Anda di halaman 1dari 24

1

BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Kondisi Perusahaan


PT Bumi Merapi Energi merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam
industri pertambangan batubara di Indonesia. PT Bumi Merapi Energi (PT. BME) adalah
pemegang izin berdasarkan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi dengan luas
1.851 Ha yang berlokasi di kecamatan Merapi Barat Kabupaten Lahat. Kegiatan
penambangan pertama PT BME dilakukan pada tahun 2009, wilayah IUP PT BME
terbagi ke dalam dua blok, blok pertama berada di daerah timur yaitu hulu sungai
Kungkilan dan sekitarnya.
Proses penambangan di PT Bumi Merapi Energi dilakukan oleh beberapa kontraktor
utama seperti PT Ansaf Tri Resources (TSS), PT Borneo Pasifik Global (BPG), dan PT
Rantau Utama Bhakti Sumatra (RUBS). Lokasi penelitian dilakukan di Pit Kungkilan
yang merupakan area kerja dari PT TSS. Metode penambangan yang digunakan pada
proses penambangan PT Bumi Merapi Energi yaitu dengan menggunakan metode
tambang terbuka (Open pit Mining). Dalam proses pengupasan tanah penutup PT Bumi
Merapi Energi menggunakan proses free digging. Free digging yaitu penggalian tanah
langsung dengan alat gali muat. Cadangan batubara yang dimiliki perusahaan ini pada
setiap blok yaitu, blok serelo dengan jumlah cadangan batubara sebesar 81.728.542 ton
dan blok kungkilan dengan jumlah cadangan batubara sebesar 53.175.982 ton. Batubara
yang memiliki nilai kalori paling tinggi yang di produksi yaitu batubara pada Pit
kungkilan dengan nilai kalori 5.400 Kcal/kg.

2.2 Lokasi dan Kesampaian Daerah


Lokasi Penelitian ini adalah PT. Bumi Merapi Energi yakni Blok Serelo dan Blok
Kungkilan secara administratif terletak di Desa Ulak Pandan, Tanjung Baru, Talang
Padang, dan desa Gunung Agung, Kecamatan Merapi Barat, Kabupaten Lahat yang
berada di sebelah Selatan dari Palembang sebagai ibukota Provinsi Sumatera Selatan.
Perusahaan ini adalah salah satu perusahaan swasta yang memiliki izin usaha
pertambangan (IUP) seluas 1.851 Ha. Kesampaian lokasi IUP PT. Bumi Merapi Energi
dapat dicapai dari Palembang melalui perjalanan darat yang berjarak kurang lebih 225

Universitas Sriwijaya
2

Km.
Cara untuk mencapai lokasi penelitian tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan pesawat udara dari bandara Soekarno Hatta di Jakarta menuju bandara
Sultan Mahmud Badaruddin II di kota Palembang selama kurang lebih satu jam lima
menit. Kemudian dari kota Palembang ke Kabupaten Lahat dilanjutkan dengan
menggunakan jalur darat memakai transportasi kereta api dari stasiun Kertapati menuju
stasiun Lahat memakan waktu kurang lebih tiga jam lima puluh dua menit. Kemudian
dari stasiun Lahat menuju lokasi penelitian dilanjutkan menggunakan jalur darat
memakai transportasi mobil dengan memakan waktu kurang lebih tiga puluh menit.

Sumber : Google Earth


Gambar 2.1 Peta kesampaian daerah penelitian
1

2.3 Keadaan Iklam dan Cuaca


PT.Bumi Merapi Energi (BME) menerapkan metode tambang terbuka dimana
aktivitas pekerjaan sehingga berhubungan langsung dengan udara bebas, iklim pada area
pertambangan sama hal nya dengan iklim Indonesia, pada umumnya terdiri dari 2 musim
yaitu musim kemarau dan musim hujan.

Universitas Sriwijaya
3

PT.Bumi Merapi Energi berada di daerah iklim tropis basah dengan temperatur yang
berkisar antara 23°C sampai dengan 36,5°C. Kelembaban udara rata-rata pada wilayah
penelitian ini berkisar 57% sampai dengan 85% dengan kelembaban relatif maksimum
berkisar 98% terjadi pada pagi hari dan kelembaban relatif minimum berkisar 35% terjadi
pada siang hari.

