Anda di halaman 1dari 11

URGENSI AMANDEMEN KE 5 UUD 1945 TERKAIT GAGASAN PERPANJANGAN

MASA JABATAN EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF SERTA PEMINDAHAN IBU KOTA


NEGARA INDONESIA
Andika. ZR, Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Riau,
NPM: 211022197
Email: zrandika7@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menelaah mengenai sejauh mana urgensi perubahan
atau amandemen terhadap UUD 1945 terkait gagasan perpanjangan masa jabatan Eksekutif dan
Legislatif serta pemindahan ibu kota negara Indonesia, yang sarat dengan kepentingan politik
para pemangku jabatan politik, dan jauh dari kebutuhan dan kepentingan masyrakat serta
memberikan dampak yang luar biasa dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Metode
penelitian hukum digunakan dalam penelitian ini ialah metode penelitian yuridis – normative,
didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder. Penelitian ini menyimpulkan sejauh mana
urgensi UUD 1945 sebagai dasar negara dapat di ubah untuk yang kelima kalinya terkait dengan
gagasan perpanjangan masa jabatan eksekutif dan legislatif menjadi tiga periode, dan
pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan, yang kesemuanya ini dinilai suatu upaya para elit
politik dalam memperpanjang dan mempertahankan masa jabatannya.
Kata Kunci: urgensi amandemen UUD 1945, perpanjangan masa jabatan eksekutif dan
legislatif, pemindahan ibu kota negara.

1. Pendahuluan
a. Latar Belakang Masalah
Undang – Undang Dasar 1945 adalah dasar negara Indonesia yang menjadi
landasan dasar bagi negara Indonesia dalam bernegara, yang mana didalam Undang –
Undang Dasar 1945 itu terkodifikasi aturan – aturan yang bersifat prinsip dalam
bernegara, salah satunya diatur mengenai pemisanhan kekuasan yang sejalan dengan
teori montesque yang dikenal dengan trias politica yaitu legislatif (kekuasaan
perundang - undangan), eksekutif (kekuasaan pelaksanaan), yudikatif (kekuasan
peradilan) 1 yang kesemuanya itu berfungsi untuk mengawasi satu sama lainnya atau
yang di sebut dengan check and balances.
Di dalam pasal 37 Undang – Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa dasar negara
atau Undang – Undang Dasar 1945 ini dapat dilakukan perubahan, dengan syarat
harus di hadiri oleh sekurang - kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis

1
Haris Padli, Pengaturan Masa Jabatan Presiden Suatu Upaya Menegakan Prinsip Konstitusionalisme Di
Indonesia, Jurnal Kertha Semaya, Vol. 9 No. 10 Tahun 2021, hlm. 1796.
1
Permusyawaratan Rakyat dan putusan di ambil dengan persetujuan sekurang –
kurangnya 2/3 jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat yang hadir. 2
Ini membuktikan bahwa secara konstitusional hal tersebut memang dibenarkan
oleh Undang – Undang Dasar 1945, namun yang menjadi permasalahannya ialah
bukan persoalan konstitusional atau tidaknya tindakan untuk merubah Undang –
Undang Dasar 1945 tersebut, tetapi lebih kepada alasan mendasar kenapa Undang –
Undang Dasar 1945 itu harus dilakukan amandemen.
Jika dikaitkan dengan sejarah terjadinya perubahan terhadap Undang – Undanga
Dasar 1945 pada masa lalu pernah dilakukan sebanyak 4 (empat) kali, yang menjadi
alasan utamanya menurut DPR RI pada tahun 2009 ialah karena konstitusi itu atau
Undang – Undang Dasar 1945 itu dianggap sudah ditinggalkan oleh zamannya, sudah
tidak sesuai lagi dengan kebutuhan rakyat yang membuatnya. 3 Inilah salah satu alasan
bagi para elit politik dalam memunculkan gagasan terkait amandemen Undang –
Undang Dasar 1945 tersebut.
Jika kita perhatikan pada saat sekarang ini konten yang paling berpotensi diubah
itu ialah pada pasal 7 UUD 1945 terkait dengan pembatasan masa jabatan Presiden
dan Wakil Presiden. Jika dikorelasikan dengan alasan perkembangan zaman hal ini
belum termasuk sesuatu yang patut untuk diubah atau di amandemen.
Memang amandemen ini adalah dinamika politik dan hukum didalam kita
bernegara menjadi suatu hal yang tak dapat kita hindari, maka terkait hal ini ada hal-
hal yang lebih bersifat subtantif untuk di amandemen, seperti penguatan Komisi
Yudisial dalam pegawasannya terhadap seluruh hakim di Indonesia, serta Lembaga
DPD yang selama ini dianggap seperi “macan ompong” yaitu lembaga negara yang
perannya selalu dipertanyakan dalam hal pembuatan regulasi negara.
Pada negara yang menganut sistem pemerintahan presidensil, Presiden
mempunyai peran yang sangat menonojol, Indonesia dalam Undang – Undang Dasar
1945 menetapkan sistem presidensial yang dianut didalam menjalankan pemerintahan
yang ditegaskan melalui pasal 4 ayat 1 Undang – Undang Dasar 1945 yang
menyatakan “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
menurut Undang – Undang Dasar”4. Menurut Prof. Abu Daus Busroh, pemerintah

