Anda di halaman 1dari 36

RESUME BUKU HUKUM TATA NEGARA

Dosen Pengempuh :

A.Majid Ali, M.Si

Di susun oleh :

 Mutia zahara ( 2223150115)


 Zakia anissa ( 2223150116 )
 Azahra alqaruma ( 2223150111)
 Herly afriansyah ( 2223150129 )
 Yoprizon ( 2223150133 )

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SOEKARNO

2022
BAB I

SUMBER – SUMBER HUKUM TATA NEGARA

A. Pengertian Sumber Hukum


Sumber hukum merujuk pada asal atau sumber dari mana hukum berasal atau
diperoleh. Sumber hukum adalah sumber informasi atau otoritas yang diakui dan digunakan
untuk menciptakan, menafsirkan, dan menerapkan hukum dalam suatu sistem hukum
tertentu.

B. Macam – Macam Sumber Hukum


Secara umum, terdapat beberapa sumber hukum yang diakui dan digunakan di
berbagai sistem hukum di dunia. Namun, perlu diingat bahwa sumber hukum dapat bervariasi
antara negara dan sistem hukum yang berbeda. Berikut adalah beberapa contoh umum
sumber hukum:
1. Konstitusi: Konstitusi adalah hukum dasar suatu negara atau wilayah yang
menetapkan struktur pemerintahan, hak-hak warga negara, dan prinsip-prinsip dasar yang
mengatur sistem hukum. Konstitusi sering kali merupakan sumber hukum tertinggi dan
hukum lainnya harus sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalamnya.
2. Perundang-undangan: Perundang-undangan atau legislatif adalah sumber hukum
yang dibuat oleh badan legislatif, seperti parlemen atau kongres. Ini mencakup undang-
undang, peraturan, dekrit, dan keputusan lainnya yang diterbitkan oleh pemerintah atau badan
legislatif yang berwenang.
3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu): Perppu dikeluarkan
oleh Presiden dalam keadaan mendesak dan harus disetujui oleh DPR. Perppu memiliki
kekuatan hukum sebagaimana UU.
4. Peraturan Pemerintah (PP): PP dibuat oleh pemerintah dalam rangka melaksanakan
UU dan mengatur hal-hal yang lebih rinci. PP mengatur berbagai aspek kehidupan
masyarakat seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.
5. Peraturan Presiden (Perpres): Perpres dikeluarkan oleh Presiden dan mengatur
tentang kebijakan-kebijakan tertentu, pengaturan organisasi pemerintah, dan pelaksanaan UU.
6. Peraturan Menteri (Permen): Permen dikeluarkan oleh menteri dan mengatur
pelaksanaan kebijakan pemerintah di bawah naungan UU dan PP. Permen dapat berkaitan
dengan berbagai sektor, seperti kesehatan, pendidikan, transportasi, dan lain-lain.

2
7. Peraturan Daerah (Perda): Perda dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (DPRD Provinsi) dalam rangka
melaksanakan otonomi daerah. Perda mengatur tentang hal-hal yang berlaku di tingkat
daerah, seperti tata ruang, pajak daerah, perizinan, dan lainnya.

C. Sumber Hukum Tata Negara


Sumber hukum tata negara merujuk pada sumber-sumber hukum yang mengatur struktur,
fungsi, dan hubungan antara lembaga-lembaga negara serta hak dan kewajiban warga negara.
Sumber hukum tata negara dapat berbeda-beda antara negara-negara, tergantung pada sistem
pemerintahan yang dianut. Berikut adalah beberapa contoh sumber hukum tata negara yang
umum:
1. Konstitusi: Konstitusi adalah sumber hukum tata negara yang paling fundamental.
Konstitusi menyusun dasar hukum yang mengatur struktur pemerintahan, pembagian
kekuasaan, hak-hak dan kewajiban warga negara, dan prinsip-prinsip dasar lainnya dalam
suatu negara. Konstitusi sering kali menentukan lembaga-lembaga negara, prosedur legislatif,
pelaksanaan kekuasaan eksekutif, dan yudikatif.
2. Undang-Undang Dasar: Di beberapa negara, ada undang-undang dasar yang
menjadi sumber hukum tata negara. Undang-undang dasar ini berfungsi sebagai dokumen
hukum yang memiliki status yang lebih tinggi dari undang-undang lainnya dan mengatur
prinsip-prinsip dan mekanisme pemerintahan yang mendasar.
3. Hukum Tata Negara: Hukum tata negara merupakan sumber hukum yang mengatur
tentang organisasi dan tata cara berjalannya pemerintahan. Hukum ini mencakup aturan-
aturan tentang pembagian kekuasaan, fungsi dan kewenangan lembaga-lembaga negara, serta
mekanisme pelaksanaan kekuasaan pemerintah.
4. Putusan Mahkamah Konstitusi: Putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah
Konstitusi atau lembaga serupa juga menjadi sumber hukum tata negara. Putusan ini
memberikan interpretasi dan penafsiran terhadap konstitusi, memutuskan sengketa
konstitusional, dan mempengaruhi perkembangan hukum tata negara.
5. Keputusan Eksekutif: Keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh eksekutif,
seperti presiden atau pemerintah, juga dapat menjadi sumber hukum tata negara. Keputusan
ini mengatur pelaksanaan kebijakan, pengangkatan pejabat, dan tindakan lain yang berkaitan
dengan struktur dan fungsi pemerintahan.
6. Praktek Konstitusional: Praktek konstitusional merujuk pada kebiasaan atau norma-
norma yang terbentuk dalam praktek pelaksanaan konstitusi. Ini mencakup norma-norma

3
yang mengatur hubungan antara lembaga-lembaga negara, proses pembentukan kebijakan,
dan pelaksanaan kekuasaan.
Sumber-sumber hukum tata negara ini bekerja sama untuk membentuk sistem hukum
tata negara yang mengatur struktur dan fungsi pemerintahan suatu negara serta hubungan
antara negara dan warga negara.

D.Hierarki Peraturan Perundang-Undangan

Hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia mengikuti sistem hukum positif.


Berikut ini adalah hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia dari tingkat yang
tertinggi hingga yang terendah:
1. Undang-Undang Dasar (UUD): Undang-Undang Dasar merupakan hukum dasar
yang mengatur sistem pemerintahan, struktur negara, hak dan kewajiban warga negara, serta
prinsip-prinsip dasar yang mengatur negara Indonesia.
2. Undang-Undang (UU): Undang-Undang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) dan disahkan oleh Presiden. UU adalah peraturan perundang-undangan yang memiliki
kekuatan hukum tertinggi di tingkat nasional dan mengatur berbagai bidang seperti hukum
pidana, hukum perdata, hukum tata negara, dan lainnya.
3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu): Perppu dikeluarkan
oleh Presiden dalam keadaan mendesak dan harus disetujui oleh DPR. Perppu memiliki
kekuatan hukum sebagaimana UU.
4. Peraturan Pemerintah (PP): PP dibuat oleh pemerintah dalam rangka melaksanakan
UU dan mengatur hal-hal yang lebih rinci. PP mengatur berbagai aspek kehidupan
masyarakat seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.
5. Peraturan Presiden (Perpres): Perpres dikeluarkan oleh Presiden dan mengatur
tentang kebijakan-kebijakan tertentu, pengaturan organisasi pemerintah, dan pelaksanaan UU.

6. Peraturan Menteri (Permen): Permen dikeluarkan oleh menteri dan mengatur


pelaksanaan kebijakan pemerintah di bawah naungan UU dan PP. Permen dapat berkaitan
dengan berbagai sektor, seperti kesehatan, pendidikan, transportasi, dan lain-lain.
7. Peraturan Daerah (Perda): Perda dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (DPRD Provinsi) dalam rangka
melaksanakan otonomi daerah. Perda mengatur tentang hal-hal yang berlaku di tingkat
daerah, seperti tata ruang, pajak daerah, perizinan, dan lainnya.

4
E. Hierarki Menurut UU No.10 Tahun 2004
Pada tanggal 24 Mei 2004, di Indonesia, Presiden Megawati Sukarnoputri
menandatangani UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan. UU ini mengatur tentang prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan
di Indonesia. Namun, UU ini tidak secara khusus memberikan penjelasan tentang hierarki
peraturan perundang-undangan. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang hierarki peraturan
perundang-undangan yang diatur dalam UU tersebut, disarankan untuk merujuk langsung
pada isi UU No. 10 Tahun 2004.
Peraturan Perundang-Undangan Menurut UU No.10 Tahun 2004
a. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti UU
c. Peraturan Pemerintah
d. Peraturan Presiden
e. Peraturan Daerah
1. Perda Provinsi
2. Perda Kabupaten/ Kota
3. Perdas/Peraturan Yang Setingkat

F. Hierarki Menurut UU No.12 Tahun 2011


a. Undang-Undang Dasar/ Peraturan Republic Indonesia Tahun 1945
b. Ketetapan Mpr
c. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
d. Peraturan Pemerintah
e. Peraturan Presiden
f. Peraturan Daerah Provinsi, Dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

5
BAB II
ASAS – ASAS HUKUM TATA NEGARA

A. Pengertian Aas-Asas HTN


merupakan salah satu cabang khusus kajian hukum dalam konteks kenegaraan. Ilmu
ini membahas mengenai tatanan struktur kenegaraan, mekanisme hubungan antar struktur
organ kenegaraan serta mekanime hubungan antara struktur negara dengan warga negara.
Dalam bahasa Prancis, hukum tata negara disebut Droit Constitusionel atau dalam bahasa
Inggris Constitutional Law. Dalam bahasa Belanda hukum tata negara disebut Staatsrecht,
tetapi dalam bahasa Jerman sering digunakan istilah Verfassungsrecht.

B. Asas-Asas HTN
1. Asas Pancasila
Asas-asas hukum tata negara yang pertama adalah Pancasila. Sebagai dasar negara,
Pancasila harus diterapkan dan dicerminkan dalam segala tindakan pemerintahan serta
keputusan yang diambil. Dalam hukum, Pancasila merupakan sumber hukum materiel, yang
mana setiap isi peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan sila yang
terkandung dalam Pancasila.
2. Asas Negara Hukum
Dalam negara hukum, hukum adalah komando tertinggi dalam penyelenggaraan
negara. Sehubungan dengan konsep negara hukum, ada dua konsepsi terkait hal ini, yakni
Rechtstaats dan Rule of Law.
Singkatnya, Rechstaat adalah pengakuan dan perlindungan terhadap HAM yang
bertumpu pada prinsip kebebasan dan persamaan. Selanjutnya, terkait Rule of Law, konsep
ini bertumpu pada sistem hukum common law yang bersifat yudisial, yaitu keputusan-
keputusan atau yurisprudensi.
3. Asas Kedaulatan Rakyat dan Demokrasi
Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi dalam suatu wilayah. Dengan kata lain,
kedaulatan rakyat adalah kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Oleh sebab itu, dalam
melaksanakan tugasnya, pemerintah harus menyesuaikan dengan keinginan rakyat.

6
Kemudian, persoalan demokrasi tidak dapat dipisahkan dari negara hukum. Mengapa?
Sebab, dalam pemerintahan negara demokrasi, rakyat adalah pihak yang berkuasa; dari
rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat.
4. Asas Negara Hukum
Negara kesatuan dapat diartikan dengan kekuasaan tertinggi suatu negara ada di
tangan pemerintah pusat. Negara kesatuan ini adalah konsep tentang bentuk negara.
Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia diselenggarakan dengan pemberian
otonomi kepada daerah yang seluas-luasnya. Dengan tujuan agar daerah-daerah tersebut
berkembang sesuai dengan potensi dan kekayaan yang dimiliki dengan dorongan dan bantuan
pemerintah pusat.
5. Asas Pemisahan kekuasaan dan Check and Balances
Pemisahan atau pembagian kekuasaan bisa didefinisikan sebagai pemisahan kekuasaan ke
beberapa bagian. Prinsip check and balances sendiri merupakan prinsip yang menghendaki
kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif agar sederajat dan saling mengontrol.
Dilakukannya pemisahan kekuasaan ini agar tindakan sewenang-wenang dari seorang
pemimpin dapat dihindari dan kebebasan serta hak rakyat lebih terjamin. Pembagian
kekuasaan di Indonesia, antara lain DPR, MPR, DPD, BPK, Presiden dan Wakil Presiden,
MA, MK, KY, dan lembaga lainnya yang kewenangannya diatur dalam UUD 1945 serta
lembaga lain yang diatur dalam undang-undang.

7
BAB III
SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA

A. Perubahan Sistem Pemerintahan Negara


Sehari setelah proklamasi pada 17 Agustus 1945,konstitusi Indonesia sebagai suatu “
revolusi grondwet” telah di sah kan pada 18 Agustus 1945 oleh panitia persiapan
kemerdekaaan Indonesia dalam sebuah naskah yang Bernama UUD NRI.

B. Perkembangan Konstitusi Di Indonesia


Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia ada empat macam undang-undang dasar yang pernah
berlaku, yaitu:
1. UUD 1945, yang berlaku antara 17 Agustus 1945 sampai 27 desember 1949;
2. Kontitusi republic Indonesia serikat;
3. UUD sementara 1950, yang berlaku antara 17 Agustus 1950 sampai 5 juli 1959;
4. UUD 1945, yang berlaku lagi sejak di keluarkanya dekrit presiden 5 juli 1959.
Konstitusi Indonesia saat ini adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yang telah mengalami beberapa perubahan sejak disahkan pada saat
kemerdekaan Indonesia. Berikut adalah beberapa poin penting dalam perkembangan
konstitusi Indonesia:
1. Konstitusi Pertama: Setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Indonesia
menyusun konstitusi pertamanya, yaitu UUD 1945. Konstitusi ini menetapkan dasar negara
dan prinsip-prinsip pemerintahan, *termasuk pembagian kekuasaan antara lembaga eksekutif,
legislatif, dan yudikatif.
2. Perubahan Konstitusi: Sejak UUD 1945 disahkan, konstitusi ini telah mengalami beberapa
perubahan melalui Amandemen Konstitusi. Amandemen pertama dilakukan pada tahun 1999
untuk memberikan reformasi politik dan memperkuat sistem demokrasi di Indonesia.
Amandemen kedua dilakukan pada tahun 2002 untuk meningkatkan perlindungan hak asasi
manusia.
3. Konstitusi dan Sistem Hukum: Konstitusi Indonesia menetapkan sistem hukum negara,
yang merupakan campuran antara hukum adat, hukum agama, dan hukum Barat. Sistem

8
hukum ini tercermin dalam lembaga-lembaga seperti Mahkamah Konstitusi, Mahkamah
Agung, dan Badan Peradilan lainnya.
4. Otonomi Daerah: Salah satu perkembangan penting dalam konstitusi Indonesia adalah
pemberian otonomi yang lebih besar kepada daerah. Hal ini diatur dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang memberikan wewenang lebih luas
kepada pemerintah daerah dalam mengatur urusan lokal.
5. Perlindungan Hak Asasi Manusia: Konstitusi Indonesia mengakui dan melindungi hak
asasi manusia. Hal ini tercermin dalam pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM) dan adopsi Undang-Undang Perlindungan Hak Asasi Manusia.
6. Peran Mahkamah Konstitusi: Mahkamah Konstitusi Indonesia didirikan pada tahun 2003
dan memiliki peran penting dalam menjaga supremasi konstitusi. Mahkamah Konstitusi
bertanggung jawab untuk memutuskan konstitusionalitas undang-undang dan mengadili
sengketa pemilihan presiden dan wakil presiden.
C. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Dekrit Presiden 5 Juli 1959, juga dikenal sebagai Supersemar (Surat Perintah Sebelas
Maret), adalah sebuah peristiwa penting dalam sejarah politik Indonesia. Dekrit ini
dikeluarkan oleh Presiden Indonesia saat itu, yaitu Soekarno, pada tanggal 5 Juli 1959.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memberikan kekuasaan ekstra konstitusional kepada
Jenderal Abdul Haris Nasution sebagai Panglima Angkatan Perang. Melalui dekrit ini,
Presiden Soekarno memberikan kekuasaan kepada Nasution untuk mengambil angkah-
langkah darurat dalam menghadapi krisis politik dan keamanan yang melanda Indonesia pada
saat itu.
Dekrit tersebut terkait dengan krisis politik yang sedang berlangsung di Indonesia
pada tahun 1959. Pada saat itu, terdapat ketegangan antara faksi-faksi politik di dalam
pemerintahan, terutama antara faksi pro-komunis dan faksi militer. Ketegangan ini mencapai
puncaknya pada peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang menjadi awal dari masa Orde
Baru.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memberikan Nasution kekuasaan yang signifikan,
termasuk mengawasi kegiatan partai politik, organisasi massa, dan media. Hal ini
memperkuat posisi militer dalam politik Indonesia pada saat itu dan menunjukkan pergeseran
kekuasaan dari lembaga sipil ke militer. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memainkan peran
penting dalam perjalanan politik Indonesia pada masa itu, tetapi kemudian dibatalkan oleh
Mahkamah Konstitusi pada tahun 1962. Pembatalan ini merupakan salah satu faktor yang

9
berkontribusi terhadap munculnya kekacauan politik dan pergeseran kekuasaan yang lebih
besar ke tangan militer selama masa Orde Baru yang dimulai pada tahun 1966.

D. Reformasi Dan Perubahan UUD 1945


Reformasi dan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah sebuah proses yang penting dalam sejarah politik
Indonesia. Berikut adalah beberapa informasi mengenai reformasi dan perubahan yang telah
terjadi terhadap UUD 1945:
1. Amandemen Pertama (1999): Amandemen pertama dilakukan sebagai respons terhadap
reformasi politik yang berkembang pada akhir tahun 1990-an di Indonesia. Amandemen ini
bertujuan untuk mengubah sistem pemerintahan otoriter menjadi lebih demokratis. Beberapa
perubahan penting yang dihasilkan dari amandemen pertama antara lain:
- Penghapusan ketentuan yang memberikan kekuasaan luas kepada presiden.
- Pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang lebih representatif, dengan
peningkatan jumlah anggota dan perwakilan bagi partai politik.
- Pengakuan hak asasi manusia yang lebih luas dan peningkatan peran lembaga-
lembaga penegak hukum.
2. Amandemen Kedua (2000): Amandemen kedua dilakukan dengan tujuan memperkuat
perlindungan hak asasi manusia dalam UUD 1945. Beberapa perubahan yang diperkenalkan
melalui amandemen kedua adalah:
- Pemberian status yang lebih kuat kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM) dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
- Penambahan pasal mengenai hak perempuan dan perlindungan anak.
- Penguatan hak warga negara dalam memperoleh, menguasai, dan mengalihkan tanah.
3. Amandemen Ketiga (2001): Amandemen ketiga dilakukan untuk meningkatkan ketelitian
dalam penyusunan anggaran negara dan mengurangi defisit fiskal. Beberapa perubahan yang
diperkenalkan melalui amandemen ketiga adalah:
- Penambahan ketentuan mengenai tata cara penyusunan anggaran negara yang lebih
rinci dan transparan.
- Penegasan kewenangan DPR dalam menyetujui anggaran negara.
Selain amandemen resmi yang telah terjadi, perubahan lainnya juga telah terjadi
dalam interpretasi dan praktik konstitusi oleh lembaga-lembaga pemerintahan dan sistem
peradilan. Interpretasi UUD 1945 dapat berubah seiring dengan perkembangan sosial, politik,
dan hukum di Indonesia.

