Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN OBSERVASI PERLINDUNGAN ANAK DALAM

PERSPEKTIF YURIDIS-NORMATIF SERTA PSIKOLOGIS

(Studi Kasus Eksploitasi Seksual Anak di Bawah Umur di Ciamis)

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas UAS Mata Kuliah Kewarganegaraan

Dosen Pengampu: Egi Nurholis, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh:

Kelompok 01

1. Ita Komalasari (2107220012)


2. Pradeti Azzahra Putri (2107220009)

Kelas 1A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS GALUH CIAMIS
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas dosen pada mata kuliah
Kewarganegaraan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
“Perlindungan Anak dalam Perspektif Yuridis-Normatif Serta Psikologis dalam Kasus Korban
Eksploitasi Seksual Anak di Bawah Umur di Ciamis” bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Egi Nurholis, S.Pd., M.Pd. selaku dosen untuk
mata kuliah Kewarganegaraan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan kami. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan
masukan dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak
yang dengan tulus memberikan saran dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Oleh karena
itu, saran dan kritik senantiasa diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Ciamis, 26 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 1

1.2 Pertanyaan Penelitian .................................................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................... 3

BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................................................... 5

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................................................... 5

3.2 Jenis Penelitian.............................................................................................................................. 5

3.3 Narasumber ................................................................................................................................... 8

BAB IV HASIL PEMBAHASAN (Bagian pradeti) ........................................................................... 9

4.1 Deskripsi Data............................................................................................................................... 9

4.2 Kasus yg terjadi di daerah ciamis terkait kasus CSEC/ESKA ...................................................... 9

4.3 Kronologi kasus yg berkaitan dengan CSEC/ESKA di ciamis? ................................................... 9

4.4 Cara P2TP2A melakukan perlindungan berkaitan dengan kasus CSEC/ESKA ........................ 10

4.5 Dampak yang di alami korban .................................................................................................... 10

4.6 Sanksi Yuridis-Normatif memberikan perlindungan baik sebagai pelaku atau korban anak dari
ekploitasi seks anak di bawah umur (CSEC/ESKA)......................................................................... 11

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ...................................................................................... 16

5.1 Kesimpulan ................................................................................................................................. 16

5.2 Saran ........................................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Dalam dirinya melekat harkat dan
martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak juga memiliki hak asasi manusia yang diakui oleh
masyarakat bangsa-bangsa di dunia. Diakui dalam masa pertumbuhan secara fisik dan mental, anak
membutuhkan perawatan, perlindungan yang khusus, serta perlindungan hukum, baik sebelum maupun
sesudah lahir. Patut diakui bahwa keluarga merupakan lingkungan alami bagi pertumbuhan dan
kesejahteraan anak. Perkembangan kepribadian anak secara utuh dan serasi membutuhkan lingkungan
keluarga yang bahagia, penuh kasih sayang dan pengertian.

Negara Indonesia menyatakan keterkaitannya untuk menghormati dan menjamin hak anak tanpa
diskriminasi dalam wilayah hukum Republik Indonesia. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak yang memperkuat perlindungan anak, namun pada kenyataannya, masih banyak
anak yang dilanggar haknya, dan menjadi korban dari berbagai bentuk tindak kekerasan, eksploitasi,
perlakuan salah, diskriminasi bahkan tindakan yang tidak manusiawi terhadap anak, tanpa ia dapat
melindungi dirinya, dan tanpa perlindungan yang memadai dari keluarganya, masyarakat, dan
pemerintah.

Eksploitasi seksual terhadap anak yang populer disebut dengan CSEC atau Sexual Exploitation of
Children adalah sebuah pelanggaran mendasar terhadap hak-hak anak. Pelanggaran tersebut terdiri dari
kekerasan seksual oleh orang dewasa, orang ketiga, atau orang-orang lainnya. Anak tersebut
diperlakukan sebagai sebuah objek seksual.

▪ Ekploitasi seksual terhadap anak merupakan sebuah bentuk pemaksaan dan kekerasan
terhadap anak, dan mengarah pada bentuk-bentuk kerja paksa serta perbudakan.
▪ Eksploitasi seksual terhadap anak saat ini menjadi persoalan yang sangat memprihatinkan,
sampai saat ini belum dapat terselesaikan.

Eksploitasi seksual terhadap anak merupakan kejahatan kemanusiaan yang perlu dicegah dan
dihapuskan, karena selain melanggar Konvensi Hak Anak (KHA), juga bertentangan dengan norma
agama dan budaya. Masalah eksploitasi sosial terhadap anak bukan hanya semata-mata persoalan
medis, namun juga menyangkut banyak segi, antara lain agama, psikologi dan hukum.

Perbuatan eksploitasi seksual pada anak merupakan tindakan kemanusiaan yang paling keji dan
sangat melukai perasaan. Anak yang berada dalam situasi darurat, salah satunya dalam keadaan

1
2

tereksploitasi secara ekonomi dan atau seksual, harus mendapatkan perlindungan khusus dari
pemerintah, lembaga negara dan masyarakat.

Penelitian ini menganalisis penanganan kasus eksploitasi seksual terhadap anak di wilayah ciamis.
Kasus eksploitasi terhadap anak, yang dikenal dengan sebutan CSEC, akhir-akhir ini kian marak dan
menimbulkan keprihatinan banyak pihak. Hal ini dikarenakan masalah CSEC tidak hanya merupakan
isu hukum, tetapi juga involves other aspects, such as religion, Psychology, sociology and Medis.
Penelitian ini menemukan bahwa penanganan kasus CSEC di DPPKBPPPA bagian P2TP2A di Ciamis
telah berjalan secara optimal mulai dari tahap penerimaan pengaduan, pemeriksaan korban, penjagaan
kerahasiaan identitas korban, pemberian bantuan, hingga proses rehabilitasi korban. Pola penanganan
kasus yang demikian bukan saja sesuai dengan Standard Operating Procedures tetapi juga sesuai dengan
prinsip-prinsip dalam hukum Islam.

