan pengaruh yang begitu besar, baik bagi orang yang memberi
maupun orang yang menerima zakat. Bagi orang yang menerima zakat, mereka dapat
memelihara dirinya dari kehinaan, kesusahan dan aib kemiskinan, serta memantapkan
iman dalam hati mereka dan memperkokoh dasar jihad dijalan Allah serta
menegakkan kemaslahatan umum.Para ibnu sabildapat meneruskan perjalannya

22
Khairunnas Rajab, Op Cit, Hal 77
23
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy, Op.Cit, hal 158
26

dengan pertolongan zakat.Anak-anak yang terlantar dapat disantuni dalam tempat-


tempat tertentu dengan biaya yang dikumpulkan dari harta zakat.24
Oleh karena itu menurut penulis, bahwa para penganut agama yang sama secara
psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan dalam ibadah, iman
dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan menimbulkan rasa solidaritas dalam
kelompok masyarakat maupun perorangan, bahka kadang – kadang dapat membina
rasa persaudaraan yang kokoh. dan rasa persaudaraan (solidaritas) itu dapat
mengalahkan rasa kebangsaan.
Maka dapat disimpulkan bahwa norma yang memberikan arahan dan makna bagi
kehidupan masyarakat ialah agama, dan agama tidak terlepas dari ibadah dan aturan-
aturannya. Masalah agama juga tak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan
masyarakat, karena agama itu sendiri ternyata diperlukan dalam kehidupan
masyarakat.

24
Ibid, hal 180
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan deskripstif analitis. Metode
Deskriptif Analitis akan digunakan dalam usaha mencari dan mengumpulkan
data, menyusun, menggunakan serta menafsirkan data yang sudah ada. Untuk
menguraikan secara lengkap, teratur dan teliti terhadap suatu obyek penelitian,
yaitu menguraikan dan menjelaskan konsep ibadah dalam Al-Qur’an kajian surat
Al-Fatihah ayat 1-7.
Dalam pengumpulan data, peneliti menempuh langkah-langkah melalui riset
kepustakaan (Library Research) yaitu suatu riset kepustakaan atau penelitian
kepustakaan murni. Metode riset ini dipakai untuk mengkaji sumber-sumber
tertulis. Sebagai data primernya adalah buku-buku tafsir. Di samping juga tanpa
mengabaikan sumber-sumber lain dan tulisan valid yang telah dipublikasikan
untuk melengkapi data-data yang diperlukan. Misalnya kitab-kitab, buku-buku,
dan lain sebagainya yang ada kaitannya dengan masalah yang penulis teliti
sebagai data sekunder.

B. Sumber Data
Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengambil data, dari pendapat para
ahli yang diformulasikan dalam buku-buku, istilah ini lazim disebut library
research yaitu pengambilan data yang berasal dari buku-buku atau karya ilmiah di
bidang tafsir dan pendidikan, yang terdiri dari sumber primer dan sekunder.
Sumber primer dalam dalam penulisan ini adalah tafsir Al-Qur’ansurat Al-Fatihah
ayat 1-7, Tafsir al-Misbah, Tafsir Al-Asas, Tafsir Al-Qurthubi, Tafsir Ath-
Thabari.
Adapun sumber sekundernya adalah buku-buku pendidikan yang relevan
dengan pembahasan skripsi, seperti buku tafsir Ayat-ayat pendidikan karangan
DR.H.Abuddin Nata,MA, Samudera Al-Fatihah karangan H. Bey Arifin, Kuliah
Ibadah karangan Prof. DR. Teungku Muhammad hasbi Ash-Shiddieqy dan kitab-

22
23

kitab lainnya yang sesuai dengan permasalahan.


C. Pengolahan Data
Pengolahan data yang penulis lakukan adalah dengan cara membandingkan,
menghubungkan dan kemudian diselaraskan serta diambil kesimpulan dari data
yang terkumpul.

D. Analisa Data
Dalam menganalisa data yang telah terkumpul penulis menggunakan metode
tafsir tahlili yaitu suatu metode tafsir yang digunakan oleh para mufassir dalam
menjelaskan kandungan ayat Al-Qur’an dari berbagai seginya dengan
memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an sebagaimana yang tercantum dalam mushaf.
Dimulai dengan menyebutkan ayat-ayat yang akan ditafsirkan, menjelaskan
makna lafazh yang terdapat di dalamnya, dan menjelaskan isi kandungan ayat
yang kemudian dikaitkan dengan education approuch.

E. Teknik Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku PEDOMAN
PENULISAN SKRIPSI yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2011
BAB IV
PEMBAHASAN

A. 1. Teks Surat Al-Fatihah Ayat 1-7

               


  
  

          


    
   

 g              


    
 
 
 

 

Artinya :
1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
4. Yang menguasai di hari Pembalasan.
5. Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami
meminta pertolongan.
6. Tunjukilah Kami jalan yang lurus,
7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka,
bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang
sesat.

2. Pengertian dan Riwayat Turunnya Surat Al-Fatihah


Al-Fatihah berasal dari kata Fataha, yaftahu, fathah yang berarti
pembukaan dan dapat pula diartikan “ kemenangan”. Dinamai demikian kerena
dilihat dari posisi surat Al-Fatihah berada pada bagian awal yang mendahului
surat-surat lain, sedangkanAl-Fatihah dalam arti kemenangan dapat dijumpai
pada nama surat yang ke-48 yang bernam Al-Fath yang berarti

24
25

kemenangan.1Peletakan surat Al-Fatihah berada pada permulaan Al-Qur‟an


adalah dengan perintah dari Nabi Muhammad SAW sendiri, yang dinamakan
dengan tauqifi.2
Para ulama berbeda pendapat tentang tempat turunnya surat Al-Fatihah ini. Paling
tidak ada tiga pendapat:
1. Makiyah (surat yang diturunkan di Makkah). Ini adalah pendapat Ibnu Abbas,
Qatadah,dan Abu Al-Aliyah.
2. Madaniyah (surat yang diturunkan di Madinah). Ini adalah pendapat Abu
Hurairah, Mujahid, Atha‟binYasar, Az-Zuhri dan lainnya.
3. Pendapat lain mengatakan bahwa separuhnya diturunkan di Makkah dan
separuhnya lagi diturunkan di Madinah.
Abu Laits As-Samarqandi berkata: Bahwa pendapat pertamalah yang kuat dan
shahih, berdasarkan firman Allah SWT.3

        


      
“Dan Sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca
berulang-ulang dan Al- Qur‟an yang agung.” (Q.S. Al-Hijr:87)

Yang dimaksud tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang ialah surat Al-Fatihah
yang terdiri dari tujuh ayat. sebagian ahli tafsir mengatakan tujuh surat-surat yang
panjang Yaitu Al-Baqarah, Ali Imran, Al-Maaidah, An-Nissa', Al 'Araaf, Al
An'aam dan Al-Anfaal atau At-Taubah.4
Selanjutnya dalam kitab asbab al-Nuzul Imam Abi al-Hasan Ali bin Ahmad
al-Wakhidiy al-Naysaburi yang dinukil oleh Abuddin Nata, dalam bukunya Tafsir
Ayat-ayat Pendidikan mengatakan, bahwa dalam hal turunnya surat al-fatihah ini
terdapat perselisihan, namun menurut sebagian besar ahli tafsir mengatakan
bahwa surat Al-Fatihah tersebut turun di Mekkah dan termasuk surat Al-Qur‟an
yang pertama kali diturunkan.5

1
Abuddin Natta, Op Cit, hal :14
2
Universitas Islam Indonesia, op. Cit, hal: 3
3
H.Darwis Abu Ubaidah, Tafsir al-Asas,(Jakarta,Pustaka Al-Kautsar), hal:14
4
.Al- Qur’an Dan Terjemahnya, departemen Agama RI
5
Abuddin Natta,Op Cit. hal :17
26

