Perbedaan DM Tipe 1 Dan DM Tipe 2
Perbedaan DM Tipe 1 Dan DM Tipe 2
Dibetes Kelompok penyakit Destruksi sel beta, umumnya Polidipsi, poliuria dan
Mellitus metabolic dengan berhubungan dengan polifagia.
Tipe 1 karakteristik defisiensi insulin absolut. DM
hiperglikemia yang tipe 1 disebut juga sebagai
terjadi karena diabetes tipe juvenilis-onset
kelainan sekresi atau tipe dependen insulin.
insulin DM tipe 1 dapat terjadi akibat
autoimun atau idiopatik.
Adapun manifestasi klinis akut diabetes melitus tipe 2 dikenal dengan istilah trias
diabetes, yang terdiri dari polidipsia, poliuria, dan polifagia. Polidipsia terjadi karena
peningkatan kadar glukosa darah menyebabkan air secara osmosis ditarik dari sel,
sehingga terjadi dehidrasi intraseluler dan menstimulasi pusat haus di hipotalamus.
Poliuria merupakan keadaan dimana, pasien akan sering buang air kecil. Ini terjadi
karena hiperglikemia akan menyebabkan diuresis osmotic, sehingga sejumlah glukosa
difiltrasi oleh glomerulus melebihi kemampuan reabsorpsi tubulus ginjal yang
selanjutnya akan akan timbul glikosuri disertai hilangnya sejumlah besar air di urine.
Polifagia merupakan keadaan yang membuat pasien akan cenderung untuk makan lebih
banyak. Hal ini terjadi karena berkurangnya simpanan karbohidrat, lemak, dan protein
menyebablan sel menjadi lapar dan menyebabkan keluhan rasa lapar (Huether SE,
McCance KL, editors, 2019).
Komplikasi Akut
Hipoglikemia pada pasien diabetes sering disebut sebagai syok insulin atau reaksi
insulin. Risiko hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 lebih kecil dibanding dengan pasien
DM tipe 1 karena mekanisme glucose counterregulatory yang masih lengkap (intact).
Hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 terjadi pada pasien yang mendapat terapi insulin
sekretagog (sulfonilurea) atau insulin eksogen. Gejala yang muncul berupa wajah
kepucatan, tremor, gelisah, takikardia, palpitasi, berkeringat, nyeri kepala, pusing,
iritabilitas, kelelahan, sulit mengambil keputusan, bingung, gangguan penglihatan, terasa
lapar, kejang sampai koma. Terapi yang harus segera diberikan adalah pemberian
pengganti glukosa baik per oral atau intravena. Glukagon dapat digunakan di rumah
terutama untuk pasien kelompok risiko tinggi. Pencegahan dapat dilakukan dengan
pemberian terapi secara individual baik obat maupun diet disertai pemantauan glukosa
darah dan edukasi (Appleton, Vanbergen, O’Neill, Murphy, editor, 2019). (PERKENI,
2021).
Komplikasi Kronik
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
1. Melakukan pemeriksaan glukosa darah puasa dan 1 jam post pradial atau 1 jam post
pradial. sedangkan untuk kriteria diagnosis DM melakukan pemeriksaan glukosa
darah 2 jam post pradial.
2. Pemeriksaan kadar HbA1c, kadar HbA1c normal <5,7%
3. Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida)
4. Kreatinin serum
5. Albuminuria
6. Ketok, sedimen, dan protein dalam urin
7. Elektrokardiogram
8. Foto sinar x thorax
(Adi,2015)
Famakologi
Terapi nutrisi medis (TNM) merupakan bagina penatalaksanaan diabetes secara total.
TNM pada dasarnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada
satus gizi. Terapi nutrisi medis dapat dipakai sebagai pencegahan timbulnya diabetes
bagi penderita yang mempunyai risiko diabetes, terapi pada penderita yang sudah
terdiagnosis diabetes (diabetisi) serta mencegah atau memperlambat laju berkembangnya
komplikasi diabetes.
1. G (Gula) : artinya bagi bagi para diabetisi sebaiknya pantang gula dan bagi non DM
membatasi asupan gula
2. U (Urat): untuk mencegah atau mengatasi hiper- urisemia maka batasi konsumsi JAS-
BUKET yaitu Jerohan, Alkohol, Sarden, Burung Dara, Unggas, Kaldu, Kacang-
kacangan, Emping, Tape
3. L (Lemak) batasi TEK-KUK-CS2: Telor, Keju-Kepiting, udang, kerang, cumi-cumi,
susu dan santan.
4. O (Obesitas) lakukanlah penurunan berat badan bila terjadi obesitas dengan target
lingkar pinggang untuk laki-laki <90 cm, untuk wanita <80 cm
5. H (Hipertensi) untuk pasien hipertensi batasi ekstra garam, ikan asin, kacang asin dan
lain-lain
6. S (Sigaret), stop merokok
7. I (Inaktivitas) lakukanlah olah raga setiap hari yang bisa mengeluarkan kalori kurang
lebih 300 kcal/hari atau jalan 3 km atau sit-up 50 - 200x / hari
8. S (Stres) usahakan tidur nyenyak 6-7 jam sehari, bila tidur malam kurang maka bisa
digantikan pada siang harinya
9. A (Alkohol) stop alkohol
10. R (Regular Check Up) lakukanlah kontrol secara teratur bagi umur >40 tahun setiap
3,6,12 bulan, konsultasi kepada ahlinya dan terapi.
Latihan Fisik
Namun pada pasien DM tipe l respons hormonal ini hilang, sebagai dampaknya bila
kadar insulin dalam sirkulasi rendah akibat terapi yang tidak adekuat, pelepasan hormon
kontrainsulin yang berlebihan selama latihan fisik akan meningkatkan kadar glukosa
darah yang memang sudah tinggi disertai dengan terbentuknya benda keton dan ini akan
mencetuskan terjadinya ketoasidosis diabetik. Sebaliknya kadar insulin dalam darah yang
tinggi akibat pemberian insulin eksogen akan menurunkan bahkan mencegah
meningkatnya mobilisasi glukosaatau subtrat lain selama latihanfisik sehingga terjadi
hipoglikemia.
Latihan fisik merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2 selain bisa
memperbaiki sensitivitas insulin, juga untuk menjaga kebugaran tubuh.Beberapa
penelitian membuktikan dengan latihan fisik bisa memasukkan glukosa kedalam sel tanpa
membutuhkan insulin, selain itu latihan fisik bisa untuk menurunkan berat badan bagi
diabetisi dengan obesitas serta mencegah laju progresivitas gangguan toleransi glukosa
menjadi DM tipe2.
Hiperglikemi
Pada DM tipel yang tidak mendapatkan insulin dalam waktu 12-48 jam dan adanya
ketosis, latihan fisik justru akan memperburuk hiperglikemi dan ketosis. ADA (American
Diabetes Association) exercise position satement, latihan fisik harus dihindari bila kadar
glukosa darah puasa > 250mg / d * l dan disertai dengan adanya ketosis, bila kadar
glukosa darah > 300mg / d * l walaupun tidak didapatkan ketosis maka latihan fisik harus
dilakukan dengan hati-hati bahkan ada yang menyarankan tetap tidak melakukan latihan
fisik.Pada pasien DM tipe2 bila tidak ada defisiensi insulin yang sangat berat, latihan fisik
dengan intensitas ringan atau sedang akan menurunkan glukosa darah, bila diabetisi
dalam kondisi baik, asupan cairan cukup, keton urin maupun darah negatif.
Hipoglikemi
Pada diabetisi yang mendapatkan terapi insulin n insulin sekretagogus, latihan fisik
akan menyebabkan hipoglikemia bila asupan karbohidrat maupun dosis obat tidak
dirubah. Hipoglikemi akan terjadi bila kadar insulin eksogen mencapai kadar puncak dan
latihan fisik diperpanjang. Hipoglikemi jarang terjadi pada diabetisi yang tidak
mendapatkan terapi insulin dan insulin sekretagogus. maupun
Menurut ADA guideline diberikan tambahan karbohidrat bila kadar glukosa darah
sebelum latihan fisik<100 mg/ dl, namun tambahan karbohidrat tidak diperlukan bagi
diabetisi yang hanya mendapat terapi diet saja,metformin, alfa glukosidase inhibitor dan
atau thiazolidinedion tanpa insulin atau insulin sekretagogus.