1.2 Pertanyaan Penelitian


1. Apa kasus yg terjadi di daerah ciamis yg berhubungan dengan HAM terkait kasus eksploitasi
seksual terhadap anak di bawah umur?
2. Bagaimana kronologi kasus yg berkaitan dengan CSEC/ESKA di ciamis?
3. Bagaimana P2TP2A melakukan hukum perlindungan berkaitan dengan kasus CSEC/ESKA
tersebut?
4. Apa saja dampak yang di alami korban?
5. Bagaimana Sanksi Yuridis-Normatif memberikan perlindungan baik sebagai pelaku atau
korban anak dari ekploitasi seks anak di bawah umur?

1.3 Tujuan Penelitian


Untuk menganalisis efektifitas peran konstitusionalitas Undang-Undang Perlindungan Anak di
Ciamis dalam penanganan kasus eksploitasi seksual terhadap anak yang dikenal dengan sebutan
CSEC/ESKA melalui penanganan kasus CSEC di DPPKBPPPA bagian P2TP2A serta Unit PPA Polres
Ciamis berjalan secara optimal mulai dari tahap penerimaan pengaduan, pemeriksaan korban,
penjagaan kerahasiaan identitas korban, pemberian bantuan, hingga proses rehabilitasi korban.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Pustaka ini merupakan salah satu cara untuk mencari perbandingan terhadap studi-
studi atau karya terdahulu yang terkait untuk menghindari duplikasi atau plagiasi, sehingga tidak terjadi
kesamaan dalam melakukan penelitian. Dari pengertian tersebut, maka peneliti memberikan beberapa
laporan tentang penelitian terdahulu yang menjadi bahan perbandingan agar tidak terjadi kesamaan
dengan penelitian terdahulu.

Tinjauan Pustaka ini untuk menjelaskan posisi penelitian yang sedang dilaksanakan oleh
peneliti, tujuannya adalah untuk menegaskan kebaruan, orisinalitas dan urgensi penelitian untuk
mengembangkan keilmuan yang terkait dengan judul penelitian yang peneliti angkat tentang “Laporan
Observasi Perlindungan Anak Dalam Perspektif Yuridis-Normatif Serta Psikologis”

Dalam penelitian yang dilakukan ini, peneliti menemukan adanya kesamaan pembahasan dari
peneliti-peneliti terdahulu, yaitu dengan pembahasan penelitian yang dilakukan oleh:

1. Skripsi oleh Dewi Damayanti dengan judul “Pencegahan Eksploitasi Seksual Komersial Anak
(Studi Tentang Partisipasi Yayasan “KAKAK” di Surakarta)”.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan
pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif yang mana deskripsif disini memiliki arti peneliti
mendeskripsikan kecocokan antara realita empiric dengan teori yang berlaku. Selain itu, adanya
penelitian ini dimaksud mencari faktor penyebab terjadinya faktor-faktor penyebab kasus
eksploitasi seksual anak dan bagaimana partisipasi yayasan KAKAK dalam mencengah
eskploitasi seksual anak.
Dalam pengumpulkan data dan informasi, peneliti menggunakan teknik observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Adapun hasil yang diperoleh, melihat bentuk kasus eksploitasi
seksual yang terjadi pada anak dalam faktor- faktor yang menyebabkan anak-anak yang berada
situasi eskploitasi seksual tersebut. Hal ini disebabkan oleh faktor keluarga, teman, teknologi
informasi, komunikasi, sosial, ekonomi dan faktor pengalaman dini.Untuk meminilisirkan dari
kasus eskploitasi seksual anak dari yayasan KAKAK berpartisipasi dalam mencegah seksual
komersial anak meliputi sosialisasi- sosialisasi pencegahan CSEC , kampanye pencegahan
CSEC, mewujudkan partisipasi anak dan masyarakat melalui pendidikan komunitas.
Perbedaan penelitian terletak pada bagaimana konsep dalam pencegahan eksploitasi
komersial anak, peneliti melihat partisipasi dari yayasan kakak dalam membimbing atau
membantu mengurangi faktor-faktor yang terjadi pada korban CSEC tersebut. Adapun

3
4

persamaannya yaitu menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dan bentuk kasus
CSEC.
2. Skripsi oleh Sony Surya Prayoga, dengan judul “Eskploitasi Komersial Anak study: Tinjauan
Yuridis-Kriminologis”.
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode
kualitatif yang mana tujuannya untuk mengetahui faktor yang memicu dalam kasus SCEC yang
dialami oleh anak.
Dalam pengumpulkan informasi dan data, peneliti menggunakan teknik observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Adapun hasil yang peneliti peroleh menunjukkan bahwa
eksploitasi seksual komersial anak pada dasarnya adalah salah bentuk trafficking khususnya
terhadap anak. Banyak obyek permasalahan yang ada keterkaitan erat dengan ESKA, antara
lain adanya tindak pidana perdagangan orang khususnya anak, perbuatan asusila anak,
mengeksploitasi anak yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu (keluarga, teman, perantara dan
pihak-pihak lain).
Adapun persamaan dalam penelitian ini dengan penulis terletak pada permasalahan
yang dialami subjek yaitu kasus SCEC dan menggunakan metode pendekatan kualiatif
deskriptif. Sedangkan perbedaanya peneliti menggunakan cara penangani tersebut.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian


a. Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan untuk penelitian ini adalah: Hari/tanggal : Senin, 17 Juli 2023
Waktu :12.30-13.40

b. Tempat Penelitian

Tempat pelaksaan penelitian ini adalah di wilayah DP2KBP3A dan Polres Ciamis Jawa
Barat. DP2KBP3A Ciamis berlokasi di Jl. Jend. Sudirman No.38, Kwetasari, Kec. Ciamis,
Kabupaten Ciamis, Jawa Barat dan Jl. Jend Sudirman No 271, Sindangrasa, Kec. Ciamis,
Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Dan Polres Ciamis berlokasi di Jl. Jend. Sudirman No.271,
Sindangrasa, Kec. Ciamis, Kab. Ciamis, Jawa Barat.