2.4 Keadaan Geologi


2.4.1 Stragrafi
Secara regional lokasi tambang batubara PT Bumi Merapi Energi termasuk ke
dalam cekungan Sumatera Selatan, batuan tertua yang dijumpai di cekungan ini
merupakan batuan kristalin, granodiorit, pilit dan sabak yang berumur pra-Tersier.
Gambar II. 2 menjelaskan mengenai dari cekungan SumateraSelatan. Berikut merupakan
formasi- formasi yang terdapat di cekungan Sumatera Selatan diantaranya adalah:
1. Batuan Pra-Tersier
Terdiri dari batuan andesit, filit, kuarsit, granit, granodiorit dan batugamping.
2. Formasi Lahat
Terdiri dari batua tuff, aglomerat, breksitufaan, andesit, serpih, batulanau,
batupasir, dan batubara yang diendapkan secara selaras diatas batuan Pra-Tersier
dilingkungan pengendapan darat.
3. Formasi Talang Akar
Batuan pada Formasi ini diendapkan dilingkungan fluviatil - laut dangkal pada
Oligosen Akhir - Miosen Awal dan menghasilkan batupasir sangat kasar,
batulanau dan batubara. Satuan batuan pada Formasi ini diendapkan secara tidak
selaras diatas Formasi Lahat.
4. Formasi Baturaja
Satuan batuan pada Formasi ini diendapkan secara selaras diatas Formasi Talang
Akar yang terdiri dari batugamping terumbu, serpih gampingan dan napal.
Batuan- batuan tersebut diendapkan dilingkungan litoral - neritik pada kala
Miosen Awal.
5. Formasi Gumai
Satuan batuan pada Formasi ini terdiri dari serpih gampingan dan serpih
lempungan yang diendapkan secara selaras diatas Formasi baturaja pada Miosen
Awal - Miosen Tengah di lingkungan laut dalam.
6. Formasi Air Benakat
Satuan batuan yang menyusun Formasi ini adalah batupasir yang terendapkan
Universitas Sriwijaya
4

secara selaras diatas satuan batuan dari Formasi Gumai, hal ini terjadi pada Kala
Miosen Tengah - Miosen Akhir di lingkungan neritik- laut dangkal.
7. Formasi Muara Enim
Satuan batuan dari Formasi ini diendapkan pada lingkungan delta pada kala
Miosen dan tersusun oleh batupasir, batulanau, batulempung dan batubara yang
kemuanya
diendapkan selaras diatas Formasi Air Benakat.
8. Formasi Kasai
Satuan batuan pada Formasi ini terdiri dari batupasir tufaan dan tuff, di endapkan
secara selaras diatas Formasi Muara Enim, satuan batuan pada Formasi Kasai
terendapkan pada Pliosen Akhir - Pliosen Awal.
9. Endapan Kuarter
Endapan ini merupakan rombakan dari batuan yang lebih tua, berukuran lanau,
pasir, kerikil dan kerakal.

Universitas Sriwijaya
5

Sumber : Departemen Geologi PT Bumi Merapi Energi


Gambar 2.2 Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan
2

Universitas Sriwijaya
6

2.4.2 Litologi
Stratigrafi daerah Kungkilan tersusun oleh satuan batupasir yang terdiri dari
batupasir halus, kuning kecoklatan, banyak silika dan batupasir sisipan batulempung (1
cm–5 cm) dan batubara (1cm–2cm) gambar 2.3. Satuan batupasir dan satuan batu
lempung selanjutnya terintrusi oleh batuan beku andesit hornblende pada Kala Pliosen
yang terdapat di Kungkilan bagian selatan. Batuan intrusi tersebut mengakibatkan lapisan
disekitarnya terjadi pengangkatan, sehingga beberapa lapisan batuan dan batubara
mengalami kedudukan kemiringan yang hampir tegak dan tejadinya sesar- sesar naik di
beberapa tempat di Kungkilan. Lapisan batubara terdapat diantara satuan batupasir dan
satuan batu lempung, tetapi secara umum dijumpai merupakan perselingan pada satuan
batulempung dengan ketebalan antara 1 m – 7 m. Lapisan batubara di daerah Kungkilan
ketebalannya ada yang mencapai 9 meter (Seam C) ketebalan 12 meter (Seam D) dan
ketebalan 6,37 meter (Seam E).

Sumber : Departemen Geologi PT Bumi Merapi Energi

Universitas Sriwijaya
7

Gambar 2.3 Stratigrafi Blok Kungkilan


3

Universitas Sriwijaya
8

2.4.3 Topografi dan Geomorfologi Daerah Penelitian


Secara topografi, Provinsi Sumatera Selatan di pantai timur memiliki tanah yang
terdiri dari rawa-rawa dan payau yang dipengaruhi oleh pasang surut air, dan memiliki
vegetasi yang berupa tumbuhan palmase dan kayu rawa (bakau). Semakin ke barat,
merupakan dataran rendah yang semakin luas. Lalu setelah itu merupakan wilayah
pegunungan, terdapat bukit barisan yang membelah Sumatera Selatan dengan ketinggian
900-1200 meter di atas permukaan laut. Bukit Barisan terdiri atas puncak Gunung
Seminung (1.964 mdpl), Gunung Dempo (3.159 mdpl), Gunung Patah (1.107 mdpl), dan
Gunung Bengkuk (2.152 mdpl). Di sebelah barat Bukit Barisan merupakan lereng.
Provinsi Sumatera Selatan memiliki beberapa sungai besar, dan beberapa diantaranya
bermata air dari bukit barisan dan bermuara ke Selat bangka, melewati Sungai Musi.
Sungai Musi memiliki beberapa anak sungai, yaitu Sungai Ogan, Sungai Komering,
Sungai Lematang, Sungai Kelingi, Sungai Lakitan, Sungai Rupit, dan Sungai Rawas.
Cekungan Sumatera Selatan terletak di sebelah timur Pegunungan Bukit Barisan
dan memanjang hingga ke lepas pantai timur laut. Terdapat empat fitur morfologi pada
regional Sumatera Selatan, yaitu :
1. Blok Bengkulu
Blok bengkulu merupakan dataran rendah yang dibatasi oleh Samudera Indonesia
dan bagian barat Perbukitan Barisan. Zona barisan meliputi bagian tengah Pulau
Sumatera, cekungan antar gunung yang berada di daerah lembah Bengkulu.
2. Median Graben
Median graben blok semangko dimulai dari teluk semangko di Sumatera Selatan
hingga ke Aceh. Pada beberapa bagian, terdapat gunung api muda. Berupa lembah
lembah yang sempit dan cekungan vulkanik tektonik yang membentuk zona
semangko.
3. Pegunungan Bagian Timur Median Graben
Merupakan bagian timur dari gen antiklinal bukit barisan yang terbentuk pada
zaman kuarter vulkanik.
4. Dataran Rendah
Dataran rendah blok sekampung dikelilingi oleh patahan Lmapung di sebelah
barat daya hingga timur laut. Pada sepanjang patahan Lampung, terdapat beberapa
dome asam yang tertekan sepanjang jalur Tanjungkarang-Kotabumi. Dome asam
ini terbentuk akibat proses hidrotermal (silifikasi, impregnasi dengan sulfida).
Proses ini juga berpengaruh secara langsung pada Lampung tuff di sekelilingnya.

Universitas Sriwijaya
9

Sumber : Departemen Geologi PT Bumi Merapi Energi


Gambar 2.4 Peta Unit Geomorfologi Sumatera Selatan
4

2.5 Tahapan Kegiatan Penambangan


Tahapan kegiatan penambangan di PT Bumi Merapi Energi meliputi kegiatan
land clearing hingga kegiatan pengangkutan batubara dari tambang (Pit) menuju ke
stockpile. Alur kegiatan penambangan batubara tersebut adalah sebagai berikut:
2.5.1 Pembersihan Lahan (Land Clearing)
Kegiatan ini dilakukan untuk membersihkan daerah yang akan ditambang dari
tanaman semak belukar, pepohonan, serta bongkahan batuan. Kegiatan ini dilakukan
secara bertahap sesuai kemajuan penambangan serta ialah tahapan dini dalam aktivitas
development. Perlengkapan utama yang digunakan dalam aktivitas ini merupakan
bulldozer serta excavator.

Universitas Sriwijaya
10

Gambar 2.4 Kegiatan Pembersihan Lahan


5

2.5.2 Pengupasan Tanah Pucuk (Top Soil Removal)


Tanah pucuk (top soil) merupakan bagian dari susunan tanah yang posisinya
sangat atas yang kaya unsur hara serta humus. Tanah pucuk yang masih mengandung
unsur hara perlu disimpan agar dapat digunakan pada kegiatan reklamasi. Tanah pucuk
yang dikupas berikutnya dipindahkan ke tempat timbunan buat keperluan reklamasi
(Bank Soil) sehingga keadaan permukaan tanah dapat dilakukan penanaman kembali.
Pada aktivitas pengupasan tanah pucuk dilakukan dengan mengunakan Bulldozer serta
Excavator.
2.5.3 Pengupasan Tanah Penutup (Overburden Removal)
Lapisan overbuden ini adalah lapisan tanah dan batuan yang menutupi lapisan
batubara. Material overburden dapat berbentuk material lunak hingga keras. Material
overburden dilokasi penambangan batubara PT Bumi Merapi Energi pit kungkilan ini
memiliki karekteristik yang lunak karena didominasi oleh material lempung sehingga
tidak diperlukan kegiatan blasting cukup dengan menggali menggunakan Excavator.
Kegiatan pengupasan material overburden ini dilakukan dengan menggunakann
Excavator CAT 345GC. Alat angkut yang digunakan adalah Dumptruck Mercedes-Benz
AXOR 3336K dan Hino 500 FM350PL.

Universitas Sriwijaya
11

Gambar 2.5 Pengupasan dan Pemuatan Material Overburden


6

2.5.4 Pengangkutan Tanah Penutup (Hauling)


Kegiatan pengangkutan tanah penutup (overburden/interburden)
dilakukan menggunakan alat angkut dumptruck Dumptruck Mercedes-
Benz AXOR 3336K dan Hino
500 FM350PL dari tempat pemuatan menuju tempat penumpukan tanah penutup
(Disposal).

Gambar 2.6 Pengangkutan Material Overburden


7

2.5.5 Penumpahan Tanah Penutup (Dumping)


Dumping merupakan penumpahan material tanah penutup dari alat angkut ke daerah

Universitas Sriwijaya
12

penimbunan tanah penutup (disposal).

Universitas Sriwijaya
13

Gambar 2.7 Peumpahan Material Overburden


8

2.5.6 Pemuatan dan Pengangkutan Batubara


Tahap pemuatan batubara dilakukan setelah lapisan tanah penutup telah terberai
sehingga batubara yang terekspose siap untuk digali. Batubara yang sudah terbuka
(expose), dapat langsung dilakukan proses pemuatan dan pengangkutan batubara.
Pemuatan dilakukan dengan menggunakan Excavator, kemudian batubara yang telah
dimuat akan diangkut dengan menggunakan Dump Truck menuju ke stockpile.

Gambar 2.8 Pemuatan dan Pengangkutan Batubara


9

Universitas Sriwijaya
14

2.6 Teori Dasar


2.6.1 Analisis Batubara
Pada analisis batubara terdapat dua metode yaitu analisis proksimat dan analisis
ultimat, berikut penjelasan dari kedua metode tersebut:
2.6.1.1 Analisis Proksimat
Analisis proksimat batubara bertujuan untuk menentukan kadar moisture
(air dalam batubara) kadar moisture ini mencakup pula nilai free moisture serta
total moisture, ash (debu), volatile matters (zat terbang), dan fixed carbon (karbon
tertambat). Moisture ialah kandungan air yang terdapat dalam batubara sedangkan
abu (ash) merupakan kanndungan residu non-combustible yang umumnya terdiri
dari senyawa-senyawa silica oksida (SiO2), kalsium dioksida (CaO), Karbonat,
dan mineral-mineral lainnya. Volatile matters adalah kandungan batubara yang
terbebaskan pada temperature tinggi tanpa keadaan oksigen. Fixed carbon ialah
kadar karbon tetap yang terdapat dalam batubara setelah voatile matters
dipisahkan dari batubara. Kadar fixed carbon ini berada dengan kadar karbon (C)
hasil analisis ultimat karena sebagian karbon berikatan membentuk senyawa
hidrokarbon volatile.

2.6.1.2 Analisis Ultimat


Analisis Utimat dilakukan untuk menentukan kadar karbon (C), hidrogen
(H), oksigen (O), nitrogen (N), dan sulfur (S) dalam batubara. Seiring dengan
perkembangan teknologi, analisis ultimat batubara sekarang sudah dapat
dilakukan dengan cepat dan mudah. Analisa ultimat ini sepenuhnya dilakukan
oleh alat yang sudah terhubung dengan computer. Prosedur analisis ultimat ini
cukup ringkas, cukup dengan memasukkan sampel batubara ke dalam alat dan
hasil analisis akan muncul kemudian pada layar computer.

2.6.1.3 Parameter Kualitas


Untuk mengetahui kualitas batubara ada beberapa paramater yang harus
diketahui, yaitu:
a. Kadar Air Lembab (IM)
Kadar Air Lembab (IM) yaitu kandungan air bawaan setelah contoh
dikondisikan diruang pengujian laboratorium.
b. Kadar Abu (Ash)
Kadar Abu (Ash) adalah zat organik yang dihasilkan setelah batubara
Universitas Sriwijaya
15

dibakar. Kadar abu dapat dihasilkan dari pengotoran bawaan dalam


proses pembentukan batubara maupun pengotoran yang berasal dari
proses penambangan.
c. Zat Terbang (VM)
Kadar Zat Terbang (VM) adalah zat aktif yang menghasilkan energi
panas apabila batubara tersebut dibakar. Umumnya terdiri dari gas-gas
yang mudah terbakar seperti Hidrogen, Karbon Monoksida (CO) dan
Metan (CH4). Volatile Matter sangat erat kaitannya dengan rank
batubara, makin tinggi kandungan VM makin rendah kelasnya. Dalam
pembakaran batubara dengan VM tinggi akan mempercepat
pembakaran karbon tetap (Fixed Carbon/FC). Sebaliknya bila VM
rendah mempersulit proses pembakaran.
d. Karbon Tetap (FC)
Kadar Karbon Tetap (FC) adalah karbon yang terdapat dalam batubara
yang berupa zat padat / karbon yang tertinggal sesudah penentuan
nilai zat terbang (VM). Melalui pengeluaran zat terbang dan kadar air,
maka karbon tertambat secara otomatis sehingga akan naik. Dengan
begitu makin tinggi nilai karbonnya, maka peringkat batubara
meningkat.
e. Nilai Kalor (CV)
Nilai Kalo (CV) adalah penjumlahan dari harga-harga panas
pembakaran unsur-unsur pembentuk batubara.

2.6.2 Produksi Alat Angkut


Alat angkut pada umumnya dilakukan untuk mengangkut material menuju ke
tempat penyimpanan (stockpile).
a. Cycle time alat angkut
Perhitungan cycle time (ct) alat angkut terdiri dari waktu tunggu
alat untuk dimuat, waktu pengisian muatan, waktu mengangkut muatan,
waktu membuang muatan, dan waktu kembali kosong.

Ct=t (tunggu)+t (isi)+t (angkut)+t (buang) (2.1)

b. Efisiensi kerja
Efisiensi kerja alat angkut dapat dihitung berdasarkan rumus berikut:
Universitas Sriwijaya
16

E=
𝑐𝑡 𝑥 100 (2.2)
𝑐𝑡−𝑤𝑡

Keterangan:
E = efisiensi kerja (%)
ct = cycle time (menit)
wt = waiting time
(menit)

c. Produksi alat angkut


Produksi alat angkut dapat dihitung berdasarkan rumus berikut:

3600 𝑥 𝐸 𝑥 jumlah unit alat angkut (2.3)


Q = (q x n x FF x SF) x
𝐶𝑦𝑐𝑙𝑒 𝑇𝑖𝑚𝑒

Keterangan:
Q = produktivitas alat angkut (BCM / Jam)
q = kapasitas bucket alat galimuat (𝑚3)
n = jumlah pengisian
FF = fill factor (%)
SF = swell factor (%)
E = efisiensi kerja (%)

d. Produksi alat galimuat


Produksi per siklus alat angkut dapat dihitung berdasarkan rumus berikut:

3600 𝑥𝐸 (2.4)
Q = (q x FF x SF)x
𝐶𝑦𝑐𝑙𝑒 𝑇𝑖𝑚𝑒

Keterangan:
Q = produktivitas alat galimuat (BCM /
Jam) q = kapasitas bucket galimuat (𝑚3)

Universitas Sriwijaya
17

FF = fill fsctor (%)


SF = sweel fsctor
(%)
E = efisiensi kerja (%)

2.6.3 Faktor yang mempengaruhi produktivitas alat dan pengguaan bahan bakar
Dalam memperhitungkan produksi alat berat secara teliti, serta penggunaan bahan
bakar alat itu secara teliti, maka perlu diketahui beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi
a. Tahanan Guling (Rolling Resistance)
Merupakan segala gaya-gaya dari luar yang berlawanan arah dengan arah
gerak kendaraan yang sedang berjalan pada suatu jalur.

Tabel 2.1 Koefisien Tahanan Guling


1

Jenis Permukaan Jalan Nilai Rolling Resistance (%)

Roda Karet Crawler

Beton yang kasar dan kering 2 -


Perkerasan tanah dan batu yang terpelihara 2 -
baik
Tanah urug kering dengan pemadatan 3 -
sederhana
Tanah urug lunak dengan penetrasi sekitar 4” 8 -
Tanah/pasir lepas dan batu pecah 10 4
Jalan macadam 3 5
Perkerasan kayu 3 3
Jalan datar tanpa perkerasan, kering 5 4
Kerikil tidak dipadatkan 15 12
Pasir tidak dipadatkan 15 12
Tanah lumpur - 16
Sumber: Robert L. Peurifoy, 2003

Universitas Sriwijaya
18

Tabel 2.2 Nilai Tahanan Gulir dalam lb/ton untuk Ban Karet
2

Kondisi Jalan Nilai Rolling


Resistance
Keras, permukaan halus, stabil, permukaan jalan tanpa 40
amblasan roda kendaraan, terawatt
Kuat dengan permukaan halus, terawat baik, bekas 65
jejak roda kendaraan tipis
Salju, loose 90
Jalan becek, bekas jejak roda kendaraan tebal, sedikit perawatan, amblasan roda 1” (25 mm)
hingga 2” (50 mm)
100

Universitas Sriwijaya
19

Jalan becek, tidak terawat, tidak stabil, amblasan roda 4” (100 mm) hingga 6” (150 mm)
150
Loose sand atau gravel 200
Lembek, berlumpur, tidak terawatt 200 – 400

Sumber: Robert L. Peurifoy, 2003

Pada kondisi aktual dilapangan, sulit untuk menetukan tahanan guling (RR) karena
sangat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti ukuran dan tekanan ban, serta kecepatan
kendaraan. Dalam perhitungan praktis nilai RR dapat dihitung menggunakan rumus
berikut:

𝑅𝑅 = 𝐶𝑅𝑅 𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑜𝑑𝑎 (II.


7)

Keterangan:
RR = rolling resistance
CRR = koefisien tahanan guling

b. Tahanan Kemiringan (Grade Resistance)


Gaya yang akan membantu atau melawan alat angkut dalam bergerak
karena kemiringan jalan yang dilaluinya. Rumus untuk menghitung grade
jalan seperti berikut:

∆ℎ
𝐺𝑟𝑎𝑑𝑒 = 𝑥 100% (II. 8)
∆𝑥

Keterangan:
∆h = beda tinggi
∆x = beda jarak

Rumus untuk menghitung tahanan kemiringan sendiri seperti berikut:

𝐺𝑅 = 𝑊 𝑥 𝑠𝑖𝑛𝛼
Universitas Sriwijaya
20

Tahanan kemiringan (grade resistance) tergantung pada dua faktor yaitu


besarnya kemiringan (%) dan berat kendaraan itu sendiri (gross-ton).
c. Efisiensi Operator
Berpengaruh pada produktivitas dan penggunaan bahan bakar diantaranya
kondisi jalan, kondisi alat yang digunakan, keadaan cuaca, kebijakan
perusahaan. Efisiensi operator dapat dilihat dengan menghitung beberapa
faktor yakni Avaibility Index (AI), Physical Avaibility (PA), Use of Ability
(UA), Effective Utilization (EU).
d. Elevasi Letak Proyek
Elevasi berpengaruh terhadap hasil kinerja mesin karena dipengaruhi oleh
tekanan dan temperatur udara luar. Berdasarkan pengalaman, setiap
kenaikan 1000 ft dari permukaan laut (kecuali 1000 ft pertama), tenaga
kerja mesin (HP) pada mesin 4 tak, akan berkurang sebesar 3% dari tenaga
mesin itu sendiri.

2.6.4 Faktor Pengisian (Fill Factor)


Faktor Pengisian memiliki pengertian yaitu perbandingan antara kapasitas aktual
alat muat dengan kapasitas alat muat secara teoritis dan dinyatakan dalam persen.
Semakin besar nilai dari faktor pengisian semakin besar pula kapasitas aktual dari alat
muat tersebut. Untuk menghitung produktivitas dari suatu alat mekanis yang beroperasi
dilapangan memerlukan faktor pengisian karena dalam perhitungannya menggunakan
kapasitas aktual dari alat yang digunakan dilapangan.

Tabel 2.3 Fill Factor


3

No Jenis Material Fill Factor


1 Tanah Lempung, lempung pasiran 100 – 110 %
2 Pasir atau kerikil 95 – 100 %
3 Lempung keras, tanah keras 80 – 90 %
4 Batu pecah baik 60 – 75 %
5 Batu pecah jelek 40 – 50 %
Sumber: Robert L. Peurifoy, 1985

Universitas Sriwijaya
21

2.6.5 Faktor Pengembangan (Swell Factor)


Material yang ditemukan di alam dalam kondisi aktual, kebanyakan mempunyai
sedikit ruang kosong diantara butirannya, tetapi jika material tersebut telah digali dari
tempat asalnya maka terjadi proses pengembangan pada volume dari material tersebut.
Hal ini dikarenakan setelah digali ruang diantara butiran material tersebut terberai dan
menjadi semakin besar.

Tabel 2.4 (Swell Factor)


4

Jenis Material Density insitu Swell Factor


(lb/cu yd) (%)

Bauksit 2700 - 4325 75


Tanah Liat kering 2300 85
Tanah Liat Basah 2800 – 2300 82 – 80
Antrasit 2200 74
Batubara Bituminus 1900 74
Bijih Tembaga 3800 74
Tanah Biasa Kering 2800 85
Tanah Biasa Basah 3370 85
Tanah Biasa Bercampur Pasir 3100 90
Kerikil Kering 3250 89
Kerikil Basah 3600 88
Granit Pecah – Pecah 4500 67 – 56
Hematit Pecah – Pecah 6500 – 8700 45
Bijih Besi Pecah – Pecah 3600 – 5500 45
Batu Kapur Pecah – Pecah 2500 – 4200 60 – 57
Lumpur 2160 – 2970 83
Lumpur sudah ditekan 2970 – 3510 83
Pasir Kering 2200 – 3250 89
Pasir Basah 3300 – 3600 88
Serpih (shale) 3000 75

Universitas Sriwijaya
22

Batu Sabak 4590 – 4860 77


Sumber: Robert L. Peurifoy, 2003

Dengan melihat tabel diatas maka dalam menghitung produktivitas dari suatu alat
mekanis memerlukan faktor pengembangan atau biasa dikenal dengan swell factor karena
perhitungan pengangkutan material menggunakan volume material setelah digali dan
dimana volume material setelah digali akan semakin besar. Untuk lebih jelasnya dapat
menggunakan rumus swell factor berikut.

𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦 𝐿𝑜𝑜𝑠𝑒...............................................................................................................................(II. 9)
𝑆𝑤𝑒𝑙𝑙 𝐹𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 =
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦 𝐼𝑛𝑠𝑖𝑡𝑢

2.6.6 Penggunaan Bahan Bakar dan Jam Kerja Alat


Perhitungan penggunaan bahan bakar dan jam kerja pada alat angkut dilakukan
dengan cara yakni mencatat angka yang terbaca pada alat flowrate dan alat hoursmeter
dari alat angkut tersebut setiap pengisian bahan bakar dilakukan. Alat flowrate
menunjukan banyaknya bahan bakar yang diperlukan pada saat pengisian tersebut dan
alat hoursmeter menunjukan lamanya jam kerja dari alat tersebut dari rentang waktu
setiap pengisian bahan bakar dilakukan. Pencatatan ini terus dilakukan setiap kali
pengisian bahan bakar setiap harinya agar mendapatkan hasil yang dapat mewakili.
Rumus singkatnya dapat dilihat seperti berikut:

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐹𝐶 (II. 10)


𝐹𝐶 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐽𝑎𝑚 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎

Keterangan:
FC = Fuel Consumption

2.6.7 Fuel Ratio


Merupakan nilai rasio dari bahan bakar, yang membandingkan penggunaan bahan
bakar (liter/jam) yang digunakan dengan produktivitas alat mekanis yang dihasilkan

Universitas Sriwijaya
23

(bcm/jam) secara actual di lapangan. Nilai fuel ratio dapat dihitung dengan menggunakan
rumus berikut:

𝐹𝑢𝑒𝑙 𝐶𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑝𝑡𝑖𝑜𝑛
𝐹𝑢𝑒𝑙 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟/𝑏𝑐𝑚 (II. 11)
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠

Perhitungan nilai fuel ratio ini memiliki tujuan untuk mengetahui jumlah
penggunaan bahan bakar pada alat mekanis agar dapat dikontrol penggunaannya, karena
penggunaannya sendiri merupakan salah satu pengeluaran yang cukup besar dari segi
biaya produksi oleh perusahaan.

2.6.8 Efisiensi Kerja


Efisiensi kerja memiliki pengertian yaitu perbandingan antara jam kerja produktif
dengan jam kerja keseluruhan dari sebuah alat. Jam kerja produktif sendiri adalah waktu
dimana alat bekerja mengangkut material dari pit menuju disposal, sedangkan waktu
kerja tidak produktif adalah waktu dimana alat bekerja bukan untuk mengangkut material
melainkan menunggu alat muat, mengantri untuk mengankut material, mengisi bahan
bakar, serta hal – hal lain yang dilakukan selain mengangkut material dari pit menuju
disposal.

𝐶𝑦𝑐𝑙𝑒 𝑇𝑖𝑚𝑒 𝑋 100%....................................................................(II. 12)


𝐸=
𝐶𝑦𝑐𝑙𝑒 𝑇𝑖𝑚𝑒+𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦

Keterangan:
E = Efisiensi Kerja

Tabel 2.5 Efisiensi Kerja


5

Jenis Alat Kriteria Efisiensi per – jam

Baik Sekali Baik Kurang


(malam hari)

Crawler 55 menit 50 menit (75%)


(90%) (83%) 40 menit
45 menit (67%)
Ban Karet 50 menit (75%)
(83%) 45 menit

Universitas Sriwijaya
24

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai