Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ANALISIS BAHASA DENGAN TEORI CASE GRAMMAR

DOSEN PENGAMPU :
Dr.Juanda,M.Hum.

DISUSUN OLEH :
Latifa Turohma : 230511500014
Nurhikma : 230511501001

PRODI SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2023
Abstract:

Case grammar was first introduced by Charles J. Fillmore. It is a modification of the theory of
grammar transformation which previously presents the conceptual framework of case relationship
with the traditional grammar. Fillmore develops grammatical case After the problem of grammatical
generative transformation occurred. He views the existence of semantic role on nominal in
relationship with the verb which is not explained by grammatical generative transformation

Keywords: case grammar, grammatical, generative transformation

Abstrak:

Tata bahasa kasus pertama kali diperkenalkan oleh Charles J. Fillmore. Ini merupakan
modifikasi dari teori transformasi tata bahasa yang sebelumnya menyajikan kerangka
konseptual hubungan kasus dengan tata bahasa tradisional. Fillmore mengembangkan kasus
gramatikal setelah terjadi permasalahan transformasi generatif gramatikal. Ia memandang
adanya peran semantik pada nominal dalam hubungannya dengan verba tidak dijelaskan oleh
transformasi generatif gramatikal.

Kata Kunci: tata bahasa kasus, gramatikal, transformasi generatif


KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT dan tuhan yang maha esa, kami memanjatkan puji
syukur kehadirat-nya yang telah melimpahkan rahmat,hidayah dan kesehatan kepada kami
sehingga bisa menyelesaikan makalah ini. Mengenai “ Analisis bahasa dengan teori case
grammar “

Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai
sumber sehingga bisa mempelancar pembuatan makalah ini.

Terlepas segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segala susunan kalimat ataupun tata bahasanya,oleh karena itu kami dengan lapang dada
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami senantiasa berharap semoga makalah ini dengan materi “ Analisis bahasa
dengan teori case grammar” mampu memeberikan manfaat inspirasi untuk pembacanya.

MAROS,06 SEPTEMBER 2023


Concepts

KATA PENGANTAR.....................................................................................................

BAB I Analisis Tata Bahasa Kasus (Case Grammar)...................................................

A Latar belakang........................................................................................................

B. Rumusan Masalah.................................................................................................

C. Tujuan....................................................................................................................

D. Pembahasan...........................................................................................................

1. Pengertian analisis teks grammar...............................................................................

2. Tata bahasa kasus.....................................................................................................

3. Contoh analisis bahasa kalimat sederhana dilihat dari kasus kasusnya.................

4. Tata bahasa kasus dalam bahasa Melayu..............................................................

5. Penyebab terjadi nya kesalahan berbahasa.............................

E. Kesimpulan.....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
ANALISIS TATA BAHASA KASUS ( CASE GRAMMAR)

A.LATAR BELAKANG

Di dalam kehidupan sehari- hari, manusia tidak dapat dipisahkan dari bahasa. Secara
umum, fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi sosial ( soeparno, 2002 ). Di mana ada
sekelompok masyarakat, maka di sanalah terdapat bahasa. Maka tidak heran pula bahasa di
setiap daerah memiliki kekhasan tersendiri.

Bahasa yang digunakan oleh manusia sebenarnya sama saja dengan bahasa yang
digunakan oleh binatang, sama- sama sebagai alat untuk berkomunikasi. Akan tetapi, pada
hakikatnya suara yang dihasilkan oleh hewan hanyalah cara bagaimana mereka
menyampaikan pesan kepada hewan sejenisnya. Noam Chomsky mengatakan ( dalam
Jendra,2010 : 2 ) ketika kita mempelajari bahasa, kita sedang mendekati apa yang disebut
sebagai ‘esensi manusia’. Yang khas dari pikiran yang sejauh kita tahu, unik untuk manusia.