3.2 Jenis Penelitian


Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian studi kasus yaitu serangkaian
kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data melalui observasi peran serta atau pelibatan
(participant observation). Sedangkan sifat penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang berkeinginan
memperoleh gambaran yang menyuruh tentang analisis terhadap faktor-faktor penyebab CSEC pada
anak.

Menurut Nazir, metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok
manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu system pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa
sekarang. Tujuam dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskriptif, gambaran atau lukisan
secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena
yang selidikit.

Sedangkan Sugiyono menyatakan bahwa metode deskriptif adalah suatu metode yang
digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi digunakan untuk
membuat kesimpulan yang lebih luas. Menurut Whitney, metode deskriptif adalah pencarian fakta
dengan interpretasi yang tepat.

5
6

Untuk mendapatkan informasi dan data yang terkait dengan masalah penelitian baik itu data
primer maupun sekunder, peneliti terjun langsung ke lapangan dan berkoordinasi dengan Pembina atau
pembimbing tersebut terkait kasus eksploitasi seksual komersial anak yang ada di wilayah Ciamis.

1. Pendekatan penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian kualitatif, yaitu penelitian


deskriptif kualitatif ini. Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah tidak hanya untuk
menjelaskan secara menyeluruh masalah yang akan diteliti dan diamati saja, namun juga tujuan
lainnya.

Tujuan penelitian deskriptif kualitatif akan menjadi pendoman bagi kita ketika akan
melakukan suatu penelitian. Tujuan dari penelitian deskriptif kualitatif untuk menjawab
pertanyaan yang sebelumnya di kemukakan oleh rumusan masalah serta pertanyaan penelitian
atau identifikasi masalah.

2. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data
diperoleh. Data yang dianalisis untuk mempermudah, untuk menghadapi pemecahan masalah
yang berasal dari masyarakat secara langsung atau dari lapangan dan kepustakaan. Sumber data
dapat dilakukan 2 hal yaitu, sumber data primer, dan sumber sekunder. Adapu sumber tersebut
meliputi:
a. Data Primer Data primer
yaitu data atau informasi yang diperoleh secara langsung dari sumber atau responden.
Sumber data primer yang diperoleh dalam penelitian ini adalah dari wawancara dengan
informan, informan yaitu orang yang dipandang mengetahui permasalahan yang akan dikaji
dan dapat informasi atas data yang dibutuhkan. Adapun sumber data primer dalam
penelitian ini, yaitu:
1. Pembina ahli kasus CSEC
2. Korban tersebut
b. Data Sekunder Data sekunder yaitu data atau informasi yang diperoleh bukan dari sumber
atau responden, tetapi data yang diperoleh adalah dengan menggunakan studi kepustakaan
yaitu dari buku-buku, literature ataupun dokumen-dokumen yang sesuai dengan penelitian
yang akan diteliti
c. Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data yang relevan dengan masalah yang diteliti
maka dalam hal ini peneliti akan menggunakan tiga metode, yaitu metode observasi,
wawancara dan dokumentasi.
• Metode observasi
7

Metode observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap


gejala yang tampak pada objek penelitian. Dalam observasi melibatkan dua komponen,
yaitu si pelaku observasi yang dikenal dengan observer dan objek yang diobservasi
tersebut sebagai observe. Motede observasi bertujuan untuk memudahkan peneliti
dalam mengumpulkan data-data yang dibutuhkan supaya penelitian yang dilakukan
secara efektif dan efisien yang tentunya dengan dukungan data-data yang valid hasil
observasi.
Adapun jenis observasi yang dilakukan oleh peneliti adalah observasi non
partisipan atau observasi yang tidak terlibat langsung di lokasi penelitian. Observasi
non partisipan adalah peneliti tidak terlibat dalam kegiatan yang dilakukan responden
namun peneliti hanya memperhatikan dan mengamati segala aktivitas atau kejadian itu
terjadi di lokasi penelitian.
• Metode wawancara

Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data dengan jalan


komunikasi yakni melalui kontak atau hubungan pribadi antara pengumpulan data
(pewawancara) dengan sumber-sumber data (responden). Wawancara adalah proses
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, bertatap
muka antara penanya dengan penjawab.

wawancara adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi


secara langsung dengan mengungkapkan pernyataan-pernyataan pada informan. Dari
pendapat tersebut, peneliti mengambil kesimpulan bahwa metode wawancara
merupakan suatu teknik dalam rangka mengumpulkan data dan informasi dengan
melakukan tanya jawab dengan sumber data.

• Metode dokumentasi

Dokumentasi adalah sarana pembantu peneliti dalam mengumpulkan data atau


informasi dengan cara membaca surat-surat, pernyataan tertulis, kebijakan tertentu dan
bahan-bahan tulis lainnya.

