Anda di halaman 1dari 12

A.

Latar Belakang
Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-
kanak dan masa dewasa. Di mana pada masa ini remaja memiliki kematangan
emosi, sosial, fisik dan psikis. Remaja juga merupakan tahapan perkembangan
yang harus dilewati dengan berbagai kesulitan. Dalam tugas
perkembangannya, remaja akan melewati beberapa fase dengan berbagai
tingkat kesulitan permasalahannya sehingga dengan mengetahui tugas-tugas
perkembangan remaja dapat mencegah konflik yang ditimbulkan oleh remaja
dalam keseharian yang sangat menyulitkan masyarakat, agar tidak salah
persepsi dalam menangani permasalahan tersebut. Pada masa ini juga kondisi
psikis remaja sangat labil.
Karena masa ini merupakan fase pencarian jati diri. Biasanya mereka
selalu ingin tahu dan mencoba sesuatu yang baru dilihat atau diketahuinya
dari lingkungan sekitarnya, mulai lingkungan keluarga, sekolah, teman
sepermainan dan masyarakat. Semua pengetahuan yang baru diketahuinya
diterima dan ditanggapi oleh remaja sesuai dengan kepribadian masing-
masing. Di sinilah peran lingkungan sekitar sangat diperlukan untuk
membentuk kepribadian seorang remaja. Setiap remaja sebenarnya memiliki
potensi untuk dapat mencapai kematangan kepribadian yang memungkinkan
mereka dapat menghadapi tantangan hidup secara wajar di dalam
lingkungannya, namun potensi ini tentunya tidak akan berkembang dengan
optimal jika tidak ditunjang oleh faktor fisik dan faktor lingkungan yang
memadai.
Dalam pembentukan kepribadian seorang remaja, akan selalu ada
beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu faktor risiko dan faktor protektif.
Faktor risiko ini dapat bersifat individual, kontekstual (pengaruh lingkungan),
atau yang dihasilkan melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya.
Faktor risiko yang disertai dengan kerentanan psikosial dan resilience pada
seorang remaja akan memicu terjadinya gangguan emosi dan perilaku yang
khas pada seorang remaja. Sedangkan faktor protektif merupakan faktor yang
memberikan penjelasan bahwa tidak semua remaja yang mempunyai faktor
risiko akan mengalami masalah perilaku atau emosi, atau mengalami
gangguan tertentu.
Faktor protektif merupakan faktor yang memodifikasi, merubah, atau
menjadikan respons seseorang menjadi lebih kuat menghadapi berbagai
macam tantangan yang datang dari lingkungannya. Faktor protektif ini akan
berinteraksi dengan faktor risiko dengan hasil akhir berupa terjadi tidaknya
masalah perilaku atau emosi, atau gangguan mental kemudian hari. Lemahnya
emosi seseorang akan berdampak pada terjadinya masalah di kalangan
remaja, misalnya bullying yang sekarang kembali mencuat di media. Kekerasan
di sekolah ibarat fenomena gunung es yang nampak ke permukaan hanya
bagian kecilnya saja. Akan terus berulang, jika tidak ditangani secara tepat dan
berkesinambungan dari akar persoalannya.
Budaya bullying (kekerasan) atas nama senioritas masih terus terjadi di
kalangan peserta didik. Karena meresahkan, pemerintah didesak segera
menangani masalah ini secara serius. Bullying adalah suatu bentuk kekerasan
anak (child abuse) yang dilakukan teman sebaya kepada seseorang (anak)
yang lebih ‘rendah’ atau lebih lemah untuk mendapatkan keuntungan atau
kepuasan tertentu. Biasanya bullying terjadi berulang kali. Bahkan ada yang
dilakukan secara sistematis.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan bullying?