Bahasa manusia seperti yang dikatakan Chomsky yaitu ‘unik’, karena bahasa itu terus
berkembang dan mencerminkan suatu pemikiran dan perilaku masyarakat, hal ini tentu saja
berbeda dengan cara hewan berkomunikasi. Para peneliti menunjukkan bahwa hewan
memang berkomunikasi sebagian besar hanya untuk memenuhi kebutuhan, seperti untuk
makan, minum, bersembunyi, menyerang, dan lain-lain ( Jendra, 2010: 3-4 ). Oleh sebab itu
mengapa suara yang di hasilkan oleh binatang tidak dapat disebut sebagai bahasa walaupun
digunakan sebagai media komunikasi.
Fenomena-fenomena keunikan bahasa sering kali terjadi, baik di dalam novel, cerita-
cerita pendek, jejaring sosial dan lain- lain. Karena kurangnya pemahaman mendetail penulis
terhadap teori tata bahasa kasus, maka penulis hanya akan menganalisis bahasa dari beberapa
kalimat sederhana saja’ Dunia ilmu, termasuk linguistik, bukan merupakan kegiatan yang
statis, melainkan merupakan kegiatan yang dinamis, berkembang terus, sesuai dengan filsafat
ilmu itu sendiri yang selalu ingin mencari kebenaran. Linguistik struktural lahir karena tidak
puas dengan pendekatan dan prosedur yang dipakai oleh linguistik tradisional dalam
menganalisis bahasa. Dunia ilmu bahasa (linguistics) adalah suatu ilmu yang terus
berkembang dari zaman ke zaman sesuai dengan filsafat ilmu bahasa yang akan selalu
mencari kebenaran. Di dalam sejarah pengkajian ilmu linguistik, banyak teori atau aliran
linguistik yang terus berkembang hingga saat ini. Aliran linguistik yang pertama kali muncul
dan sebagai awal dari aliran linguistik yang lainnya adalah Aliran Tradisional, teori ini
berdasarkan pola pemikiran secara filosofis yang bermula dari Plato dan Aristoteles yang kita
kenal sebagai filsof-filsof besar bangsa Yunani (Soeparno, 2002: 44). Sekitar abad XX atau
pada tahun 1916 lahirlah aliran bahasa struktural aliran tersebut lebih rinci. Metode tata
bahasa yang dikembangkan dikenal dengan transformational generatif grammar atau dikenal
dengan tata bahasa transformasi atau tata bahasa generatif. Tata bahasa kasus dalam
bidang tata bahasa, kasus atau kes bagi sesuatu kata nama atau kata ganti
nama menandakan fungsi dalam kalimat, tata bahasa bagi kata berkenaan dalam
sesuatu ungkapan atau klausa di dalam sebuah frasa atau klausa fungsi gramatis ini sebagai
contohnya adalah subjek dari kalimat, objek dari kalimat atau kepemilikan.
Walau semua bahasa melakukan pembedaan fungsi gramatis pada kata bendanya, kata
kasus biasanya merujuk kepada pembedaan fungsi gramatis yang dilakukan
pada morfologi kata bendanya atau dengan kata lain kata benda pada bahasa tersebut diubah
bentuknya untuk menunjukkan

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan teori case grammar ?

2. Apa saja tata bahasa kasus dalam teori tersebut?

3. Bagaimana contoh bahasa kalimat sederhana dalam tata bahasa kasus?

4. Bagaimana contoh kasus dalam bahasa melayu?


5. Bagaimana penyebab terjadi nya kesalahan berbahasa?

C. TUJUAN
1. Agar mahasiswa dan pembaca dapat memahami pengertian teori case grammar ( tata
bahasa kasus).

2. Agar mahasiswa dan pembaca dapat memahami tata bahasa kasus.

3. Agar mahasiswa dan pembaca dapat memahami contoh kalimat sederhana dilihat dari
kasus tata bahasa.

4. Agar mahasiswa dan pembaca dapat memahami bagaimana kasus dalam bahasa melayu.

5. Agar mahasiswa dan pembaca dapat memahami apa saja penyebab terjadi nya kesalahan
berbahasa.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian analisis teks grammar