M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbahnya mengatakan, hampir seluruh


ulama berpendapat bahwa surat ini bukanlah wahyu pertama yang diterima oleh
Nabi Muhammad SAW. Hadits-hadits yang menyebutkan bahwa lima ayat dari
surat Iqra‟ merupakan wahyu yang pertama, dan hadits tersebut begitu kuat dan
banyak yang meriwayatkan sehingga riwayat lain tidak wajar menggugurkannya6
Salah seorang ulama yang berpendapat bahwa Al-Fatihah adalah wahyu
pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW, bahkan sebelum Iqra’ Bismi
Rabbika adalah Syekh Muhammad Abduh. Alasan yang dikemukakan oleh beliau
antara lain sebuah riwayat yang tidak shahih (mursal) yang diriwayatkan oleh Al-
Baihaqi, di samping itu ia juga memakai argumen logika. Adapun kesimpulan
dalil yang beliau ungkapkan adalah bahwa: Ada sunnah/kebiasaan Allah SWT,
yang menyangkut penciptaan maupun dalam penetapan hukum, Allah selalu
memulainya secara umum dan global, baru kemudian disusul dengan rincian
secara bertahap. Menurut Abduh, surat Al-Fatihah dalam kedudukannya sebagai
wahyu yang pertama, atau keberadaannya pada awal al-Qur‟an merupakan
penerapan sunnah tersebut. Al-Qur‟an turun menguraikan persoalan-persoalan
seperti : 1) Tauhid, 2) Janji dan ancaman, 3) Ibadah yang menghidupkan tauhid,
4) Penjelasan tentang jalan kebahagiaan di dunia dan di akhirat dan cara
mencapainya, 5) Pemberitaan atau kisah generasi terdahulu.7
Kelima pokok persoalan diatas, tercermin dalam ketujuh ayat surat Al-
Fatihah. Tauhid pada ayat kedua dan kelima, janji dan ancaman pada ayat
pertama, ketiga dan ketujuh, ibadah juga pada ayat kelima dan ketujuh, sedang
sejarah masa lampau diisyaratkan oleh ayat terakhir.
Alasan Abduh ini tidak diterima oleh mayoritas ulama, kendati ada yang
berusaha mengkompromikannya dengan mengatakan bahwa surat Al-Fatihah
adalah wahyu pertama dalam bentuk satu surat yang turun secara sempurna,
sedang Iqra‟ (surat Al-Alaq) adalah wahyu pertama secara mutla, walau ketika
turunnya baru terdiri dari lima ayat, seperti diketahui bahwa surat Iqra‟ terdiri dari
Sembilan belas ayat.

6
M. Quraish Shihab,Tafsir Al-mishbah, volume 1, Op Cit, Hal: 4
7
Ibid,hal: 5
27

Uraian Abduh yang berdasarkan logika diatas tetap dapat diterima, tetapai
bukan dalam konteks membuktikan turunnya Al-Fatihah mendahului Surat Iqra‟,
tetapi dalam rangka membuktikan kedudukan Al-Fatihah sebagai Ummul Qur’an
atau untuk menjelaskan mengapa surat Al-Fatihah diletakkan pada awal al-
Qur‟an.8
Menetapkan sebab nuzul atau masa turunnya ayat haruslah berdasarkan data
sejarah yang antara lain berupa informasi yang shahih. Nalar dalam hal ini tidak
berperan kecuali dalam melakukan penilaian terhadap data dan informasi itu.
Mengabaikan informasi yang kuat atau riwayat yang shahih dan mengambil
riwayat yang dhaif, walau dengan mengukuhkannya dengan alasan logika,
bukanlah cara yang benar dalam menetapkan sejarah. Itu sebabnya murid dan
sahabat dekat Syekh Muhammad Abduh sendiri yakni Syekh Muhammad Rasyid
Ridha, berkomentar dalam Tafsir Al-Manar bahwa argumentasi gurunya itu aneh.9
Berdalih dengan Sunnah Allah yang disinggung oleh Abduh di atas, yakni
bahwa Allah selalu menyebutkan sesuatu secara global baru kemudian
memerincinya, bias juga diterapkan pada kelima ayat pertama surat Iqra‟. Dalam
surat itu disinggung persoalan pokok yang mengantar kepada kebahagiaan umat
manusia, yakni ilmu pengetahuan dan keikhlasan (ayat pertama dan ketiga).
Disinggung juga sifat-sifat Tuhan yang merupakan inti ajaran Islam.Demikian
juga uraian sejarah yang diwakili oleh penjelasan tentang asal kejadian manusia.
Ayat-ayat al-Qur‟an dalam berbagai surat dapat dapat dikatakan menjelaskan
pokok-pokok bahasan itu.10
Disisi lain dalam surat Al-Fatihah dapat ditemukan ayat yang dapat dijadikan
semacam indikator bahwa Al-Fatihah bukanlah wahyu yang pertama turun. Ayat
yang dimaksud adalah ayat kelima:





“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami
mohon pertolongan”. (Q.S. Al-Fatihah: 5)

8
Ibid,hal: 5
9
Ibid,hal: 6
10
Ibid,hal: 6
28

Kata kami (bentuk jamak) memberi isyarat bahwa ayat ini baru turun setelah
adanya komunitas muslim yang menyembah Allah secara berjamaah. Ini tentu
saja tidak terjadi pada awal kenabian, lebih-lebih pada awal penerimaan wahyu-
wahyu Al-Qur‟an. Di samping itu kandungan surat ini jauh berbeda dengan
kandungan surat-surat pertama yang pada umumnya berkisar tentang pengenalan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan pendidikan terhadap Nabi Muhammad SAW.
Menurut M. Quraish Shihab, ia tidak menemukan informasi yang pasti tentang
kapan persisnya surat ini turun. Ada riwayat yang menyatakan bahwa ia turun
sesudah surat Al-Muddatsir, ada juga yang berpendapat turunnya sesudah surat
Al-Muzammil dan Al-Qalam. 11Sementara itu Mujahid berpendapat bahwa surat
Al-Fatihah termasuk surat yang diturukan di Madinah. Dalam kaitan ini al-Husain
bin fadhil berpendapat bahwa pendapat Mujahid termasuk pendapat yang
tergesah-gesah, dan tampaknya ia hanya sendiri yang berpendapat demikian, dan
ulama lain menyangkalnya.12
Selanjutnya ada pula pendapat yang mengatakan bahwa surat Al-Fatihah
diturunkan dua kali, yaitu Mekkah dan Madinah dengan tujuan untuk memulikan
surat tersebut. Dalam hubungan ini Ibn Katsir mengatakan bahwa surat Al-Fatihah
diturunkan dua kali; sekali di Mekkah dan sekali lagi di Madinah. Semantara itu
ada pula pendapat Abu al-Laits al-Samarqandi yang mengatakan bahwa sebagian
surat Al-Fatihah turun d Mekkah dan sebagiannya lagi turun di Madinah. Namun
pendapat yang terakhir ini sangat aneh (gharib jidan)13
Dari berbagai pendapat diatas tentang tempat turunnya surat Al-Fatihah,
tampak jelas bahwa yang paling kuat adalah pendapat yang mengatakan bahwa
surat Al-Fatihah diturunkan di Mekkah. Namun demikan tidak terdapat
keterangan tentang sebab-sebab atau peristiwa yang menyertai turunnya surat Al-
Fatihah itu, serta dalam situasi dan kondisi yang bagaimana surat itu turun, dan
tahun berapa tepatnya surat itu turun ?pertanyaan ini belum ada riwayat yang
menjelaskannya. Namun dari keterangan bahwa surat Al-Fatihah itu turun pada
awal disyariatkannya shalat, maka dapat diperkirakan pada saat Isra‟ Mi‟raj Nabi
11
Ibid,hal: 6
12
Abuddin Natta,Op Cit. hal :19
13
ibid, hal :19
29

Muhammad SAW, yang menurut sejarah disekitar satu tahun menjelang


Rasulullah SAW pindah (hijrah) kemadinah, yaitu pada tahun ke-13 dari kenabian
Muhammad SAW.14

3. Nama-nama Surat Al-Fatihah


Surat yang mulia ini memiliki nama cukup banyak dan begitu indah, berikut ini
adalah nama-nama lain dari surat Al Fatihah:
1. Ash-shalaah (shalat).
2. Al-Hamdu (segala puji).
3. Fatihatul Kitab (pembuka kitab).
4. Ummul Kitab (Induk Al-kitab).
5. Ummul Qur’an (induk Al-Qur’an).
6. Al-Matsani (yang diulang-ulang).
7. Al-Qur’an Al-Azhim (Al-Qur’an yang agung).
8. Asy-Syifa’ (penawar / obat).
9. Ar-Ruqyah (mantera/jampi).
10. Al-Asas (dasar/fondasi).
11. Al-Waafiyah (yang lengkap/penyempurna).
12. Al-Kafiyah (yang mencukupi)15.

4. Keistimewaan Surat Al-Fatihah


Surat Al-Fatihah ini memiliki banyak Fadhilah (keutamaan), seperti yang
diterangkan dalam beberapa riwayat,

14
ibid, hal :19
15
H. Darwis Abu Ubaidah, op cit, hal. 23
16
Imam Abi Abdillah Muhammad bin ismail bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah
Al Bukhari Al Ju”fi, Shahih Al-Bukhari, 6/103, Bab Fatihatil Kitab
30

“Ketika aku sedang sholat dipanggil oleh Nabi, aku tidak menjawabnya. Setelah
aku selesai sholat aku katakan kepada beliau bahwa aku tadi sedang sholat. Lalu
beliau bersabda, :bukankah Allah telah berfirman : Jawabalah seruan Allah dan
Rasul-Nya apabila ia (Allah dan Rasul-Nya) menyeru kamu” Kemudian beliau
berkata: “Ingatlah aku kakn mengajarkan kepadamu satu surat yang teragung di
dalam al_quran sebelum kamu keluar dari masjid itu, aku berkata: “Ya
Rasulullah, sesungguhnya engkau tadi mengatakan: ingatlah aku akan
mengjarkan kepadamu satu surat yang teragung di dalam al-Quran”. Beliau
bersabda: “Alhamdulillahirabbil’aalamiin. Ia adalah tujuh ayat yang diulang-
ulang, dan al-Quran yang agung telah diberikan kepadaku.”