10
BAB IV
LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA MENURUT UUD 1945

A. Perkembangan Ketatanegaraan
Perkembangan ketatanegaraan di Indonesia mencakup berbagai aspek yang meliputi
bentuk pemerintahan, sistem politik, lembaga-lembaga negara, dan prinsip-prinsip yang
mengatur tata kelola negara. Berikut adalah beberapa perkembangan penting dalam
ketatanegaraan Indonesia:
1. Bentuk Pemerintahan: Sejak kemerdekaan, Indonesia telah mengalami perubahan dalam
bentuk pemerintahan. Pada awalnya, Indonesia mengadopsi sistem parlementer dengan
presiden sebagai kepala negara. Namun, pada tahun 1950, sistem pemerintahan berubah
menjadi parlementer dengan presiden sebagai kepala pemerintahan. Setelah itu, pada tahun
1959, terjadi perubahan besar dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli, yang
memberikan kekuasaan ekstra konstitusional kepada militer. Selanjutnya, pada tahun 1965,
terjadi peralihan ke Orde Baru yang ditandai dengan dominasi kekuasaan eksekutif oleh
presiden secara otoriter. Setelah masa Orde Baru, Indonesia kembali ke sistem demokrasi
parlementer dengan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
2. Sistem Politik: Sistem politik di Indonesia telah mengalami perkembangan signifikan.
Setelah Reformasi tahun 1998, sistem politik Indonesia beralih menjadi demokrasi
multipartai dengan pemilihan umum yang bebas dan adil. Pemilihan umum dilakukan secara
reguler untuk memilih presiden, anggota parlemen, dan pemerintah daerah. Partai politik juga
berperan penting dalam sistem politik Indonesia, dengan partai-partai yang bersaing untuk
memperoleh suara dan posisi politik.
3. Lembaga-Lembaga Negara: Indonesia memiliki sejumlah lembaga negara yang penting
dalam sistem ketatanegaraan. Beberapa lembaga tersebut antara lain:
- Presiden: Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, presiden memiliki kekuasaan
eksekutif yang signifikan.

11
- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR): DPR merupakan lembaga legislatif yang
memiliki peran dalam pembuatan undang-undang dan pengawasan terhadap
pemerintah.
- Mahkamah Konstitusi: Mahkamah Konstitusi bertanggung jawab untuk
memutuskan konstitusionalitas undang-undang dan memeriksa perselisihan hasil
pemilihan presiden dan wakil presiden.
- Mahkamah Agung: Mahkamah Agung adalah lembaga tertinggi dalam sistem
peradilan Indonesia dan bertanggung jawab atas keputusan hukum yang terakhir.
- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK): BPK memiliki tugas untuk melakukan
pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
4. Prinsip-Prinsip Ketatanegaraan: Prinsip-prinsip yang mengatur tata kelola negara di
Indonesia mencakup supremasi konstitusi, pemerintahan yang baik, negara hukum,
dan demokrasi. Prinsip-prinsip ini tercermin dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menjadi dasar bagi sistem
ketatanegaraan Indonesia.
Perkembangan ketatanegaraan di Indonesia merupakan proses yang terus berlangsung
seiring dengan dinamika politik dan perkembangan masyarakat. Untuk informasi yang
lebih rinci dan terbaru, disarankan untuk merujuk ke sumber-sumber hukum, politik,
dan publikasi pemerintah yang mutakhir.
B. Lembaga-Lembaga Negara
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR )
MPR atau Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah salah satu lembaga hukum tertinggi yang
dimiliki suatu negara. MPR terdiri dari dua bagian, yaitu Dewan perwakilan Rakyat (DPR)
dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
MPR merupakan lebaga yang dipilih langsung oleh rakyat untuk mewakili rakyat. MPR dapat
menjadi perantara rakyat kepada pemerintah. Segala keluhan yang ingin disampaikan oleh
rakyat dapat disampaikan melalui MPR.

 Berikut Kedudukan MPR di Indonesia:

a) Lembaga Tertinggi Negara


MPR merupakan lembaga tertinggi dalam hierarki lembaga negara di Indonesia.
Kedudukannya berada di atas lembaga-lembaga negara lainnya, termasuk Dewan Perwakilan

12
Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). MPR memiliki wewenang untuk
menetapkan dan mengubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b) Kedudukan sebagai Pemegang Kedaulatan Rakyat
MPR merupakan lembaga yang mewakili kedaulatan rakyat Indonesia. MPR
menjalankan tugas dan wewenangnya berdasarkan amanat rakyat yang diwujudkan dalam
UUD 1945. MPR bertanggung jawab untuk menghasilkan keputusan yang mengakomodasi
kepentingan dan aspirasi rakyat.
c) Penentu Kebijakan Negara
MPR memiliki peran dalam menentukan kebijakan negara yang bersifat strategis
melalui penyusunan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). GBHN menjadi acuan bagi
pemerintah dalam menyusun program pembangunan nasional dan kebijakan-kebijakan
penting lainnya.
d) Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
MPR memiliki tugas dan wewenang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden
Indonesia berdasarkan hasil pemilihan umum. MPR juga memiliki peran dalam
pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden dalam situasi-situasi yang diatur dalam UUD
1945.
e) Pembentukan Lembaga Negara
MPR berwenang untuk membentuk dan mengubah lembaga negara lainnya yang
dianggap perlu. Hal ini termasuk pembentukan lembaga seperti Mahkamah Konstitusi, Badan
Pemeriksa Keuangan, dan Komisi Yudisial
2. Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR )
DPR adalah singkatan dari Dewan Perwakilan Rakyat. DPR adalah lembaga hukum
yang menjadi perwakilan rakyat di Indonesia, DPR memiliki peran dalam pembuatan
undang-undang, pengawasan pemerintah, dan mewakili suara rakyat.
DPR terdiri dari anggota-anggota yang dipilih melalui pemilihan umum. Jumlah anggota
DPR saat ini adalah 575 orang. Anggota DPR berasal dari berbagai partai politik yang
mendapatkan kursi dalam pemilihan umum.
 Berikut Tugas dan Fungsi DPR
a. Pembuatan Undang-Undang
DPR memiliki tugas utama dalam pembuatan, pembahasan, dan pengesahan undang-
undang. Anggota DPR dapat mengajukan usulan undang-undang baru atau mempelajari dan
merevisi usulan undang-undang yang diajukan oleh pemerintah.

13
b. Pengawasan Pemerintahan
DPR memiliki fungsi pengawasan terhadap pemerintah dan lembaga eksekutif.
Mereka melakukan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah, pelaksanaan program-
program pemerintah, serta kinerja menteri dan pejabat pemerintahan lainnya. Pengawasan ini
dilakukan melalui mekanisme seperti rapat dengar pendapat, interpelasi, dan hak angket.
c. Anggaran Negara
DPR memiliki peran dalam penetapan dan pengawasan anggaran negara. Mereka
membahas dan menyetujui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN)
yang diajukan oleh pemerintah. Selain itu, DPR juga terlibat dalam pembahasan dan evaluasi
laporan pertanggungjawaban keuangan negara.
d. Hubungan Luar Negeri
DPR memiliki fungsi dalam hubungan luar negeri. Mereka mengawasi dan
memberikan persetujuan terhadap perjanjian internasional yang melibatkan Indonesia.
Anggota DPR juga dapat melakukan kunjungan ke luar negeri, menjalin hubungan dengan
parlemen negara lain, serta terlibat dalam forum internasional.
e. Perwakilan Rakyat
DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum.
Fungsi utama mereka adalah mewakili dan menyuarakan aspirasi serta kepentingan rakyat di
tingkat nasional. Anggota DPR berkomunikasi dengan konstituennya, mendengarkan
masukan dan keluhan masyarakat, serta memperjuangkan kepentingan rakyat dalam
pembuatan kebijakan.
f. Pembentukan Kabinet
DPR terlibat dalam proses pembentukan kabinet. Setelah pemilihan umum, partai
politik yang memiliki kursi di DPR dapat mengusulkan calon menteri kepada presiden. DPR
melakukan fit and proper test terhadap calon menteri yang diajukan sebelum pengangkatan
mereka.
3. Dewan Perwakilan Daerah ( DPD )
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) adalah entitas lembaga tinggi negara yang telah
terbentuk berdasarkan amanat UUD 1945. Lembaga ini memang memiliki fungsi yang sama
seperti DPR RI. Tuntutan reformasi melalui perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah
mengakibatkan terjadinya perubahan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
4. Presiden Dan Wakil Presiden
Presiden Republik Indonesia, umumnya disingkat sebagai Presiden Indonesia adalah
kepala negara sekaligus kepala pemerintahan Indonesia. Presiden memegang kekuasaan

14
eksekutif pemerintah Indonesia dan merupakan Panglima Tertinggi Tentara Nasional
Indonesia. Sejak tahun 2004, presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung untuk masa
jabatan lima tahun, dapat diperpanjang sekali dengan masa jabatan maksimal 10 tahun.
Sebelum adanya perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD 1945), Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) dalam periode waktu 5 tahun dan setelahnya dapat terpilih lagi tanpa batas.
5. Mahkamah Agung ( MA )
Mahkamah Agung Republik Indonesia (disingkat MA RI atau MA) adalah lembaga
tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan
kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi dan bebas dari pengaruh cabang-
cabang kekuasaan lainnya. Mahkamah Agung menyatakan kekuasaannya pada badan
peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan tata usaha negara dan lingkungan peradilan militer.
6. Mahkamah Konstitusi ( MK )
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (disingkat MKRI) adalah lembaga tinggi
negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan
kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung.
7. Badan Pemeriksaan Keuangan ( BPK )
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (disingkat BPK RI, dulu disingkat
BEPEKA) adalah lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki
wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD
1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri. Anggota BPK dipilih oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan
diresmikan oleh Presiden. Anggota BPK sebelum memangku jabatannya wajib mengucapkan
sumpah atau janji menurut agamanya yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.
8. Komisi Yudisial ( KY )
Komisi Yudisial Republik Indonesia atau cukup disebut Komisi Yudisial (disingkat
KY RI atau KY) adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim
agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat, serta perilaku hakim.[1] Komisi Yudisial merupakan lembaga negara
yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau
pengaruh kekuasaan lainnya. Komisi Yudisial bertanggung jawab kepada publik melalui DPR

15
dengan cara menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses informasi secara
lengkap dan akurat.

BAB V
LELMBAGA-LEMBAGA INDEPENDEN

A. Perkembangan Lembaga- Lembaga Independen


Seiring perkembangan zaman kompleksitas masalah ketatanegaraan melahirkan
banyak lembaga negara independen. Setelah reformasi 1998 lembaga negara independen
mulai mendapat tempat. UUD 1945 hasil amandemen memberi pengakuan atas lembaga
negara independen di antaranya Komisi Yudisial dan Komisi Pemilihan Umum. Umumnya
lembaga negara independen hadir karena kinerja lembaga yang ada dianggap tidak
memuaskan. Namun, pertumbuhan lembaga negara independen yang tidak terkendali
menimbulkan masalah baru seperti tumpang tindih kewenangan dan membebani anggaran
negara.
Lembaga negara independen lahir tanpa cetak biru yang jelas. Tidak ada konsep
ketatanegaraan yang komprehensif tentang apa dan bagaimana lembaga negara independen.
Setiap muncul masalah nasional atau membentuk peraturan perundang-undangan urusan
tertentu saat itu lahir lembaga negara baru. Akibatnya lembaga-lembaga negara yang lahir
tidak memiliki pola yang jelas. Mulai dari dasar hukum, nama dan bentuk lembaga,
pengawasan, sistem rekrutmen, hubungan antarlembaga hingga keprotokoleran.
Buku ini mengulas secara lengkap dan mendalam dinamika lembaga negara
independen di Indonesia. Mulai dari kerangka konseptual lembaga negara independen, latar
belakang kelahiran, dan implikasinya terhadap kehidupan ketatanegaraan. Penulis tidak
hanya menyajikan sederet permasalahan inflasi lembaga negara independen, tetapi juga
berhasil menawarkan usulan penataan kembali lembaga-lembaga negara independen. Buku
ini penting ditelaah para akademisi, mahasiswa, masyarakat sipil, maupun para pengambil
kebijakan di pemerintahan maupun lembaga perwakilan.

16
B. Komisis Pemilihan Umum (KPU )
tujuh orang anggota yang berasal dari anggota KPU Provinsi, akademisi, peneliti dan
birokrat dilantik tanggal 23 Oktober 2007 minus Syamsulbahri yang urung dilantik Presiden
karena masalah hukum.
Untuk menghadapi pelaksanaan Pemilihan Umum 2009, image KPU harus diubah sehingga
KPU dapat berfungsi secara efektif dan mampu memfasilitasi pelaksanaan Pemilu yang jujur
dan adil. Terlaksananya Pemilu yang jujur dan adil tersebut merupakan faktor penting bagi
terpilihnya wakil rakyat yang lebih berkualitas, dan mampu menyuarakan aspirasi rakyat.
Sebagai anggota KPU, integritas moral sebagai pelaksana pemilu sangat penting, selain
menjadi motor penggerak KPU juga membuat KPU lebih kredibel di mata masyarakat karena
didukung oleh personal yang jujur dan adil.Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga
Penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang bertugas melaksanakan
Pemilu. KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota adalah Penyelenggara Pemilu di Provinsi
dan Kabupaten/Kota. Wilayah kerja KPU meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. KPU menjalankan tugasnya secara berkesinambungan dan dalam
menyelenggarakan Pemilu, KPU bebas dari pengaruh pihak manapun berkaitan dengan
pelaksanaan tugas dan wewenangnya. Penyelenggara Pemilu berpedoman kepada asas:
mandiri; jujur; adil; kepastian hukum; tertib penyelenggara Pemilu; kepentingan umum;
keterbukaan; proporsionalitas; profesionalitas; akuntabilitas; efisiensi dan efektivitas.
Menjelang Pemilu 2014, pada Januari 2014 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
(MK RI) mengabulkan permohonan Effendi Gazali melalui Putusan MK Nomor 14/PUU-
XI/2013. Pemohon memandang bahwa Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang digelar
setelah 3 bulan pelaksanaan pemilihan legislatif (pasal 3 ayat 5 dan pasal 112 Undang-
Undang 42 Tahun 2008) bertentangan dengan konstitusi/UUD 1945. Putusan tersebut
memerintahkan untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden harus digelar serentak
bersamaan dengan Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Menindaklanjuti Putusan MK
tersebut, Pemerintah sebagai inisiator bersama DPR RI merancang desain pemilihan umum
serentak tahun 2019 dengan menggabungkan 3 (tiga) UU, yakni 1) UU No. 42 Tahun 2008,
2) UU No. 15 Tahun 2011, dan 3) UU No. 12 Tahun 2012 ke dalam satu naskah undang-
undang, menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

C. Komisi Nasional HAM ( KOMNAS HAM )

17
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM adalah sebuah lembaga
negara mandiri yang memiliki mandat pada empat (4) Undang-Undang yaitu UU Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan
HAM, UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, dan UU
Nomor 7 Tahun 2012 tentang Konflik Sosial. Komisi ini didirikan pada 7 Juni tahun 1993
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia. Komnas HAM mempunyai kedudukan yang setingkat dengan lembaga negara
lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan
mediasi hak asasi manusia. Hal ini disebutkan di Pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia.

D. Tentara Nasional Indonesia Dan Kepolisian Negara


Tentara Nasional Indonesia (disingkat TNI) adalah nama untuk angkatan bersenjata dari
negara Indonesia. Pada awal dibentuk, lembaga ini bernama Tentara Keamanan Rakyat
(TKR) kemudian berganti nama menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI), dan berganti
nama menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Kemudian setelah
pemisahan antara militer dengan kepolisian maka diubah kembali menjadi Tentara Nasional
Indonesia (TNI) hingga saat ini.

E. Bank Indonesia
Bank Indonesia (BI) adalah bank sentral Republik Indonesia sesuai Pasal 23D
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD) dan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia.[1] Sebelum seluruh sahamnya dibeli oleh Pemerintah
Indonesia.[2] Bank ini awalnya bernama De Javasche Bank (DJB) yang didirikan
berdasarkan Oktroi pada masa pemerintahan Hindia Belanda.[3] Sebagai bank sentral, BI
mempunyai tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua dimensi, yaitu kestabilan nilai mata uang
terhadap barang dan jasa domestik (inflasi), serta kestabilan terhadap mata uang
negara lain (kurs).

18
BAB VI
DEMOKRASI DI INDONESIA
A. Konsepsi Demokrasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), demokrasi dimaknai sebagai bentuk atau
sistem) pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan
wakilnya; pemerintahan rakyat; gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan
persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.
Untuk lebih memahami mengenai demokrasi, berikut pengertian demokrasi menurut
beberapa ahli.
 Menurut Joseph A. Schemer
Demokrasi dimaknai sebagai suatu perencanaan institusional demi mencapai keputusan
politis yang mana setiap individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan
kompetitif atas suara rakyat.

 Menurut Sidney Hook


Adapun menurut Sidney Hook, demokrasi merupakan bentuk pemerintahan dimana
keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung
didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.

 Menurut Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl

19
Sementara itu, menurut Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl, demokrasi adalah suatu
sistem pemerintahan dimana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan—tindakan
mereka diwilayah publik oleh warganegara, yang bertindak secara tidak langsung melalui
kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang terpilih.
 Menurut Henry B. Mayo
Henry B. Mayo menuturkan pandangannya mengenai demokrasi, yakni sistem politik
merupakan suatu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar
mayoritas oleh wakil- wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-
pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam
suasana terjaminnya kebebasan politik.
Dalam pandangan Affan Ghaffar, demokrasi diklasifikasikan menjadi dua kelompok,
yakni demokrasi normative dan demokrasi empirik. Demokrasi normatif merupakan
demokrasi yang secara ideal akan dilakukan oleh sebuah negara. Adapun, demokrasi empirik
merupakan demokrasi dalam perwujudannya pada dunia politik praktis

B. Sistem Dan Praktik Demokrasi Di Indonesia


Demokrasi adalah kata yang sering digembor-gemborkan oleh banyak pihak, sebagai
salah satu janji reformasi sekitar dua dasawarsa yang lalu. Keinginan untuk menjadi negara
yang mampu menampung seluruh aspirasi warga negara di bawah naungan wakil rakyat yang
katanya dipilih langsung oleh rakyat sebagai partisipan.
Partisipasi rakyat tentunya dilaksanakan melalui beberapa tahapan yaitu, rakyat harus
mengetahui, ikut memikirkan, ikut memusyawarahkan, dan ikut memutuskan.
Selain hal tersebut di atas, juga tidak kalah pentingnya terhadap partisipasi rakyat
adalah rakyat harus ikut aktif melaksanakan (Kurniawan, 2015). Kriteria demikianlah yang
dikatakan sebagai suatu kontrak sosial yang mengikat antara negara dan warga negaranya.

Menurut Abraham Lincoln, demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dari definisi Lincoln dapat dipahami bahwa demokrasi
merupakan sistem yang mengutamakan suara rakyat sebagai warga negara dalam melakukan
pemerintahan.
Dalam teorinya tentang demokrasi, Hans Kelsen menyatakan bahwa demokrasi adalah
sebuah proses yang berkelanjutan menuju kesempurnaan. Ide ini berawal dari kata

20
‘kebebasan’ yang ditempatkan dalam konstruksi kemasyarakatan dapat dianlogikan menjadi
prinsip penentuan kehendak sendiri (Thalhah, 2008)
.sejak diproklamasikan kemerdekaan RI dan disahkan UUD 1945 sebagai konstitusi
Negara pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia),
secara formal Indonesia menganut demokrasi konstitusional. Namun, sejak Proklamasi
kemerdekaan sampai sekarang telah terjadi perubahan dalam konstitusi negara, yaitu sebagai
berikut.
Dalam amandemen UUD 1945 yang ketiga salah satu Pasal yang diamandemen yaitu
bunyi Pasal 1 Ayat (2) yang mulanya berbunyi “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan
dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat” berubah menjadi “Kedaulatan
berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang – Undang Dasar”.
Berdasarkan perubahan tersebut dapat terlihat upaya pemerintah dalam
mengembangkan demokrasi dalam konstitusi Indonesia dimana kedaulatan berada ditangan
rakyat tetapi pelaksanaan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
Namun, benarkah kita sebagai rakyat sudah diberikan kebebasan berdemokrasi
seutuhnya? Banyak orang tidak menyadari bahwa demokrasi Pancasila yang dianut oleh
negara Indonesia kini sudah bergeser atau terjadi deliberalisasi. Hak-hak warga negara yang
seharusnya diberikan secara utuh harus terpangkas untuk memuluskan kepentingan beberapa
orang yang memiliki kekuasaan di atas pion-pion yang mereka ciptakan.
Bahkan konsep kerakyatan yang dituliskan dalam sila keempat Pancasila yang
seharusnya diartikan sebagai warga negara pemilik kedaulatan tertinggi dalam sebuah negara,
justru disalah artikan menjadi objek yang dipengaruhi oleh kebijaksanaan penguasa,
sedangkan demokrasi dijalankan dalam bentuk permusyawaratan yang diwakili oleh
segelintir individu dan seringkali tanpa mendengarkan aspirasi rakyat (Husna, 2019)
Sistem pemerintahan yang digunakan Indonesia ialah sistem pemerintahan
presidensial. Sistem presidensial merupakan sistem pemerintahan yang terpusat pada
kekuasaan presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara. Dalam
sistem ini, badan eksekutif tidak bergantung pada badan legislatif. Kedudukan badan
eksekutif lebih kuat dalam menghadapi badan legislatif (Noviati, 2013).
Karena itu karakteristik pertama sistem presidensial adalah badan perwakilan tidak
memiliki supremacy of parliament karena lembaga tersebut bukan lembaga pemegang
kekuasaan negara (Effendi, 2005). Dengan sistem presidensial di Indonesia maka seharusnya
dalam penyelenggaraan pemerintahan tidak ada pihak yang mendominasi. Namun dalam
praktiknya demokrasi kita yang tak lepas dari campur tangan para oligarki.

21
Itu sebabnya kita bisa melihat persentase para calon pemimpin yang kebanyakan
memiliki latar belakang politik, militer atau kalangan pengusaha yang menepati jajaran
teratas piramida perekonomian nasional. Keberadaan oligarki dalam pemerintahan akan
mengganggu pelaksanaan demokrasi.
Tidak berhenti sampai disitu, keberadaan oposisi juga seakan-akan dibungkam.
Contohnya keputusan Jokowi menggandeng Prabowo yang kini ikut menjadi Menteri
Pertahanan dalam kabinet Indonesia Maju. Ini memperjelas bahwa keberadaan oposisi
mulai digerogoti untuk mengurangi pergolakan internal dalam pemerintahan. Hal tersebut
justru malah mengkhawatirkan.
Bila oposisi dilemahkan, maka checks and balances terhadap kinerja pemerintah akan
melunak. Padahal keberadaaan oposisi sendiri merupakan salah satu wujud adanya
demokrasi. Mekanisme checks and balances dalam suatu demokrasi merupakan hal yang
wajar, bahkan sangat diperlukan.
Hal itu untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan oleh seseorang atau pun sebuah
institusi, atau juga untuk menghindari terpusatnya kekuasaan pada seseorang ataupun sebuah
institusi, karena dengan mekanisme seperti ini, antara institusi yang satu dengan yang lain
akan saling mengontrol atau mengawasi, bahkan bisa saling mengisi (Sunarto, 2016)
Selain itu juga arti penting oposisi adalah menjaga agar alternatif kebijakan dapat
disuarakan. Oposisi akan memungkinkan munculnya lebih banyak pilihan kebijakan atau
alternatif penyempurnaan atas kebijakan pemerintah (Noor, 2016).
Mirisnya sebagian besar warga negara Indonesia yang sadar akan perputaran elit politik yang
sesungguhnya dinahkodai oleh orang-orang yang memiliki power di negara kita namun
berlagak seolah menutup mata.
 Periode 1945–1949 menggunakan UUD 1945.
 Periode 1949–1950 menggunakan UUD Republik Indonesia Serikat (RIS).
 Periode 1950–1959, menggunakan UUD Sementara (UUDS).
 1959–sekarang menggunakan UUD 1945.
Perubahan penggunaan UUD ini berimplikasi pada sistem pemerintahan begitu pula
praktik pemerintahannya tidak jarang menyimpang dari landasan dasarnya sebagai contoh
berlandaskan UUD 1945. Sistem pemerintahan adalah presidentil, namun dalam praktik
sistem parlementer, sampai digunakan UUD RIS dan UUDS bentuk pemerintahan
menggunakan sistem parlementer. Jadi, sistem pemerintahan presidentil murni baru dapat
dilakukan setelah Dekrit Presiden 1959 (kembali ke UUD 1945). Maka untuk melihat

22
perkembangan demokrasi di Indonesia secara sederhana, kita dapat membagi menjadi tiga
periode, yaitu sebagai berikut.
 Masa demokrasi parlementer yang berlangsung dari tahun 1945–1959.
 Masa demokrasi terpimpin dari tahun 1959 sampai dengan 1965.
 Masa demokrasi Pancasila dari tahun 1945 sampai sekarang.
Pemilu sebagai tonggak demokrasi berhasil dilaksanakan pada tahun 1955. Hasil
pemilu pertama ini tidak membawa stabilitas yang diharapkan, konflik pusat dan daerah
terjadi, koalisi partai dalam membentuk pemerintahan rapuh sebagaimana terjadi sebelum
pemilu. Kabinet yang dibentuk jatuh bangun dan tentu saja hal ini berimplikasi terhadap
program-program pembangunan yang tidak banyak dapat diselesaikan. Ketidakstabilan
politik di masa ini diperparah lagi oleh pergolakan daerah yang tidak puas terhadap
kebijakan-kebijakan pusat, menuntut otonomi daerah dan masalah-masalah
regionalisme lainnya.

C. Sistem Dan Pelaksanaan Pemilu Di Indonesia


Dalam sejarah Pemilu di Indonesia hanya terdapat 2 sistem yang diterapkan. Kedua sistem itu
adalah
 proporsional tertutup dan
 proporsional terbuka.
Sistem proporsional tertutup membuat rakyat sebagai pemilih hanya bisa memilih partai
politik , Dalam sistem proporsional tertutup, pemilih tidak bisa mengetahui dan tidak bisa
memilih secara langsung calon anggota legislatif (Caleg) terpilih yang bakal menjadi anggota
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "LUBER" yang merupakan singkatan
dari "Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asas "Luber" sudah ada sejak zaman Orde
Baru.
"Langsung" berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak
boleh diwakilkan.
"Umum" berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki
hak menggunakan suara.
"Bebas" berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak
manapun.

23
"Rahasia" berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si
pemilih itu sendiri.
Kemudian pada era reformasi berkembang pula asas "Jurdil" yang merupakan
singkatan dari "Jujur dan Adil". Asas "jujur" mengandung arti bahwa pemilihan umum harus
dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang
memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki
nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas "adil" adalah
perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan
ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat
tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.

BAB VII
SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH DI INDONESIA

A.Sejarah Lahirnya Pasal 18 UUD 1945

Apabila ditelaah dari sejarah pembentukan UUD 1945.dapat dikatakan bahwa


Muh.Yaminlah orang pertama yang membahas masalah pemerintahan daerah dalam siding
BPUPKI 29 Mei 1945,Yamin antara lain mengatakan sebagai berikut:

“Negeri,Desa,dan segala persekutuan hokum adat yang dibaharui denagn jalan


rasionalisme dan pembaharuan zaman,dijadikan kaki susunan sebagai bagian bawah.”

Pada kesempatan itupula Muh.Yamin melampirkan rancangan sementara perumusan


Undang-Undang Dasar yang memuat tentang pemerintahan daerah dan berbunyi:

“Pembagian daerah Indonesia atas daerah yang besar dan kecil,dengan bentuk
susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang,dengan memandang dan
mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan Negara,dan hak-hak asal-usul
dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.”

24
Selanjutnya,pemikiran Muh.Yamin mengenai pemerintahan daerah dapat dijumpai lagi
dalam pidatonya 11 Juli 1945 dihadapan BPUPKI yang antara lain mengatakan sebagai
berikut.

“Pemerintahan dalam republic ini pertama-tama akan tersusun dari badan-badan


masyarakat seperti desa,yaitu susunan pemerintahan yang paling bawah,pemerintahan ini
saya namakan pemerintahan bawahan.”

“Antara pemerintahan atasan dan pemerintahan bawahan itu adalah pemerintahan


yang baik saya sebut pemerintahan tengahan.”

“Tetapi yang perlu ditegaskan disini,yaitu bahwa desa-desa,negeri-negeri,warga-


warga dan lainnya tetaplah menjadi kaki Pemerintahan Republik Indonesia .Dan di tengah-
tengah pemerintahan atasan dan bawahan,kita pusatkan pemerintahan daerah.”

Seperti halnya Yamin, Soepomo selaku Ketua Panitia Kecil Perancang Undang-Undang
Dasar dalam Sidang BPUPKI tanggal 15 Juli 1945 juga menyampaikan keterangan yang
antara lain mengatakan sebagai berikut.

“Tentang daerah,kita menyetujui bentuk persatuan,unie,oleh karena itu dibawah


pemerintahan pusat ,di bawah negara tidak ada Negara lagi.Tidak ada onderstaat, akan tetapi
hanya daerah.ditetapkan dalam undang-undang .Beginilah bunyi Pasal16:

“Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk
susunan pemerintahannya ditetapkan dalam undang-undang,dengan memandang dan
mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan Negara dan hak-hak asal-usul
dalam daerah yang bersifat istimewa .”

Kemudian,pada 18 Agustus 1945,di hadapan sidang PPKI atas pemerintahan Soekarno


(selaku Ketua PPKI),soepomo memberikan penjelasan mengenai rancangan Undang-Undang
Dasar 1945 Negara Republik Indonesia.Dalam Sidang PPKI itu,Soepomo memberi
penjelasan tentang pemerintahan daerah sebagai berikut.

“Di bawah pemerintahan pusat ada pemerintahan daerah:tentang pemerintah


daerah disini hanya ada satu pasal,yang berbunyi:pemerintah daerah diatur dalam undang-
undang hanya saja ,dasar-dasar yang telah dipakai untuk negara itu juga harus dipakai untuk
pemerintahan daerah,artinya pemerintahan daerah harus juga bersifat
permusyawaratan,dengan lain perkataan harus ada Dewan Perwakilan Rakyat.

25
Berdasarkan pendapat dari dua tokoh perancang UUD 1945 tersebut,dapat disimpulkan
bahwa esensi yang terkandung dalam ketentuan Pasal 18 UUD 1945 pertama,adanya daerah
otonomi dalam penyelenggaran pemerintahan daerah yang didasarkan pada asas
desentralisasi.Kedua,satuan pemerintahan tingkat daerah menurut UUD 1945 dalam
penyelenggaraannya dilakukan dengan”memandang dan mengingati dasar permusyawaratan
dalam sistem pemerintahan negar Ketiga ,pemerintahan tingkat daerah harus disusun dan
diselenggarakan dengan “memandang dan mengingati hak-hak asal usul dalam daerah-daerah
yang bersifat istimewa.”

Pada mulanya,UUD 1945 itu tidak mempunyai penjelasan resmi.Apabila riwayat


terjadinya Pasal 18 teliti,ternyata bahwa makna pasal itu menurut beberapa ahli tidak
diuraikan secara tepat dalam penjelasan resmi sebagaimana diumumkan dalam Berita
Republik Indonesia.Bunyi Penjelasan Pasal 18 sebagai berikut.

“Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi,dan daerah provinsi akan
dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil.atau bersifat daerah administrasi belaka….”

Adanya perintah kepada pembentuk undang-undang dalam menyusun undang-undang


dalam menyusun undang-undang tentang desentralisasi territorial harus”memandang dan
mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan Negara”,menurut
permusyawaratan juga diadakan pada tingkat daerah.Dengan demikian ,permusyawaratan
/perwakilan tidak hanya terdapat pada pemerintahan tingkat pusat,melainkan juga pada
pemerintahan tingkat daerah.Pasal 18 UUD 1945 menentukan bahwa pemerintahan daerah
dalam susunan daerah besar dan kecil harus dijalankan melalui permusyawaratan atau harus
mempunyai badan perwakilan .

Hatta menafsirkan “dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam


sistem pemerintahan Negara,dan hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat
istimewa”,dengan menyatakan sebagai berikut.

“bagian kalimat yang akhir ini ,dalam undang-undang dasar,menyatakan bahwa


hak melakukan pemerintahan sendiri bagi segenap bagian rakyat menjadi sendiri bagi
segenap bagian rakyat menjadi sendi kerakyatan Indonesia.supaya hidup jiwa rakyat
seluruhnya dan tersusun tenaga pembangunan masyarakat dalam segala golongan untuk
kesejahteraan republik Indonesia dan kemakmuran penduduknya.”

26
Hak melakukan pemerintahan sendiri sebagai sebagai sendi kerakyatan dalam sebuah
Negara kesatuan (eenheidsstaat) lain berarti otonomi,yaitu hak untuk mengatur dan mengurus
rumah tangga sendiri .Dengan demikian,makin kuat alas an bahwa pemerintahan dalam
susunan daerah besar dan kecil menurut Pasal 18 tidak lain dari pemerintahan yang disusun
aras dasar otonomi.

B.Makna Daerah Yang Bersifat Istimewa

Dari pembicaraan dalam rapat-rapat BPUPKI,tidak dijumpai penjelasan mengenai


makna atau pengertian “hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat
istimewa”.Dalam IS atau RR tidak pernah ditemukakan penggunaan istilah “istimewa” atau
“khusus” untuk menunjuk sifat suatu satuan daerah pemerintahan tertentu.Klenjets,ketika
menguraikan aneka ragam suatu pemerintahan tingkat daerah (legere territoriale
rechtsgemeentschappen)hanya
menyebutkan:province,autonomie,regentschappen,standsgemeenten,plaatsjelike,resorten,inla
nds-che,gemeenten,rechtspersoonlijkheid bezittend,waterschappen dan landschappen.Kedua
susunan pemerintahan ini meskipun tunduk pada tingkat berbagai pemerintahan Hindia
Belanda memang merupakan pemerintahan asli Indonesia.Landschap dan volksgemeenschap
bukan suatu susunan pemerintahan hindia Belanda,melainkan pemerintahan yang diciptakan
dan dijalankan oleh “bumi putera.”

Dalam rancangan “Peraturan tentang pemerintahan Sementara dari Indonesia” yang


dibuat oleh Soepomo-Soebardjo-Maramis pertama kali menggunakan istilah “daerah-daerah
yamg istimewa memegang kekuasaan sendiri Indonesia.”kemudian dalam rancangan UUD
dari Yamin dan dari Panitia Kecil Soepomo dijumpai istilah “daeah-daerah yang bersifat
istimewa.”Dalam perundingan-perundingan yang dimaksud dengan istilah tersebut adalah
juga kerajaan-kerajaan/kerajaan/kooti-kooti/sultanat-sultanat/zelfbesturende
labdschappen.Tetapi setelah rancangan UUD yang bersangkutan ditetapkan oleh PPKI dan
diberi penjelasan resmi dalam Berita Republik Indonesia,ternyata angka II penjelasan itu
(Penjelasan Pasal 18) menyatakan bahwa volksgemeenschappen seperti
desa,negeri,dusun,atau marga dapat dianggap sebagai daerah bersifat istimewa .Menurut The
Liang Gie,penjelasan tersebut memperluas isi Pasal 18 UUD 1945.Pengertian daerah
istimewa hanya ditinjau terhadap zelfbesturende landschappen.

Selanjutnya,dalam alinea terakhir Pebjelasan Pasal UUD 1945 berbunyi “Negara


Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa idtimewa tersebutdan

27
segala aturan Negara yang mengenai daerah itu akan mengingati hak-hak asal usul daerah
tersebut.”Jadi,konsekuensi dari jaminan yang diberikan oleh UUD 1945 tersebut adalah
bahwa setiap aturan negaara atau peraturan perundang-undangan mengenai “daerah yang
bersifat istimewa”itu haruslah tidak mengabaikan hak asal-usul daerah tersebut.

UUD 1945 mengakui kenyataan historis bahwa daerah-daerah idtimewa itu telah
memilikiberbagai hak dan wewenang dalam penyelenggaraan berbagai urusan pemerintahan
di daerahnya.Hak-hak itu brupa hak yang dimiiki berdasarkan pemberian dari pemerintahan
dan hak yang telah dimilikinya sejak semula (hak yang bersifat autocochtoon), atau hak yang
dimilinya sejak sebelum daerah itu merupakan bagian dari Negara Republik Indonesia.Tetapi
dari bermacam-macam hak itu secara garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok, yakni:

1.hak asal –usul yang menyangkut struktur kelembagaan,yang tersirat dari kata-kata “susunan
asli.”

2.hak asal-uusl yang menyangkut ketentuan dan prosedur tentang pengangkatan dan
pemberhentian pemimpin.

3.hak asal-usul yang menyangkut penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan terutama


yang berhubungan dengan penyelenggaraan dan pembebanan terhadap masyarakat.

Menurut The Liang Gie, apabilariwayat terjadinya Pasal 18 UUD 1954 diteliti, ternyata
bahwa makna pasal itu tidak diuraikan dengan tepat dalam penjelasan resmi sebagaimana
diumumkan dalam Berita Republik Indonesia.yaitu dalam tiga hal.Keiga hal tersebut yaitu:

1.bahwa Indonesia akan dibagi dalam provinsi;

2.bahwa daerah-daerah itu adalah daerah otonomi atau daerah administrasi (administratief
resort);

3.bahwa volksgemeenschappen sepeti desa,negeri’marga dan sebagainya adalah daerah-


daerah yang bersifat istimewa.

Keterangan tambahan dalam penjelasan resmi UUD 1954 bahwa Indonesia akan dibagai
dalam daerah provinsi sudah menentukan salah satujenis daerah yang harus dibentuk,padahal
dalam riwayat pasal 18itu, tidak pernah disebut-sebut tentang Provinsi.Provinsi, baru
dihidupkan kembali oleh Pemerintahan Republik Indonesia pada 19 Agustus 1945.

28
Keterangan tambahan kedua bahwa daerah besar kecil itu bisa merupakan daerah otonomi
atau daerah administrasi telah megubah secra prinsipiil makna pasal 18 UUD 1954.tidak
terdapat indikasi bahwa Pasal 18 mengatur prinsip Wilayah Administrasif (asas
dekonsterasi),di samping deselentrasi atau otonomi.Jadi secara konstitusional hanya daerah
oyonom yang perlu diatur dalam undang-undang organiksebagaimana dikehendaki oleh Pasal
18 UUD 1945. Panitia Perancangan Undang-Undang Dasar dan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia,pasal yang bersangkutan dibahas dalam rangka desentralisasi dan
penyelenggaraan pemerintahan daerah.Jadi daerah besar dan kecil yang dimaksud adalah
semata-mata daeah otonomi.

Dalam Sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, Yamin pernah mengutarakan konsepnya
berikut ini tentang pemerintahan daerah.

“Negeri,Desa, dan segala Persekutuan hokum adat yang dibaharui dengan jalan
rasionalisme dan pembahruan zaman, dijadikan susunan Negara sebagai bagian bawah.”

“Antara bagian atas dan bagian bawah dibentuk bagian tengah sebagai
pemerintahan daerah untuk menjalankan Pemerintahan Urusan dalam, Pangreh Praja.”

Selanjutnya dalam sidang BPUPKI tanggal 15 juli 1945,Soepomo menyampaikan


keterangan sebagai berikut.

“….Kecuali dari itu panitia mengingatkan kepada daerah-daerah kecil yang


mempunyai susunan asli,yaituVolksgemeinshaften barang kali perkataan ini salah tetapiyang
dimaksud ialah daerah kecil-kecil yang mempunyai susunan rakyat seperti misalnya dijawa,
jadinya daerah kerajaan (zelfbesturende landschappen), hendaknya dihormati dan
diperhatikan susunannya yang asli.”

Desa dan satuan pemerintahan asli lain semacam desa dan zelfbesturende landschappen
adalah daerah-daerah yang bersifat istimewa.Disamping desa dan zelfbesturende
landschappen,ada corak pemerintahan barat yaitu provinsi dan gemeente yang tersusun dalam
tingkatan yang berbeda sehingga dalam kenyataannya,susunan itu terdiri dari tiga tingkatan
yaitu tingkatan atas (provinsi),tingkatan tenagh (gemeente,regentschap), dan tingkatan
remdah (desa dan pemerintahan semacam desa).

Ada kemungkinan, baik soepomo maupun Yamin akan tetap mempertahankan kehadiran
provinsi,tetapi bukan sebagai pemerintah daerah,tetapi sebagai suatu dekosentrasi.Terlebih
setelah dikeluarkan penjelasan resmi pasal 18 UUD 1945 yang juga disebut soepomo,dengan

29
tegas menyatakan bahwa “Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan daerah
akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil.”Secara hukum,kehadiran
kewedanan,kecamatan dan desa-desa dapat dikaitkan dengan Pasal II Aturan Peralihan UUd
1945 tentang tetap berlakunya tanggal 17 Agustus 1945.

Susunan daerah otonomi mulai dimantapkan oleh UU No.22 Tahun 1948.Daerah-daerah


otonomi menurut UU No.22 Tahun 1948 terdiri atas susunan: provinsi,kabupaten,dan desa.Di
samping itu tiga susunan daerah otonomi tersebut,kewedanan dakn kecamatan sebagai satuan
administrasif (dekosentrasi) tetap dipertahankan.

Menurut UU No.22 Tahun 1948, pemerintahan desa sebagai kaki bagian bawah
pemerintahan Republik Indonesia bukanlah desa yang ada pada waktu itu.Akan tetapi akan
dibentuk desa-desa baru.Maksud penggabungan ini adalah untuk memperluas territorial
pemerintahan desa.Kehendak UU No.22 Tahun 1948 mengandakan restrukturisasi wilayah
desa membentuk desa-desa baru dengan territorial yang lebih luas merupakan pemikiran yang
sangat maju.

Ada beberapa sebab yang menghambat pelaksanaan gagasan-gagasan tersebut.pertama


desa,sebagai susunan pemerintahan daerah tidak dapat diperbarui swbagaimana dikehendaki
oleh UUNo.22 Tahun 1948,kedua UU No.22 Tahun 1948 tidak diikuti pembaharuan
perangakat peraturan perundang-undangan pendukung.Untuk pemerintahan desa tetap
ketentuan Hindia Belanda-Inlandse Gemeente Ordonnantie (IGO) untuk Jawa-Madura dan
Inlandse Ordonnative Voor Buiten Geweste (IGOB) untuk luar Jawa-Madura.Igo dan IGOB
tidak dapat dijadikan dasar pengembangan desa karena peraturan ini pada dasarnya hendak
membiarkan desa dalam”keasliannya.

C.Daerah Istimewa dalam Konstitusi RIS 1949 dan UUD Sementara 1945

`Pengaturan daerah istimewa dalam Konstitusi RIS ternyata juga tetap memperoleh
jaminan.Apa yang dalam UUD 1945 dinamakan zelfbesturende landschappen dalam
Konstitusi RIS disebut Daerah Swapraja,yang diatur dalam Pasal 64 sampai dengan pasal
67.Pengakuan terhadap keberadaan daerah-daerah swapraja yang sudah ada diatur dalam
pasal 64 sedangkan kedudukan yang sudah ada diatur dalam Pasal 64 sedangkan kedudukan
daerah-daerah swapraja diatur dalam Pasal 65.

30
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1948 tentang pemerintahan
daerah,timbul kemungkinan untuk menjadikan daerah swapraja sebagai daerah
istimewa.Kalau sudah dijadikan daerah istimewa menurut Pasal 1 ayat (2) UU No 22 Tahun
1948 dengan sendirinya status yang lama menjadi hilang.

Dengan terbentuknya Negara Kesatuan RI,pembuat UUDS 1950 mempunyai pendapat


lain tentang pengaturan kedudukan swapraja.Dalam UUDS 1950 dinyatakan bahwa tidak
selayaknya kedudukan swapraja diatur dengan suatu kontrak.Tetapi sebaliknya didalam pasal
132 ayat (2) UUDS 1950 ditentukan bahwa daerah swapraja dapat dihapuskan atas dasar
kepentingan umum.

D..Pengaturan Pemerintahan Daerah Setelah Perubahan UUD 1945

Setelah pemerintahan orde baru mengakhiri masa pemerintahannya pada tanggal 20 mei
1998 melalui suatu gerakan reformasi,disusul dengan percepatan pemilu ditahun 1999,UUD
1945 yang selama pemerintahan orde baru disakralkan dan tidak dapat diubah oleh MPR
sekalipun,pada tanggal 19 oktober 1999 untuk pertama kalinya UUD 1945 dilakukan
perubahan oleh MPR.Melalui Sidang Umum MPR tahun 1999 ada Sembilan pasal yang
diubah,yakni pasal 5 Ayat(1),Pasal 7,Pasal 9,Pasal 13 Ayat (2),Pasal 14,Pasal 15,Pasal 17
Ayat (2) dan (3),Pasal 20 dan Pasal 21.

E.Asas-asas Pemerintahan Daerah

1.Asas Desentralisasi

Amrah Muslimin menngartikan deselentralisasi adalah pelimpahan wewenang pada


badan-badan dan golongan-golongan dalam masyarakat dalam daerah tertentu untuk
mengurus rumah tangganya sendiri.Irawan Soejito,mengartikan desentralisasi adalah
pelimpahan kewenangan pemerintahan kepada pihak lain untuk dilaksanakan.

2.Asas Dekonsentrasi

Amrah Muslimin mengartikan,dekosentrasi ialah pelimpahan sebagian dari kewenangan


pemerintahan pusat pada alat-alat pemerintahan pusat yang ada didaerah.Irawan Soejinto
mengartikan,dekosentrasi adalah pelimpahan kewenangan penguasa kepada pejabat
bawahannya sendiri.Menurut Joeniarto,dekosentrasi adalah pemberian wewenang oleh
pemerintah pusat (atau pemerintahan atasannya) kepada alat-alat perlengkapan bawahan
untuk menyelenggarakan urusan-urusannya yang terdapat didaerah.

