Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada umumnya ekosistem air tawar di golongkan menjadi air tenang
(habitat lentik) dan air mengalir (habitat lotik). Yang termasuk ekosistem air
tenang adalah danau dan rawa, sedangkan yang termasuk ekosistem air mengalir
adalah sungai. Sungai menyokong komunitas biologis yang sangat berbeda
dibandingkan dengan komunitas kolam dan danau. Ekosistem rawa termasuk
habitat air tawar yang memiliki perairan tenang yang dicirikan oleh adanya arus
yang sangat lambat sekitar 0,1 – 1 cm/detik atau tidak ada arus sama sekali. Oleh
karena itu residence time (waktu tinggal) air bisa berlangsung lebih lama. Perairan
rawa biasanya memiliki stratifikasi vertikal kualitas air yang bergantung pada
kedalaman dan musim. Umumnya perairan rawa selalu menerima masukan air
dari daerah tangkapan air di sekitar rawa, sehingga perairan rawa cenderung
menerima bahan-bahan terlarut yang terangkut bersamaan dengan air yang masuk.
Oleh karena itu konsentrasi zat-zat yang terdapat di rawa merupakan resultante
dari zat-zat yang berasal dari aliran air yang masuk (Wijayanti, 2011).
Dari ketiga pulau besar, Sumatera, Kalimantan, dan Papua, hanya lahan
rawa pasang surut di pantai timur Sumatera (Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan
Lampung) telah banyak diteliti dan dipetakan tanahnya antara tahun 1969-1980
dalam rangka pelaksanaan P4S (Proyek Pengembangan Persawahan Pasang
Surut), Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (sekarang, Departemen
Kimpraswil). Seluruh wilayah Pulau Sumatera, termasuk wilayah lahan rawanya,
kemudian dipetakan tanahnya pada tingkat tinjau oleh proyek LREP-I (Land
Resource Evaluation and Planning Project) Pusat Penelitian Tanah (sekarang
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian), antara tahun 1986-1990
(Subagyo, 2006)
Lahan rawa adalah lahan darat yang tergenang secara periodik atau terus-
menerus secara alami dalam waktu lama karena drainase yang terhambat.
Meskipun dalam keadaan tergenang, lahan ini tetap ditumbuhi oleh tumbuhan.
Lahan ini dapat dibedakan dari danau, karena danau tergenang sepanjang tahun,
2

genangannya lebih dalam, dan tidak ditumbuhi oleh tanaman kecuali tumbuhan
air. Genangan lahan rawa dapat disebabkan oleh pasang nya air laut, genangan air
hujan, atau luapan air sungai. Berdasarkan penyebab genangan nya, lahan rawa
dibagi menjadi tiga, rawa pasang surut, rawa lebak, dan rawa lebak perairan
(Najiyati dan Muslihat, 2011)
Dalam keadaan alamiah, tanah-tanah pada lahan rawa pasang surut
merupakan tanah yang jenuh air atau tergenang dangkal, sepanjang tahun atau
dalam waktu yang lama, beberapa bulan, dalam setahun. Dalam klasifikasi
Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999), tanah rawa termasuk tanah basah,
atau "wetsoils", yang dicirikan oleh kondisi aquik, yakni saat ini mengalami
penjenuhan air dan reduksi secara terus-menerus atau periodik. Proses
pembentukan tanah yang dominan adalah pembentukan horison tanah tereduksi
berwarna kelabu-kebiruan, disebut proses gleisasi, dan pembentukan lapisan
gambut di permukaan. Bentuk wilayah, atau topografi lahan rawa pasang surut
adalah sangat rata (flat) sejauh mata memandang, dengan ketinggian tempat relatif
kecil, yaitu sekitar 0-0,5 m dpl di pinggir laut sampai sekitar 5 m dpl di wilayah
lebih ke pedalaman (Subagyo, 2006).

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Faktor Biotik dan Faktor Abiotik pada Rawa
2. Untuk mengetahui Rantai makanan yang terdapat pada Rawa

1.3 Manfaat Praktikum


Adapun manfaat dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat mengetahui
faktor abiotik dan faktor biotik yang terdapat di rawa dan menghubungkan nya
dengan rantai makanan yang terjadi pada rawa tersebut.

Anda mungkin juga menyukai