Adapun dokumentasi ini peneliti gunakan untuk mengumpulkan data tertulis yang
dapat memberikan keterangan yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan, seperti data
tentang keadaan geografi dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kasus
CSEC/ESKA yang ada di Ciamis.
8

3.3 Narasumber
Narasumber dalam kasus ini adalah Drs. Moch. Syaiful Bakhri, M. Si sebagai kepala Bidang
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Serta Toni Prasetyo Yudhangkoro, S.H., S.I.K.,
M.T. sebagai kepala Porles Ciamis AKBP.
BAB IV
HASIL PEMBAHASAN (Bagian pradeti)

4.1 Deskripsi Data


Dalam pembahasan tulisan ini lebih menitikberatkan pada perlindungan hukum publik, yaitu
hukum pidana. Peneliti melakukan penelitian lapangan di wilayah DP2KBP3A dan Polres Ciamis Jawa
Barat. DP2KBP3A Ciamis berlokasi di Jl. Jend. Sudirman No.38, Kwetasari, Kec. Ciamis, Kabupaten
Ciamis, Jawa Barat dan Jl. Jend Sudirman No 271, Sindangrasa, Kec. Ciamis, Kabupaten Ciamis, Jawa
Barat. Dan Polres Ciamis berlokasi di Jl. Jend. Sudirman No.271, Sindangrasa, Kec. Ciamis, Kab.
Ciamis, Jawa Barat.

Kasus-kasus mengenai eksploitasi seksual terhadap anak ditangani oleh Unit P2TP2A (Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) dan Unit PPA (Perlindungan Perempuan dan
Anak) yang berada dibawah fungsi Satreskrim Polres Ciamis Jabar. Unit DP2KBP3A saat ini dikepalai
oleh Drs. Dian Budiyana, M. Si. Serta pada bagian Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak di kepalai oleh Drs. Moch. Syaiful Bakhri, M. Si. Serta kepala Porles Ciamis AKBP Toni Prasetyo
Yudhangkoro, S.H., S.I.K., M.T.

4.2 Kasus yg terjadi di daerah ciamis terkait kasus CSEC/ESKA


Menurut Syaiful Bakhri, Selaku Unit P2TP2A, menyatakan sejak Unit P2TP2A Ciamis
didirikan terdapat kasus yang berkaitan dengan HAM adalah kasus mengenai “Eksploitasi Seksual
Anak Dibawah Umur”. Kasus eksploitasi seksual terhadap anak/ESKA masih jarang terjadi di wilayah
Ciamis Jawa Barat. Namun Unit P2TP2A mengemukakan ada satu kasus yang khusus tentang
eksploitasi seksual terhadap anak, baru-baru ini terjadi pada April 2023 dan aparat kepolisian
mengungkap kasus tersebut adalah tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kabupaten Ciamis.

4.3 Kronologi kasus yg berkaitan dengan CSEC/ESKA di ciamis


Kepala Polres Ciamis AKBP Tony Prasetyo Yudhangkoro mengatakan, kejadian kasus tersebut
bermula pada April 2023 di sebuah indekos wilayah Jalan Jenderal Sudirman, Kecamatan Ciamis,
Kabupaten Ciamis. Korban direkrut oleh tersangka untuk menjadi pekerja seks komersial.

Seorang anak berinisial SM (14 tahun) yang masih berstatus sebagai pelajar menjadi korban
atas kasus tersebut. "Korban dijanjikan mendapatkan uang untuk keperluan sehari-hari," kata dia saat
konferensi pers, Rabu (14/6/2023).

Menurut Tony, kasus itu berhasil diungkap aparat kepolisian pada 12 Juni 2023. Terdapat dua
orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu SM (20) dan AN (26). Ia menjelaskan, tersangka SM

9
10

berperan sebagai orang yang merekrut korban untuk menjadi pekerja seks komersial. Sementara AN
adalah orang yang menggunakan jasa korban, yang notabene masih berstatus di bawah umur.

Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Ciamis AKP Muhammad Firmansyah
menjelaskan, kronologi kasus bermula ketika SN bercerita kepada rekannya yang berinisial O (16).
Korban mengaku ingin mendapatkan uang. Oleh rekannya itu, korban dikenalkan dengan tersangka
SM. Korban kemudian dijelaskan untuk melakukan persetubuhan dengan laki-laki untuk mendapatkan
uang. "Akhirnya korban mau karena diimingi uang," kata Firmansyah.

Kasus itu dapat terungkap setelah orang tua korban curiga, lantaran anaknya selalu memegang
uang dan belanja barang-barang. Akhirnya anak itu diinterogasi dan anak bercerita. Firmansyah
mengatakan, peran tersangka SM dalam kasus itu adalah menyediakan tempat berupa kamar indekos
untuk melakukan persetubuhan. Selain itu, tersangka juga mencarikan tamu untuk korban melalui
aplikasi MiChat. Menurut dia, korban dihargai Rp 300 ribu untuk sekali kencan. Dari uang itu, tersangka
mengambil uang sebesar Rp 50 ribu, sementara sisanya Rp 250 ribu diberikan kepada korban.

"Kejadian ini berlangsung selama delapan kali dengan pelaku yang berbeda. Sementara kami
amankan satu tamu, dan tujuh orang lainnya masih didalami," kata dia.

Firmansyah mengatakan, sejauh ini baru ada satu korban dari tersangka SM. Namun, tak
menutup kemungkinan korban O, yang mengenalkan korban kepada tersangka, akan dinaikkan
statusnya sebagai anak berhadapan dengan hukum. "Kami masih mendalami indikasi adanya korban
lain," kata dia.

"Tersangka akan dikenakan Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007 tentang


Pemberantasan TPPO atau UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Ancaman pidana
mininal 3-15 tahun untuk TPPO dan 5-15 tahun untuk UU Perlindungan Anak," kata Tony.