Dalam riwayat lain Rasullah SAW. Bersabda :

17.
“Allah tidak menurunkan seperti Ummul Quran (Al-Fatihah) di dalam
Taurat dan tidak pula di dalam Injil. Ia adalah As-Sab’ul Al-Matsaani (tujuh ayat
yang diulang), dia terbagi antara Aku dan hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa
yang dia minta.”
Ibnu Hisar berkata : “ Heran kalau ada orang yang berbeda pendapat tentang
adanya keutamaan dan tidaknya suatu surat atau ayat, banyak dalil-dalil yang
menunjukan adanya keistimewaan atau kelebihan suatu surat atau ayat atas surat
yang lainnya “.18
Bukan hanya terdapat ayat atau surat saja, bahkan ada hari, bulan atau saat-
saat tertentu yang diistimewakan Allah SWT. Seperti halnya hari Jum‟at, malam
Jum‟at, bulan Ramadhan, dihari-hari Tasyriq dan lain-lainnya, adalah saat-saat
istimewa dalam beribadah.Bahkan ada pula tempat-tempat yang lebih
diistimewakan Allah SWT dari tempat-tempat yang lainnya untuk sholat dan
berdoa seperti Masjidil Haram di Makkah, Masjid Nabawi di Madinah, dan
Masjid al-Aqsho di Palestina.19

17
Abu Isa Muhammad bin Isa bin saurah At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, pada
pembahasan tafsir al-Quran, bab surah al-Hijr, 5/295 hadisno. 3125. dan Imam Malik dalam kitab
_Al-Muwaththa’ pada pembahasan tentang shalat, bab hadis tentang Ummul Quran 1/82, hadist
no. 37.
18
H. Bey Arifin, Op Cit, hal :2
19
Ibid, hal: 4
31

Dari uraian dan dalil yang telah diterangkan diatas, berikut ini adalah
keistimewaan lain dari surat al-Fatihah:
1. Surat paling besar („Azham)
2. Tidak terdapat dalam kitab Taurot Injil dan Zabur
3. Hanya diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
4. Langsung mendapat jawaban dari Allah SWT ketika seseorang
membacanya
5. Dengan membacanya maka kita akan aman dari segala bahaya
6. Sebagai obat sesuai dengan yang diniati pembaca al-Fatihah20

5. Tafsir Surat Al-FatihahAyat 1-7

Ayat 1

  



“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.”

Allah memulai kitab-Nya dengan Basmalah, dan memerintahkan Rasulullah


SWA sejak dini pada wahyu yang pertama untuk melakukan pembacaan dan
semua aktifitas dengan nama Allah, Iqra’ Bismi Rabbika, maka tidak keliru jika
dikatakan bahwa basmalah merupakan pesan pertama Allah kepada manusia,
pesan agar manusia memulai setiap aktivitasnya dengan nama Allah.21

Lafazh  asalnya adalah Al-Ismu, musytaq dari lafzh Al-Summu


yang

artinya Al-Rif’ah (luhur), dan Al-ulwu (tinggi).Ada yang mengatakan musytaq


dari lafazh Al-Simah.22 Menurut Syeikh Muhammad Ali As-Sobuni pendapat
yang assoh adalah pendapat yang pertama (musytaq dari lafzh Al-Summu) dan itu

20
Ibid, hal: 9
21
M. Quraish Shihab,Tafsir Al-mishbah, volume 1, Op Cit, hal: 11
22
Al-Qurthubi, Jaami’I Al-Ahkam Al-Qur’an, juz 1, hal: 100. Diterangkan juga oleh
Syeikh Muhammad Ali As-Sobuni dalam tafsirnya Rawa’iu Al-Abayan Tafsir Ayat Al-Ahkam Min
Al-Qur’an, juz 1, hal: 15.
32

adalah pendapat para ulama Basroh. Karena jamaknya adalah lafazh firman


Allah SWT, “      “ “Dan Allah memiliki Asma‟ul
Husnah (nama-

nama yang terbaik).”(Q.S. Al-A‟raf: 180).


Al-Qurthubi berkata: yang terkenal dikalangan ahli bahasa,
bahwa
  berasal dari kata basmala, para ulama berbeda pendapat
tentang

penempatan huruf ba pada kalimat    . Ada yang mengatakan


bahawa

menempatkan huruf ba pada awal lafazh  .sebagai perintah atau amr,
yang takdirnya anta yang berarti engkau, yang pada awalnya kalimat tersebut
ibda’bismillah “mulailah dengan membaca bismillah.” Begitulah pendapat Imam
Al-Farra‟.
Sedangkan Az-Zujaj berpendapat bahwa penempatan huruf ba pada

lafazh   .adalah sebagai khabar atau berita, yang takdirnya adalah


ana yang

berarati aku.Pada awalnya kalimat ini berbunyi ibtada’tu bismillah yang berarti
“aku memulai dengan membaca bismillah.”23
Para ulama berbeda pendapat tentang pengertian dari kata “ Ismun “. Quthrub
berkata:“kata Ismun ditambahkan (ke dalam lafazh bismillah) untuk
mengagungkan dan memuliakan Allah SWT. Sedangkan Al-Akhfasy berkata, kata
“ismun” ditambahkan (ke dalam lafazh bismillah) untuk mengeluarkan (lafazh
tersebut) dari bentuk kalimat sumpah ke bentuk kalimat meminta berkah. Sebab
asal dari bismillah adalah billah.24Abu Ubaidah Ma‟mar bin Al-Mutsanna

berpendapat bahwa kata ismun (yang terdapat pada lafazh ) adalah

shillah tambahan.25

23
H.Darwis Abu Ubaidah, Op Cit, hal : 25
24
Tafsir Al-Qurthubi, Op Cit, hal: 257
25
Ibid, hal: 256
33

Lafazh .Ditulis tanpa huruf alif, karena sudah tercukupi oleh huruf
ba’ ilshaaq yang terdapat dalam lafazh dan tulisan bismillah.Hal ini sudah
banyak
dilakukan. Berbeda halnya dengan firman Allah:
  “Bacalah

dengan
(menyebut) nama Tuhanmu”(Q.S. Al-Alaq: 1) pada firman Allah ini huruf alif
tidak dibuang, karena jarang dilakukan.26

Sebagian ulama berpendapat, makna . (dengan menyebut nama


Allah) adalah, Aku memulai dengan pertolongan, taufik, dan keberkahan
Allah
SWT.27Huruf ba muta‟alaknya pada Fi‟il yang dibuang, yang mencocoki pada
keadaan si pembaca. Ketika seseorang ingin membaca sesuatu lalu ia memulai

dengan
 .Maka artinya adalah aqro‟u musta‟inan bismillah.28


Lafazh  adalah merupakan nama Tuhan yang paling agung dan popular,
apabila kita bekata “Allah” maka apa yang kita ucapkan itu telah mencangkup
semua nama-nama-Nya yang lain, sedangkan apabila kita mengucapkan nama-
Nya yang lain misalnya Ar-Rahman, Al-Malik dan sebagainya, maka kita hanya
menggambarkan sifat Rahmat atau sifat kepemilikan-Nya saja.29Tidak ada
seorang pun selain Dia yang dinamai dengan nama Allah baik secara hakikat
maupun majaz, sedang sifat-sifat-Nya yang lain secara umum dapat dikatakan bisa

disandang oleh mahluk-mahluk-Nya. Oleh karena itu lafazh  Ini


tidak

dijadikan tasniyah dan tidak dan tidak pula dijadikan jamak. Secara tegas Tuhan
Yang Maha Esa itu sendiri yang menamai dirinya Allah, dalam firman-Nya
dikatakan :

…   




26
ibid,hal: 258
27
Ibid, hal: 256
34
28
Syeikh Muhammad Ali As-Sobuni dalam tafsirnya Rawa’iu Al-Abayan Tafsir Ayat Al-
Ahkam Min Al-Qur’an, juz 1, hal: 15.
29
M. Quraish Shihab,Tafsir Al-mishbah, volume 1, Op Cit, hal: 17
35

“Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah
Aku...”(Q.S. Taha: 14).

Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman:


“Apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya ?.”(Q.S.
Maryam: 65)

Ayat ini dipahami oleh pakar Al-Qur‟an bermakna: “ Apakah engkau


mengetahui ada sesuatu yang bernama seperti nama ini ? atau apakah engkau
mengetahui sesuatu yang berhak memperoleh keagungan dan kesempurnaan
sebagaimana pemilik nama itu (Allah) ?atau bermakna Apakah engkau
mengetahui ada nama yang lebih agung dari nama ini ? juga dapat berarti
Apakah kamu mengetahui ada sesuatu yang sama dengan Dia(yang patut
disembah) ?.
Pertanyaan-pertanyaan yang mengandung makna sanggahan ini semuanya
benar, karena hanya Tuhan Yang Maha Esa yang wajib wujud-Nya itu yang
berhak manyandang nama tersebut, sedangkan selain-Nya tidak ada bahkan tidak
boleh.30

Abu ja‟far berkata: lafazh   mengikuti bentuk kata fa’laan yang berasal

dari akar kata rahima, dan  mengikuti bentuk kata fa’iil dari akar
kata yang sama. Secara etimologi tidak seorangpun ahli bahasa yang
memungkiri bahwa kata  memiliki makna yang lebih spesifik dari

pada kata ,


meskipun keduanya berasal dari akar kata yang sama . Dari sisi riwayat ditemukan
sejumlah pendapat yang berbeda:

As-Sari bin Yahya At-Tamimi menceritakan kepadaku, dia berkata, Utsman


bin Zufar menceritakan kepada kami, dia berkata: aku mendengar Al-Arzami
menakwilkan:  dia berkata,  meliputi seluruh makhluk, dan

  khusus untuk orang-orang beriman.31

30
Ibid, hal: 17
31
Tafsir Ath-Thabari, Op Cit, hal : 214
36

Ayat 2

  


“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta Alam.”  

Imam Al-Qurthubi berpendangan bahwa    (segala puji) dalam


bahasa

Arab adalah pujian /sanjungan yang sempurna, Alif dan Lam (  ) pada kalimat

adalah unuk istighraq (menghabiskant) terhadap segala bentuk pujian,


karena Dialah yang memiliki nama-nama yang baik/indah dan sifat-sifat yang
mulia.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa segala puji dan sanjungan hanya
milik dan kepunyaan Allah, selain dari Allah tidak setupun dari makhluk ini yang
pantas dan layak mendapat pujian.32

Kalmiat atinya Adalah yang berkuasa, setiap orang yang menguasai

sesuatu maka dialah rabb-nya. Rabb merupakan satu diantara nama-nama Allah
yang mulia, Rabb dapat diartikan yang menciptakan, mengatur, memperbaiki,
melindungi, yang melaksanakan, menghidup dan mematikan. Sedangkan

 biasa diartikan semesta alam.Para ulama berbeda pendapat dalam

menjelaskan al-alamiin.33
Qatadah berpendapat bahwa al-alamiin adalah semua alam, segala yang ada
selain Allah. Ibnu Abbas bekata bahwa al-aalamiin adalah jin dan manusia,
berdasarkan surat al-furqan ayat pertama.

                


      


“Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-
Nya, agar Dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.”(Q. S. Al-
Furqan:1)

32
H.Darwis Abu Ubaidah, Op Cit, hal : 36
37
33
Ibid, hal: 37
38

Sedangkan hewan tidak termasuk kedalam ayat ini. Sementara Al-farra‟ dan
Abu Ubaidah berkata bahwa al-amiin adalah khusus untuk makhluk yang berakal,
dan hal itu ada empat kelompok: Jin, manusia, malaikat, dan setan. Oleh karena
itu hewan tidak termasuk didalamnya. Sedangkan Wahab bin Munabbih berkata :
Sesungguhnya Allah memiliki delapan belas ribu alam, dunia ini adalah satu
diantaranya.34
Abu Said Al-khudri berkata : Allah memiliki empat puluh ribu alam, dunia ini
dari Timur sampai ke Baratnya adalah satu diantaranya. Abu Aliyah berkata: Jin
adalah alam, manusia adalah alam, selain itu bagi empat penjuru bumi ini. Dan
setiap penjuru ada seribu lima ratus alam. Semuanya itu Allah ciptakan agar
mereka beribadah kepada Allah SWT.35

AYAT 3


“Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”

Ar-Rahman dan Ar-Rahim adalah dua sifat yang dimiliki Allah, dua nama
diantara nama-nama yang indah (asmaul husna) yang dimiliki Allah. Kedua sifat
ini berasal dari kata Ar-Rahman (kasih sayang) dalam bentuk kalimat
mubalaghah, Ar-Rahman lebih dari Ar-Rahim, karena Ar-Rahman adalah adalah
yang mempunyai kasih sayang yang mencangkup dan meliputi untuk semua
makhluk yang ada didunia ini, sedangkan Ar-Rahim hanyalah diperuntukkan
untuk orang-orang yang beriman diakhirat kelak. Ar-Rahim artinya bahwa Allah
mempunyai sifat kasih sayang bagi orang-orang yang beriman kelak dihari
kiamat.Demikianlah mayoritas pendapat para ulama.36
Di dalam salah satu firman-Nya Allah SWT telah menjanjikan bahwa Ar-
Rahim (kasih sayang)Nya itu hanya diperuntukkan kepada para hamba-Nya yang
beriman, firman Allah SW.

34
Ibid, hal : 37
35
Ibid, hal : 37
36
Ibid, hal : 38
39

            


        
  

     
  

“Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan
ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada
cahaya (yang terang).dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang
yang beriman.”(Al-Ahzab : 43).

AYAT 4


“Yang menguasai hari pembalasan.” 

Maha bekuasanya Allah pada hari itu, hari kiamat, bukan berarti pada hari-
hari ini Allah tidak berkauasa.Kekuasaan Allah meliputi dunia dan akhirat.Hanya
saja dikhususkannya kekuasaan pada hari itu (hari pembalasan), karena pada hari
tersebut tidak ada seorang pun yang dapat berbuat apa-apa, bahkan berbicara pun
tidak sanggup, kecuali orang-orang yang dikasih izin oleh Allah. 37 As-Syaikh
Muhammad Ali As-Sobuni mengomentari ayat Allah yang mulia ini dengan
mengatakan :
“yakni Dialah Allah yang maha suci yang berkuasa untuk memberikan
balasan dan hisab (perhitungan), yang bertindak pada hari pembalasan itu
sebagaimana tindakan seorang penguasa (raja) di dalam kekuasaan-Nya. yaitu
hari ketika seorang tidak berdaya sedikit pun untuk menolong orang lain. Dan
segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah.”38
Pada ayat yang lain Allah kembali menyebutkan tentang siapa sesungguhnya
yang berkuasa pada hari yang dahsyat itu. Firman Allah SWT.

37
Ibid, hal :40
40
38
Muhammad Ali As-Shabuni, Shafwatut Tafasir, juz 1, hal 25
41

            


    


            y    


     
   

               


       
 


“ Tuhan yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya;
yang Maha Pemurah. mereka tidak dapat berbicara dengan Dia.”“ Pada hari,
ketika ruh dan Para Malaikat berdiri bershaf- shaf, mereka tidak berkata-kata,
kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan yang Maha Pemurah;
dan ia mengucapkan kata yang benar.” Itulah hari yang pasti terjadi. Maka
Barangsiapa yang menghendaki, niscaya iamenempuh jalan kembali kepada
Tuhannya.”(An-Naba‟ : 37-39)

 (Yaumuddin), secara umum diterjemahkan dengan hari


pembalasan.Sesungguhnya apa yang dimaksud dengan Yaumuddin itu sendiri
sudah dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:

                


       
    
 

                 


     
   

 
42
          
 
“Dan Sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam
neraka.mereka masuk ke dalamnya pada hari pembalasan. Dan mereka sekali-
kali tidak dapat keluar dari neraka itu.Tahukah kamu Apakah hari pembalasan
itu? Sekali lagi, tahukah kamu Apakah hari pembalasan itu? (Yaitu) hari (ketika)
seseorang tidak berdaya sedikitpun untuk menolong orang lain. dan segala
urusanpada hari itu dalam kekuasaan Allah.” (Al-Infithar : 14-19).
(Yaumuddin), adalah salah satu diantara nama-nama Hari Kiamat yang
berikan oleh Allah SWT yang terdapat dalam Al-Qur‟an.

Ayat 5



43

“Hanya kepada Engkaulah kami beribadah, dan hanya kepada Engkaulah kami
memohon pertolongan.”

Ibadah adalah lambang ketundukan dan ketaatan yang paling tinggi.


Sementara memohon pertolongan adalah bukti kelemahan seorang makhluk yang
selalu membutuhkan bantuan dari sang pencipta yakni Allah SWT. Dalam ayat

tersebut mendahulukan maful bih yakni lafadz dari fi’ilnya yakni 
dan

  , hal tersebut memberikan arti takhsis (memberikan nuansa kekhususan),

yakni kami khususkan ibadah hanya kepada-Mu dan kami khususkan mohon
pertolongan hanya kepada-Mu.
Ayat yang mulia ini mengandung pengerian yang sangat dalam dan
menyeluruh, karena didalamnya tertuang suatu ikrar (janji) seorang hamba kepada
zat yang maha agung. Jika ikrar itu diucapkan dengan sadar, penuh penghayatan,
tentulah hamba tersebut tidak akan terjerumus dalam kehinaan dan dosa.
Ayat 6

     


“Tunjukilah selalu kami jalan yang lurus”

Menurut Ibnu Qoyyim al-Jauzi : kata Ihdinayang berarti “Tunjukilah selalu


pada kami”. Beliau menyebut : 1). Berarti : tetapkanlah kami!. 2). Arsyidna yang
berarti “Tuntunlah kami “. 3). Waffiqna, yang berarti “ berikanlah kami taufiq”.
4). Al-himma yang berarti “ Berilah kami ilham”.39
Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab ra menggatakan di dalam kitabnya
yang berjudul “ Tafsir al-Fatihah “, bahwa shirothol mustaqim itu adalah jalan
yang jelas, jalan yang lurus, tidak bengkok. Dan yang dimaksud dengan demikian
itu adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada Rasul, shirothol mustaqim
juga mengandung makna jalan yang benar, jalan yang benar, jalan yang menjadi
kebutuhan seorang hamba untuk selamat dari azab dan siksa, jalan yang dapat

39
H.Darwis Abu Ubaidah, Op Cit, hal : 61
44

membawa manusia kepada kebahagiaan, ketenangan jiwa baik di dunia maupun


di akhirat.
Ayat 7

        g    


       

g 
“ (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka;
bukan (jalan)mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat .
Yang dimaksud dengan mereka yang dimurkai dan mereka yang sesat ialah semua
golongan yang menyimpang dari ajaran Islam “.

Ayat ini menyebutkan jalan yang baik, jalan yang lurus, jalan yang telah
Allah SWT anugerahkan kepada para hamba-Nya, yaitu jalan yang telah ditempuh
para Nabi, shidiqin, syuhada, dan shalihin. Sekiranya manusia memiliki banyak
sifat yang tidak baik itu betul-betul butuh kepada shirothol mustaqim, hendaklah
manusia itu taat, patuh kepada Allah SWT dan Rasul-Nya dengan cara
melaksanakan apa yang diperintahkannya secara maksimal, serta berusaha
menjauhkan diri dari larangan Allah SWT.40
Pengulangan kata Shiroth (jalan) dimaksudkan untuk menegaskan dan
memberitahukan bahwa jalan yang lurus itu adalah jalan kaum muslimin. Adapun
mereka yang diberi Allah SWT nikmat dengan jalan itu adalah kelompok yang
yang disebutkan Allah SWT dalam firman-Nya :

            


        
 

          


      
 
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, Yaitu:
Nabi-nabi, Para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang
saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”. (QS.An-Nissa‟:69)
45
  g 
  

 “.........bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan jalan mereka yang sesat”.

40
Ibid,hal: 63
46

Mayoritas ulama berpendapat bahwa jalan orang-orang yang dimurkai itu


adalah jalannya orang-orang Yahudi dan dan jalan mereka yang sesat itu adalah
jalannya orang-orang Nashara. Pandangan ini berdasarkan beberapa dalil :
Pertama, ketika Allah SWT menceritakan bagaimana keadaan kaum Nabi
Musa as yang ketika itu tidak merasa nyaman dengan makanan yang dihidangkan
selalu sama, manna dan salwa sehingga mereka mengajukan kepada Nabi Musa
as bentuk menu makanan dan minuman yang lainnya berupa sayur mayur,
ketimun kacang adas dan lain sebagainya.
Kedua, ketika Allah SWT menyebutkan bahwa orang-orang yang menjadikan
patung anak sapi sebagai tuhan yang mereka sembah, akan mendapat murka dan
kehinaan dari Allah SWT.
Ketiga, ketika Allah SWT menceritakan perilaku orang-orang Ahlul Bait
yang berlebih-lebihan dalam menjalankan agamanya yang pada akhirnya
menjerumuskan mereka kedalam kesesatan, bahkan menyesatkan banyak orang.41

6. Kandungan Surat Al-Fatihah


A. Keimanan
Misi yang pertama kali dibawa Al-Qur‟an adalah keimanan yang dibawa
melalui Nabi Muhammad SAW. Nabi-nabi dan rasul-rasul yang telah diutus
sebelum Nabi Muhammad SAW pun menanamkan keimanan kepada umatnya.
Keimanan yang dibawa oleh Al-Qur‟an meliputi keimanan kepada Allah,
rasul-rasul-Nya, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab yang telah diturunkan-Nya,
hari akhirat, serta qada dan qadar.
Ketika Al-Qur‟an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, keimanan
yang dibawa oleh rasul-rasul sebelumnya sudah kabur, tauhid yang kholis (murni)
tidak ada lagi, umat-umat terdahulu yang pernah diutus rasul-rasul kepada mereka
dan mempunyai kitab-kitab samawi telah menyimpang jauh dari ajaran-ajaran
rasul dan kitabnya, mereka menganggap rasul-rasul, orang-orang saleh dan
malaikat-malikat sebagai Tuhan, dan kitab-kitab samawi yang diturunkan kepada
mereka sudah banyak yang dirubah oleh tangan mereka sendiri.

41
Ibid,hal: 69
47

Bangsa Arab dan sekitarnya, walaupun sebagian dari mereka dulu pernah
menganut ajaran-ajaran Nabi Ibrahim, mereka banyak yang berpindah
kepercayaan menjadi penganut kepercayaan watsani, penyembah patung-patung
dan dewa-dewa, sehingga menurut riwayat disekitar ka‟bah terdapat 360 buah
patung.
Kedatangan Al-qur‟an sebagai kita suci samawi untuk mensucikan akidah
manusia dari kotoran-kotoran syirik, dengan membawa akidah tauhid yang
semurni-murninya, yang tidak bercampur dengan kepercayaan-kepercayaan dan
perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Al-Qur‟an.
Akidah tauhid yang dibawa oleh Al-Qur‟an adalah akidah yang amat jelas
dan tegas. Dapat dicapai oleh akal dan paling sempurna dibandingkan agama-
agama selain agama Islam dan agama-agama yang datang sebelumnya.
Di dalam surat Al-Fatihah akidah tauhid ini didapat dalam ayat-ayat :
a. Ayat Pertama

  
  
“ segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam”


Semua pujian itu hanya untuk Allah dan yang berhak dipuji hanyalah Allah
SWT karena Allah sumber dari segala kebaikan yang patut dipuji. Seseorang
apabila dipuji karena sifatnya yang mulia yang berada pada dirinya atau karena
jasa-jasa baiknya, maka pada hakikatnya pujian tersebut hanya untuk Allah,
karena Allahlah yang memiliki sifat-sifat sempurna yang memberikan kebaikan
dan kemuliaan kepada manusia. Pernyataan inilah yang menjadi inti dari
keimanan kepada Allah dan merupakan akidah tauhid yang sebenarnya.
Keimanan kepada Allah SWT serta segala kesempurnaan-Nya, dan akidah
tauhid yang semurni-murninya itu adalah salah satu dari ajaran Islam yang
terpenting, sebab hal tersebut didalam ayat ini ditegaskan lagi bahwa Allah SWT
adalah Rabb semesta alam.
Kata Rabb selain memiliki arti “ Yang Memiliki” juga memiliki arti “
Pendidik” atau “ Pengasuh”. Dengan ini jelaslah bahwa sesuatu apapun yang
berada dalam alam ini adalah kepunyaan Allah SWT. Allah-lah yang telah
48

menciptakannya, mendidik, mengasuh, menumbuhkan dan memeliharanya. Tidak


ada yang menyekutui Allah SWT. Sejalan dengan hal ini, jelaslah bahwa manusia
itu amat kecil, dan jauh tempatnya namun tetap berada dibawah pengetahuan,
lindungan, dan pemelliharaan Allah SWT. Allah SWT telah memberikan kepada
makhluk-Nya suatu bentuk yang amat sempurna, lalu dikarunikan kepada manusia
akal, naluri (instink) dan kodrat-kodrat alamiah, sebagai bekal untuk kelanjutan
hidup manusia tersebut di alam dunia untuk kehidupan selanjutanya di akhirat.
Pendidikan, pemeliharaan, penumbuhan, yang dilakukan oleh Allah SWT
wajib diperhatikan dan dipelajari oleh manusia sebagai bentuk tafakkur manusia
akan kekuasaan Allah SWT yang akan menghasilkan peningkatan kekuatan dalam
keimanan dan ketakwaan.

b. Ayat Kedua

 

“hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami
memohon pertolongan”

Ayat ini juga mengandung inti ibadah manusia kepada Allah SWT, karena
yang hanya berhak disembah hanya Allah SWT dan hanya kepada Allah SWT
sajalah manusia selalu memohon pertolongan. Hal ini karena manusia adalah
makhluk Allah SWT yang harus selalu berhubungan dengan Allah SWT sebagai
penciptanya. Manusia berdo‟a memohon sesuatu hanyalah kepada Allah SWT.
Dengan ayat ini akan terbongkarlah akar-akar dari bentuk-bentuk
kesyirikan (mempersekutukan Allah SWT dan membesarkan kekuasaan selain
kekuasaan Allah SWT), bentuk kepercayaan watsani (menyembah dewa-dewa,
matahari, bulan, bintang-bintang dan lain sebagainya), kepercayaan majusi
(menyembah api), dan kepercayaan lainnya yang banyak berkembang dan dianut,
sebelum datang agama Islam yang dirisalahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

B. Ibadah
Didalam Al-Qur‟an Allah berfirman:
49

    



“hanya kepada Engkau-lah kami menyembah dan hanya kepada Engkau-
lah kami memohon pertolongan”

Di dalam ayat   , jika direnungi secara mendalam,

seorang maka
hamba tidak akan pernah sempurna dalam penyembahannya kepada Allah SWT,
namun karena sifat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang ayat

  sebagai bentuk rahmat Allah SWT yang diturunkan untuk

hamba-hamba Nya, hingga manusia hanya selalu memohon pertolongan kepada


Allah SWT . Jadi ayat tersebut diatas mengandung penafsiran ketauhidan dan
rahmat Allah SWT untuk bekal peribadatan seorang manusia kepada Allah SWT.

       
 



“tunjukilah (selalu) kami kepada jalan yang lurus”

Sempurnanya agama Islam untuk kebahagiaan manusia dia alam dunia


sampai akhirat, Allah SWT telah menetapkan batas-batas syariat yang berupa
peraturan-peraturan, hukum-hukum, dan menjelaskan kepercayaan, memberikan
pelajaran dan perumpamaan-perumpamaan. Semua ini merupakan tuntunan
menuju jalan yang lurus yang telah Allah SWT bentangkan untuk manusia agar
manusia tersebut sampai pada kebahagiaan hidup baik di dunia sampai alam
akhirat. Maka sungguh amat berbahagia manusia yang menjalani batas-batas
syareat yang telah Allah SWT tetapkan tersebut, dan amat sengsaralah manusia
yang menghindari dirinya dari jalan tersebut.

C. Hukum-hukum dan Peraturan-peraturan


50
Telah dijelaskan diatas bagaimana mencapai kebahagiaan hidup di dunia
dan akhirat, yaitu dengan adanya penetapan peraturan-peraturan dan hukum-
hukum, dan hal tersebut pun bercabang menjadi peraturan dan hukum yang
51

berhubungan dengan hubungan manusia kepada Allah SWT, dan manusia dengan
masyarakat, dan juga siasat kenegaraan dan lain-lain. Sebagaimana ayat yang
mengandung peraturan dan hukum yang dicantumkan dalam surat Al-Fatihah
yang berbunyi :

      


“Tunjukilah (selalu) kami jalan yang lurus”    


Jalan yang menyampaikan manusia kepada kebahagiaan hidup di dunia dan


akhirat adalah akidah-akidah yang benar, hukum-hukum dan peraturan-peraturan
serta perumpamaan-perumpamaan yang telah dijelaskan di dalam Al Qur‟an dan
Hadits.

D. Janji dan Ancaman


Al Qur‟an al Karim juga mengandung janji dan ancaman. Allah SWT
menjanjikan kebahagiaan kepada manusia yang beriman dan berbuat baik, dan
mengancam kepada siapapun manusia yang mempersekutukan Allah SWT,
membuat kerusakan dan kezhaliman di atas permukaan bumi dengan azab dan
siksaan. Janji dan ancaman Allah SWT itu bersifat umum kepada kaum dan
bangsa apapun.
Didalam surat Al Fatihah mengandung ayat-ayat yang yang berupa janji
dan ancaman, berbunyi :
a. Ayat Pertama

    


 

“dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha


Penyayang”

Dengan menyebut nama Allah “Yang Maha Pemurah” lagi “Maha


Penyayang”, Allah SWT menjanjikan kepada manusia yang beriman kepada Allah
SWT dan berbuat baik dengan limpahan karunia dan anugerah nikmat yang tiada
terhitung dari-Nya.
52

b. Ayat Kedua

 
“Yang menguasai hari pembalasan” 
Di hari itu segala bentuk perbuatan manusia akan dibalas. Balasan syurga
untuk manusia yang beriman kepada Allah SWT dan berbuat baik, balasan neraka
untuk manusia yang mempersekutukan Allah SWT, ingkar dan berbuat
kezhaliman. Yang hal ini adalah janji dan ancaman Allah SWT.
c. Ayat Ketiga

     
  

“Tunjukilah (selalu) kami jalan yang lurus”

Manusia yang mengikuti jalan yang telah ditetapkan, maka kebahagiaan


hidup di dunia dan akhiratlah yang akan diraihnya. Dan sebaliknya, manusia yang
menghindari tidak menjalankan yang telah ditetapkan, maka pastilah kebinasaan
hidup baik di dunia maupun akhirat. Dengan ini maka dapat dipahami adanya
janji dan ancaman Allah SWT.
d. Ayat keempat

        g     


         
g  
“(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan
(jalan)mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat . Yang
dimaksud dengan mereka yang dimurkai dan mereka yang sesat ialah semua
golongan yang menyimpang dari ajaran Islam “.

Ada orang-orang yang telah dianugerahi nikmat oleh Allah SWT, yaitu para
Nabi, para Rasul, orang-orang sholeh dan shadiqin, mereka adalah orang-orang
yang akan menerima limpahan rahmat dan pahala dari Allah SWT berupa
Jannatinna‟im dan ini merupakan janji Allah SWT. Dan ada pula orang dimurkai
Allah SWT, yaitu mereka yang tidak mau menjalani jalan lurus yang telah
ditetapkan Allah SWT, padahal manusia itu telah mengetahui hakikat jalan lurus
tersebut, dan ada pula manusia yang tersesat, yaitu orang-orang yang tidak
53

mengetahui jalan yang benar atau dia mengetahuinya, tetapi dia tersesat dalam
menempuh jalan tersebut. Mereka yang dimurkai Allah SWT dan tersesat akan
menerima siksaan yang pedih sebagai bentuk hukuman dari Allah SWT. Dan ini
adalah suatu ancaman.

E. Kisah-kisah atau Cerita-cerita


Sebagai bentuk panutan dan ketauladanan, pelajaran serta i‟tibar, maka Al
Qur‟an menceritakan kisah-kisah kaum-kaum dan bangsa-bangsa terdahulu yang
Allah SWT telah mengutus para Rasul dan Nabi-Nya kepada mereka dengan
membawa kerisalahan yang telah Allah SWT tetapkan baik berupa peraturan-
peraturan, hukum-hukum dan syariat, yang semua itu ditetapkan bertujuan untuk
kebahagian hidup mereka.
Diantara para kaum dan bangsa tersebut ada yang menerima dan ada pula
yang menolak, dan Allah SWT telah menerangkan akibat dari penolakan dan
peneimaan, untuk dijadikan i‟tibar dan pelajaran.
Lebih kurang ¾ dari isi Al Qur‟an adalah cerita tentang bangsa dan kaum-
kaum terdahulu, serta anjuran Allah SWT untuk mengambil i‟tibar dan pelajaran
dari apa yang mereka perbuat dan akibatnya.
Di dalam surat Al Fatihah keadaan bangsa dan kaum terdahulu telah
dijelaskan dengan ayat yang berbunyi :

           


        
g  
“ (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka;
bukan (jalan)mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat .
Yang dimaksud dengan mereka yang dimurkai dan mereka yang sesat ialah semua
golongan yang menyimpang dari ajaran Islam “.

Dari penjelasan-penjelasan yang penulis uraikan diatas, kita dapat pahami


bahwa surat Al-Fatihah memiliki pengertian dan makna yang begitu dalam,
menjadi intisari kandungan Al-Qur‟an dan menjadi pembuka semua surat dalam
Al-Qur‟an.
54

B. Konsep Ibadah Dalam surat Al-Fatihah Ayat 1-7


Seluruh persoalan agama tersimpan didalam dua kalimat pendek yang
terdapat dalam ayat:

     


    
 

“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami
meminta pertolongan”.(QS. Al-fatihah: 5)
Ayat ini yang menjadi inti dari surat Al-fatihah ayat 1 sampai 7, dan Al-
fatihah adalah inti dari Al-qur‟an, dan Al-qur‟an adalah inti seluruh kitab suci
atau ajaran seluruh Nabi dan Rasul. Maka ayat ini adalah menjadi inti seluruh
kitab- kitab suci, dan inti seluruh ajaran Nabi-Nabi dan Rasul.42

1.   
iyyaka na‟budu artinya: engkaulah yang kami sembah. Hanya engkau sajalah
yang kami sembah. Hanya untuk engkau sajalah kami beribadah. Tidak ada
selain engkau yang kami semah.
Ketika seseorang menyatakan iyyaka na’budumaka ketika itu tidak
sesuatu apapun, baik dalam diri seseorang maupun yang berkaitan dengannya,
kecuali telah dijadikan milik Allah, segala aktivitas manusia harus berakhir
menjadi ibadah kepada Allah SWT, dan ibadah merupakan kebutuhan manusia
lebih daripada satu kewajiban.
Ibadah atau pengabdian yang dimaksud dalam ayat kelima ini tidak
terbatas pada hal-hal yang diungkapkan oleh ahli hukum islam (fiqih) yakni
shalat, puasa,zakat dan haji saja, tetapi mencangkup segala macam aktivitas
manusia, baik pasif maupun aktif, sepanjang tujuan dari setiap gerak dan
langkah itu adalah Allah, sebagaiman tercermin dalam pernyataan yang
diajarkan Allah SWT43:

              


  

55
42
H. Bey Arifin, Op Cit, hal :217
43
M. Quraish Shihab,Tafsir Al-mishbah, volume 1,Op Cit Hal: 55
56

“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah


untuk Allah, Tuhan semesta alam.(Qs. al-An‟am: 162)

Ibadah adalah buah dari keimanan kepada Allah SWT dengan segala sifat
kesempurnaan-Nya. Seorang manusia yang meyakini adanya segala sifat-sifat
kesempurnaan-Nya, maka akan tumbuh perasaan dalam jiwanya membutuhkan
Allah SWT dengan sepenuh hati, hingga yang terlahir dalam diri seorang
manusia tersebut adalah bentuk ibadah atau penyembahan kepada Allah SWT
baik lahir maupun bathinnya.
Imam Ja‟far ash-Shadiq sebagaimana dikutip oleh Muhammad al-Ghazali
dalam bukunya Raka‟iz al-iman mengemukakan tiga unsur pokok yang
merupakan hakikat ibadah :
a. Seorang yang mengabdi tidak menganggap apa yang ada dalam genggaman
tangannya sebagai miliknya, karena yang dinamakan hamba tidak memiliki
sesuatu. Apa yang dimilikinya adalah milik tuannya.
b. Segala usahanya hanya berkisar pada mengindahkan apa yang diperintahkan
oleh yang memerintah (tuannya).
c. Tidak memastikan sesuatu untuk dia laksanakan kecuali mengaitkannya
dangan izin dan restu tuannya.
Ada dua syarat yang menjadikan ibadah itu bernilai disisi Allah SWT:
a. Ibadah itu harus ikhlas karena Allah dan untuk Allah semata. Hal ini harus
dilandasi rasa cinta dan tunduk taat kepada Allah SWT.
Orang yang hanya cinta saja, tetapi tidak tunduk, atau tunduk saja tetapi tidak
cinta, maka tidaklah dinamai ibadah. Cinta dan tunduk itu ditunjukkan hanya
kepada Allah SWT. Dan bila suatu ibadah dilakukan tidak ikhlas untuk Allah
maka ibadahnya tidak ada artinya dihadapan Allah SWT.
b. Cara beribadah harus sesuai seperti apa yang dicontohkan oleh Rasulullah
Saw.Dalam al-Qur‟an Allah SWT berfirman:

….  
       …..
      
 
57

“Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa
yang dilarang, maka tinggalkanlah”…(QS. Al-Hasyr: 7).
Dalam hal ini manusia terbagi menjadi 4 golongan dalam melaksanakan
ibadah:
1. Orang yang beribadah ikhlas 100% untuk Allah dan sesuai menurut cara atau
sunnah yang ditetapkan oleh Rasulullah Saw. Mereka inilah yang benar-benar
ahli iyyaka na’budu. Amal atau perbuatan mereka seluruhnya untuk Allah dan
karena Allah, begitu juga semua perkataan yang keluar dari mulut mereka;
mereka member, menerima, menyuruh, atau melarang, cinta atau marah,
semua itu 100% karena Allah dan untuk Allah lahir dan bathin. Tidak karena
mengharapkan balasan dan pujian dari manusia, tidak pula untuk mencari
kebanggaan dan kemuliaan di hati sesama manusia, atau menghindari diri dari
kebencian sesama manusia.44Buat mereka cukup hanya Allah saja yang
memuji, membalas dan menghargai atau memuliakan. Yang mereka harapkan
hanya pujian Allah, cinta kasih Allah, balasan Allah.
Berkata Al-Fudhail bin Ayyaadh: Amal yang baik itu ialah yang paling ikhlas
dan paling benar. Murid-muridnya lalu bertanya: Hai Abu Ali, apakah yang
dimaksud dengan paling ikhlas dan paling benar itu? Jawabnya: Amal sekalipun
ikhlas tetapi tidak benar, tidaklah diterima Allah, begitu juga bila benar tetapi
tidak ikhlas. Ikhlas ialah semata-mata karena Allah atau untuk Allah. Benar
ialah 100% menurut cara dan sunnah yang ditetapkan oleh Rasulullah Saw.
45
Firman Allah :

                  


      
  



          - 


     
 

“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan
yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka
58
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya".(QS. Al-Kahfi: 110)

44
H. Bey Arifin, Op Cit, hal :228
45
ibid, hal :228
59

Setiap ibadah yang dilakukan tidak menurut contoh dari Rasulullah Saw.
Tidak akan menambah dekat kepada Tuhan tetapi menamah jauh, sebab Allah
SWT harus disembah sesuai cara yang diperintahkan-Nya, tidak menurut
kemauan atau keinginan manusia.
2. Ibadah yang dilakukan tidak ikhlas dan tidak pula sesuai dengan cara yang
dicontohkan oleh Rasulullah yaitu ibadahnya orang-orang yang riya dan
ibadahnya orang-orang yang ahli bid‟ah, ahli kesesatan dan syirik. Mereka
inilah yang dimurkai Allah46 dalam Al-Qur‟an:

                 


           
  

            


   

“Janganlah sekali-kali kamu menyangka, hahwa orang-orang yang gembira
dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap
perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa
mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih”.
(QS. Ali Imran: 18)

3. Ibadah yang dilakukan dengan ikhlas, dan sesuai menurut contoh dari
Rasulullah Saw, banyak dilakukan oleh ahli ibadah tetapi mereka tidak
mengetahui aturan agama, lalu mereka menambahkan sendiri karena ingin
dipandang sebagai ahli tashawwuf, zuhud atau faqir. Kadang-kadang mereka
ibadah dengan disertai menangis-nangis, terseduh-seduh, kadang-kadang
mereka bernyanyi-nyanyi dengan berbagai irama, bersiul-siul. Kadang-kadang
mereka mengasingkan diri, tirakat menurut aturan mereka dengan
meninggalkan kewajiban Jum‟atan dan berjuang ditengah-tengah masyarakat,
kadang-kadang mereka berpuasa terus-menerus siang dan malam, kadang-
kadang mereka berpuasa dihari raya dan lain-lain.47
4. Ibadah yang dilakukan menurut yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw, tetapi
tanpa dilandasi keikhlasan. Ibadah yang benar tetapi dasarnya yang salah.
Ibadah yan dilakukan secara benar tetapi disertai perasaan riya‟. Mereka maju
kemedan perang untuk mendapatkan julukan pahlawan atau pemberani atau
60
46
ibid, hal :229
47
ibid, hal :229
61

untuk mendapatkan pangkat dan bintang, mereka melaksanakan haji ke


Mekkah hanya ingin dipanggil “Haji”, mambaca Al-Qur‟an hanya ingin
diketahui suaranya indah. Amalan dan ibadah meraka terlihat benar tetapi
yang sebenarnya semua salah dan tidak akan diterima Allah Swt. 48 Firman
Allah Swt :

                


       

  


       
  

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang
lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat;
dan yang demikian Itulah agama yang lurus”.(QS. Al-Bayyinah: 5)

2.    .


Iyyaka nasta‟iin artinya: engkaulah yang kami minta pertolongan. Engkau
sajalah yang kami mintai pertolongan. Hanya kepada Engkau sajalah kami minta
pertolongan, mohon bantuan, mohon perlindungan, mohon rezeki, mohon
keselamatan, mohon keselamatan, mohon kebahagiaan dan lain-lain.
Orang yang beragama atau beriman, harus menyembah (beribadah) kepada
Allah dan harus minta pertolongan kepada-Nya (berdo‟a). tidaklah dikatakan
beragama atau beriman bila kita hanya berdo‟a saja tanpa beribadah.
Kalau seseorang mengatakan ibadah maka termasukpula didalamnya
isti‟anah, akan tetapi pada kalimat isti‟anah didalamnya ibadah. Karena ibadah
lebih umum dibandingkan isti‟anah. Orang yang benar-benar beribadah pasti
didampingi dengan permohonan (isti‟anah), tetapi belum tentu orang yang
memohon dan berdo‟a kepada Allah mereka menjalankan ibadah. Berapa banyak
orang berdo‟a meminta kepada Allah agar diberikan kesehatan, kekayaan dan
lain-lain tetapi mereka tidak mau beribadah menyembah Allah Swt.
Walaupun demikian, isti‟anah tetap menjadi bagian atau sebagian dari
ibadah. Beribadah berarti mengerjakan sesuatu untuk Allah, sedang bermohon
ialah
62
48
ibid, hal :230
63

mengharapkan sesuatu dari Allah. Jadi ibadah jauh lebih tinggi dan lebih suci dari
isti‟anah. Sebab ibadah tidaklah dilakukan kecuali oleh orang-orang yang benar-
benar ikhlas. Sedang isti‟anah dapat dilakukan oleh orang-orang yang tidak
ikhlas, bahkan dilakukan oleh orang yang fasiq.49
Isti‟anah atau berdo‟a memohon kepada Allah adalah suatu pekejaan yang
amat besar dan amat penting. Rasulullah Saw diutus oleh Allah selain untuk
menajarkan tata cara beribadah, juga untuk mengajarkan cara-cara berdo‟a. para
ulama sudah berusaha mengumpulkan semua keterangan tentang berdo‟a yang
diambil dari hadis-hadis Rasulullah Saw, diantaranya adalah Imam Nawawi
dalam kitab beliau Al-Azkar.
Adab atau syarat-syarat berdo‟a yang dapat beliau simpulkan ialah
diantaranya sebagai berikut:
1. Menjauhi dari segala yang haram, baik makanan, minuman atau pakaiannya.
Karena makanan, minuman serta pakaian yang haram menyebabkan do‟a
tidak terkabulkan.
2. Ikhlas karena Allah Swt. Keikhlasan ini menjadi syarat terpenting dalam
berdo‟a dan beribadah. Firman Allah Swt:

....     