2. Apa jenis-jenis perbuatan bullying?
3. Bagaimana ciri orang yang membullying dan orang yang dibullying?
4. Apa saja faktor yang menyebabkan perilaku bullying?
5. Apa saja dampak dari perilaku bullying?
6. Bagaimana upaya pencegahan bullying?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Bullying
Definisi bullying merupakan sebuah kata serapan dari bahasa Inggris.
Bullying berasal dari kata bully yang artinya penggertak, orang yang
mengganggu orang yang lemah. Beberapa istilah dalam bahasa Indonesia
yang seringkali dipakai masyarakat untuk menggambarkan fenomena bullying
di antaranya adalah penindasan, penggencetan, perpeloncoan, pemalakan,
pengucilan, atau intimidasi. Dari definisi di atas, ada beberapa para ahli yang
mengemukakan pendapatnya tentang bullying, di antaranya:
Barbara Coloroso (2003: 44): “Bullying adalah tindakan bermusuhan yang
dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan untuk menyakiti, seperti
menakuti melalui ancaman agresi dan menimbulkan teror. Termasuk juga
tindakan yang direncanakan maupun yang spontan bersifat nyata atau hampir
tidak terlihat, di hadapan seseorang atau di belakang seseorang, mudah untuk
diidentifikasi atau terselubung dibalik persahabatan, dilakukan oleh seorang
anak atau kelompok anak”.
Olweus (1993) dalam Pikiran Rakyat, 5 Juli 2007: “Bullying can consist of
any action that is used to hurt another child repeatedly and without cause”.
Bullying merupakan perilaku yang ditujukan untuk melukai siswa lain secara
terus-menerus dan tanpa sebab. Sedangkan menurut Rigby (2005: dalam
Anesty, 2009) merumuskan bahwa “bullying” merupakan sebuah hasrat untuk
menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan dalam aksi, menyebabkan seseorang
menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau
sekelompok orang yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya
berulang dan dilakukan dengan perasaan senang (Retno Astuti, 2008: 3).
Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2001) mendefinisikan school bullying sebagai
perilaku agresif kekuasaan terhadap siswa yang dilakukan berulang-ulang oleh
seorang/kelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa lain yang
lebih lemah dengan tujuan menyakiti orang tersebut.
Beberapa ahli meragukan pengertian-pengertian di atas bahwa bullying
hanya sekedar keinginan untuk menyakiti orang lain, mereka memandang
bahwa “keinginan untuk menyakiti seseorang” dan “benar-benar menyakiti
seseorang” merupakan dua hal yang jelas berbeda. Oleh karena itu beberapa
ahli psikologi menambahkan bahwa bullying merupakan sesuatu yang
dilakukan bukan sekedar dipikirkan oleh pelakunya, keinginan untuk menyakiti
orang lain dalam bullying selalu diikuti oleh tindakan negatif.
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bullying
merupakan serangan berulang secara fisik, psikologis, sosial, ataupun verbal,
yang dilakukan dalam posisi kekuatan yang secara situasional didefinisikan
untuk keuntungan atau kepuasan mereka sendiri. Bullying merupakan bentuk
awal dari perilaku agresif yaitu tingkah laku yang kasar. Bisa secara fisik, psikis,
melalui kata-kata, ataupun kombinasi dari ketiganya. Hal itu bisa dilakukan
oleh kelompok atau individu. Pelaku mengambil keuntungan dari orang lain
yang dilihatnya mudah diserang. Tindakannya bisa dengan mengejek nama,
korban diganggu atau diasingkan dan dapat merugikan korban.

B. Jenis-jenis Tindakan Bullying


Barbara Coloroso (2006: 47-50) membagi jenis-jenis bullying ke dalam
empat jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Bullying secara verbal
Perilaku ini dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritikan kejam,
penghinaan, pernyataan-pernyataan yang bernuansa ajakan seksual atau
pelecehan seksual, teror, surat-surat yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan
yang tidak benar kasak-kusuk yang keji dan keliru, gosip dan sebagainya. Dari
ketiga jenis bullying, bullying dalam bentuk verbal adalah salah satu jenis yang
paling mudah dilakukan dan bullying bentuk verbal akan menjadi awal dari
perilaku bullying yang lainnya serta dapat menjadi langkah pertama menuju
pada kekerasan yang lebih lanjut.
2. Bullying secara fisik
Yang termasuk dalam jenis ini ialah memukuli, menendang, menampar,
mencekik, menggigit, mencakar, meludahi, dan merusak serta menghancurkan
barang-barang milik anak yang tertindas. Kendati bullying jenis ini adalah
yang paling tampak dan mudah untuk diidentifikasi, namun kejadian bullying
secara fisik tidak sebanyak bullying dalam bentuk lain. Remaja yang secara
teratur melakukan bullying dalam bentuk fisik kerap merupakan remaja yang
paling bermasalah dan cenderung akan beralih pada tindakan-tindakan
kriminal yang lebih lanjut.
3. Bullying secara relasional
Bullying secara relasional adalah pelemahan harga diri korban secara
sistematis melalui pengabaian, pengucilan atau penghindaran. Perilaku ini
dapat mencakup sikap-sikap yang tersembunyi seperti pandangan yang
agresif, lirikan mata, helaan nafas, cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh
yang mengejek. Bullying dalam bentuk ini cenderung perilaku bullying yang
paling sulit dideteksi dari luar. Bullying secara relasional mencapai puncak
kekuatannya di awal masa remaja, karena saat itu terjadi perubahan fisik,
mental emosional dan seksual remaja. Ini adalah saat ketika remaja mencoba
untuk mengetahui diri mereka dan menyesuaikan diri dengan teman sebaya.
4. Bullying elektronik
Bullying elektronik merupakan bentuk perilaku bullying yang dilakukan
pelakunya melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone, internet,
website, chatting room, email, SMS, dan sebagainya. Biasanya ditujukan untuk
meneror korban dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar, dan rekaman
video atau film yang sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan.
Bullying jenis ini biasanya dilakukan oleh kelompok remaja yang telah memiliki
pemahaman cukup baik terhadap sarana teknologi informasi dan media
elektronik lainnya.
Pada umumnya, anak laki-laki lebih banyak menggunakan bullying secara
fisik dan anak wanita banyak menggunakan bullying relasional/emosional,
namun keduanya sama-sama menggunakan bullying verbal. Perbedaan ini,
lebih berkaitan dengan pola sosialisasi yang terjadi antara anak laki-laki dan
perempuan (Coloroso, 2006: 51).

C. Ciri Orang yang Membullying dan Orang yang Dibullying


1. Ciri Orang yang Membullying
Menurut Ubaydillah (AN dalam e-psikologi.com), siswa/orang yang
mempunyai kecenderungan sebagai pelaku bullying umumnya memiliki ciri-
ciri sebagai berikut:
 Suka mendominasi anak lain.
 Suka memanfaatkan anak lain untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
 Sulit melihat situasi dari titik pandang anak lain.
 Hanya peduli pada keinginan dan kesenangannya sendiri, dan tak mau
peduli dengan perasaan anak lain.
 Cenderung melukai anak lain ketika orang tua atau orang dewasa
lainnya tidak ada di sekitar mereka.
 Memandang saudara-saudara atau rekan-rekan yang lebih lemah
sebagai sasaran.
 Tidak mau bertanggung jawab atas tindakannya.
 Tidak memiliki pandangan terhadap masa depan atau masa bodoh
terhadap akibat dari perbuatannya.
 Haus perhatian.
2. Ciri Orang yang Dibullying
Sedangkan siswa/orang yang akan dijadikan atau menjadi korban
bullying biasanya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 Anak baru di lingkungan itu.
 Anak termuda atau paling kecil di sekolah.
 Anak yang pernah mengalami trauma sehingga sering menghindar
karena rasa takut.
 Anak penurut karena cemas, kurang percaya diri, atau anak yang
melakukan sesuatu karena takut dibenci atau ingin menyenangkan.
 Anak yang perilakunya dianggap mengganggu orang lain.
 Anak yang tidak mau berkelahi atau suka mengalah.
 Anak yang pemalu, menyembunyikan perasaannya, pendiam atau tidak
mau menarik perhatian orang lain.
 Anak yang paling miskin atau paling kaya.
 Anak yang ras atau etnisnya dipandang rendah.
 Anak yang orientasi gender atau seksualnya dipandang rendah.
 Anak yang agamanya dipandang rendah.
 Anak yang cerdas, berbakat, memiliki kelebihan atau beda dari yang
lain.
 Anak yang merdeka atau liberal, tidak memedulikan status sosial, dan
tidak berkompromi dengan norma-norma.
 Anak yang siap mendemonstrasikan emosinya setiap waktu.
 Anak yang gemuk atau kurus, pendek atau jangkung.
 Anak yang memakai kawat gigi atau kacamata.
 Anak yang berjerawat atau memiliki masalah kondisi kulit lainnya.
 Anak yang memiliki kecacatan fisik atau keterbelakangan mental.
 Anak yang berada di tempat yang keliru pada saat yang salah (bernasib
buruk).

D. Faktor Penyebab Bullying


Bullying dapat terjadi di mana saja, di perkotaan, pedesaan, sekolah
negeri, sekolah swasta, di waktu sekolah maupun di luar waktu sekolah.
Bullying terjadi karena interaksi dari berbagai faktor yang dapat berasal dari
pelaku, korban, dan lingkungan di mana bullying tersebut terjadi. Dalam
penelitian Riauskina, Djuwita, dan Soesetio, (2005) alasan seseorang
melakukan bullying adalah karena korban mempunyai persepsi bahwa pelaku
melakukan bullying karena tradisi, balas dendam karena dia dulu diperlakukan
sama (menurut korban laki-laki), ingin menunjukkan kekuasaan, marah karena
korban tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan, mendapatkan
kepuasan (menurut korban laki-laki), dan iri hati (menurut korban perempuan).
Adapun korban juga memersepsikan dirinya sendiri menjadi korban bullying
karena penampilan yang mencolok, tidak berperilaku dengan sesuai, perilaku
dianggap tidak sopan, dan tradisi.
Menurut psikolog Seto Mulyadi, bullying disebabkan karena saat ini
remaja di Indonesia penuh dengan tekanan. Terutama yang datang dari
sekolah akibat kurikulum yang padat dan teknik pengajaran yang terlalu kaku.
Sehingga sulit bagi remaja untuk menyalurkan bakat non akademisnya
penyalurannya dengan kejahilan-kejahilan dan menyiksa. Budaya feodalisme
yang masih kental di masyarakat juga dapat menjadi salah satu penyebab
bullying sebagai wujudnya adalah timbul budaya senioritas, yang bawah harus
menurut sama yang atas.
1. Faktor keluarga
Anak yang melihat orang tuanya atau saudaranya melakukan bullying
sering akan mengembangkan perilaku bullying juga. Ketika anak menerima
pesan negatif berupa hukuman fisik di rumah, mereka akan mengembangkan
konsep diri dan harapan diri yang negatif, yang kemudian dengan
pengalaman tersebut mereka cenderung akan lebih dulu menyerang orang
lain sebelum mereka diserang. Bullying dimaknai oleh anak sebagai sebuah
kekuatan untuk melindungi diri dari lingkungan yang mengancam.
2. Faktor sekolah
Karena pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini, anak-
anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku
mereka untuk melakukan intimidasi anak-anak yang lainnya. Bullying
berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah yang sering
memberikan masukan yang negatif pada siswanya misalnya, berupa hukuman
yang tidak membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai
dan menghormati antar sesama anggota sekolah.
3. Faktor kelompok sebaya
Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman sekitar
rumah kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Kadang kala
beberapa anak melakukan bullying pada anak yang lainnya dalam usaha untuk
membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun
mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut.

E. Dampak Tindakan Bullying


1. Dampak negatif
Bullying memiliki dampak yang sangat buruk bagi seorang. Berikut ini
adalah beberapa dampak bullying di antaranya: prestasi belajar menurun,
fobia sekolah, gelisah, sulit tidur, gangguan makan, menyendiri, mengucilkan
diri, sensitif, lekas marah, agresif , bersikap kasar pada orang lain (contoh:
pada kakak atau adik bahkan orang tua), depresi, hasrat bunuh diri (data dari
jepang dinyatakan bahwa 10% korban bullying mencoba bunuh diri),
rendahnya kepercayaan diri/minder, dan merasa terisolasi dalam pergaulan.
2. Dampak positif
Dari dampak negatif di atas, ternyata bullying dapat mengakibatkan
dampak positif yaitu:
 Bullying bisa menjadi stresor positif bagi remaja yang kuat fisik dan
mental dalam menjalani hidupnya.
 Remaja yang terkena bullying akan termotivasi untuk berani membela
dirinya di hadapan orang lain, dapat membela temannya (berjiwa
ksatria).
 Lebih proaktif dan tanggap akan permasalahan yang dihadapi.
 Timbul keinginan untuk belajar lebih giat (karena mendapat ejekan
masalah akademik).
 Timbul rasa setia kawan yang tinggi karena ada rasa peduli akan derita
teman.
 Bisa mengontrol emosi dengan baik.
 Lebih percaya diri karena merasa dirinya memiliki harga diri yang pantas
untuk dihargai dan dihormati (tidak mau disakiti).
 Meningkatkan keberanian berkomunikasi, menyadari bahwa masih
terdapat kekurangan dalam diri sendiri (introspeksi diri).
 Menjadi lebih dewasa dalam bersikap.
 Berusaha bangkit dan menjadi pribadi yang tanggung dan kuat secara
fisik dan mental.
 Berani menghadapi tantangan dan cobaan hidup.
 Lebih dekat dengan orang tua dan guru.

F. Upaya Mengatasi Bullying


1. Cara menghadapi tukang “bully”
Tatap mata mereka dan katakan pada mereka untuk berhenti. Jika
pengganggu semakin mendekat, letakkan tangan Anda seperti menghentikan
kendaraan saat menyeberang, ciptakan penghalang antara Anda dan si tukang
bully. Tataplah mata mereka dan katakan dengan tenang tapi tegas, “Cukup!
Kamu harus berhenti sekarang!” Jika mereka terus melewati batas atau terus
mengejek Anda berbagai cara, cukup ulangi kalimat Anda. “Hentikan! Aku
ingin kamu berhenti sekarang!” Jangan mengatakan atau melakukan apa pun
selain terus mempertahankan jarak Anda dan ulangi lagi.
Pelajari bagaimana cara berpikir tukang “bully”. Mereka cenderung
memilih orang-orang yang mereka anggap tidak mau atau tidak mampu
membela diri sendiri. Pengganggu memilih sasaran empuk dan “mengujinya”
dengan kata-kata yang menusuk dan tindakan yang mengganggu. Cara
tercepat dan cara terbaik untuk mengakhiri intimidasi mereka adalah dengan
membela diri dan menyuruhnya dengan tegas untuk menghentikan
tingkahnya dan mengulanginya sampai mereka mendengarkannya.
Negosiasi, mencoba untuk berteman, atau menunjukkan bahwa Anda
terganggu hanya akan memberi mereka lebih banyak kesempatan dan akan
semakin menjadi-jadi. Jangan merengek, cobalah untuk tidak menangis, dan
tetap teguh. Mereka akan bosan dan kehilangan minat ketika santai saja dan
tidak memberi mereka alasan apa-apa untuk mengganggu. Tidak ada yang
lucu dengan berkata “berhenti atau cukup.” Mereka tidak akan bisa mengejek
jika terlihat kuat.
Berdiri tegak dan tatap mereka. Perhatikan gestur tubuh di hadapan si
pengganggu. Bahkan jika mereka lebih besar (yang memang seringnya
demikian) berdirilah tegak dan tatap langsung di matanya. Lawan pandangan
mereka secara dingin. Perhatikan mereka dengan saksama dari ujung kaki ke
ujung rambutnya. Seolah-olah melihat dan tahu sesuatu yang mereka tidak
sadari.
Tutup telinga. Jangan mendengarkan hal-hal yang dikatakannya atau
memasukkannya ke dalam hati. Mereka mengatakan hal-hal tersebut untuk
membuat Anda emosi, bukan karena itu yang mereka pikirkan, bukan karena
itu benar, dan bukan karena mereka mencoba untuk membantu Anda. Mereka
mencoba untuk membuat Anda terpuruk sebagai cara menaikkan posisi
mereka sendiri, karena mereka sebenarnya merasa tidak aman dan memiliki
hati yang lemah.
Ciptakan sebuah mantra jika diganggu secara terus-menerus. Bacakan
mantra tersebut secara berulang di dalam pikiran saat tukang “bully” sedang
beraksi. Sebuah mantra yang baik mungkin berasal dari satu bait lirik lagu
yang Anda sukai, atau berbentuk doa, ataupun kutipan kata-kata yang
memotivasi Anda. Jika mereka semakin mendekat, katakan untuk berhenti dan
terus menatapnya dengan tatapan dingin Anda. Tetap tenang dan ulangi
mantra Anda.
Pertahankan diri dengan cerdas. Jangan biarkan diri Anda terjebak dalam
sebuah situasi saling menghina dengan mereka. Anda akan hampir selalu
kalah jika beradu mulut satu lawan satu, bahkan jika Anda lebih jenaka, lebih
lucu, dan lebih cerdas (sebagaimana seharusnya Anda) sekalipun. Karena
merekalah yang merancang permainan ini. Jangan mencoba membalas
dengan hinaan yang lebih hebat yang hanya dapat membuat keadaan dirinya
menjadi lebih buruk.
Abaikan tukang “bully” di dunia maya. Hal terbaik yang dapat Anda
lakukan untuk melawan pengganggu maya secara online adalah dengan
mengabaikan mereka. Jika seseorang melakukan bully kepada Anda secara
online, apakah itu melalui email, teks, Facebook, atau jejaring sosial lainnya,
Anda harus melepaskan diri dari pengganggu itu sebisa mungkin. Hindari
tersedot ke dalam situasi saling bertukar hinaan atau argumen melalui
internet, terutama yang bersifat publik. Terkadang memang sangat menggoda
untuk membalasnya, namun hindari godaan itu sebisa mungkin.
2. Solusi/upaya buat orang tua atau wali orang tua
Satukan persepsi dengan istri/suami. Sangat penting bagi suami-istri
untuk satu suara dalam menangani permasalahan yang dihadapi anak-anak di
sekolah. Karena kalau tidak, anak akan bingung, dan justru akan semakin
tertekan. Kesamaan persepsi yang dimaksud meliputi beberapa aspek,
misalnya: apakah orang tua perlu ikut campur, apakah perlu datang ke
sekolah, apakah perlu menemui orang tua pelaku intimidasi, termasuk apakah
perlu lapor ke polisi.
Pelajari dan kenali karakter anak kita. Perlu kita sadari, bahwa satu-satu
penyebab terjadinya bullying adalah karena ada anak yang memang punya
karakter yang mudah dijadikan korban.
Jalin komunikasi dengan anak. Tujuannya adalah anak akan merasa
cukup nyaman (meskipun tentu saja tetap ada rasa tidak nyaman) bercerita
kepada kita sebagai orang tuanya ketika mengalami intimidasi di sekolah. Ini
menjadi kunci berbagai hal, termasuk untuk memonitor apakah suatu kasus
sudah terpecahkan atau belum.
Masuklah di saat yang tepat. Jangan lupa, bahwa sering kali anak kita
sendiri (yang menjadi korban intimidasi) tidak senang kalau kita (orang
tuanya) turut campur. Bahwa prestasi belajar anak mulai terganggu.
3. Penanganan yang bisa dilakukan oleh guru
Usahakan mendapat kejelasan mengenai apa yang terjadi. Tekankan
bahwa kejadian tersebut bukan kesalahannya. Bantu anak mengatasi rasa tidak
nyaman yang ia rasakan, jelaskan apa yang terjadi dan mengapa hal itu terjadi.
Pastikan Anda menerangkan dalam bahasa sederhana dan mudah dimengerti
anak. Jangan pernah menyalahkan anak atas tindakan bullying yang ia alami.
Mintalah bantuan pihak ketiga (guru atau ahli profesional) untuk membantu
mengembalikan anak ke kondisi normal, jika dirasakan perlu. Untuk itu
bukalah mata dan hati Anda sebagai orang tua. Jangan tabu untuk
mendengarkan masukan pihak lain.
Amati perilaku dan emosi anak Anda, bahkan ketika kejadian bully yang
ia alami sudah lama berlalu (ingat bahwa biasanya korban menyimpan
dendam dan potensial menjadi pelaku di kemudian waktu). Bekerja samalah
dengan pihak sekolah (guru). Mintalah mereka membantu dan mengamati bila
ada perubahan emosi atau fisik anak Anda. Waspadai perbedaan ekspresi
agresi yang berbeda yang ditunjukkan anak Anda di rumah dan di sekolah
(ada atau tidak ada orang tua/guru/pengasuh).
Binalah kedekatan dengan teman-teman anak. Cermati cerita mereka
tentang anak. Waspadai perubahan atau perilaku yang tidak biasa. Minta
bantuan pihak ke tiga (guru atau ahli profesional) untuk menangani pelaku.
4. Pencegahan buat anak yang menjadi korban bullying
Bekali anak dengan kemampuan untuk membela dirinya sendiri,
terutama ketika tidak ada orang dewasa/ guru/ orang tua yang berada di
dekatnya. Bekali anak dengan kemampuan menghadapi beragam situasi tidak
menyenangkan yang mungkin ia alami dalam kehidupannya Walau anak
sudah diajarkan untuk mempertahankan diri dan dibekali kemampuan agar
tidak menjadi korban tindak kekerasan, tetap beritahukan anak ke mana ia
dapat melaporkan atau meminta pertolongan atas tindakan kekerasan yang ia
alami (bukan saja bullying). Terutama tindakan yang tidak dapat ia tangani
atau tindakan yang terus berlangsung walau sudah diupayakan untuk tidak
terulang. Upayakan anak mempunyai kemampuan sosialisasi yang baik
dengan sebaya atau dengan orang yang lebih tua.
5. Penanganan buat anak yang menjadi pelaku bullying
Segera ajak anak bicara mengenai apa yang ia lakukan. Jelaskan bahwa
tindakannya merugikan diri dan orang lain. Upayakan bantuan dari tenaga
ahlinya agar masalah tertangani dengan baik dan selesai dengan tuntas. Cari
penyebab anak melakukan hal tersebut. Penyebab menjadi penentu
penanganan. Anak yang menjadi pelaku karena rasa rendah diri tentu akan
ditangani secara berbeda dengan pelaku yang disebabkan oleh dendam
karena pernah menjadi korban. Demikian juga bila pelaku disebabkan oleh
agresivitasnya yang berbeda. Posisikan diri untuk menolong anak dan bukan
menghakimi anak.
6. Cara paling ideal untuk mencegah terjadinya bullying
Mengajarkan kemampuan asertif, yaitu kemampuan untuk
menyampaikan pendapat atau opini pada orang lain dengan cara yang tepat.
Hal ini termasuk kemampuan untuk mengatakan tidak atas tekanan-tekanan
yang didapatkan dari teman/pelaku bullying. Sekolah meningkatkan
kesadaran akan adanya perilaku bullying (tidak semua anak paham apakah
sebenarnya bullying itu) dan bahwa sekolah memiliki dan menjalankan
kebijakan anti bullying. Murid harus bisa percaya bahwa jika ia menjadi
korban, ia akan mendapatkan pertolongan. Sebaliknya, jika ia menjadi pelaku,
sekolah juga akan bekerja sama dengan orang tua agar bisa bersama-sama
membantu mengatasi permasalahannya. Memutus lingkaran konflik dan
mendukung sikap bekerja sama antar anggota komunitas sekolah, tidak hanya
interaksi antar murid dalam level yang sama tapi juga dari level yang berbeda.
7. Cara mencegah supaya anak tidak menjadi pelaku bullying
Kunci utama dari antisipasi masalah bullying adalah hubungan yang baik
dengan anak. Hubungan yang baik akan membuat anak terbuka dan percaya
bahwa setiap masalah yang dihadapinya akan bisa diatasi dan bahwa orang
tua dan guru akan selalu siap membantunya. Dari sinilah anak kemudian
belajar untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang tepat.
8. Cara bagaimana supaya anak tidak menjadi korban bullying
Membekali anak dengan keterampilan assertive, sehingga bisa
memberikan pesan yang tepat pada pelaku bahwa dirinya bukan pihak yang
bisa dijadikan korban.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bullying adalah suatu tindakan negatif yang dilakukan secara berulang-
ulang dimana tindakan tersebut sengaja dilakukan dengan tujuan untuk
melukai dan membuat seseorang merasa tidak nyaman. Jenis bullying dapat
dibedakan menjadi 4, bullying secara verbal, bullying secara fisik, bullying
secara relasional, dan bullying elektronik.
Ciri orang yang membullying salah satunya adalah haus perhatian,
sedangkan ciri orang yang dibullying salah satunya adalah karena anak yang
dibully itu paling miskin atau paling kaya. Faktor dari bullying bisa berasal dari
faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor kelompok sebaya.
Dampak dari bullying ada yang positif dan ada juga yang negatif. Solusi
atau upaya untuk mengatasi bullying bisa dilakukan dari lingkungan keluarga,
sekolah, dan sebagainya.

B. Saran
1. Hendaknya pihak sekolah proaktif dengan membuat program
pengajaran keterampilan sosial, problem solving, manajemen konflik,
dan pendidikan karakter.
2. Hendaknya guru memantau perubahan sikap dan tingkah laku siswa
di dalam maupun di luar kelas; dan perlu kerja sama yang harmonis
antara guru BK, guru-guru mata pelajaran, serta staf dan karyawan
sekolah.
3. Sebaiknya orang tua menjalin kerja sama dengan pihak sekolah untuk
tercapainya tujuan pendidikan secara maksimal tanpa adanya
tindakan bullying antar pelajar di sekolah.

Anda mungkin juga menyukai