Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

Ijma’ Sebagai Dalil Hukum

Dosen pengampu:

Disusun oleh:

Samsul Bahri (12130412162)

Nanda Saputra (12130411994)

Asy’ari Reza ALFikri (12130414779)

Jurusan Ilmu Hadis

Fakultas ushuluddin

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF KASIM RIAU


2022/2023

1
KATA PENGANTAR

‫ ِلَي ْز َد اُدْو ا ِإْي َم اًن ا َمَع ِإْيَماِنِه ْم َو الَّص اَل ُة َو الَّس اَل ُم َع َلى َأْش َر اِف ْاأَل ْن ِبَي اِء َو ْالُمْر َس ِلْي َن َو َع َلى‬, ‫َاْلَح ْمُد ِهللِا اَّلِذْي َأْن َز َل الَّسِكْي َن َة ِفي ُقُلْو ِب ْالُمْؤ ِم ِنْي َن‬
‫ َاْلَح ْم ُد هِلِّل ِبَفْض ِل هللا َو َك َر اَم ُه َن ْس َت ِط ُع ِاْن ُنَئ اِدى َو َن ْع َم ُل َهِذِه ْالَو ِظ ْي َفِة َت ْح َت ْالَم ْو ُضْو ِع "ِقَر اَء ُةْالُقْر َاَن‬. ‫"َأِلِه َو َص ْح ِبِه َاْج َم ِعْي َن‬

Segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga kami bisa
bisa menulis makalah ini atas dasar memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Ushul Fiqh
yang membahas tentang ijma’ sebagai dalil hukum

Shalawat beriring salam selalu tercurah limpahkan kepada nabi agung muhammad
SAW,semoga kita semua mendapatkan syafaatnya pada hari kiamat nanti dan mudah-
mudahan kita semua dapat sesalu berusaha mengikuti akhlak dan perilakunya aamiin.

Adapun makalah ini di buat tak lain dan tak bukan hanya untuk memenuhi kewajiban
kami sebagai mahasiswa yang aktif dalam perkuliahan.

Pekanbaru,9 oktober 2022

penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
Pembahasan..........................................................................................................................................4
A. Pengertian ijma’.........................................................................................................................4
B. Kehujjahan Ijma’........................................................................................................................4
C. Syarat-syaat Ijma’......................................................................................................................6
D. Macam-macam Ijma’.................................................................................................................6
Daftar Pustaka.......................................................................................................................................7

3
Pembahasan

A. Pengertian ijma’

Ijma’ secara etimologi (bahasa) berarti kesepakatan (kosensus) dan ketetapan hati
untuk melaksanakan sesuatu.Secara terminologi ijma’ adalah kesepakatan para
mujtahid dari umt islam pada suatu masa setelah wafatnya rasulullah SAW terhadap
suatu hukum syar’i yang terkait suatu persoalan.Menurut istilah ulama’ ushul fiqh
ijma’ adalah kesepakatan seluruh mujtahid dari kaum muslimin pada suatu masa
setelah wafatnya rasulullah SAW atas suatu hukum syara dalam suatu kasus.1

Berdasarkan definisi di atas beberapa kata kunci yang harus di perjelas diantaranya:

 semua mujtahid:bahwa ijma’ itu harus di spakati oleh semua mujtahid,tidak


ada diantara mereka yang menolaknya pada masa tersebut.sesudah nabi
wafat,artinya bahwa pada masa nabi masih hidup tidak ada ijma’ karena
semua permasalahan di jawab lagsung oleh abi SAW.
 Hukum Syara’:artinya kesepakatan itu hanya terbatas pada masalah hukum
amaliah(syara’) dan tidak pada masalah aqidah.

B. Kehujjahan Ijma’

Ulama’ berbeda pendapat pada masalah kehujjahan jma’ sehingga mereka


membaginya menjadi dua golongan.di antaranya sebagai berikut:

1. .golongan Pertama berpendapat bahwa merupakan hujjah.pendapat ini di


anutoleh jumhur ulama’.

Jumhur ulama’ berpendapat bahwa krdudukan ijma’ menempati salah satu dalil
hukum sesudah al-qur’an dan sunnah.ini berarti bahwa ijma’ dapat menetapkan
hukum yang mengikat dan wajib di patuhi umat islam bila tidak ada ketetapan
hukumnya dalam al-qur’an dan sunnah.Untuk menguatkan pendapatnya jumhur
ulama’mengemukakan beberapa ayat dan hadits nabi tentang kehujjahan ijma’ di
antaranya:

a. QS.An-nisa(4)ayat 59

1
Djazuli,ushul fikih (cet,1;jakarta:Raja Grafindo Persada,2000),hlm 109

4
‫َآٰيَهُّيا اِذَّل ْيَن ٰا َم ُنْٓوا َاِط ْي ُع وا اَهّٰلل َو َاِط ْي ُع وا الَّر ُس ْو َل َو ُاوىِل اَاْلْمِر ِم ْنْۚمُك‬

Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi
Muhammad) serta ululamri (pemegang kekuasaan) di antara kamu…(QS.An-nisa:59).

Menurut abdul Wahab Khalaf kata ulil-‘amr dalam ayat di atas sinonim dengan
kata “al-sya’n” yang berarti peran atau bidang.Ini sifatnya umum mencakup bidang
keagamaan dan bidang keduniaan.dalam bidang keduniaan yang berwenang
mengaturnya adalah kepala pemerintah seperti raja.sedangkan bidang keagamaan
yang berwenang mengaturnya adalah ulama’.Jadi tafsiran ayat tersebut adalah umat
islam wajib kepada mereka(ulil amr) jika mereka telah menyepakati sesuatu atas
dasar nas al-qur’an.2

b. QS.An-nisa (4):115

١١٥ ࣖ ‫َو َمْن ُّيَش اِق ِق الَّر ُس ْو َل ِمْۢن َبْع ِد َم ا َتَبَنَّي ُهَل اْلُهٰد ى َو َيَّتِب ْع َغَرْي َس ِب ْيِل اْلُم ْؤ ِمِنَنْي ُنَو ٖهِّل َم ا َتَو ىّٰل َو ُنْص ٖهِل َهَج َۗمَّن َو َس ۤا َء ْت َم ِص ًرْي ا‬

Siapa yang menentang Rasul (Nabi Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan dalam
kesesatannya dan akan Kami masukkan ke dalam (neraka) Jahanam. Itu seburuk-
buruk tempat kembali.(QS.An-nissa:115)..

Petunjuk ayat di atas menunjukkan bahwa Allah SWT mengancam orang


orang yang mengancam rasulullah SAW dan mengikuti jalan orang orang yang tidak
beriman dengan ancaman siksa neraka jahannam.bahkan di sertakan antara orang
orang yang mengikuti jalan orang yang tidak beriman dengan orang yang menentang
rasulullah.jadi mengikuti jalan orang orang yang tidak beriman adalah sesat dan
haram.Sedangkan ijma’ adalah jalan orang orang berimankarena merupakan
kesepakatan ulama yang beriman.3

2. Golongan kedua berpendapat bahwa ijma’ itu bukanlah hujjah,Pendapat ini


dianut oleh Al-Nazham dan sebagian khawarij dan syiah.

Argumentasi yang dikemukakan antara lain ialah bahwa berdasarkan Q.S.An-


Nissa:59.jika ada masalah yang di perselisihkan hendaklah di kembalikan kepada
kitab Allah dan sunnah nabi.ayat tersebut tidak menunjukkan tentang adanya perintah
untuk kembali kepada kesepakatan ulama’ mujtahid.Ini suatu bukti bahwa
kesepakatan mujtahid itu bukan merupakan hujjah .Demikian juga dialog antara nabi
dengan mu’az bin jabal teantang dasar-dasar hukum yang akan di jadikan pedoman
dalam pengambilan keputusan peradilan,tidak ada penyebutan ijma’.dan ini telah
disetujui oleh rasulullah.Andaikan ijma’ termasuk hujjah dan boleh di pedomankan
dalam penetapan hukum,pastilah itu akan disebutkan.4

2
Abd al-Wahab Khallaf,’ilmu ushul fiqh, (cet, XII, Dar al-qalam,ttp,1978), h. 47
3
Al-bajiqani, Al-madkhal ila ushul al-fiqh Al-Maliki, (Beirut: Dar Libnan, 1968), h.128.
4
Al-Amidi,Al-ihkam fi ushul al-ahkam,Juz I,Muassasah al-Halabi,Kairo, 1967,hlm 183

5
Dalam masalah kehujjahan ijma’ ini penulis cenderung kepada pendapat jumhur
u\lama,bahwa ijma’ itu merupakan hujjah bagi umat islam.sebab ijma; telah di
dukung oleh dalil-dalil dari berbagai sumber secara kolektif baik dari al-
qur’an,sunnnah maupun dalil-dalil akal sebagai satu kesatuan tunggal.

C. Syarat-syaat Ijma’

Berdasarkan definisi di atas maka ada beberapa persyaratan ijma’ diantaranya


sebagai berikut:

1. Yang bersepakat adalah para mujtahid


2. Para mujtahid harus umat nabi muhammad SAW
3. Dilakukan setelah wafatnya nabi
4. Kesepakatan mereka harus berupa syari’at

D. Macam-macam Ijma’

1. Ijma di tinjau dari sudut menghasilkan hukum itu,maka ijma’ ini ada dua
macam,yaitu:
a) Ijma sharih(bersih atau murni)
Ijma’ sharih yaitu ijma’ yang menampilkan pendapat masing-
masing ulama’ secara jelas dan terbuka baik melalui ucapan(fatwa)
atau perbuatan(keputusan).contohnya zamn setelah nabi meninggal
terjadi kekosongan khulafa kemudian para sahabat melakukan
perundingan(ijma’) untuk menjadi pemimpin setelah nabi.5
b) Ijma’ sukuti
Ijma’ sukuti yaitu para mujtahid seluruh atau sebagian mereka
tidak mennyatakan pendapat dengan jelas dan tegas,atau kesepakatan
yang dicapai setelah seorang atau beberapa orang telah mengemukakan
pendapatnya dengan jelas,sedangkan yang lainnya mendiamkannya
dengan arti tidak mengemukakan pendapatnya yang menolak atau
menyetujui.contohnya adalah adzan dua kali dan iqomah untuk shalat
jum;at yang di lakukan pada zaman usman bin affan.dimana para
sahabat pada waktu itu tidak ada yang protes atas keputusan itu dan
sahabat yang lain hanya mendiamkannya saja.6

2. Di tinjau dari segi yakin atau tidaknya terjadi suatu ijma’.terbagi menjadi
dua,diantaranya:
a) Ijma’ qathi’ yaitu ijma’ sharih dengan pengertian bahwa hukumnya itu
di qathi’kan olehnya.tidak ada jalan bagi hukum terhadap suatu
peristiwa,dengan adanya khilaf(perbedan pendapat).bukan lagi
lapangan ijtihad mengenai suatu peristiwa setelah di adakan sidang
ijma’ sharih terhadap hukum syara’
b) Ijma’dzanni,yang menunjukkan atas hukumnya,dengan pengertian
bahwa hukumnya itu masih di ragukan.dzan itu juga kuat,tidak boleh
5
Djazuli,ushul fiqh,hlm,114
6
ibid

6
mengeluarkan peristiwa dari lapangan yang di bentuk oleh
ijtihad.karena merupakan jalan pemikiran dari para mujtahid
keseluruhannya.7

Daftar Pustaka

Djazuli,ushul fikih (cet,1;jakarta:Raja Grafindo Persada,2000)

Abd al-Wahab Khallaf,’ilmu ushul fiqh, (cet, XII, Dar al-qalam,ttp,1978),

Al-bajiqani, Al-madkhal ila ushul al-fiqh Al-Maliki, (Beirut: Dar Libnan, 1968),

Al-Amidi,Al-ihkam fi ushul al-ahkam,Juz I,Muassasah al-Halabi,Kairo, 1967,hlm

File://C:/User/Document/Ijma’ dan qiyas,htm

7
File://C:/User/Document/Ijma’ dan qiyas,htm

Anda mungkin juga menyukai