31
3.Asas Tugas Pembantuan

Di samping pengertian otonomi,menurut Amrah Muslimin,kita dapati juga istilah yang


selalu bergandengan dengannya,yaitu “medebewind”,yang mengandung arti kewenangan
pemerintah daerah menjalankan sendiri aturan-aturan dari pemerintahan pusat atau
pemerintah daerah yang lebih tinggi tingkatnya.Kewenangan ini mengenai tugas
melaksanakan sendiri (zelfuitvoering) atas biaya dan tanggung jawab terakhir dari pemerintah
tingkat atasannya yang bersangkutan.

F.Pemerintahan Daerah dalam Beberapa UU

1.Pemerintahan Daerah Menurut UU No.1 Tahun 1945

Dalam Pasal 1 ditegaskan bahwa Komite Nasional Daerah (KND) diadakan –kecuali
didaerah Surakarta dan Yogyakarta_di karesidenan,dikota berotonomi,kabupaten dan lain-lain
daerah yang dianggap perlu oleh materi dalam negeri.Komite Nasional Daerah menjadi badan
perwakilan rakyat daerah(BPRD) yang bersama-sama dengan dan dipimpin oleh kepala
daerah menjalankan pekerjaan mengatur rumah tangga daerahnya (pasal 2).

Wewenang Badan Perwakilan Rakyat Daerah meliputi tiga hal yaitu:

a.membuat peraturan-peraturan untuk kepentingan daeranya(otonomi)

b.membantu menjalankan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah dari tingkat


yang lebih tinggi dari padanya

c.membuat peraturan mengenai masalah yang dilegasikan oleh UU umum,tetapi peraturan


tersebut tersebut harus disahkan lebih dulu oleh pemerintah yang tingkatannya lebih tinggi.

2.Pemerintahan Daerah Menurut UU No 22 Tahun 1948

Undang-Undang No.22 Tahun 1948,bermaksud mengadakan keseragaman dalam


pemerintahan daerah bagi seluruh Indonesia dan membahas tingkatan badan-badan
pemerintahan daerag sedikit mungkin tiga tingkatan,yaitu provinsi,kabupaten dan kota
besar.Undang-undang ini juga bertujuan menghapuskan dualism dalam pemerintahan daerah
dan hendak memberi hak otonomi dan medebewind seluas-luasnya kepada badan badan
pemerintahan daerah yang tersusun secara demokratis aras dasar permusyawaratan .Menurut
undang-undang ini,pemerintah daerag terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah(DPRD)

32
dan Dewan Pemerintahan Daerah(DPD).Jabatan kepala daerah sebagai wakil pemerintah
pusat didaerah yang karena jabatanya menjadi ketua/anggota DPD.

3.Pemerintahan Daerah Menurut UU No.1 Tahun 1957

Undang-Undang No 1 Tahun 1957 mulai berlaku sejak tanggal 18 januari 1957.Dalam


pembentukan daerah otonom tidak diadakan perincian,tetapi secara luas pengurusan rumah
tangga sendiri diserahkan kepada daerah itu dan pemerintahan pusat hanya mempunyai
wewenang dalam hal-hal yang oleh undang-undang ditetapkan masih termasuk kekuasaan
pemerintahan pusat.Sejak berlakunya UU No.Tahun 1957 peraturan daerah mengenai
penyerahan pada daerah tingkat bawahannya dianggap cukup disahkan oleh Menteri Dalam
Negeri saja.

4.Pemerintahan Daerah Menurut Penepatan Presiden No.6 Tahun 1959

Penepatan Presiden (Penpres) No.6 Tahun 1959 ditetapkan berlaku pada tanggal 7
November 1959.Menurut Penpres ini pemerintah daerah terdiri dari kepala daerah dan
DPRD,DPD dihapuskan diganti dengan BPH yang berfungsi sebagai badan penasihat bagi
kepala daerah .Dengan Penpres No.6 Tahun 1959,Pemerintah pusat mengembalikan dan
memperkuat kewibawaan kepala daerah sebagai alat pemerintahan pusat.Menurut Penpres
No.6 Tahun 1959,pemerintah daerah terdiri dari kepala daerah dan DPRD.DPD dihapuskan
dan diganti dengan Badan Pemerintahan Harian (BPH) yang anggotanya hanya merupakan
pembantu-pembantu kepala daerah dengan tugas lain sebagai Badan Penasihat Kepala
Daerah.

5.Pemerintahan Daerah Menurut UU No.18 Tahun 1965

Perubahan Fundamental mengenai organ pemerintah daerah menurut UU No.18


Tahun 1965 ialah:

a.tidak dirangkapnya lagi jabatan Ketua DPR Gotong Royong oleh kepala daerah

b.dilepaskannya larangan keanggotaan pada sesuatu partai politik bagi kepala daerah
dan anggota Badan Pemerintah Harian

c.tidak lagi kepala daerah didudukan secara konstitutif sebagai sepenuh daerah.

6.Pemerintahan Daerah Menurut UU No.5 Tahun 1947

33
Undang-Undang No.5 Tahun 1947 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
berlaku mulai tanggal 23 juli 1947.UU ini dinamakan Undang-Undang tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan didaerah karena dalam undang-undang ini diatur tentang pokok-pokok
penyelengaraan pemerintahan yang menjadi tugas pemerintah pusat didaerah ,yang berarti
bahwa dalam undang-undang ini diatur pokok-pokok penyelenggaraan urusan pemerintah
berdasarkan deselentrasi,dekonstrasi dan tugas pembantuan daerah.

7.Pemerintahan Daerah Menurut UU No.22 Tahun 1999

Sejarah ketatanegaraan Indonesia telah memasuki babak baru dalam pelaksanaan


otonomi daerah dibawah UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (UUPD) dan
UU no.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara pusat dan Daerah
(UUPKPD).melalui kedua UU tersebut,daerah diberi kesempatan yang luas untuk mengatur
daerahnya dengan ditopang pendanaan yang lebih memadai.Melalui UUPD beberapa
terobosan baru dimunculkan.pertama,tidak lagi menyebut DPRD sebagai bagian dari
pemerintahan daerah,kedua,pemilihan kepala daerah tidak lagi menjadi kewenangan
pusat,ketiga,DPRD berwenang untuk meminta peetanggung jawabannya kepala
daerah,keempat,DPRD dapat mengusulkan pemecatan kepala daerah kepada presiden apabila
terbukti telah melakukan penyimpangan dalam tugas dan kewenangannnya sebagai kepala
daerah,kelima,dalam rangka pelaksanaan asas deselentrasi dibentuk dan disusun daerah
provinsi.

8.Pemerintahan Daerah Menurut UU No.32 Tahun 2004

Di dalam UU No.32 Tahun 2004 ditegskan bahwa pemerintahan daerah dalam


penyelenggaraan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah dan denagan
pemerintah daerah lainnya.Hubungan tersebut meliputi hubungan
wewenang ,keuangan,pelayanan umum,pemanfaatan sumber daya alam,dan sumber daya
lainnya.Hubungan wewenanag,keuangan,pelayanan umum,pemanfaatan sumber daya alam
dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antar
susunan pemerintahan.penegasan ini merupakan koreksi terhadap pengaturan sebelumnya
didalam UU No.22 Tahun 1999 (pasal 4)yang menegaskan bahwa daerah kabupaten dan
daerah kota masing-masing berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hierarki satu sama
lain.

34
DAFTAR PUSTAKA
2005.Konstitusi Dan Konstitusional.Jakarta:Kontitusi Pers.
Azhary. 1985.Pancasila Dan Uud 1945. Jakarta: Ghalia Indonesia.
1985. Negara Hukum Indonesia: Analisis Yuridis Tentang Unsur-
Unsusrnya.Jakarta:Ui Press.
Konstitusi Dan Konstitusionalisme Indonesia, Ctk. Pertama, Konstitusi Press,
Jakarta, 2005.
Mahfud M.D. Demokrasi Dan Konstitusi Di Indonesia, Studi Tentang Integrasi
Politik Kehidupan Ketatanegaraan, Ctk. Pertama, Rineka Cipta, Jakarta, 2000.
Asshiddiqie, Jimly, 2015, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Jakarta :
Sinar Grafika.
Budiarjo, Miriam, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.
Deddy Ismatullah dan Asep A, 2007, Ilmu Negara dalam Multi Perspektif, Bandung :
Pustaka Setia.

35
Iswanto, dkk. 2017, Hukum Tata Negara Indonesia: Sketsa Asas dan Kelembagaan
Negara Berdasar UUD NRI tahun 1945, Surakarta : Muhammadiyah University Press
Kansil, C.S.T dan Christine S.T. Kansil, 2008, Sistem Pemerintahan Indonesia,
Jakarta : Bumi Aksara.
Sinamo, Nomensen, 2010, Hukum Tata Negara Suatu Kajian Kritis Tentang
Kelembagaan Negara, Jakarta : Jala Permata Aksara
Setiawan, Benni, dkk, 2006, Pilkada dan Investasi Demokrasi, Yogyakarta : Penerbit Buku
Panji.
Adriyan, Dody Nur, Hukum Tata Negara Dan SIstem Politik, Yogyakarta: Deepublish,
2016.
Al-Albani, M. Nashirudin, Ringkasan Shahih Muslim, diterjemahkan oleh Elly
Lathifah, Jakarta: Gema Insani, 2005.
An-Naisaburi, Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi, Shahih Muslim 2, diterjemahkan
oleh Masyhari dan Tatam Wijaya, Jakarta: Almahira, 2012.
Asad, Muhammad, Azas-Azas Negara dan Pemerintah di dalam Islam, terjemahahan
dari buku The Principles of State and Government in Islam, penerjemah Muhammad Radjab,
Jakarta : Brahtara, 1964.

36

Anda mungkin juga menyukai