4.4 Cara P2TP2A melakukan perlindungan berkaitan dengan kasus


CSEC/ESKA
Dalam penanganan kasus ini, Unit PPA Polres Ciamis juga melibatkan P2TP2A (Pusat
Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak) Ciamis yang saat ini dikepalai oleh Drs. Moch.
Syaiful Bakhri, M. Si. yang bergerak dalam bidang pendampingan terhadap perempuan dan anak serta
melibatkan LPKS Pondok Pesantren Hianatunsibian di daerah mangonjaya perbatasan Banjarsari
dengan Pangandaran. Unit PPA Polres Ciamis melibatkan lembaga tersebut dengan maksud
memberikan pendampingan terhadap korban serta rehabilitasi mental dan psikis korban.

4.5 Dampak yang di alami korban


Korban ESKA secara psikologis mengalami berbagai dampak emosional, psikologis dan fisik
yang berat sebagai akibat dari ekploitasi yang mereka alami. Kekerasan fisik yang dialami bersamaan
11

dengan eksploitasi seksual terhadap anak dapat mengakibatkan luka, rasa sakit dan rasa takut.
Sedangkan masalah psikologis serius yang ditimbulkan oleh eksploitasi seksual dapat menimbulkan
rasa bersalah, rasa rendah diri, depresi. Dalam beberapa kasus dapat menyebabkan bunuh diri. Di
samping itu, anak-anak juga lebih rentan terhadap infeksi menular seksual.

Salah satu dampak lain yang timbul adalah anak dapat mengalami kesulitan dalam membentuk
hubungan atau berinteraksi dengan orang lain. Sebagai mahluk sosial, individu membutuhkan individu
lain untuk bertahan hidup, atau sekedar berinteraksi dan bersosialisasi. Namun, ESKA memberikan
dampak berkurangnya rasa kepercayaan diri atau harga diri pada diri anak. Anak cenderung mengalami
kesulitan saat harus berinteraksi dengan lingkungan. Baik dari segi komunikasi maupun penyesuaian
dirinya. Dengan kondisi yang demikian, anak cenderung menjadi menarik diri dari lingkungan sekitar,
dan cenderung menjadi pribadi yang introvert atau tertutup.

Kasus yang dialami oleh korban ESKA juga dapat menimbulkan perasaan tidak berharga, yang
mengakibatkan perilaku menyakiti diri, termasuk di dalamnya overdosis, percobaan bunuh diri, dan
gangguan makan. Perasaan tidak dibutuhkan hingga terbuang karena anak merasa dirinya telah “rusak”
oleh ekploitasi yang terjadi pada dirinya. Penelitian menunjukkan banyaknya laporan dari orang dewasa
yang memiliki sejarah suram tentang eksploitasi seksual cenderung mengalami kekerasan dalam rumah
tangga, pelecehan emosi, dan pengabaian.

Selain itu, korban ESKA apabila tidak ditangani secara serius, dilakukan rehabilitasi, maka
mental dan psikologisnya dapat terganggu. Dampak ESKA mampu mempengaruhi kesehatan mental
maupun fisik korban. Sehat dan sakit adalah keadaan biopsikososial yang menyatu dengan kehidupan
manusia. Konsep ESKA yang mengacu pada perilaku paksaan dan kekerasan terhadap anak menjadi
salah satu penyebab dari keadaan sakit yang muncul pada kehidupan anak. Kesakitan mereka bermula
pada kerusakan pada fisik dan berakhir pada kerusakan pada mental. Tentu saja hal tersebut memicu
timbulnya sakit mental di kemudian hari.

4.6 Sanksi Yuridis-Normatif memberikan perlindungan baik sebagai pelaku atau


korban anak dari ekploitasi seks anak di bawah umur (CSEC/ESKA)
Menilik kembali kepada masalah perlindungan hukum, anak sebagai korban eksploitasi seks
anak (CSEC/ESKA) berdasarkan UU No. 23 Tahun 2002 mendapat perlindungan khusus berdasarkan
pasal 59 dan hal itu merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
Perlindungan khusus bagi anak sebagai korban eksploitasi seks komersial anak dilakukan melalui:

a. Penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang


berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual.
b. Pemantauan, pelaporan dan pemberian sanksi.
12

c. Pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya


masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak secara
ekonomi dan/atau seksual.

Menurut Pasal 64 ayat (3) UndangUndang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
perlindungan khusus kepada anak sebagai korban tindak pidana dilakukan melalui:

a. Upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga.


b. Upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk
menghindari labelisasi.
c. Pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental,
maupun sosial.
d. Pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.

Menurut pasal 1 UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang
dimaksud korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian
ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. Pelayanan terhadap korban tindak pidana adalah
suatu usaha pelayanan mental, fisik, sosial, ekonomi terhadap mereka yang telah menjadi korban dan
mengalami penderitaan akibat tindakan seseorang yang dianggap sebagai sesuatu tindak pidana.

Dalam hal korban membawa permasalahannya ke pengadilan, maka harus tersedia


kemungkinan untuk mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma untuk mereka yang tidak mampu.
Sementara itu, untuk para korban yang mengalami penderitaan fisik harus pula tersedia fasilitas untuk
menampung pengobatan mereka. Khusus untuk mereka yang mengalami tekanan batin (korban
perkosaan dan penganiayaan) seharusnya dapat disediakan pula fasilitas khusus dengan penanganan
para ahli. Perlu diperhatikan pula bahwa dalam proses peradilan pidana, kedudukan korban sebagai
pihak dalam perkara (dibandingkan hanya sebagai saksi) haruslah mendapat pengakuan yang wajar.

Dalam teori hukum pidana, pengaturan mengenai pelayanan terhadap korban tindak pidana
mendasarkan pada 2 (dua) model:

1) Model Hak-hak Prosedural (The Procedural Rights Model), penekanan diberikan


kepada korban untuk dimungkinkan korban dapat memainkan peranan aktif dalam
proses jalannya peradilan pidana. Dalam hal ini, korban dapat memperjuangkan dan
memperoleh apa-apa saja yang menjadi haknya.
2) Model Pelayanan (The Services Model), penekanan diletakkan pada perlunya
diciptakan standard resmi bagi pembinaan korban tindak pidana yang dapat digunakan
oleh polisi dan para aparat penegak hukum lainnya.

Perkembangan viktimologi (ilmu yang mempelajari tentang korban, penyebab timbul nya
korban dan akibat-akibat penimbulan korban yang merupakan masalah manusia sebagai suatu
13

kenyataan sosial) selain mengajak masyarakat untuk lebih memperhatikan posisi korban juga memilah-
milah jenis korban sehingga kemudian muncullah berbagai jenis korban yaitu:

a. Nonparticipating victims, yaitu mereka yang tidak peduli terhadap upaya


penanggulangan kejahatan.
b. Latent victims, yaitu mereka yang mempunyai sifat karakter tertentu sehingga
cenderung menjadi korban.
c. Proactive victims, yaitu mereka yang menimbulkan rangsangan terjadinya kejahatan.
d. Perticipating victims, yaitu mereka yang dengan perilakunya memudahkan dirinya
menjadi korban
e. False victims, yaitu mereka yang menjadi korban karena perbuatan yang dibuatnya
sendiri.

Menurut pasal 5 UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menyebutkan
bahwa korban berhak:

a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga dan harta bendanya serta
bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang dan telah
diberikannya.
b. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan
keamanan.
c. Memberikan keterangan tanpa tekanan.
d. Mendapat penerjemah.
e. Bebas dari pertanyaan menjerat.
f. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus.
g. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan.
h. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan.
i. Mendapat identitas baru.
j. Mendapatkan tempat kediaman baru.
k. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan.
l. Mendapat nasihat hukum.
m. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan
berakhir.

Perlindungan hukum dari aparat penegak hukum, meskipun belum semua hak anak sebagai
korban tindak pidana ESKA dipenuhi/dilindungi. Wujud perlindungan hukum terhadap anak sebagai
korban ESKA di wilayah hukum Polres Lampung Timur, ditingkat penyidikan oleh penyidik/polisi
dapat diketahui dari beberapa hal. Pertama, memberikan pelayanan secara maksimal kepada korban
dalam rangka pengaduan dan pengungkapan kasus yang menimpa diri korban. Kedua, memfasilitasi
14

pelaksanaan visum et repertum terhadap korban. Ketiga, merahasiakan identitas korban selama
berlangsungnya proses pemeriksaan. Keempat, memfasilitasi proses pendampingan dan rehabilitasi
terhadap korban ESKA dengan bekerja sama dan berkoordinasi dengan lembaga lain.

Secara normativitas agama, perbuatan kekerasan seksual terhadap anak merupakan perbuatan
tidak terpuji, dapat dikategorikan perzinaan. Sebagaimana dalam firman Allah Q.s. al-Isrâ [17]: 32 yang
berbunyi:

‫س ِّبيل‬ َ ‫َو َل ت َ ْق َربُوا ٱ ِّلزنَى ۖ ِّإنَّهۥُ َكانَ فَ ِّحشَة َو‬


َ ‫سا َء‬
“Janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji,
dan suatu jalan yang buruk”.

Menafsirkan ayat di atas, M. Quraish Shihab menyatakan bahwa mendekati zina yang dimaksud
adalah larangan untuk mendekatinya walaupun hanya lewat hayalan. Dengan hayalan akan membawa
kepada keburukan dan perbuatan yang dapat melanggar norma susila dan agama. Hal ini dikarenakan
zina merupakan perbuatan yang buruk dan melampaui batas dalam menyalurkan kebutuhan biologis.

Dalam Islam, pelecehan seksual termasuk dalam ranah pidana. Dilihat dari segi berat dan
ringannya hukum pidana Islam, dapat dibedakan menjadi jarîmah hudûd, jarîmah ta’zîr, dan jarîmah
qishâsh. Dari segi niat ada dua jarîmah yakni disengaja dan tidak disengaja. Dari segi korban, jarîmah
dibagi menjadi dua yakni perorangan dan kelompok. Dari segi mengerjakan, jarîmah dibagi menjadi
dua yakni yang positif dan negatif. Dari segi tabiat, jarîmah dibagi menjadi dua yakni biasa dan politis.

Pelaku yang melakukan perbuatan tersebut dikenakan sanksi jarîmah. Pelaku dikenakan pidana
yang tidak ringan yakni pukulan 100 kali bagi bujang gadis, dan dirajam bagi yang sudah menikah.
Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Nûr [24]: 2 dan hadis dari Nabi Muhammad Saw.

Hadis nabi yang dimaksud berasal dari Abdullah bin ‘Abbas, bahwanya ia berkata, Umar bin
al-Khaththab berkata, sedangkan beliau duduk di atas mimbar Rasulullah Saw. “Sesungguhnya Allah
telah mengutus Muhammad Saw. dengan membawa alhaq, dan menurunkan al-Kitab (Alquran)
kepadanya. Kemudian di antara yang diturunkan kepada beliau adalah ayat rajam. Kita telah
membacanya, menghafalnya, dan memahaminya. Rasulullah Saw. telah melaksanakan (hukum) rajam,
kitapun telah melaksanakan (hukum) rajam setelah beliau (wafat). Aku khawatir jika zaman telah
berlalu lama terhadap manusia, akan ada seseorang yang berkata, ‘Kita tidak dapati (hukum) rajam di
dalam kitab Allah’, sehingga mereka akan sesat dengan sebab meninggalkan satu kewajiban yang telah
diturunkan oleh Allah. Sesungguhnya (hukum) rajam benar-benar ada di dalam kitab Allah terhadap
orang yang berzina, padahal dia telah menikah, dari kalangan laki-laki dan wanita, jika bukti telah tegak
(nyata dengan empat saksi), atau terbukti hamil, atau pengakuan.
15

Meskipun dalam Islam terdapat hukum rajam bagi mereka yang melakukan perzinaan, namun
melihat hukuman bagi pelaku perzinaan (terutama anak di bawah umur) dengan hukuman yang berat,
dalam rangka efek jera maka sesuai dengan pemahaman istihsan dalam hukum Islam. Apalagi anak
sebagai korban eksploitasi seks komersial anak (ESKA) berdasarkan UU No. 23 Tahun 2002 mendapat
perlindungan khusus berdasarkan pasal 59. Ditambah dalam Pasal 64 ayat (3) Undang-Undang No. 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, perlindungan khusus kepada anak sebagai korban tindak
pidana dilakukan melalui:

a. Upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga;


b. Upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk
menghindari labelisasi;
c. Pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental,
maupun sosial; dan
d. Pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan
perkara. Semua regulasi tersebut telah sesuai dengan keinginan hukum Islam yakni
adanya keadilan demi kemaslahatan bagi sesama (li mashâlih al-‘ibâd fi al-dârain).
Kebijakan yang diambil oleh pemerintah melalui regulasi baik sifatnya preventif
(pencegahan), penahanan, rehabilitasi bagi korban kekerasan seksual, dan tindakan
lainnya yang bersifat positif, maka telah sesuai dengan prinsip hukum Islam dalam
sebuah kaidah tasharuf al-imâm ‘alâ al-ra’iyyah manûtun bi al-mashlahah (kebijakan
yang diambil pemimpin diorientasikan kepada kemaslahatan).
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

5.1 Kesimpulan
Pada dasarnya segala bentuk kekerasan terhadap anak dilarang baik oleh agama maupun
peraturan perundang-undangan. Setiap anak memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang baik secara
fisik dan mental.

Eksploitasi seksual terhadap anak membawa dampak yang tidak baik terhadap anak yaitu
dampak emosional, psikologis dan fisik yang berat sebagai akibat dari ekploitasi yang mereka alami.
Kekerasan fisik yang dialami bersamaan dengan eksploitasi seksual terhadap anak dapat mengakibatkan
luka, rasa sakit dan rasa takut, sedangkan masalah psikologis serius yang ditimbulkan oleh eksploitasi
seksual dapat menimbulkan rasa bersalah, rasa rendah diri, depresi dan dalam beberapa kasus dapat
menyebabkan bunuh diri. Di samping itu, anak-anak juga lebih rentan terhadap dinfeksi menular
seksual.

Perlu dilakukan upaya prefentif untuk mencegah terjadinya eksploitasi seksual terhadap anak
yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam hal ini adalah pihak kepolisian bekerja sama dengan
istansi lain seperti Pemerintah Daerah, P2TP2A yang bergerak dibidang perlindungan anak, dan lain-
lain dengan cara meningkatkan ketersediaan pusat rehabilitasi anak korban eksploitasi, memberikan
hukuman pidana bagi konsumen pembeli seks anak tidak hanya kepada perekrut dan mucikarinya saja.
Bahkan perhatian orang tua, Pendidikan yang diberikan kepada sang anak juga sangat penting untuk
mencegah terjadinya eksploitasi anak di bawah umur.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam hal ini belumlah sempurna,
namun masih memiliki banyak kekurangan yang aspek penelitiannya belum disentuh oleh peneliti. Oleh
karena itu peneliti berharap kepada penelitian selanjutnya agar dapat menyempurnakan penelitian yang
telah dilakukan tersebut dengan lebih mempertajam analisis serta menggunakan referensi-refersensi
yang jauh lebih bagus lagi. Selain itu peneliti ingin memberikan saran kepada orang tua supaya lebih
memperhatikan anak jangan sampai melupakan kewajiban kita sebagai orang tua. Dan bagi pihak yang
berwenang terhadap kasus eksploitasi anak di bawah umur agar lebih memaksimalkan upaya
perlindungan terhadap tindakan eksploitasi seksual anak di bawah umur sehingga tidak akan pernah
terjadi hal yang serupa dimasa yang akan datang.

16
17

Teruslah berkarya dan menjaga anak-anak bangsa kita terutama bagi anak Ciamis dengan
memberikan mereka suatu pengetahuan tentang hak-hak anak dan jangan pernah patah semangat karna
anak-anak adalah penerus bangsa dan negara.
DAFTAR PUSTAKA

” ECPAT Internasional, Tanya & Jawab..,hlm. 4.

Aditya K, zahroh S, Antono S. “Tradisi Kekerasan Seksual Sebagai Simbol Kekuasaan Pada Anak
Jalanan DI Kota Semarang”. jurnal Promosi Kesehatan Indonesia”, Volume 9. Nomor 1.
Januari 2014.

Aggun Lestari Suryamizon. “Pelindungan Hukum Preventif Terhadap Kekerasan Perempuan Dan dan
Anak Dalam Perspektif Hukum Hak Asasi Manusia,” Jurnal Perempuan Agama dan Jender,
Volume 16, Nomor 2, Januari 2017.

