Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam,
yang telah mencurahkan rahmat dan karunia-Nya, sholawat serta salam tak lupa pula kami
haturkan kepada junjungan kita Nabi agung Muhammad SAW, yang telah membawa cahaya
islam danmenerangi dunia dengan cahaya islam. Berkat rahmat dan Inayah-Nya kami dapat
menyelesaikan karya tulis ilmiah berupa makalah ini dengan tepat waktu. Adapun makalah ini
kami tulis guna memenuhi tugas mata kuliah di Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.
Makalah yang berjudul “Pengertian dan Karakteristik Moderasi Beragama” ini berisi tentang
hasil penelitian penulis tentang apa itu pengertian moderasi beragama, dan karakteristik moderasi
beragama. Agar para pembaca bisa mengetahui apa itu pengertian dari moderasi beragama, dan
bagaimana karakteristik moderasi beragama. Tak lupa pula, penulis ucapkan terima kasih kepada
Bapak M. Khoirur Rofiq, SHI., MSI. selaku dosen pengampu yang telah membimbing kami
dengan memberikanbanyak masukan ilmu, waktu, semangat, pengarahan dan izin kepada penulis
dalam penulisankarya ilmiah ini.Kami selaku penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
saya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca. Penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi masyarakat umum, para pembaca
dan juga bagi penulis sendiri. Semoga Allah SWT senantiasa menjadikan kita semua berada
dalam keridhoan-Nya dalam menempuh hidup ini. Aamiin Wassalamu’alaikum wr.wbBontang,
30 Agustus 2021 Penulis

DAFTAR ISIContentsKATA
PENGANTAR...............................................................................................................1DAFTAR
ISI..............................................................................................................................3BAB
1.........................................................................................................................................4PENDA
HULUAN..................................................................................................................4A. Latar
Belakang.............................................................................................................4B. Rumusan
Masalah.......................................................................................................5C. Tujuan
Penulisan.........................................................................................................6BAB
2.........................................................................................................................................7ISI..........
.................................................................................................................................7A. Pengertian
Moderasi Beragama...................................................................................7B. Karakteristik
Moderasi
Beragama...............................................................................9KESIMPULAN.................................
...................................................................................16

BAB 1PENDAHULUANA. Latar BelakangIndonesia sebagai negara yang memiliki penduduk


muslim terbanyak di dunia dan menjadi sorotan penting. Indonesia merupakan negara yang
memiliki penduduk muslim terbesar di dunia dan menjadi target utama dalam hal moderasi
Islam. Moderasi adalah prinsip dasar Islam. Islam moderat merupakan pemahaman keagamaan
yang sangat relevan dalam konteks keberagaman dalam segala aspek, baik agama, adat, suku,
maupun bangsa itu sendiri. Dari berbagai jenis keragaman yang dimiliki negara Indonesia,
keragaman agama adalah yang paling kuat dalam membentuk radikalisme di Indonesia.
Munculnya kelompok ekstrim yang semakin melebarkan sayapnya disebabkan oleh berbagai
faktor seperti kepekaan kehidupan beragama, masuknya kelompok ekstrim dari luar negeri
bahkan masalahpolitik dan pemerintahan. Maka, di tengah hiruk pikuk masalah radikalisme ini,
muncul istilah yang disebut “Moderasi Beragama”.Pengertian moderasi beragama harus
dipahami secara kontekstual bukan secara tekstual artinya moderasi dalam agama di Indonesia
bukanlah Indonesia yang moderat, tetapi pemahaman dalam agama harus moderat karena
Indonesia memiliki banyak kultur, budaya. dan adat istiadat. Moderasi islam ini dapat menjawab
berbagai persoalan agama dan peradaban global. Tidak kalah pentingnya adalah Muslim moderat
dapat merespon dengan lantang, disertai dengan aksi damai dengan kelompok berbasis radikal
dan ekstremis yang melakukan segala sesuatu dengan paksaan dan kekerasan. Islam dan umat
Islam saat ini setidaknya menghadapi dua tantangan; Pertama, kecenderungan beberapa umat
Muslim untuk bersikap ekstrim dan ketat dalam pemahaman teks-teks keagamaan dan mencoba
untuk menerapkan metode ini di masyarakat Muslim, bahkan dengan kekerasan dan paksaan.
Kedua, kecenderungan lain yang juga ekstrem denganbersikap santai dalam beragama dan
tunduk pada perilaku serta pemikiran negatif yang berasal dari budaya dan peradaban lain.
Dalam upayanya itu, mereka mengutip dari teks-teks keagamaan seperti Al-Qur’an, hadits dan
karya-karya ulama klasik yang menjadi landasan dan kerangka pemikiran, tetapi dengan
memahaminya secara tekstual dan terlepas dari konteks kesejarahan. Sehingga mereka terlihat
seperti generasi yang terlambat lahir, sebab hidup di tengah masyarakat modern tetapi memiliki
pola berfikir generasi terdahulu. Kemajemukan atau keberagaman adalah sebuah hal yang mutlak
dalam kehidupan ini. Ia

adalah sunatullah yang dapat dilihat di alam ini. Allah menciptakan alam ini di atas sunnah
heterogenitas dalam sebuah kerangka kesatuan. Dalam konteks kesatuan manusia, kita dapat
mengetahui bagaimana Allah menciptakan berbagai suku dan bangsa. Sebagai bagian dari
kesatuan suatu bangsa, Allah menciptakan beragam etnis, suku, dan kelompok. Sebagai bagian
dari kesatuan sebuah bahasa, Allah menciptakan berbagai dialek. Sebagai bagian dari kesatuan
syariat, Allah menciptakan berbagai mazhab atau aliran pemikiran dari para imam sebagai hasil
ijtihad masing-masing. Dalam kerangka kesatuan umat (ummatan wahidah), Allah menciptakan
berbagai agama. Keberagaman dalam beragama adalah sunnatullah sehingga keberadaannya
tidak bisa dinafikan begitu sajaDalam menghadapi kemajemukan dan keberagaman masyarakat,
senjata yang paling ampuh untuk mengatur agar tidak terjadi bentrokan dan radikalisme, adalah
melalui pendidikan Islam yang moderat dan inklusif. Selain itu ajaran Islam sebagai rahmatan lil
alamin, rahmat bagi segenap alam semesta. Islam Wasathiyah atau yang berarti “Islam Tengah”
adalah suatu yang menjadi terwujudnya umat terbaik (khairu ummah). Allah SWT menjadikan
umat Islam pertengahan (wasath) dalam segala urusan agama, seperti dalam hal kenabian, syariat
dan lainnya. Pemahaman dan praktik amaliyah keagamaan Islam Wasathiyah memiliki beberapa
karakteristik, seperti berikut:Tawassuth (moderat), Tawazun (ber keseimbangan), I’tidâl (lurus
dan tegas), Tasamuh (toleran), Musawah (egaliter dan non diskriminasi), Aulawiyah
(mendahulukan yang prioritas), Tahaddhur (berkeadaban), Tathawwur wa Ibtikar (dinamis,
kreatif, dan inovatif).Konsep tersebut diharapkan mampu untuk diterapkan dalam kehidupan
bernegara dan berbangsa. Sehingga dengan konsep moderasi ini akan membawa Indonesia ke
arah yang lebih baik, sehingga tidak ada diskriminasi dalam keberagaman dan menimbulkan rasa
aman dan nyaman.B. Rumusan Masalah1. Apa Itu Moderasi Beragama?2. Bagaimana
Karakteristik Moderasi Beragama?

C. Tujuan Penulisan1. Untuk Mengetahui Apa Itu Moderasi Beragama2. Untuk Mengetahui
Bagaimana Karakteristik Moderasi Beragama

Moderasi beragama bukan menjadi ajaran agama tertentu, melainkan diajarkan dalam hampir
semua agama. Karenanya penting bagi kita untuk sama-sama memahami landasan moderasi
dalam tradisi agama-agama.

Setiap agama mengajarkan penyerahan diri seutuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, sang Maha
Pencipta. Penghambaan kepada Tuhan ini diwujudkan dalam kesiapan mengikuti

petunjuk-Nya dalam kehidupan.

Manusia menjadi hamba hanya bagi Tuhan, tidak menghamba kepada yang lain, dan juga tidak
diperhambakan oleh yang lain. Di sinilah esensi nilai keadilan antarmanusia sebagai sesama
makhluk Tuhan.

Manusia juga menjadi hamba Tuhan yang diberi mandat untuk memimpin dan mengelola bumi,
sebagai makhluk yang diciptakan dengan keunggulan budi pikir. Bumi perlu dikelola agar
tercipta kemaslahatan bersama. Inilah salah satu visi kehidupan terpenting dan terkuat yang
diajarkan agama.

Karena keterbatasan manusia, maka bangsa dan negara menjadi konteks ruang lingkup tugas ini:
bagaimana manusia mengelola bumi di mana ia tinggal, agar tercapai kemaslahatan bersama
yaitu bangsa dan negara yang adil, makmur, dan sentosa.
Kerangka pikir ini dapat ditemukan di setiap agama dalam bentuk keyakinan bahwa mencintai
negeri adalah sebagian dari keimanan. Keseimbangan antara keagamaan dan kebangsaan justru
menjadi modal besar bagi kemaslahatan bangsa.

Moderasi beragama menjadi muatan nilai dan praktik yang paling sesuai untuk mewujudkan
kemaslahatan bumi Indonesia. Sikap mental moderat, adil, dan berimbang menjadi kunci untuk
mengelola keragaman kita.

Dalam berkhidmat membangun bangsa dan negara, setiap warga Indonesia memiliki hak dan
kewajiban yang seimbang untuk mengembangkan kehidupan bersama yang tenteram dan
menentramkan. Bila ini dapat kita wujudkan, maka setiap warga negara dapat menjadi manusia
Indonesia seutuhnya, sekaligus menjadi manusia yang menjalankan agama seutuhnya.

Seperti telah dikemukakan, ajaran untuk menjadi moderat bukanlah semata milik satu agama
tertentu saja, melainkan ada dalam tradisi berbagai agama dan bahkan

dalam peradaban dunia. Adil dan berimbang, yang telah dijelaskan sebelumnya, juga sangat
dijunjung tinggi oleh semua ajaran agama. Tidak ada satu pun ajaran agama yang

menganjurkan berbuat aniaya/zalim, atau mengajarkan sikap berlebihan.

Moderasi dalam Islam

Ajaran wasathiyah, seperti telah dijelaskan pengertiannya, adalah salah satu ciri dan esensi ajaran
agama. Kata itu memiliki, setidaknya, tiga makna, yakni: pertama bermakna
tengah-tengah; kedua bermakna adil; dan ketiga bermakna yang terbaik. Ketiga makna ini tidak
berarti berdiri sendiri atau tidak saling berkaitan satu sama lain, karena sikap berada

di tengah-tengah itu seringkali mencerminkan sikap adil dan pilihan terbaik.

Dari sejumlah tafsiran, istilah “wasatha” berarti yang dipilih, yang terbaik, bersikap adil, rendah
hati, moderat, istiqamah, mengikuti ajaran, tidak ekstrem, baik dalam halhal yang berkaitan
dengan duniawi atau akhirat, juga tidak ekstrem dalam urusan spiritual atau jasmani, melainkan
tetap seimbang di antara keduanya.

Secara lebih terperinci, wasathiyah berarti sesuatu yang baik dan berada dalam posisi di antara
dua kutub ekstrem. Oleh karena itu, ketika konsep wasathiyah dipraktikkan dalam kehidupan
seharihari, orang tidak akan memiliki sikap ekstrem.

Dalam berbagai kajian, ‘wasathiyat Islam’, sering diterjemahkan sebagai ‘justly – balanced
Islam’, ‘the middle path’ atau ‘the middle way’ Islam, di mana Islam berfungsi

memediasi dan sebagai penyeimbang. Istilah-istilah ini menunjukkan pentingnya keadilan dan
keseimbangan serta jalan tengah untuk tidak terjebak pada ekstremitas dalam

beragama. Selama ini konsep wasathiyat juga dipahami dengan merefleksikan prinsip moderat
(tawassuth), toleran (tasamuh), seimbang (tawazun), dan adil (i`tidal). Dengan

demikian, istilah ummatan wasathan sering juga disebut sebagai ‘a just people’ atau ‘a just
community’, yaitu masyarakat atau komunitas yang adil.

Baca juga: Memahami Moderasi Beragama dan Apa Urgensinya?

Moderasi dalam Kristen dan Katolik


Diskursus moderasi tentu saja tidak hanya milik tradisi Islam, melainkan juga agama lain, seperti
Kristen. Apalagi dalam konteks Indonesia, karakter keagamaan Kristen juga

mengalami ‘penyesuaian’ dengan atmosfer kebangsaan keIndonesiaan. Dengan berbagai


tantangan dan dinamikanya, tafsir ideologis kekristenan pun kemudian menemukan konteksnya
di Indonesia dan mengakar menjadi bagian dari masyarakat multikultural Indonesia.

Umat Kristiani yakin bahwa Pancasila adalah yang terbaik, yang dapat menempatkan umat
Kristiani sejajar di mata hukum dengan hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara,
menghindarkan dari diskriminasi, tanpa memandang suku, agama, ras, dan antar golongan
(SARA).

Umat Kristiani meyakini bahwa Pancasila dan UUD 1945 menjadi pegangan dalam berbangsa
dan bernegara yang telah memberikan jaminan bahwa masing-masing pemeluk agama diberikan
keleluasaan untuk meyakini dan menjalankan keyakinannya masing-masing.

Dalam tradisi Kristen, moderasi beragama menjadi cara pandang untuk menengahi ekstremitas
tafsir ajaran Kristen yang dipahami sebagian umatnya. Salah satu kiat

untuk memperkuat moderasi beragama adalah melakukan interaksi semaksimal mungkin antara
agama yang satu dengan agama yang lain, antara aliran yang satu dengan

aliran yang lain dalam internal umat beragama.

Dalam Alkitab sebagaimana menjadi keyakinan bagi umat Kristiani telah banyak diceritakan
betapa Yesus adalah sang juru damai. Bahkan dalam Alkitab bisa dilihat bahwa

tidak satupun ayat yang mengindikasikan bahwa Yesus pernah mengajak orang untuk membuat
kerusakan, kekerasan apalagi peperangan.
Dalam Alkitab tidak sedikit ayat yang mengajarkan cita-cita untuk mewujudkan kedamaian di
muka bumi ini. Kata kunci yang digunakan dalam Alkitab ketika berbicara tentang konteks
kedamaian di antaranya menggunakan kata kebebasan, hak, hukum, kedamaian,
memaafkan/mengampuni, kejujuran, keadilan, dan kebenaran.

Moderasi beragama juga dapat dilihat dalam perspektif Gereja Katolik. Gereja menyebut diri
“persekutuan iman, harapan dan cinta kasih”. Ketiga keutamaan ini, yang pada dasarnya satu,
merupakan sikap dasar orang beriman. Iman yang menggerakkan hidup, memberi dasar kepada
harapan dan dinyatakan dalam kasih. Ketiganya bersatu, tetapi tidak

seluruhnya sama.

Gereja universal telah merancang perspektif baru dalam membangun relasi dengan agama-agama
lain melalui momentum Konsili Vatikan II. Konsili Vatikan II menjadi salah satu momen penting
kebangkitan semangat beragama inklusif dalam membangun persaudaraan universal dalam abad
modern.

Dekrit penting dalam Konsili Vatikan II yang menandai sikap Gereja terhadap agama-agama lain
di dunia adalah Nostrae Aetate. Dekrit ini secara khusus berbicara tentang hubungan Gereja
dengan agama-agama bukan Kristen. Gereja dalam dekrit Nostra Aetate menandaskan bahwa
“Gereja Katolik tidak menolak apa pun, yang dalam agamaagama itu serba benar dan suci”.

Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-
kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan
diajarkan sendiri, tetapi tidak jarang memantulkan sinar kebenaran, yang menerangi semua
orang.

Melalui dekrit Nostra Aetate (NA) Gereja telah menggagas babak baru sejarah pengakuan
realitas pluralisme religius dan ingin membuka diri terhadap kebenaran yang terdapat dalam
agama-agama nonkristen.
Dalam konteks Gereja Indonesia, hal yang paling mendesak adalah bagaimana kita membangun
jembatan yang kokoh untuk menghubungkan “perbedaan” antaragama menuju persaudaraan
nasional yang kokoh.

Salah satu gagasan paling relevan adalah melalui dialog antarumat beragama. Melalui dialog ini
kiranya dapat bermanfaat bagi pemulihan dan perwujudan hubungan antaragama yang kerapkali
dilanda oleh berbagai konflik

teristik Moderasi BeragamaSalah satu sumber konflik yang dapat menggoyahkan NKRI adalah
konflik yang bersumber dari keagamaan. Motif keagamaan akan menggoyahkan NKRI karena
dibarengi dengan makna “perang suci”. Dalam realitas empiris konflik tersebut ditarik ke dalam
tataranklaim kebenaran dan perang suci atas nama tuhan yang akan menimbulkan konflik
horizontalberdarah. Perang klaim kebenaran (truth claim) pemahaman keagamaan yang bersifat
eksklusif, ekstrem dan mutlak menjadi akar konflik antara sesama umat Islam. Perang klaim
kebenaran terjadi dalam dua wilayah keislaman, Pertama dalam ruang lingkup perbedaan
pemahaman yang bersifat variati-fiqhiyyah. Kedua, dalam aspek penyimpangan, kesesatan
pemahaman atau ajaran. Oleh karena itu perlu adanya paradigma pemahaman Islam yang
bisamemberikan penguatan ukhuwwah Islamiyyah, wathaniyyah dan insaniyyah, salah satunya
pendekatan moderasi Islam. Kata moderasi dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah, yang
memiliki padanan makna dengan kata tawassuth (tengahtengah), i’tidal (adil), dan tawazun
(berimbang). Orang yang menerapkan prinsip,wasathiyah bisa disebut wasith.Dalam bahasa
Arab pula, kata wasathiyah diartikan sebagai “pilihan terbaik”. Kata al-wasathiyah dalam bahasa
Arab adalah dari kata al-wasath yang diterjemahkan secara bahasa dengan makna pertengahan.
Maka manhaj wasathiyah sering dimaknai sebagai pendapat pertengahan di antara dua atau lebih
pendapat yang berbeda dan sering juga dianggap sebagaipendapat moderat. Dalam Mufradât Al-
fâzh Al-Qur’ân Raghib Al-Isfahani1 menyebutkan secara bahasa bahwa kata wasath ini berarti,
“Sesuatu yang memiliki dua belah ujung yang ukurannya sebanding”. Kata ini terdapat pula
dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 143. Dalam ayat itu disebutkan wa kadzâlika ja‘alnâkum ummatan
washatan… (Dan demikianlah kami jadikan kalian sebagai umat yang “wasath”…). Bahkan Nabi
Muhammad SAW pernah mengeluarkan hadis, “ Sebaik-baiknya urusan yang pertengahan
“..Islam Wasathiyah, adalah ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi segenap alam
semesta. Islam Wasathiyah adalah “Islam Tengah” untuk terwujudnya umat terbaik (khairu
ummah). Allah SWT menjadikan umat Islam pertengahan (wasath) dalam segala urusan agama,
seperti dalam hal kenabian, syariat dan lainnya. Pemahaman dan praktik amaliyah keagamaan
Islam Wasathiyah memiliki karakteristik, sebagai berikut:1 Jil. II; entri w-s-th

1. Tawassuth (moderat)Tawassuth adalah sikap netral yang berdasar pada prinsip hidup
menjunjung tinggi nilai keadilan di tengah kehidupan bersama, tidak ekstrim kiri ataupun
ekstrim kanan. Sikap ini dikenal juga dengan sebutan moderat (al-wasathiyyah)Dalam beberapa
literatur disebutkan bahwa tawassuth/moderat berasal dari kata wasath yang berarti adil, baik,
tengah-tengah, dan seimbang. Artinya, seorang Muslim yang bersikap tawassuth akan
menempatkan dirinya di tengah-tengah dalam suatu perkara, tidak ekstrim kanan ataupun kiri.
Mengutip buku Moderasi Islam Nusantara oleh H. Mohamad Hasan, M.Ag., terdapat lima alasan
mengapa sikap tawassuth dianjurkan ada pada diri seorang Muslim, yaitu:a) Sikap tawassuth
dianggap sebagai jalan tengah dalam memecahkan masalah, maka seorang Muslim senantiasa
memandang tawassuth sebagai sikap yang paling adil dalam memahami agama.b) Hakikat ajaran
Islam adalah kasih sayang, maka seorang Muslim yang bersikap tawassuth senantiasa
mendahulukan perdamaian dan menghindari pertikaian.c) Pemeluk agama lain juga mahluk
ciptaan Allah yang harus dihargai dan dihormati, maka seorang Muslim yang bersikap tawassuth
senantiasa memandang dan memperlakukan mereka secara adil dan setarad) Ajaran Islam
mendorong agar demokrasi dijadikan alternatif dalam mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan,
maka Muslim yang bersikap tawassuth senantiasa mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan dan
demokrasi.e) Islam melarang tindakan diskriminasi terhadap individu atau kelompok. Maka
sudah sepatutnya seorang Muslim yang bersikap tawassuth senantiasa menjunjung tinggi
kesetaraan.Dari kelima alasan tersebut, seorang Muslim seharusnya sudah memahami arti
pentingnya sikap tawassuth dalam kehidupannya. Tawassuth cocok diterapkan dalam kehidupan
sosial antar sesama manusia. Terlebih di masa sekarang yang penuh dengan problematika
intoleransi dan diskriminasi antarumat beragama. Adapun contoh sikap tawassuth dalam
kehidupan sehari-hari adalah:Tidak membeda-bedakan golongan dalam berinteraksi dan
berkomunikasi.Menjalin silaturahmi antar sesama agar tidak timbul pertikaian.Menerima
pendapat orang lain yang tidak sepaham.

Menerima saran, masukan, dan kritik membangun dari orang lain.Menggunakan bahasa yang
santun dan menyejukkan saat berkomunikasi.Bersikap toleransi terhadap segala perbedaan
yang ada.2. Tawazun (berkeseimbangan)Tawazun adalah suatu sikap yang mampu
menyeimbangkan diri seseorang pada saat memilih sesuatu sesuai kebutuhan, tanpa condong
atau berat sebelah terhadap suatu hal tersebut. Dalam konteks moderasi beragama, sikap ini
sangat penting dalam kehidupan antar umat beragama, jadi kita bisa seimbang dalam kehidupan
dunia, tapi kita juga bisa seimbang dalam kehidupan akhirat nya. Sikap tawazun sangat
diperlukan oleh manusia agar dia tidak melakukan sesuatu hal yang berlebihan dan
mengesampingkan hal-hal yang lain, yang memiliki hak harus ditunaikan. Tawazun merupakan
Kemampuan seorang individu untuk menyeimbangkan kehidupanya dalam berbagai dimensi,
sehingga tercipta kondisi yang stabil, sehat, aman dan nyaman.Sikap tawazun ini sangat penting
dalam kehidupan seorang individu sebagai manusia. Oleh karena itu sikap tawazun ini harus
diterapkan dan dilaksanakan dalam diri peserta didik;agar mereka dapat melakukan segala
sesuatu dengan seimbang dalam kehidupannya. Karena jika mengabaikan sikap tawazun dalam
kehidupan ini, maka akan lahir berbagai masalah.Dalam kehidupan selalu ada suatu kejadian di
mana seseorang hanya mementingkan urusan dunianya saja atau memiliki prinsip hidupnya
hanyalah untuk mencari kesenangan duniawi semata. Perilaku yang dilakukannya dalam
aktivitas sehari-hari sehingga menjadi kebiasaan dan dianggap sudah menjadi hal yang biasa
dalam pergaulannya. Seperti merokok, lupa akan sholat, melakukan maksiat; atau memenuhi
kebutuhan secara berlebihan, seperti makan dengan berlebih-lebihan, tidur tak kenal waktu atau
bermalasan-malasan. Perilaku yang seperti ini merupakan suatu kecendrungan terus-menerus
terhadap hal yang negatif. Sedang kecendrungan yang terus-menerus terhadap hal positif;
umpamanya seperti seseorangyang terus-menerus melakukan ibadah dengan cara mengurung
diri, serta tak memperdulikan lingkungan sosial sekitar.Contoh sikap tawazun dari Rasulullah
SAW, seperti:Nabi Muhammad SAW, Beliau adalah pribadi yang imannya sangat kuat,
seorang yang zuhud, dan pandai strategi perang demi membela Islam, tapi, dalam kehidupan
berkeluarga, beliau menjadi pemimpin keluarga yang sangat baik, sayang kepada istri

dan anak-anaknya. Itulah sikap tawazun yang dapat kita jadikan pedoman dari Nabi Muhammad
SAW. Dan contoh sikap tawazun dalam kehidupan sehari-hari, seperti:Seorang ibu mempunyai
dua orang anak, yang satu sedang duduk di bangku SD, sedangkan yang lain duduk di bangku
perguruan tinggi. Tentunya si Ibu tersebut tidakakan memberikan uang saku dengan jumlah yang
sama kepada masing-masing anaknya tersebut. Jika Ibu tersebut berpegang pada prinsip keadilan
dan seimbang tentu ia akan memberikan uang dengan dengan jumlah yang lebih kepada anaknya
tertua; karena anak ini mempunyai kebutuhan yang lebih daripada adiknya yang masih SD.3.
I’tidal (lurus dan tegas)Arti kata I'tidal secara harfiah berarti lurus dan teguh, berarti meletakkan
sesuatu pada tempatnya, menjalankan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional. Islam
mengutamakan keadilan bagi semua pihak. Banyak ayat Al-Qur'an yang menunjukkan ajaran
mulia ini, tanpa mengedepankan keadilan, nilai-nilai agama terasa kering dan tidak berarti,
karena keadilan adalah ajaran agama yang secara langsung memengaruhi kebutuhan hidup
mayarakat. Tanpa itu, kemakmuran dan kesejahteraan hanya akan menjadi ilusi.2 I'tidal sangat
diperlukan dalam kehidupan, karena tanpa itu nantinya semua akan mengarah pada pemahaman
Islam yang terlalu liberal atau radikal. Peran pendidik dalam me-moderasi pendidikan Islam
sangat diperlukan untuk pemahaman yang lurus, jujur dan tegas dalam beragama.Adapun contoh
sikap I’tidal dalam kehidupan sehari-hari adalah:Seseorang yang selalu mematuhi aturan dalam
lingkup masyarakat, sekolah maupun keluarga.Seorang pengajar atau guru yang memberikan
tugas dan nilai yang adil kepada semua murid atau siswa.Biaya sekolah (SPP) dan biaya kuliah
(UKT) dibebankan secara adil kepada siswa dan mahasiswa.Selalu menegakkan kebenaran
dalam lingkungan masyarakat, sekolah dan keluarga.2 Nurul H.Maarif, Islam Mengasihi Bukan
Membenci (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2017), 143

Tidak pernah goyang atau putus semangat dalam menegakkan keadilan dan kebenaran.4.
Tasamuh (toleran)Tasamuh berasal dari bahasa Arab yang artinya toleransi. Menurut bahasa
Tasamuh artinya adalah tenggang rasa, sedangkan menurut istilah saling menghormati dan
menghargai antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Contoh tindakan tasamuh
dalam kehidupan sehari-hari:Berlapang dada dalam menerima segala perbedaan.Memberikan
kebebasan orang lain untuk memilih keyakinan (agama).Menghormati orang lain yang sedang
beribadah.Tetap bergaul dan bersikap baik dengan orang yang berbeda keyakinan dalam hal
duniawi.Tidak memaksakan orang lain dalam hal keyakinan (agama).Tidak membenci dan
menyakiti perasaan seseorang yang berbeda keyakinan atau pendapat dengan kita.Tidak
mengganggu orang lain yang berbeda keyakinan ketika mereka beribadah5. Musawah (egaliter
dan non diskriminasi)Musawah yaitu tidak bersikap diskriminatif pada yang lain disebabkan
perbedaan keyakinan atau agama, tradisi dan asal usul seseorang. Secara bahasa, musawah
berarti kesejajaran atau kesetaraan. Artinya, tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi dari yang
lain, sehingga dapat memaksakan kehendaknya. Dalam urusan kenegaraan, penguasa tidak bisa
memaksakan kehendaknya terhadap rakyat, berlaku otoriter dan eksploitatif. Sebab, rakyat dan
penguasa memiliki kedudukan dan hak sama yang harus dihargai keberadaannya. Dalam konteks
umum, musawah bisa dikaitkan dengan kerukunan antar masyarakat. Dengan adanya musawah,
diskriminasi antar masyarakat tidak akan terjadi.Contoh tindakan musawah dalam kehidupan
sehari-hari:Menghargai perbedaan Suku, Agama, Ras, dan Golongan yang terdapat disekitar
kita.Tidak memaksa kehendak orang lain untuk mengikuti ajaran agama kita.Senantiasa
memaafkan kesalahan orang lain walaupun orang itu belum meminta maaf. Bersikap ramah
kepada siapapun.

Tidak mendiskriminasi atau membeda-bedakan teman terutama yang berbeda keyakinan.6.


Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas)Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas) yaitu
kemampuan mengidentifikasi hal-ihwal yanglebih penting harus diutamakan untuk
diimplementasikan dibandingkan dengan yang kepentingannya lebih rendah. Jika dalam
kehidupan sehari-hari kita menemukan benturan dalam beramal contohnya, untuk menentukan
prioritas dalam beramal, kita tidak boleh hanya mengandalkan logika, hawa nafsu, analisis fakta
ataupun mengandalkan manfaat dan mudharat suatu perkara tersebut. Bila terjadi benturan dalam
beramal, bagaimana membuat skala prioritasnya? Bila mubah bertemu sunnah, maka yang
sunnah harus didahulukan, bila sunnah bertemu wajib, maka yang wajib harus didahulukan,
tetapi bila wajib bertemu wajib kita lihat bentuk fardhu ‘ain dan kifayah yang diutamakan, begitu
pula seterusnya. Seperti misalnya dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai benturan
seperti:Kita memiliki uang yang terbatas, sedangkan kita juga pun memiliki keluarga yang
harus kita nafkahi, di satu sisi kita memiliki hutang kepada orang yang harus dilunasi, mana yang
harus diprioritaskan? Yang menjadi prioritas utama adalah menafkahi keluarga.Menghadap
kiblat adalah kewajiban. Jika sudah berusaha tetapi tetap tidak tahu arah kiblat maka harus sholat
menurut arah dugaan nya adalah arah kiblat. Sehingga tetap melaksanakan sholat.Jika di hutan
tidak ada makanan kecuali dengan memburu babi, maka makan babi sekedar untuk bertahan
hidup harus dilakukan.7. Tahaddhur (berkeadaban)Tahadhdhur (berkeadaban) yaitu menjunjung
tinggi akhlakul karimah, karakter, identitas, danintegritas sebagai khairu ummah dalam
kehidupan kemanusiaan dan peradaban. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak bisa
hidup sendiri di dunia tanpa adanya orang lain disekitar. Berbuat baik serta tolong menolong
menjadi suatu hal yang wajib dilakukan demi terciptanya hidup rukun dan damai antar sesama
manusia. Tahaddhur dalam kehidupan bernegara dan berbangsa sangat dibutuhkan, karena
dengan adanya sikap ini maka seluruh kegiatan tangan, kami dan mata kita akan dapat terjaga
dengan baik. Sekarang kita banyak menyaksikan banyak isu yang beredar di tengah-tengah
masyarakat yang terbiasa menyebarkan informasi tanpa di cek terlebih dahulu kebenaran dan
fakta nya dan juga kita

menyaksikan seringnya terjadi perdebatan antar individu terhadap suatu perkara yang
merekasendiri sebenarnya tidak memahami dan mempunyai ilmu yang mumpuni dalam hal
tersebut. Melihat situasi dan kondisi itu maka moderasi pendidikan islam dalam Tahaddhur
sangat diperlukan agar kehidupan berbangsa dan bernegara tercipta kerukunan dan keamanan
serta ketentraman dalam kehidupan bermasyarakat.8. Tathawwur wa Ibtikar (dinamis, kreatif,
dan inovatif)Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif) yaitu selalu terbuka untuk melakukan
perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan zaman serta menciptakan hal baru untuk
kemaslahatan dan kemajuan umat manusia. Pengertian dari Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan
inovatif) yaitu: selalu terbuka untuk melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan
perkembangan zaman serta menciptakan hal baru untuk kemaslahatan dan kemajuan umat
manusia. Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif) dalam moderasi pendidikan islam sangat
dibutuhkan, karena merupakan suatu strategi yang disusun sedemikian rupa untuk menjawab
berbagai macam permasalahan dan kondisi kekinian yang harus dihadapi oleh setiap orang.
Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi semakin dinamis dan berkelanjutan
sebagai akibat dari modernisasi dan globalisasi. moderasi pendidikan islam memerlukan
Tathawwur wa Ibtikar untuk menjawab berbagai macam persoalan yang terjadi di masyarakat.

BAB 3KESIMPULANModerasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara
moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem
kanan maupun ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech), hingga
retaknya hubungan antar umat beragama, merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa
Indonesia saat ini. Moderasi beragama mengajarkan bagaimana cara pandang kita dalam
kehidupan beragama yang baik dan benar, tidak ekstrem apalagi radikal. Moderasi beragama pun
memberitahu kita sebagai seorang muslim untuk bertoleransi antar sesama umat beragama, tidak
diskriminasi antar ras, suku, agama, juga mengajarkan bagaimana cara kita berpikir dinamis dan
inovatif. Dalam menghadapi kemajemukan dan keberagaman masyarakat, senjata yang paling
ampuh untuk mengatur agar tidak terjadi bentrokan dan radikalisme, adalah melalui pendidikan
Islam yang moderat dan inklusif. Selain itu ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi
segenap alam semesta. Islam Wasathiyah atau yang berarti “Islam Tengah” adalah suatu yang
menjadi terwujudnya umat terbaik (khairu ummah). Allah SWT menjadikan umat Islam
pertengahan (wasath) dalam segala urusan agama, seperti dalam hal kenabian, syariat dan
lainnya. Pemahaman dan praktik amaliyah keagamaan Islam Wasathiyah memiliki beberapa
karakteristik, seperti berikut:1. Tawassuth (moderat)2. Tawazun (ber keseimbangan)3. I’tidâl
(lurus dan tegas)4. Tasamuh (toleran)5. Musawah (egaliter dan non diskriminasi)6. Aulawiyah
(mendahulukan yang prioritas)7. Tahaddhur (berkeadaban)8. Tathawwur wa Ibtikar (dinamis,
kreatif, dan inovatif).Konsep tersebut diharapkan mampu untuk diterapkan dalam kehidupan
bernegara dan berbangsa. Sehingga dengan konsep moderasi ini akan membawa Indonesia ke
arah yang
lebih baik, sehingga tidak ada diskriminasi dalam keberagaman dan menimbulkan rasa aman dan
nyaman.

DAFTAR PUSTAKA(Yulianto, 2020)Yulianto, R. (2020). Implementasi Budaya Madrasah


dalam Membangun Sikap Moderasi Beragama. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran, 1(1), 111–
123.Rahayu, luh riniti, & Lesmana, putu surya wedra. (2019). Moderasi Beragama di Indonesia.
Intizar, 25(2), 95–100.(Karim, 2019)Karim, H. A. (2019). Implementasi Moderasi Pendidikan
Islam Rahmatallil ’Alamin dengan Nilai-Nilai Islam. Ri’ayah: Jurnal Sosial Dan Keagamaan,
4(01), 1. https://doi.org/10.32332/riayah.v4i01.1486(Akhmadi, 2019)Akhmadi, A. (2019).
Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia Religious Moderation in Indonesia ’ S
Diversity. Jurnal Diklat Keagamaan, 13(2),

Anda mungkin juga menyukai