Tata bahasa kasus terlahir


sebagai bentuk perluasan
dari tata bahasa transformasi
generatif. Fillmore
memandang bahwa terdapat
masalah pada tata bahasa
transformasi
generatif yang mana tata
bahasa itu tidak bisa
menjelaskan adanya peran
semantik frasa
nomina dalam hubungannya
dengan verba. Pada tata bahasa
transformasi generatif, masing-
masing kategori diberi label
frasa yang hanya memiliki
hubungan logika bentuk
serta
distribusi dengan kategori
yang lain di dalam suatu
kalimat. Tetapi, pada tata
bahasa kasus
setiap kategori diberi peran
semantic yang disebut sebagai
kasus. Tata bahasa ini terdiri
dari
dua konstituen, yakni
modalitas dan proposisi.
Modalitas memuat unsur
negasi, kala, aspek,
dan adverbial. Proposisi terdiri
dari sebuah verba yang disertai
dengan sejumlah kasus. Kasus
adalah hubungan antara verba
dengan nomina di dalam suatu
kalimat.
Tata bahasa kasus terlahir
sebagai bentuk perluasan
dari tata bahasa transformasi
generatif. Fillmore
memandang bahwa terdapat
masalah pada tata bahasa
transformasi
generatif yang mana tata
bahasa itu tidak bisa
menjelaskan adanya peran
semantik frasa
nomina dalam hubungannya
dengan verba. Pada tata bahasa
transformasi generatif, masing-
masing kategori diberi label
frasa yang hanya memiliki
hubungan logika bentuk
serta
distribusi dengan kategori
yang lain di dalam suatu
kalimat. Tetapi, pada tata
bahasa kasus
setiap kategori diberi peran
semantic yang disebut sebagai
kasus. Tata bahasa ini terdiri
dari
dua konstituen, yakni
modalitas dan proposisi.
Modalitas memuat unsur
negasi, kala, aspek,
dan adverbial. Proposisi terdiri
dari sebuah verba yang disertai
dengan sejumlah kasus. Kasus
adalah hubungan antara verba
dengan nomina di dalam suatu
kalimat.
Tata bahasa kasus terlahir
sebagai bentuk perluasan
dari tata bahasa transformasi
generatif. Fillmore
memandang bahwa terdapat
masalah pada tata bahasa
transformasi
generatif yang mana tata
bahasa itu tidak bisa
menjelaskan adanya peran
semantik frasa
nomina dalam hubungannya
dengan verba. Pada tata bahasa
transformasi generatif, masing-
masing kategori diberi label
frasa yang hanya memiliki
hubungan logika bentuk
serta
distribusi dengan kategori
yang lain di dalam suatu
kalimat. Tetapi, pada tata
bahasa kasus
setiap kategori diberi peran
semantic yang disebut sebagai
kasus. Tata bahasa ini terdiri
dari
dua konstituen, yakni
modalitas dan proposisi.
Modalitas memuat unsur
negasi, kala, aspek,
dan adverbial. Proposisi terdiri
dari sebuah verba yang disertai
dengan sejumlah kasus. Kasus
adalah hubungan antara verba
dengan nomina di dalam suatu
kalimat.
Dalam tata bahasa, kasus dari sebuah kata benda atau kata ganti menunjukkan fungsi tata
bahasanya di dalam sebuah frasa atau klausa. Fungsi gramatis ini sebagai contohnya adalah
subjek dari kalimat, objek dari kalimat atau kepemilikan. Walau semua bahasa melakukan
pembedaan fungsi gramatis pada kata bendanya, kata kasus biasanya merujuk kepada
pembedaan fungsi gramatis yang dilakukan pada morfologi kata bendanya atau dengan kata
lain kata benda pada bahasa tersebut diubah bentuknya untuk menunjukkan kasusnya.
Perubahan bentuk ini adalah sebuah deklinasi yang merupakan sebuah fleksi. Kasus
berhubungan, tetapi berbeda dengan peran tematis seperti agen dan pasien, walau beberapa
kasus dalam setiap bahasa umumnya berkorespondensi dengan peran tematis tertentu, kasus
adalah konsep sintaks dan peran tematis adalah konsep semantis.

Menurut Fillmore, (Via Parera, 188:118), “Kasus dalam tata bahasa kasus menunjukkan
hubungan semantik-sintaksis antara nomen dan Verbum dalam sebuah kalimat. Lain halnya
dengan kasus yang terdapat pada bahasa tradisional yang selalu dihubungkan dengan
perubahan morfemis”.

