Anda di halaman 1dari 3

KORUPSI

Kata kiorupsi diambil dari Bahasa latin, yaitu corruption yag artinya busuk, buruk.
Menurut ((Indrawan & Widiyanto, 2017)) korupsi memiliki arti busuk, buruk disini
mengandung makna bahwa orang tersebut melakukan Tindakan penyalahgunaan kekuasaan
guna kepentingan diri sendiri dan lainnya. Bentuk kegiatan korupsi bisa likakukan dalam
berbagai hal seperti menerima uang sogok, penggelapan uang, yang mana hal tersebut
merupakan perbuatan buruk yang tidak jujur (Setiadi, 2018).

Korupsi memiliki dampak yang sangat berbahaya dalam kehidupan sesame manusia,
baik dari segi sosial, politik, birokrasi, bahkan hingga tiap individu manusia. Bahaya korupsi
bagi kehidupan diibaratkan bahwa korupsi adalah seperti kanker dalam darah, sehingga si
empunya badan harus selalu melakukan “cuci darah” terus menerus jika ia menginginkan
dapat hidup terus (Indrawan & Widiyanto, 2017).

Apabila korupsi dalam suatu masyarakat telah merajalela dan menjadi makanan
masyarakat setiap hari, maka akibatnya akan menjadikan masyarakat tersebut sebagai
masyarakat yang kacau, tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku dengan baik. Setiap
individu dalam masyarakat hanya akan mementingkan diri sendiri (self interest), bahkan
selfishness (Setiadi, 2018). Korupsi juga membahayakan terhadap standar moral dan
intelektual masyarakat. Ketika korupsi sudah banyak terjadi, maka dapat dipastikn tidak ada
nilai utama atau kemulyaan dalam masyarakat. Dalam tulisannya, Theobold berkata bahwa
korupsi menimbulkan iklim ketamakan, selfishness, dan sinisism. Chandra Muzaffar
menyatakan bahwa korupsi menyebabkan sikap individu menempatkan kepentingan diri
sendiri di atas segala sesuatu yang lain dan hanya akan berpikir tentang dirinya sendiri
(Simarmata, 2021).

Rusaknya generasi muda merupakan salah satu dampak negative lain dari korupsi.
dampak tersebut terjadi dalam kurun waktu Panjang akan anak tumbuh dengan pribadi
antisosial, selanjutnya generasi muda akan menganggap bahwa korupsi sebagai hal biasa
(atau bahkan budaya), sehingga perkembangan pribadinya menjadi terbiasa dengan sifat tidak
jujur dan tidak bertanggung jawab (Ruslin, 2021).

Politik yang merupakan bagian dari kekuasaan pun tak luput dari kekacauan dan
kehancuran bila korupsi sudah menjangkit pada bagian itu. Kekuasaan politik yang dicapai
dengan korupsi akan menghasilkan pemerintahan dan pemimpin
masyarakat yang tidak legitimate di mata public. Jika demikian keadaannya, maka
masyarakat tidak akan percaya terhadap pemerintah dan pemimpin tersebut, akibatnya
mereka tidak akan patuh dan tunduk pada otoritas mereka. Praktik korupsi yang meluas
dalam politik seperti pemilu yang curang, kekerasan dalam pemilu, money politics dan lain-
lain juga dapat menyebabkan rusaknya demokrasi, karena untuk mempertahankan kekuasaan,
penguasa korup itu akan menggunakan kekerasan (otoriter) atau menyebarkan korupsi lebih
luas lagi di masyarakat. Di samping itu, keadaan yang demikian itu akan memicu terjadinya
instabilitas sosial politik dan integrasi sosial, karena terjadi pertentangan antara penguasa dan
rakyat. Bahkan dalam banyak kasus, hal ini menyebabkan jatuhnya kekuasaan pemerintahan
secara tidak terhormat, seperti yang terjadi di Indonesia (Setiadi, 2018).

Ekonomi suatu bangsa akan rusak apabila sudah terjangkit korupsi di dalamnya.
Apabila sudah terdapat unsur-unsur korupsi seperti nepotisme, suap pada kegiatan ataupun
proyek ekonomi maka sudah pasti proyek tersebut tidak akan tercapai ataupun rusak. Akibat
lainnya ialah akan berkurangnya investasi dari modal dalam negeri maupun luar negeri,
karena para investor akan berpikir dua kali untuk membayar biaya yang lebih tinggi dari
semestinya dalam berinvestasi (seperti untuk penyuapan pejabat agar dapat izin, biaya
keamanan kepada pihak keamanan agar investasinya aman dan lain-lain biaya yang tidak
perlu) (Pujihartini, 2022).

Kegiaan birokrasi dalam pemerintahanpun akan menjadi kacau keseimbangannya


apabila disusupi oleh ancaman korupsi. dengan disusupi korupsi, efisiensi, keefektifan serta
tingkat kualitas yang baik dari birokrasi tidak akan pernah terlaksana. Dampaknya ialah pada
jeleknya kualitas layanan public, hanya yang memiliki uang dan kekuasaan saja yang
diuntungkan sehingga menyebabkan keresahan sosial, ketidaksetaraan sosial dan bahkan
hingga kemarahan sosial.

Tentunya korupsi ingin sekali diberantas dalam berbagai aspek supaya terciptanya
kehidupan bermasyarakat yang adil dan sejahtera. Namun seringkali terlihat banyak sekali
hambatan yang terjadi baik itu hambatan structural, kultural, instrumental serta manajemen.
Oleh karena itu, dalam memberantas korupsi ada beberapa hal yang harus diperhitungkan dan
dilihat agar hambatan tersebut dapat menghilang atauminimalnya berkurang, hal-hal tersebut
antara lain (Pujihartini, 2022; Sekti, 2022; Setiadi, 2018) :

1. Mendesain ulang pelayanan publik, terutama pada bidang-bidang yang


berhubungan langsung dengan kegiatan pelayanan kepada masyarakat sehari-hari.
2. Memperkuat transparansi, sanksi dan hukum pada penghukuman para pelaku
korupsi
3. Melakukan pemberdayaan pada perangkat-perangkat hukum dalam pencegahan
tindak korupsi
4. Melakukan kegiatan terpadu dalam melakukan penmberantasan korupsi

REFERENSI

Indrawan, R. M. J., & Widiyanto, B. (2017). Korupsi Sebagai Bagian dari Perang Proxy:
Upaya Untuk Memberantas Bahaya Korupsi. Jurnal Pertahanan & Bela Negara, 7(1),
21–38. https://jurnal.idu.ac.id/index.php/JPBH/article/view/128/59

Pujihartini, L. (2022). Penanggulangan Korupsi, Kolusi Dan Nepotiseme Dalam Penerimaan


CPNS. Jurnal Mentari Publika , 2(2), 256–259.

Ruslin. (2021). DAMPAK DAN UPAYA PEMBERANTASAN SERTA PENGAWASAN


KORUPSI DI INDONESIA. 6(1), 36. https://doi.org/10.31602/as.v6i1.4279

Sekti, F. (2022). Strategi Ideal Pemberantasan Korupsi di Indonesia. 4(1), 68.

Setiadi, W. (2018). KORUPSI DI INDONESIA (Penyebab, Bahaya, Hambatan dan Upaya


Pemberantasan, Serta Regulasi). 64(2), 361–372. https://doi.org/10.1515/bpasts-2016-
0041

Simarmata, L. N. (2021). Korupsi Sekarang Dan Yang Akan Datang. Jurnal Ilmiah Hukum
Dirgantara, 11(2), 87–99.
https://journal.universitassuryadarma.ac.id/index.php/jihd/article/view/770

Anda mungkin juga menyukai