Albani, al-, Syaikh Muhammad Nashiruddin, Mukhtashar Shahih Muslim, Kampung Sunnah: Pustaka
Ebook Ahlussunnah, 2009.

Amila Hasya Milatina. “Peran ECPAT Dalam Menangani Eksploitasi Seksual Komersial Anak Di
Indonesia”. Jurnal Of International Relations, Volume 4. Nomor 3. Januari 2018.

Andiko, Toha, “Pemberdayaan Qawâ`id Fiqhiyyah dalam Penyelesaian Masalahmasalah Fikih Siyasah
Modern”, al- ‘Adalah, Vol. 12, No. 1 (2014), h. 103-118.

Arief, Barda Nawawi, Beberapa Aspek Kebijaksanaan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana,
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998.

Binahayati Rusyidi. “Penanganan Pekerja Seks Komersial Di Indonesia”. Jurnal Seks Komersial Di
Indonesia, Volume 5. Nomor 3. Desember 2018.

Bismar Siregar. “Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta. Hal.3.

Bungin Burhan, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana, 2011).

Choiri, Muttaqin, “Evolusi Ra’y dalam Pembentukan Hukum Islam”, al-‘Adalah, Vol. 12, No. 4 (2015),
h. 743-754.

Dewi Damayanti, “Pencegahan Eskploitasi Seksual Komersial Anak, Study Kasus Tentang Partisipasi
Yayasan Kakak di Surakarta” (Skripsi FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011).

Duski, “Metode Penetapan Hukum Islam Menurut al-Syâthibî (Suatu Kajian Tentang Konsep al-
Istiqrâ’ al-Ma’nawî)”, al-‘Adalah, Vol. 11, No. 2 (2013), h. 205-222.

Hakiki, Shofiyul Fuad, “Eksploitasi Jasa Anak Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 dan
Hukum Pidana Islam,” al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam,
Hilal, Syamsul, “Qawâ‘id Fiqhiyyah Furû‘iyyah Sebagai Sumber Hukum Islam”, al- ‘Adalah, Vol. 11,
No. 2 (2013), h. 141-154.

http://www.barnardos.org.uk/health_ impacts_of_child_sexual_exploitation, diakses pada 13 Juni


2016.

Irwanto, dkk. “Menentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak, (Medan: UII Press
2008).

Kementerian Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Alquran,
2009.

Lexi J.Meleong, Metode Penelitian Kualitatif,(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2004).

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan, Rafika Aditama, Bandung,
2012.

Mansyur, Dikdik M. Arief, dan Elisatris Gultom, Urgensi Korban Kejahatan Antara Norma dan
Realita, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2007.

Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 1999.

Moh. Ie Wayan Dani, “perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual, study Peran
Lembaga Swadaya Masyarakat Sahabat Anak, Perempuan, dan Keluarga Di Kabupaten
Bantul”. (Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 2018).

Notosoerdirdjo, Moeljono, Latipun, Kesehatan Mental, Konsep dan Penerapan, Malang: UMM Press,
2007.

Nurman Syarif, “Kekerasan Fisik dan Seksual (Analisis Terhadap Pasal 5 A dan C No. 23 UU PKDRT
Tahun 2004 Ditinjau dari Perspektif Hukum Islam)”, al-‘Adalah, Vol. 10, No. 4 (2012), h. 423-
434.

Pardjaman, Rahmawati, Transformasi Nilai-Nilai Syariah ke dalam Sistem Hukum Nasional (Sebuah
Pendekatan Hermeneutika), al-‘Adalah, Vol. 11, No. 2 (2013), h. 249-256.

Reksodiputro, Mardjono, Beberapa Catatan Umum Tentang Masalah Korban Dalam Viktimologi
Sebuah Bunga Rampai, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1987.

Rusfi, Muhammad, “Validitas Maslahah Mursalah Sebagai Sumber Hukum”, al-‘Adalah, Vol. 12, No.
1 (2014), h. 63-74.

Salam, Moch. Faisal, Hukum Acara Peradilan Anak di Indonesia, Bandung: Mandar Maju, 2005.
Sofian, Ahmad, Memerangi Pariwisata Sex Anak: Tanya & Jawab, Bangkok: ESPAT
International, 2006.
Shihab, M. Quraish, al-Lubab, Makna, Tujuan dan Pelajaran dari Surat-surat Alquran, Tangerang:
Lentera Hati, 2012.

Shofiyul Fuad Hakiki. “Eksploitasi Jasa Anak Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 dan
Hukum Pidana Islam”, Jurnal Hukum Pidana Islam, Volume2. Nomor 2, Desember 2016.

Soemitro, Irma Setyowati, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Jakarta: Bumi Aksara, 1990.

Sony Surya Prayoga, “Eksploitasi Seksual Komersial Anak, Study Tinjauan Yuridis Kriminologis”,
(Skripsi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2009).

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,2015).

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kualitatif, Kualitatif dan R & D (Jakarta,
Alfabeta, 2018).

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan
Penjelasannya, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Wawancara kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, oleh Drs. Moch. Syaiful
Bakhri, M. Si., Kwetasari, Kec. Ciamis, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. 17 juli 2023.

Yubsir, “Maqâshid al-Syari’ah Sebagai Metode Interpretasi Teks Hukum: Telaah Filsafat Hukum
Islam”, al-‘Adalah, Vol. 11, No. 2 (2013), h. 241-248.

Zainudin, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.


LAMPIRAN

Drs. Moch. Syaiful Bakhri, M. Si

(Kepala bidang P2TP2A) Toni Prasetyo Yudhangkoro, S.H., S.I.K.,


M.T. (kepala Porles Ciamis AKBP)

Anda mungkin juga menyukai