  

“Berdo‟alah kepada Allah dengan ikhlas dalam beragama bagi-Nya.”(QS. Al-


Mu‟min: 14)
3. Suci dalam keadaan mempunyai wudhu.
4. Hendaknya berdo‟a dengan menghadap kiblat.
5. Mengangkat dan membuka telapak tangan.
6. Bertawasul dengan Nabi dan orang-orang soleh.
7. Berdo‟a dengan suara pelan.
8. Mengakui semua dosa yang pernah dilakukan.
9. Diawali dengan memuji Allah
10. Membaca solawat kepada Rasulullah Saw

49
Ibid, hal:220
64

11. Mulai berdo‟a untuk dirinya sendiri lalu selanjutnya untuk orang lain atau
umat muslim.
12. berdo‟a dengan permohonan yang sungguh-sungguh.
13. Diulang-ulang mengucapkannya.
Ibadah itu tidak dapat dipisahkan dengan do‟a, karena orang yang beribadah
pasti berdoa. Begitu pula ibadah juga tidak biasa dipisahkan dari ketauhidan, dan
ketauhidan tidak dapat dipisahkan dari ibadah, karena ibadahnya seorang manusia
kepada Allah SWT merupakan buah dari ketauhidannya kepada Allah SWT.
Maka tidak akan ada nilai dan harganya ibadah seorang manusia jika timbulnya
bukan dari perasaan ketauhidannya kepada Allah SWT, begitu juga tidak akan
subur ketauhidan seorang hamba kepada Allah SWT jika tidak dipupuk dengan
istiqomah melakukan ibadah kepada Allah SWT.
Dua ayat dibawah ini :



    
Kedua ayat diatas adalah inti dari ayat-ayat keimanan, tauhid dan ibadah yang
menyeru kepada ajaran tauhid dan memberantas kepercayaan syirik, watsani,
majusi. Adapun ayat-ayat lain yang membicarakan tentang tauhid, keimanan dan
ibadah adalah penjelasan dari kedua ayat tersebut diatas.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari keterangan yang telah diuraian di atas dapat penulis silmpulkan sebagai
berikut:
1. Tujuan penciptaan manusia, jin dan makhluk lainnya adalah untuk beribadah
kepada Allah SWT, hal ini sesuai dengan Al-Qur’an:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku”.
2. Ibadah yang kita laksanakan sehari-hari, berdasarkan bentuk dan sifatnya terbagi
menjadi dua:
a. Ibadah mahdloh, yakni ibadah yang murni langsung berhubungan antara
hamba dengan Allah SWT. Seperti Shalat, puasa dan lain sebagainya.
b. Ibadah ghairu mahdloh, yakni aktifitas ibadah yang berhubungan dengan
manusia dalam bersosialisasi pada kehidupan sehari-hari. Seperti belajar,
mencari nafkah, membantu orang dan lain sebagainya.
3. Surat Al-Fatihah mempunyai keistimewaan yang luar biasa, semua inti sari
kandungan ayat Al-Qur’an terdapat dalam surat Al-Fatihah. Oleh sebab itu Al-
Fatihah dinamakan Ummul Kitab (Induk Kitab).
4. Konsep ibadah dalam surat Al-Fatihah tercankup dalam ayat ke lima yakniiyyaka
na’budu wa Iyyaka nasta’iin. Syarat dari iyyaka na’budu adalah harus ikhlas dan
harus sesuai seperti apa yang dicontohkan oleh Rasulullah. Sedangkan syarat dari
Iyyaka nasta’iin adalah menjaga diri dan makanan dari perkara yang haram dan
khusyu dalam melaksanakannya.

B. Saran-saran
Apa yang dipaparkan penulis diatas adalah hanya sekedar nukilan-nukilan dari
beberapa buku dan kitab, serta pendapat-pendapat ulama salaf dan ulama modern

55
56

yang istiqomah mengali dan memikirkan kalam Allah yang mulia. Adapun maksud
dan tafsiran dari surat al-Fatihah merupakan samudera yang luas, belum diketahui
dengan pasti ujung tepinya, begitu pula dalam dan luasnya, hanya sedikit yang kita

ketahui tentang isinya. Ijtihad dan pamikiran para ulama sangat kita harapkan dalam
mengali kandungan surat Al-Fatihah agar menjadi ilmu dan wawasan pengetahuan
untuk kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga dengan pengertian-pengertian diatas akan dapat mendorong kita lebih
khusyu dalam membaca surat Al-Fatihah baik dalam Shalat maupun diluar
shalat, agar shalat kita dan ibadah kita dapat mencegah dari segala perbuatan keji
dan mungkar.
DAFTAR PUSTAKA

Abu Ubaidah, Darwis, Tafsir Al Asas, Jakarta: Pustaka Al Kautsar.

Al Khattan, Manna Khalil, Studi Ilmu-Ilmu Al Qur’an, terj. Mudzakir AS, Bogor :
Pustaka Litera Antar Nusa, 1996.

Al Qardawy, Yusuf, Pengantar Kajian Islam, Jakarta : Pustaka Al Kautsar.

Al Qurthubi, Jaami’ Al Ahkam Al Qur’an.

Ali Ash Shobuni, Muhammad, Tafsir Rawa’iu Al Bayan Ayat Al Ahkam Min Al
Qur’an.

Alim, Muhammad, Pendidikan Agama Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,


2006.

Arifin, Bey, Samudera Al Fatihah, Surabaya: PT. Ina Ilmu.

Ash Shidiqy, Teungku Muhammad Hasbi, Kuliah Ibadah, Semarang : PT. Pustaka
Rizqi Putra, 2011

Asy Sya’rawi, Mutawalli, Anda Bertanya Islam Menjawab, Jakarta : Gema Insan
Press, 1999

At Tirmidzi, Abu Ismail bin Isa bin Saurah, Sunan At Tirmidzi.

Departemen Agama RI, Al Qur’an Dan Terjemahnya.

Hamka, Studi Islam, Pustaka Panji Mas

Hawwa, Sa’id, Tafsir Al Asas, Jakarta: Robbani Press, 2010.

Imam Malik, Al Muwaththa.

LAL, Anshari, ‘Ulumu Al Qur’an, Jakarta : FITK UIN Syarif Hidayatullah, 2010.

Muhaimin. Tadjab. Mujib, Abdul, Dimensi-Dimensi Studi Islam, Surabaya : karya


Ab ditama, 1994

Muhammad Nawawi Al Jawi, Abi Abdi Al Mu’thi, Kasyifah As Sajaa Syarah


Safinah An Najaa Fi Ushul Al Din, Dar Ihya Al Kutub Al Arobiyyah.

Muhammad, Abi Abdillah, Shahih Al Bukhari.

Natta, Abuddin, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, Jakarta: PT. Dana Bakti Wakaf.

Rajab, Khoirunnas, Psikologi Ibadah, Jakarta : AMZA, 2011

57
58

Shihab, Quraish, Tafsir Al Mishbah, volume I, Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Syukur, Amin, Pengantar Studi Islam, Semarang: CV. Bima Sakti, 2003.

Universitas Islam Indonesia, Al Qur’an Dan Tafsirnya, Yogyakarta : PT. Dana


Bakti Wakaf.

Wahab Khalaf, Abdul, Ilmu Ushul Al Fiqih, terj, Masdar Helmy, Bandung :
Gema Risalah Press, 1996.
Jakarta, Juli 2013
Yang mengesahkan,

Dra. Hj. Elo Al-Bugis, MA.


NIP. 19560119 199403 2 001
BIODATA PENULIS
I. Identitas Pribadi

Nama : Irvan

NIM 809011000009

Nama Orang Tua : Arbih (Alm) / Barkah

Tempat/Tgl Lahir : Jakarta, 25 Mei 1982

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Guru Agama

Alamat Rumah : Kamp. Pulo Kambing RT.010/003 Kel. Jatinegara Kec. Cakung
Jakarta Timur 13930

II. Pendidikan
1. Lulus SD Tahun 1993 Di SDI Al-Karomiyah Kp. Lio Jatinegara kaum
Jakarta Timur.
2. Lulus SMP/MTS Tahun 1996 Di SMPN 90 Jakarta Timur.
3. Lulus SMA/SMK Tahun 1999 Di SMK Dinamika Pembangunan
Jakarta Timur

Anda mungkin juga menyukai