2
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5842641/pasal-37-uud-1945-begini-5-aturan-perubahan-undang-undang-
dasar. Diakses pada 1 April 2021, pukul 12:03 WIB.
3
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=685:perubahan-undang-
undang-dasar-antara-harapan-dan-kenyataan. Diakses pada 1 April 2022, pukul 12:13 WIB.
4
https://www.dpr.go.id/jdih/uu1945. Diakses pada 1 April 2022, pukul 15:22 WIB.
2
dengan sistem presidensil ini memiliki ciri adanya pemisahan yang tegas antara badan
Legislatif (parlemen) dengan Eksekutif (Presiden) dan juga dengan Yudikatif
(peradilan), menurut bentuk pemerithan seperti ini Presinden sebagai kepala negara
sekaligus sebagai kepala Pemerintahan (Eksekutif), Presiden bukan dipilih oleh
Parlemen tetapi Presiden beserta Parlemen sama – sama dipilih langsung oleh rakyat
melalui suatu pemeilihan umum. Kedua lembaga ini melaksanakan tugasnya sesuai
dengan ketentuan konstitusi dan berakhir pada masa jabatannya. 5 Hal ini
menunjukkan bahwa Presiden selaku lembaga Eksekutif dan DPR selaku lembaga
Legislatif memiliki peranan yang cukup signifikan yang dalam sistem presidensil hal
ini memang harus diberi batasan terhadap masa jabatannya agar terhindar dari Abuse
of Power dan bisa melakukan regerasi didalam melaksanakan pemerintahan.
Jika sekilas kita menilik kembali sejarah UUD 1945 sebelum dilakuka
amandemen memang tidak ada yang menegaskan bahwa jabatan Presiden maksimal
hanya diperbolehkan 2 periode. Namun hal ini jika kita lihat dari karaktersitik dari
pada UUD 1945 sebelum dilakukan amandemen sebagai mana yang dijelaskan oleh
Soepomo yang menyatakan bahwa “Yang sangat penting dalam pemerintahan dan
dalam hidup Negara, ialah semangat, semangat para penyelenggara Negara,
semangat para Pemimpin pemerintahan”. 6 Dengan berlandasakan pada semangat saja
dalam penyelengaraan negara tentu menjadi hal yang wajar UUD 1945 sebelum
dilakukan amandemen tidak mencantumkan pembatasan masa jabatan Presiden.
Karena beranggapan semangat dan moralitas dalam penyelenggaraan negara yang
dimiliki Presinden maka dengan sendirinya Presiden dapat menentukan kapan ia
harus berhenti dari masa jabatannya.
Meskipun begitu, perkembangan dalam ketatanegaraan menuntut adanya
pembatasan terhadap masa jabatan Eksekutif dan Legislatif, sebagai bentuk
perwujudan kepastian hukum didalm sebuah negara hukum. Apalagi jika kita kaitkan
dengan isu politik yang dewasa ini sedang hangat untuk diperbincangkan yaitu
pemindahan ibu kota negara yang disebut IKN (Ibu Kota Nusantara) yang dituangkan
dalam UU No. 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, dan disandingkan dengan isu
perpanjangan masa jabatan Eksekutif dan Legislatif yang dalam hal ini yang menjadi
sorotan utamanya ialah Presiden (Eksekutif). Maka amandemen UUD 1945 menjadi

5
Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, Bumi Aksara, Jakarta, 2017, hlm. 63.
6
Sistem Penyelenggaraan Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945 (mkri.id). Di Akses pada 2 April 2022, pukul 16:04
WIB.
3
satu – satunya upaya yang harus ditempuh bagi para elite politik. Berdasarkan
pemikiran tersebut penulis tertarik untuk melakukan analisis terhadap urgensi dari
amandemen UUD 1945 jika dikaitkan dengan gagasan pemindahan Ibu Kota Negara
dan perpanjangan masa jabatan Eksekutif dan Legislatif.

b. Rumusan Masalah

Bagaimanakah potensi terjadinya amandemen terhadap UUD 1945 terkait


gagasan perpanjangan masa jabatan Eksekutif dan Lelgislatif ?

Bagaimanakah urgensi amandemen UUD 1945 terkait gagasan perpanjangan


masa jabatan Eksekutif dan Legislatif, jika dilihat dari perspektif filsafat hukum dan
sejarah hukumnya ?

c. Tujuan Penulisan
Mengkaji dan menganalisis potensi terjadinya amandemen terhadap UUD
1945 terkait gagasan perpanjangan masa jabatan Eksekutif dan Lelgislatif ?

Mengkaji dan menganalisis urgensi amandemen UUD 1945 terkait gagasan


perpanjangan masa jabatan Eksekutif dan Legislatif, jika dilihat dari perspektif
filsafat hukum dan sejarah hukumnya ?

2. Metode Penelitian

Metode dalam penelitian ini adalah penelitian ini dalah yuridis – normatif. Objek
penelitian dalam penelitian in adalah undang – undangan dan aturan yang mengatur
mengenai masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden serta aturan mengenai pemindahan
Ibu Kota Negara. Pendekatan pada penelitian ini adalah undang-undang dan pendekatan
konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang
dalam ilmu hukum. Penelitian ini bersumber dari bahan hukum primer dan didukung
dengan bahan hukum sekunder serta bahan hukum tersier. Penelitian ini melakukan
pengkajian dan analisi terhadap potensi dan urgensi amandemen UUD 1945 terkait
gagasan perpanjangan masa jabatan Eksekutif dan Legislatif dilihat dari perspektif
filsafat hukum dan sejarah hukumnya. Dengan menggunakan bahan hukum sekunder

4
berupa buku, jurnal, artikel dan literature lainnya yang berkaitan dengan permasalahan
yang dibahas.

3. Hasil dan Pembahasan


a. Potensi Terjadinya Amandemen Terhadap UUD 1945 Terkait Gagasan
Perpanjangan Masa Jabatan Eksekutif Dan Lelgislatif

Negara yang menganut sistem pemerintahan presidensil tentu sudah mengetahui


konsekuensi yuridis dari sisntem ini ialah menjadikan Presiden sebagai pemeran utama
dalam menjalnkan kegiatan bernegara. Seperti halnya menjalankan realisasi angaran nasional
atau yang disebut dengan APBN sampai kepada mengesahkan pejabat tinggi pimpinan pada
suatu lembaga negara, semua hal itu ditentuakan oleh Presiden. Maka kita tidak heran para
elit politik maupun koloninya terus mengusungkan gagasan perpanjangan masa jabatan
Presiden

Adanya anggapan bahwa jika diserahi atau diletakkan kekuasaan Presiden pada masa
itu maka pelaksanaan program pemerintah yang sudag berjalan akan terhambat. Ini
menjadikan alasan Presiden yang kerap kali dalam menjalankan kekuasan tanpa batas.
Gagasan tersebut seringkali dijadikan alasan untuk membungkam para kelompok yang selalu
mengkritisi masa jabatan Presiden. Sebagaimana yang dikutip Laica Marzuki dalam buku
Jean Bodin (1530 – 1596) dalam bukunya, Les six livres de la Republique (1576) halaman
122 – 128, memandang kedaulatan negara sebagai la puissance absolue yang tidak terputus-
putus, kepunyaan republik, sedangkan orang-orang latin menyebutnya maiestatum, yakni
kekuasaan terbesar guna memerintah (= la plus grande puissance de commander).7 Pendapat
Jean Bodin ini seringkali dijadikan dalil bahwa kedaulatan negara tersebut dikaitkan dengan
pelaksanaan kekuasan seorang Presiden dalam sebuah negara dengan bentuk Republik.
Dengan ungkapan lain negara dengan bentuk ini menempatkan Presiden sebagai peran
sentral dalam menjalankan sebuah negara.

Pendapat seperti diatas tidak sepenuhnya benar, karena jika kita mengacu pada teori
Trias Politika murni maka kekuasaan Presiden hanya terbatas pada kekuasaan dalam
melaksanaakan undang – undang saja (Eksekutif). Namun pada perkembangannya teori Trias
Politika mengalami pergeseran pada pembagian kekuasaannya dan konsep chek and
balances pada pembagian kekuasaannya.

7
M. Laica Marzuki, Konstitusi dan Konstitusionalisme, Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 4, Agustus 2010, hlm.
2.
5
Ujung – ujungnya hal tersebut membuat perubahan dalam praktek menjalankan teori
Trias Politika itu dalam sebuah negara. Dimana Presiden sebagai pemegang kekuasana
Eksekutif namun tetap bisa menjalankan kekuasaan lainnya, seperti kekuasana pembentukan
undang – undang yang pada dasarnya itu ialah kewenangan dari Lembaga Legislatif sebagai
Lembaga utama dalam pembentukan undang – undang. Model dari konsepsi trias politica
dengan adanya check and balances ini lebih dikenal dengan distribution of power atau
pembagian kekuasaan dengan lawannya sparation of power atau pemisahan kekusaan, yaitu
penerapan trias politica yang kaku.8 Ini menunjukkan bawa Presiden memiliki kewenangan
lain selain melaksanakan undang – undang yiatu Presiden dalam kewenanganya memiliki
fungsi penegakan hukum dan fungsi legislasi.

Di Negara Indonesia menurut UUD 1945, President adalah kepala negara sekaligus
kepala pemerintahan. Presiden sebagai kepala pemerintahan memiliki kewenangan untuk
mengangkat dan memberhentikan Menteri – Menteri serta pembentukan kabinet (Pasal 7 ayat
(1) dan ayat (2)). Sementara itu, Presiden sebagai kepala negara memegang kekuasaan untuk
(i) menjadi Panglima Tertinggi Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara; (ii)
menyatakan perang, membuat perdamaian, dan menandatangani perjanjian dengan negara
lain (Pasal 11); (iii) menyatakan keadaan darurat (Pasal 12); (iv) mengangkat duta besar dan
konsul, dan menerima suratsurat kepercayaan duta besar sahabat (Pasal 13); dan (v) memberi
gelar, tanda jasa, dan tanda-tanda kehormatan lainnya (Pasal 15). Kekuasaan Presiden di atas,
tidak memerlukan persetujuan atau konfirmasi lain dari cabang-cabang kekuasaan lainnya,
kecuali untuk kekuasaan menyatakan perang, membuat perdamaian dan menandatangani
perjanjian internasional diharuskan dengan persetujuan DPR (Pasal 11).9 Hal ini
menunjukkan begitu besarnya peran Presiden, sehingga menjadi suatu hal yang dinilai wajar
pada saat amandemen terdahulu dicantumkan adanya pemabatasan masa jabatan Presiden.
Dengan begitu besar dan luasanya kewengan dari Presiden ini maka wajar saja jika Presiden
dan para partai poltik koalisinya di parlemen selalu mencari celah dan cara untuk bisa
melanggenkan jabatannya dengan dalih jika bukan mereka lagi yang menjabat maka program
yang sedang berjalan akan tertunda, bahkan hal ini jika kita kaitkan denga program
pemerintah tentang pemindahan Ibu Kota Negara yang sudah disahkan melalui UU No.3
tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara yang diberi nama Ibu Kota Nusantara yang baru baru ini
8
Cipto Prayitno, Analisis Konstitusionalitas Batasan Kewenangan Presiden dalam Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Jurnal Konstitusi, Volume 17, Nomor 3, September 2020, hlm. 463.
9
Chrisdianto Eko Purnomo, Pengaruh Pembatasan Kekuasaan Presiden Terhadap Praktik Ketatanegaraan
Indonesia, Jurnal Konstitus (Pra20) (Pur10; https://tirto.id/amandemen-uud-1945-dilakukan-4-kali-sejarah-
perubahan-pasal-f7Cw, n.d.)i, Volume 7, Nomor 2, April 2010, Hlm. 169.
6
dikabarkan bahwa para Investornya mengundurkan diri satu – persatu hal ini semakin
memperjelas motif Presiden (Eksekutif) dan DPR (Legislatif) untuk terus memperpanjang
masa jabatannya

Seperti yang dikutip dari Suara.com ungkapaan oleh Mardani Ali Sera, Mardani
menilai proyek IKN Nusantara memang tidak jelas sentimen ekonominya. Ia
mengingatkan pemerintah untuk menghitung beban ekonomi proyek IKN Nusantara
jika tetap memaksa melakukan pembangunan besar-besaran. Permasalahan itu juga
masih ditambah dengan adanya isu perpanjangan masa jabatan presiden yang
berhembus kencang. Wacana itu dinilai semakin membuat investor ragu mengamb il
sikap dalam berinvestasi di IKN Nusantara. Investor dinilai takut jika
proyek IKN Nusantara sampai mangkrak dan tidak dilanjutkan, sehingga akan memicu
kerugian yang besar.
“Belum lagi risiko politik dari proyek pembangunan IKN, seperti belakangan
ada kegaduhan mengenai perpanjangan masa jabatan presiden,” ucap Mardani.

“Hal tersebut bisa membuat investor memilih wait and see karena dinamika
politik dapat membuat proyek terhenti di tengah jalan,” tandasnya.

Sebagai informasi, dua konsorsium yang menjadi investor pembangunan


megaproyek Ibu Kota Negara Nusantara dikabarkan menyusul jejak SoftBank. Mereka
batal membenamkan dananya untuk mengembangkan pusat pemerintahan baru di
Pulau Kalimantan tersebut. 10

Dengan mundurnya beberapa investor pada proyek pembangunan IKN tersebut


tentu pemerintah semakin memutar otak untuk mencari celah memperpanjang masa
jabatannya guana terlaksananya proyek IKN ini yang dinilai sebagai proyek yang
ambisius dan membebani keuangan negara.

Seperti dikutip dari Institut for Development Economics and Finance atau yang
disingkat dengan Indef Direktur Riset Indef Berly Martawardaya menilai bahwa sedikit
banyak, pembangunan IKN akan memakan biaya dari anggaran pendapatan dan belanja
negara (APBN). Kas negara akan semakin terserap jika tanpa adanya investor yang masuk ke
proyek ambisius itu. Dia pun menilai bahwa jika pemerintah ingin menyelamatkan keuangan
negara, maka baiknya tunda proyek pemindahan ibu kota. Terlebih, kondisi Indonesia masih
menghadapi dampak sangat besar dari pandemi Covid-19. "Cara paling komprehensif supaya
IKN tidak bebani APBN ya setop proyek IKN. Tuntas kan. Nol beban ke APBN," ujar Berly,

10
https://www.suara.com/news/2022/03/29/160637/investor-ikn-mulai-mundur-politisi-pks-blak-blakan-bilang-
begini-ke-pemerntah. Di Akses pada 4 April 2022 pukul 10:45WIB
7
Minggu(13/3/2022).11

jika kita lihat dari dinamika yang terjadi di Pemerintah dan DPR isu untuk
memperpanjang masa jabatan Eksekutif dan Legislatif makin mencuat apalagi dengan
ungkapan Presiden Joko Widodo terkait hal tersebut beliau menyatakan "Siapa pun
boleh-boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan
presiden, menteri atau partai politik, karena ini kan demokrasi," jelas Kepala Negara. "Bebas
aja berpendapat. Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan semuanya harus tunduk dan taat pada
konstitusi,"tambahnya. 12

Hal ini menunjukkan bahwa pernyataan Presiden Joko Widodo tersebut secara tersirat
menegaskan bahwa beliau memang menginginkan penundaan pemilu atau perpanjangan
masa jabatannya. Karna dengan ungkapan "Siapa pun boleh-boleh saja mengusulkan wacana
penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, menteri atau partai politik,
karena ini kan demokrasi," ini mengindikasaikan beliau memang menginginkan amandemen
UUD 1945 terkait penunadaan pemilu ataupun perpanjangan masa jabatan Presiden.
Sementara ungkapan "Bebas aja berpendapat. Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan
semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi," ini menunjukkan jika hal tersebut sudah
dilakukan amandemen maka kita wajib tunduk dan patuh dalam pelaksanaan nya.

Namun menurut Jimly Asshiddiqie perubahan UUD idealnya diperuntukkan bagi


kepentingan besar dan jangka panjang. Dia mencontohkan, amendemen UUD untuk
menghidupkan kembali garis-garis besar halauan negara (GBHN). "Itu saja enggak mungkin
sekarang ini. Apalagi untuk urusan kepentingan jangka pendek atau memperpanjang
kepentingan sendiri," ujar Jimly Ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (8/03/2022).13

Menurutnya hal itu tidak masuk akal dan tidak mungkin, dan kalau dipaksakan bisa
rebut, karna itu berarti penghianatan pada negara, dan apabila segala cara amandemen UUD
1945 dilakukan, Jimly mengingatkan akan potensi impeachment atau pemakzulan terhadap
Presiden. Dari pendapat Jimly Asshaddiqie tersebut dinilai bahwa potensi terjadinya
amandemen terhadap UUD 1945 terkait perpanjangan masa jabatan Eksekutif dan Legislati
memiliki peluang yang sangat kecil, karna hal tersebut dipandang sebagai suatu tindakan
yang menghianati konstitusi.

11
https://ekonomi.bisnis.com/read/20220314/10/1510193/setop-proyek-ikn-indef-opsi-tepat-untuk-amankan-apbn.
Di Akses pada 4 April 2022, pukul 11:03.
12
https://nasional.kompas.com/read/2022/03/08/12333751/jimly-jabatan-presiden-diperpanjang-lewat-
amendemen-uud-1945-pengkhianatan?page=all. Di akses pada 4 April 2022, pukul 15:28 WIB
13
https://nasional.kompas.com/read/2022/03/08/12333751/jimly-jabatan-presiden-diperpanjang-lewat-amendemen-
uud-1945-pengkhianatan?page=all. Di Akses pada 4 April 2022, pukul 17:03 WIB
8
b. urgensi amandemen UUD 1945 terkait gagasan perpanjangan masa jabatan
Eksekutif dan Legislatif Dilihat dari perspektif filsafat hukum dan sejarah
hukumnya

Di Indonesia dapat ditelusuri dari konstitusi atau undang-undang dasar yang


digunakan. Pada saat berlakunya UUD 1945 pada periode awal berdirinya Negara
Indonesia dimaksudkan sebagai konstitusi yang bersifat sementara, sebagaimana yang
dinyatakan oleh Soekarno selaku Ketua PPKI, pada rapat pertama tanggal 18 Agustus
1945 yang menunjukkan ketidaksempurnaan UUD 1945 (sebelum perubahan) dan
adanya keinginan untuk mengganti dengan konstitusi baru yang bersifat tetap. Bahkan
dalam praktiknya, ketentuan yang tertuang dalam UUD 1945 tidak sepenuhnya
dijalankan atau tidak digunakan sama sekali. Hal ini dilakukan dalam rangka memenuhi
berbagai tuntutan dan perkembangan yang terjadi. Misalnya, ditetapkannya Maklumat
Wakil Presiden RI No. X, tanggal 16 Oktober 1945 yang mengubah kedudukan KNIP
yang semula bertugas membantu presiden menjadi suatu badan yang fungsinya sama
dengan badan legislatif. Demikian pula adanya Maklumat Pemerintah, tanggal 14
November 1945 yang telah mengubah sistem presidensial yang dianut UUD 1945
menjadi sistem parlementer. Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto terjadi
penyimpangan terhadap UUD 1945 atau dapat dikatakan bahwa meskipun UUD 1945
dilaksanakan secara murni dan konsekuen, tetapi Presiden Soeharto memanfaatkan
kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam UUD 1945 untuk melanggengkan
kekuasaannya. 14

Munculnya Gerakan reformasi pada masa pemerintahan Soeharto di tahun 1998


salah satu pemicunya ialah tidak jelasnya aturan terkait pembatasan masa jabatan
Presiden dan setelah reformasi UUD 1945 tersebut dilakukan amandemen sebanyak 4
(empat) kali. Amandemen Pertama UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Umum MPR 14-
21 Oktober 1999 Amandemen Kedua UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR
7-18 Agustus 2000 Amandemen Ketiga UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Tahunan
MPR 1-9 November 2001 Amandemen Keempat UUD 1945 dilakukan dalam Sidang
Tahunan MPR 1-11 Agustus 2002.15

Hal ini menunjukkan sejarah dilakukannya amandemen terhadapa UUD 1945


dipengaruhi oleh perkembangan dalam ketatanegaraan yang menuntut adanya
pembatasan terhadap masa jabatan Eksekutif dan Legislatif, sebagai bentuk perwujudan
kepastian hukum didalm sebuah negara hukum, Apalagi jika kita kaitkan dengan gagasan
penundaan pemilu yang berujung pada perpanjangan masa jabatan Presiden guna untuk

14
Chrisdianto Eko Purnomo, Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 2, April 2010. hlm. 160.
15
https://tirto.id/amandemen-uud-1945-dilakukan-4-kali-sejarah-perubahan-pasal-f7Cw. Di Akses pada 4 April
2022, pukul 17:39 WIB
9
melangsungkan proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, yang
didalamnya banyak terlibat para elit partai politik, tentu hal ini bukan menjadi suatu hal
yang sifatnya urgen.

Jika dilihat dari perspektif filsafat hukum, yang menurut Serlika Aprita dan Roi
Adhitya, bahwa filsafat hukum itu berfungsi menilai peraturan – peraturan, doktrin –
doktrin dan lembaga – lembaga yang membina penetapan undang – undang dengan
mengingat tujuan dan manfaatnya bagi masyarakat, serta penetapan undang – undang
dengan cita – cita sosial dari waktu dan tempat yang bersangkutan. 16 Gagasan
amandemen UUD 1945 yang dilatarbelakangi perpanjangan masa jabatan Eksekutif dan
Legilatif tersebut masih sangat jauh tujuan dan manfaat nya jika dikaitkan dengan kondisi
masyarakat pada saat sekarang ini yang notabennya sedang masa pemulihan dari pandemi
covid 19, tujuan dan manfaat dilakukan nya amandemen UUD 1945 yang
dilatarbelakangi hal tersebut sangat tidak relevan dengan kondisi negara pada saat ini,
karna hal itu dinilai lebih kepada pemenuhan ambisi pemerintah dan para elit partai
politik guna untuk melangsungkan proyek IKN tersebut.

4. Kesimpulan

Adanya pembatasan masa jabatan Presiden pada UUD 1945 itu adalah sebuah
bentuk semangat demokrasi dengan tujuan agar lahirnya kepastian hukum terkhusu pada
hal itu, karna jika diberi celah kembali untuk memperpanjang masa jabatan Presiden
maka hal itu sama dengan melakukan penghianatan terhadap UUD 1945 sebagai
konstitusi. Upaya membatasi masa jabatan Preasiden selama dua periode itu bukan hanya
sekedar membatasi masa jabatan namun itu adalaha bentuk semangat demokrasi yang di
usung pada masa reformasi dengan tujuan agar terciptanya sistem pemerintahan yang
tiadak abuse of power, terkait apa yang disampaikan Jimly Asshaddiqie tentang
amandemen UUD 1945 yang dilatarbelakangi gagasan perpanjangan masa jabatan
Preseiden itu tidak mungkin dan tidak masuk akal untuk dilakukan, dan dilihat dari
persepktif filsafat dan seharah hukumnya hal itu jauh dari pada tujuan dan kepentingan
masyarakat dan lebih dekat kepada ambisi dan tujuan Pemerintah dan para elit partai
politik, sehingga jika dipksakan makan akan berpotensi terciptanya kekacauan.

16
Serlika Aprita dan Rio Adhitya, Filsafat Hukum, Depok, Rajawali Press, 2020. hlm. 20.
10
5. Daftar Pustaka

Buku
Busroh, A. D. (2017). ilmu negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Serlika Aprita dan Rio Adhitya, (2020). Filsafat Hukum. Depok: Rajawali Press.

Jurnal
Marzuki, M. L. (2010, Agustus). Konstitusi dan Konstitusionalisme. Jurnal Konstitusi, 7 nomor
4, 001 - 008.
Padli, H. (2021). Pengaturan Masa Jabatan Presiden Suatu Upaya Menegakkan Prinsip
KonstitusionalismeDi Indonesia. Jurnal Kertha Semaya, 9 nomor 10, 1796 - 1808.
Prayitno, C. (2020, September). Analisis Konstitusionalitas Batasan. Jurnal Konstitusi,, 17,
Nomor 3, 462 - 477.
Purnomo, C. E. (2010, April). Pengaruh Pembatasan Kekuasaan. Jurnal Konstitusi,, 7, Nomor 2,
160 - 182.

Website
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5842641/pasal-37-uud-1945-begini-5-aturan-perubahan-
undang-undang-dasar.
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=685:per
ubahan-undang-undang-dasar-antara-harapan-dan-kenyataan.
https://ekonomi.bisnis.com/read/20220314/10/1510193/setop-proyek-ikn-indef-opsi-tepat-untuk-
amankan-apbn.
https://nasional.kompas.com/read/2022/03/08/12333751/jimly-jabatan-presiden-diperpanjang-
lewat-amendemen-uud-1945-pengkhianatan?page=all.
https://pusdik.mkri.id/materi/materi_92_Sistem%20Penyelenggaraan%20Negara%20Menurut%
20UUD%20NRI%20Tahun%201945_Dr.%20M.%20Ilham%20Hermawan,%20S.H.,%20
M.H..pdf.
https://tirto.id/amandemen-uud-1945-dilakukan-4-kali-sejarah-perubahan-pasal-f7Cw.
https://www.dpr.go.id/jdih/uu1945.
https://www.suara.com/news/2022/03/29/160637/investor-ikn-mulai-mundur-politisi-pks-blak-
blakan-bilang-begini-ke-pemerntah.

11

Anda mungkin juga menyukai