Tata bahasa kasus terlahir sebagai bentuk perluasan dari tata bahasa transformasi
generatif. Fillmore memandang bahwa terdapat masalah pada tata bahasa transformasi
generatif yang mana tata bahasa itu tidak bisa menjelaskan adanya peran semantik
frasa nomina dalam hubungannya dengan verba. Pada tata bahasa transformasi generatif,
masing-masing kategori diberi label frasa yang hanya memiliki hubungan logika
bentuk serta distribusi dengan kategori yang lain di dalam suatu kalimat. Tetapi, pada tata
bahasa kasus setiap kategori diberi peran semantic yang disebut sebagai kasus. Tata bahasa
ini terdiri dari dua konstituen, yakni modalitas dan proposisi. Modalitas memuat unsur
negasi, kala, aspek, dan adverbial. Proposisi terdiri dari sebuah verba yang disertai dengan
sejumlah kasus. Kasus adalah hubungan antara verba dengan nomina di dalam suatu kalimat.

Tarigan mengatakan bahwa tata bahasa kasus merupakan modifikasi pengertian dari tata
bahasa transformasi yang memperkenalkan kembali kerangka kerja konseptual hubungan-
hubungan kasus dari tata bahasa tradisional, tetapi memelihara serta mempertahankan suatu
perbedaan antara struktur dalam dan struktur permukaan dari tata bahasa generatif.

2. TATA BAHASA KASUS

Tata bahasa kasus pertama kali diperkenalkan oleh Charles J. Fillmore dalam karangannya
berjudul The Case for Case tahun 1968 (Chaer, 2003). Tata bahasa kasus merupakan suatu
modifikasi dari teori tata bahasa transformasi yang memperkenalkan kembali kerangka kerja
konseptual hubungan-hubungan kasus dari tata bahasa tradisional, tetapi memelihara serta
mempertahankan suatu pembedaan antara struktur dalam dan struktur permukaan dari tata
bahasa generatif, dengan catatan bahwa kata ‘dalam’ di sini mengandung pengertian
‘kedalaman semantik’ atau ‘semantic deep’ (Tarigan, 1989). Fillmore mengembangkan
gramatika kasus setelah melihat adanya masalah pada gramatika transformasi generatif.
Fillmore melihat adanya peran semantik pada nomina dalam hubungannya dengan verba
yang tak dapat diterangkan oleh gramatika transformasi generatif. Pada gramatika
transformasi generatif, masing-masing kategori yang diberi label frasa hanya mempunyai
ikatan logika bentuk dan distribusi dengan kategori lain dalam sebuah kalimat, seperti frasa
benda (FB) dengan frasa verba (FV), frasa perba (FB) dengan frasa nomina (FN), frasa benda
(FB) dengan frasa adverbia (FA), dan frasa perba (FB) dengan frasa depan (FD). Gramatika
kasus sebagai perluasan dari gramatika transformasi generatif menetapkan masing-masing
kategori diberi peran semantis (semantic role) yang disebut kasus (case). Struktur dalam
sebuah kalimat menurut gramatika kasus berbeda dengan yang ada pada teori standar yang
diperluas (EST). Pada gramatika kasus, struktur dalam sebuah kalimat terdiri dari dua
konstituen, yaitu modalitas dan proposisi. Fillmore (dalam Chaer, 2003) menyatakan bahwa
modalitas yang biasa berupa unsur negasi, kala, aspek, dan adverbia; dan proposisi terdiri atas
sebuah verba disertai dengan sejumlah kasus. Perhatikan bagan berikut ini.

Kalimat

Modalitas

Proposisi
Verba Kasus 1 Kasus ² kasus3

Negasi

Kala

Aspek

Adverbia

Yang dimaksud dengan kasus dalam teori ini adalah hubungan antara verba dengan nomina.
Verba di sini sama dengan predikat, sedangkan nomina sama dengan argumen dalam teori
semantik generatif. Hanya dalam teori ini diberi label kasus. Misalnya,dalam kalimat bahasa
Inggris John opened the door with the key, argumen1 John berkasus ‘pelaku’, argumen2 door
berkasus ‘tujuan’, dan argumen3 key berkasus ‘alat’ . Perhatikan bagan berikut

Kalimat

Modalitas Proposisi

Kala - past
Verb - open

Pelaku – jhon

Tujuan – door

Alat - key

.......... X, Y , Z

Tanda --- dipakai untuk menandai posisi verba dalam struktur semantis, sedangkan X, Y,
adalah argumen yang berkaitan dengan verba atau predikat itu yang biasanya diberi label
kasus. Makna kalimat di atas adalah berikut ini. OPEN, + [ --- A, I, O] A = Agent, pelaku I
= Instrument, alat O = Object, tujuan Fillmore (Samsuri, 1978: 341) menjelaskan posisinya
lebih lanjut tentang gagasan kasus batin sebagai dasar untuk menerangkan berbagai fungsi
(frasa) nomina dalam kalimat-kalimat. Dalam karangannya Some Problems for Case
Grammar (1971: 35), Fillmore membicarakan berbagai masalah dalam kategorisasi kasus,
dan memberikan saran pemecahannya. Dia juga mengeluarkan dua prinsip dalam
menghadapi pemecahan masalah itu, yaitu (1) bahwa hanya terdapat satu kasus bagi
tiap(frasa) nomina dalam sebuah klausa; dan (2) bahwa jika kita ambil sebuah predikator,
yang secara intuitif dilihat sebagai memberikan fungsi-fungsi semantik kepada (frasa)
nomina-(frasa) nomina yang terdapat pada posisi sintaktik tertentu terhadap predikator itu,
mestilah ada suatu batas dalam menggolong-golongkan fungsi semantik itu. Pada mulanya
Fillmore (dalam Yasin, 1991: 49) membedakan kasus-kasus atas pelaku (agentive),alat
(instrumental), datif (dative), faktitif (factitive), tempat (locative), dan objektif
(objective).Kemudian pada tahun 1971 Fillmore mengadakan perubahan pada pembedaan
kasus-kasus, yang mulanya dibagi atas enam kasus setelah dikembangkan menjadi 10 kasus.
Di dalam daftar kasus yang baru kasus ‘datif’ dan ‘faktitif’ tidak dimunculkan lagi, namun
keduanya digantikan penamaannya dengan kasus ‘yang mengalami’ dan kasus ‘tujuan’.
Daftar baru kasus-kasus tersebut adalah sebagai berikut :

I = Agentif TJ = Tujuan

P = Experiens TP = Tempat
I = Instrumen WK = Waktu

O = Objektif PNY = Penyerta

S = Sumber BEN= Benefaktif Hubungan logis antara verba dengan frasa benda

ditandai dengan preposisi seperti berikut.

OPEN, + [ --- A, I, O]

A = Agent, pelaku

I = Instrument, alat

O = Object, tujuan

Fillmore (Samsuri, 1978: 341) menjelaskan posisinya lebih lanjut tentang gagasan kasus batin
sebagai dasar untuk menerangkan berbagai fungsi (frasa) nomina dalam kalimat-kalimat.
Dalam karangannya Some Problems for Case Grammar (1971: 35), Fillmore membicarakan
berbagai masalah dalam kategorisasi kasus, dan memberikan saran pemecahannya. Dia juga
mengeluarkan dua prinsip dalam menghadapi pemecahan masalah itu, yaitu (1) bahwa hanya
terdapat satu kasus bagi tiap (frasa) nomina dalam sebuah klausa; dan (2) bahwa jika kita
ambil sebuah predikator, yang secara intuitif dilihat sebagai memberikan fungsi-fungsi
semantik kepada (frasa) nomina-(frasa) nomina yang terdapat pada posisi sintaktik tertentu
terhadap predikator itu, mestilah ada suatu batas dalam menggolong-golongkan fungsi
semantik itu. Pada mulanya Fillmore (dalam Yasin, 1991: 49) membedakan kasus-kasus atas
pelaku (agentive),alat (instrumental), datif (dative), faktitif (factitive), tempat (locative), dan
objektif (objective).Kemudian pada tahun 1971 Fillmore mengadakan perubahan pada
pembedaan kasus-kasus, yang mulanya dibagi atas enam kasus setelah dikembangkan
menjadi 10 kasus. Di dalam daftar kasus yang baru kasus ‘datif’ dan ‘faktitif’ tidak
dimunculkan lagi, namun keduanya digantikan penamaannya dengan kasus ‘yang
mengalami’ dan kasus ‘tujuan’.

3. Contoh analisis bahasa kalimat sederhana dilihat dari kasus kasusnya

beberapa contoh analisis bahasa kalimat sederhana yang mana akan dilihat kasus-kasusnya (
Suparnis, 2008 ) adalah:
a. Kasus Agentif ( A ) = seperti Tarigan ( di dalam Suparnis, Fillmore, 2008 ) Kasus
agentif adalah kasus yang secara kusus ditujukan bagi makhluk hidup ( yang bernyawa ) yang
merasakan hasutan tindakan yang diperkenalkan oleh verba . contoh : ‘ Marta memangkas
bunga mawar ’, kata ‘ Marta ‘ di sini menunjukkan ia sebagai agentif dalam kalimat.

b. Kasus Experience ( P ) = kasus yang mengalami berbeda dengan kasus pelaku


walaupun verba yang ada di dalam predikat adalah verba yang sama. Contoh : ‘ Budi
mendengar suara aneh ’. Budi yang mengalami kasus.

c. Kasus Instrumen ( I ) = kasus yang menjadi alat/ instrumental ialah kasus yang
berkekuatan tidak hidup / tidak bernyawa atau objek yang secara kausal terlibat di dalam
tindakan atau keadaan yang diperkenalkan oleh verba. Contoh : ‘ John open the door by a
key ‘.

d. Kasus Objektif ( O ) = adalah kasus yang secara semantis paling netral, kasus dari
segala sesuatu yang dapat digambarkan atau diwakili oleh sesuatu nomina yang peranannya
di dalam tindakan atau keadaan diperkenalkan oleh interpertasi semantik verba itu sendiri.
Contoh: ‘ Ali membunuh ular ’.

e. Kasus Sumber ( S ) = merupakan sumber atau penyebab terjadinya proses atau kegiatan
atau keadaan yang dinyatakan oleh verba. Contoh : ‘ Hayati mengecewakan aku ’

f. Kasus Tujuan ( TJ ) = diartikan sebagai arah dari suatu kegiatan yang dinyatakan oleh
verba. Contoh : ‘ Jack menulis surat kepada John ’

g. Kasus Lokatif (L ) = kasus yang memperkenalkan lokasi, tempat, ( atau letak ) ataupun
orientasi ruang/ spasi atau tindakan yang diperkenalkan oleh verba. Contoh : ‘ Anita
mengajar di Aceh ’

h. Kasus Waktu ( WK ) = waktu yang terpakai atau diduduki oleh suatu proses, kegiatan,
atau keadaan, yang dinyatakan oleh verba. Contoh : ‘Tuti datang kemarin’

i. Kasus Penyerta ( PNY ) = frasa benda yang mempunyai hubungan konjugatif dengan
frasa benda yang lain, yang ditandai dengan propososo ‘ dengan ‘, ‘ bersama ‘ dan
sebagainya. Contoh : ‘ MS main catur dengan Latief ’ dan MS bersama Latief bermain catur
‘, kata ‘ Latief ‘ merupakan kasus penyerta.
j. Kasus Benefaktif ( BEN ) = nomina atau frasa nomina yang mengacu kepada orang
atau binatang yang memperoleh keuntungan dari tindakan verba. Contoh di dalam bahasa
Indonesia ‘ ibu memberikan kepada adik ‘, kata adik menunjukkan kata benefaktif. Kasus
benefaktif mempunyai ciri [+ hidup ]. Kasus yang ditujukan bagi makhluk hidup ( yang
bernyawa ) yang memperoleh keuntungan dari tindakan yang diberikan oleh verba. Contoh :
‘ Jack opened the door for Paul ’ kata ‘ Paul ‘ menunjukkan kasus benefaktif.

4. Penggunaan tata bahasa kasus dalam bahasa melayu

Kasus tata bahasa jarang sekali dibincangkan dalam pengajian bahasa Melayu, namun
wujudnya penggunaan kasus yang mengubah bentuk kata nama dalam bahasa Melayu.

Misalnya: kata ganti nama "(d) aku", "kamu" dan "dia" digabungkan di akhir perkataan
"rumah" bertukar menjadi bentuk kasus milik yaitu "-ku", "-mu" dan "-nya", maka
membentuk kata terbitan "rumahku", "rumahmu" dan "rumahnya", serupa dengan kasus
genitif yang dibincangkan tadi.

Contoh : Bahasa Latin

Berikut ialah contoh infleksi kasus dalam bahasa Latin, menggunakan berbagai bentuk
mufrad untuk perkataan yang berarti "pelaut", yang tergolong dalam deklensi pertama bahasa
Latin.

· Nauta (nominatif) "pelaut" [sebagai subjek] (cth. Nauta ibi staf pelaut berdiri di sana)

· Nautae (genitif) "milik pelaut" (cth. nomen nautae est Claudius nama pelaut itu
Claudius)

· Nautae (datif) "untuk/kepada pelaut" [sebagai objek tak langsung] (cth. nautae donum
dedi Kuberikan hadiah kepada pelaut.

· Nautam (akusatif) "pelaut" [sebagai objek langsung] (cth.nautam vidi Kulihat pelaut)

· Nauta (ablatif) "dari/dengan/di/oleh pelaut" [pelbagai guna yang tidak dibincangkan di


atas] (cth. sum altior nautā Saya lebih tinggi dari pelaut).

5. Penyebab terjadi nya kesalahan berbahasa


Menurut Brown (1981: 113), terdapat empat sumber kesalahan bahasa, yaitu transfer
interlingual, transfer intralingual, Konteks Pembelajaran dan Strategi Komunikasi.

(a) Transfer Interlingual (Interlanguage Transfer)

Transfer interlingual disebabkan oleh interferensi bahasa ibu. Kesalahan ini biasanya terjadi
pada tahap awal pembelajaran bahasa dimana para pembelajar belum familiar dengan tata
bahasa yang baru. Tata bahasa ibu adalah satu-satunya yang dimiliki oleh para pembelajar
sehingga tata bahasa tersebut terkadang digunakan untuk menyusun kalimat dalam bahasa
asing yang dipelajari.

(b) Transfer Intralingual (Intralanguage Transfer)

Transfer Intralingual disebabkan oleh bahasa target yang sedang dipelajari oleh para
pembelajar. Kesalahan ini biasanya juga terjadi pada tahap awal pembelajaran. Kesalahan ini
menunjukkan bahwa para pembelajar mengalami perkembangan dalam proses
pembelajarannya.

(c) Konteks Pembelajaran (Context of Learning)

Kesalahan ini diakibatkan oleh tidak adanya tutor atau pengajar dalam suatu proses
pembelajaran. Jadi para pembelajar menafsirkan sendiri apa yang telah mereka pelajari
sendiri. Hal ini berbahaya dan sering mengakibatkan salah penafsiran dan terjadinya
kesalahan-kesalahan.

(d) Strategi Komunikasi (Communicative Strategy)

Dalam menyampaikan gagasannya, terkadang para pembelajar menggunakan cara yang


berbeda-beda. Cara-cara ini terkadang bisa diterima, tapi juga terkadang tidak bisa diterima
oleh penerima pesan. Hal ini akan menyebabkan miskomunikasi.

E. KESIMPULAN

Tata bahasa kasus lahir sebagai perluasan dari tata bahasa transformasi generatif, Fillmore
sebagai pencetus tata bahasa kasus melihat ada masalah pada tata bahasa transformasi
generatif, yaitu tata bahasa tersebut tidak dapat menjelaskan adanya peran semantik frasa
nomina dalam hubungannya dengan verba. Pada tata bahasa transformasi generatif masing-
masing kategori yang diberi label frasa yang hanya mempunyai hubungan logika bentuk dan
distribusi dengan kategori lain dalam sebuah kalimat. Namun tata bahasa kasus setiap
kategori diberi peran semantis yang disebut kasus. Pada tatabahasa kasus sebuah kalimat
terdiri atas dua konstituen, yaitu modalitas dan proposisi. Modalitas mencakup unsur negasi,
kala, aspek, dan adverbia, sedangkan proposisi terdiri atas sebuah verba disertai dengan
sejumlah kasus. Kasus merupakan hubungan antara verba dengan nomina dalam sebuah
kalimat. Kasus-kasus yang muncul pada tata bahasa kasus adalah kasus pelaku (A), kasus
mengalami (P), kasus alat (ALT), kasus objek (O), kasus sumber (S), kasus tujuan (TJ), kasus
tempat (TP), kasus waktu (WK), kasus penyerta (PNY), dan kasus benefaktif (BEN).

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai