Anda di halaman 1dari 4

Soal:

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan multikulturalisme dalam era Globalisasi!


Berikan contoh konkret!

Jawab:

Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan


perbedaan , yang mencakup perbedaan – perbedaan individual dan perbedaan
secara budaya. Multikulturalisme menjadi acuan keyakinan untuk terwujudnya
plurisme budaya dan terutama memperjuangkan kesamaan hak berbagai golongan
minoritas baik secara hukum maupun secara sosial.

Globalisasi adalah proses penggabungan atau pertukaran segala aspek dari


budaya maupun kerja dari seluruh dunia dari negara yang bersangkutan.

Multikulturalisme dalam era golbalisasi adalah banyaknya budaya di suatu


masyarakat yang diakibatkan oleh globalisasi.Globalisasi menyebabkan masuknya
budaya asing atau luar negeri ke suatu negara tertentu. Masuknya budaya asing itu
menyebabkan munculnya pencampuran budaya asing ke daerah tertentu, hingga
munculnya banyak ragam budaya yang disebut multikulturalisme.

Contoh yang kita lihat dalam kehidupan sehari – hari yaitu saat ini drama korea
sangat diminati oleh kalangan anak, remaja, hingga kalangan dewasa. Bahkan tidak
asing lagi budaya-budaya dari drama korea diadopsi oleh remaja-remaja dan wanita
dewasa di Indonesia. Mulai dari model pakaian, cara padupadankan pakaian, cara
makeup, model rambut bahkan penggalan-penggalan kata juga yang sering
digunakan dalam Bahasa korea seperti Sarangheyo, oppa, unni, dsb sudah lazim
kita dengar saat ini. Fakta yang demikian memberikan bukti tentang betapa
kebudayaan dari negara lain telah memegang kendali dalam gloalisasi budaya
dalam kalangan remaja dan dewasa di Indonesia.

2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan stereotipe, berikan contohnya!

Jawab:

Hubungan dan interaksi antar suku bangsa yang majemuk di Indonesia, pada diri
seorang individu seringkali muncul gambaran subyektif mengenai suku-bangsa lain.
Gambaran subyektif mengenai suku-bangsa lain atau yang lazim disebut dengan
stereotype. Manstead dan Hewstone (1996:628) dalam The Blackweel
Encyclopedia of Social Psychology, mendefinisikan stereotip sebagai: …societally
shared beliefs about the characteristics (such as personality traits, expected
behaviors, or personal values) that are perceived to be true of social groups and
their members. Keyakinan-keyakinan tentang karakteristik seseorang (ciri
kepribadian, perilaku, nilai pribadi) yang diterima sebagai suatu kebenaran
kelompok sosial.
Stereotype dibagi menjadi dua jenis, yakni heterostereotype dan autostereotype.
Heterostereotype merujuk pada stereotip yang dimiliki yang terkait dengan
kelompok lain, sementara autostereotype adalah stereotip yang terkait dengan
dirinya sendiri (Triandis,1994:107; Matsumoto, 2003: 69).
Stereotip ini tidak selalu negatif, namun juga kadang mengandung gambaran
gamabaran positif.

Contoh heterostereotype : Orang Arab selalu dianggap teroris. Lewat beragam


sumber informasi yang menyebutkan bahwa terdapat peristiwa pemboman yang
terjadi dan dilakukan oleh orang dengan agama Islam, dan sebagai bentuk dari
proses pemikiran secara cepat, sehingga orang-orang Islam disimpulkan berasal
dan berada di Arab. Kemudian munculah stereotip bahwa orang Arab teroris.

Contoh autostereotype: Orang gemuk biasanya malas dan rakus. Pernyataan


tersebut seringkali terlintas dalam benak semua orang secara cepat, dengan
pemahaman bahwa orang gendut pasti makan lebih banyak dari orang-orang yang
tidak gendut, sehingga timbul stereotip bahwa orang gendut biasanya rakus. Dan
juga anggapan bahwa orang gemuk biasanya malas, hal tersebut juga merupakan
suatu bentuk pemikiran yang diambil secara cepat karena anggapan bahwa orang
gendut tidak pernah berolahraga.

3. Jelaskan arti kesetaraan menurut Bikhu Parekh, berikan contohnya?

Jawab:

Bhikhu Parekh menitikberatkan pada karakteristik manusia sebagai makhluk


kultural. Manusia memiliki beberapa kemampuan dan kebutuhan yang sama, tetapi
perbedaan kultural yang dimiliki, membentuk dan menyusun kemampuan dan
kebutuhan setiap manusia secara berbeda dan bahkan dapat membuat
kemampuan dan kebutuhan baru yang berbeda. Manusia juga memiliki identitas
bersama yang dimediasi oleh budaya. Manusia adalah makhluk yang sama tetapi
juga berbeda. Oleh karena itu manusia harus diperlakukan etara karena dua
karakteristik sebagai makhluk yang sama dan sebagai makhluk yang berbeda.
Dengan argumentasi ini maka kesetaraan bukan berarti keseragaman perlakuan,
tetapi lebih kepada interaksi antara keseragaman dan perbedaan.

Contoh: dalam suatu kelas, seorang siswa yang menganut agama Hindu di Bali
meminta izin untuk tidak masuk kelas bukan karena sakit, tetapi untuk mengikuti
upacara potong gigi yang merupakan ritual penting yang harus ia jalani. Namun
siswa-siswi yang lain yang berasal dari suku dan agama lain menuntut bahwa
mereka juga harus diberikan izin untuk tidak masuk. Dalam kasus ini sang guru
tidak perlu mengambil kebijakan untuk memberikan hari libur yang sama kepada
seluruh siswa-siswi tanpa melihat kepentingan dan kebutuhan dari masing-masing
ritual budaya yang berbeda.
Referensi:

- Hertati Suandi,dkk. 2022. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Tangerang Selatan:


Universitas Terbuka
- Murdianto. (2018). Stereotipe, prasangka, dan resistensinya. Diambil dari
https://ejournal.insuriponorogo.ac.id/index.php/qalamuna/article/download/1
48/140 pada tanggal 12 Mei 2023 pukul 09:30
- https://www.studocu.com/id/document/universitas-terbuka/sistem-sosial-
budaya-indonesia/multikulturalisme-dalam-era-globalisasi/38641646
diakses tanggal 11 Mei 2023 pukul 15:50
- https://dosensosiologi.com/stereotip/ diakses tanggal 12 Mei 2023 pukul
09:10

Anda mungkin juga menyukai