Anda di halaman 1dari 12

Tonil: Jurnal Kajian Sastra, Teater dan Sinema Copyright © 2019 by

20XX, Vol. XX, No. x, x-xy Teater FSP - ISI Yogyakarta

WACANA HUMOR KETOPRAK TJONTHONG


Retno Dwi Intarti
Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Indonesia
intarti_retno2@yahoo.com

Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan wacana humor Ketoprak Tjonthong yang meliputi konsep,
pola, dan ideologinya. Ketoprak Tjonthong merupakan grup ketoprak yang dibentuk di Yogyakarta tahun
2004 dan telah berhasil mementaskan sebanyak 33 lakon dimulai dari Lakon Minggat (2004) sampai
dengan Lakon Walidarma (2019). Penelitian ini akan mengamati sebuah lakon yang pernah dipentaskan
Ketoprak Tjonthong berjudul Panguwasa Samodra (2019). Adapun analisis tentang konsep humor, pola
dan ideologinya akan digunakan teori humor dari Arthur Berger dan kajian struktural.

Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap, yakni tahap pengumpulan data dan tahap analisis data. Tahap
pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan bedah naskah. Tahap analisis data dilakukan
dengan melacak peristiwa yang terjadi, klasifikasi data dan menemukan konsep humor, pola dan idelogi
Ketoprak Tjonthong. Hasil yang didapat adalah dalam lakon Panguwasa Samodra dapat ditemukan
sekitar 16 konsep humor, di antaranya adalah bombast, irony, misunderstanding, pun, repartee, sarcasm,
sexual allusion, conceptual surprise, absurd, repetition, ignorance, embarrassment, imitation, clumsiness,
chase, dan exaggeration. Selain itu, terdapat tiga pola humor dalam Ketoprak Tjonthong yaitu pola
pengkarakteran pemain, pola penamaan tokoh, dan pola pengadegan. Berkaitan dengan ideologi, terdapat
tiga hal yang menjadi ciri khas Ketoprak Tjonthong dan selalu menjadi konsep dasar pementasannya
yaitu menggarap fenomena sosial masyarakat, mengangkat cerita-cerita baru dalam khasanah ketoprak,
dan menggunakan humor satir sebagai presentasi estetisnya.

Kata kunci: Ketoprak Tjonthong, konsep humor, pola humor, ideologi

Pendahuluan pertunjukan langsung (live). Di masa


Ketoprak Ringkes Tjap Tjonthong pandemi ini, Ketoprak Tjonthong telah
yang selanjutnya akan disebut Ketoprak melakukan pertunjukan daring sebanyak 2
Tjonthong lahir di Yogyakarta tahun 2004. kali yaitu tanggal 17 Oktober 2020 dengan
Keterlibatan beberapa seniman tradisi yaitu lakon Keris Mataram dan 18 November
Susilo Nugroho, Marwoto, Nano 2020 dengan lakon Walidarma. Dari hampir
Asmorodono, dan Kocil Birowo (Maulana, semua lakon yang dipentaskan, unsur humor
yang membidani lahirnya Ketoprak nampak dominan dalam membangun alur
Tjonthong membuat grup ini tumbuh cerita dan suasana cerita. Ketoprak
berkembang dan dikenal oleh masyarakat. Tjonthong menyampaikan persoalan
Produktifitas grup ini dalam pementasan kehidupan yang terjadi dalam masyarakat
ketoprak tak perlu diragukan lagi. Hingga melalui humor. Cara penyampaian yang
saat ini, Ketoprak Tjonthong telah berhasil tidak spaneng, menggunakan bahasa yang
mementaskan sebanyak 33 lakon dimulai lugas dan cerdas, penyajian yang santai tapi
dari lakon Minggat (2004) sampai dengan serius, mampu membuat penonton tertohok
lakon Walidarma (2019) yang berupa tapi tidak marah adalah ciri khusus dari grup

1
2

Ketoprak Tjonthong. Dengan ciri khas tentang proses pembuatan naskah dan
tersebut, grup ini tetap eksis dan memiliki aplikasinya dalam pertunjukan ketoprak
banyak penggemar. radio. Lephen Purwarahardja dan Bondan
Biasanya, adegan humor dalam Nusantara juga pernah membuat buku
ketoprak konvensional muncul bersamaan dengan judul Ketoprak Orde Baru (1997)
dengan kehadiran abdi keputren atau berupa bunga rampai tulisan berbagai pakar
kasatrian yang diperankan oleh pemain dan pemerhati ketoprak di Yogyakarta. Dua
dagelan/lawak. Adegan dagelan menjadi tulisan lain juga mengupas ketoprak dalam
salah satu adegan yang dinanti konteks masa kini menggunakan kajian post
kemunculannya karena mampu memberikan kolonial, yaitu The Politics of the Past in the
suasana berbeda sehingga penonton tak Present Day Java (Kanisius, 1997) dan
merasa bosan. Unsur humor menjadi magnet Imajinasi Penguasa dan Identitas Post
yang mampu membuat penonton tetap Kolonial: Siasat Politik (Kethoprak) Massa
bertahan hingga pertunjukan usai digelar. Rakyat (Kanisius, 1999) karya Budi Susanto
Dengan demikian, dalam pertunjukan S.J.
ketoprak, unsur humor sangat penting untuk Tulisan di jurnal yang membahas
dihadirkan. Bakdi Soemanto menyatakan tentang ketoprak antara lain, Bagus Wahyu
bahwa ketoprak masa kini dituntut lebih Setyawan dan Kundharu Saddhono dalam
banyak action. Action tidak hanya canggih, tulisan yang dimuat di jurnal Dance &
mendebarkan, dan mengundang tepuk Theater Review (2019) berjudul “Akulturasi
tangan, tetapi juga harus menggelitik dawai budaya Islam-Jawa dalam Pementasan
hati agar bisa hua ha ha ha. Perkelahian Kesenian Ketoprak”. Tulisan tersebut
bukan model perang Irak-Iran yang penuh menjelaskan bahwa ketoprak gaya mesiran
dengki-dendam, dan keji, tetapi tetap lucu yang merupakan hasil akulturasi Islam dan
dan menghibur. Darah tak perlu mengalir, Jawa menberikan nuansa baru ketoprak
mayat tak perlu bergelimpangan sebab yang karena adanya adaptasi berbagai unsur
berkelahi adalah pelawak (Soemanto, 1997: seperti cerita, bahasa, kostum, make up, dan
129-130). Penggarapan unsur humor dengan iringan.
porsi lebih banyak juga dilakukan oleh Yudiaryani, Wachid Nurcahyono,
Ketoprak Tjonthong dalam karya-karyanya. dan Silvia Anggreni Purba dalam jurnalnya
Tulisan ini akan membahas wacana humor yang berjudul “Strategi Penguatan
Ketoprak Tjonthong meliputi konsep, pola Kreativitas Seniman Ketoprak DIY tahun
dan ideologinya. 1999 hingga tahun 2009” (Dance & Theater
Review, 2019) menyebutkan bahwa selama
Penelitian Sebelumnya dasa warsa terakhir ketoprak telah berhasil
Beberapa tulisan tentang Ketoprak menjadi ikon budaya dan pariwisata di DIY.
telah terbit dalm bentuk buku maupun Hal ini tidak terlepas dari kesadaran
jurnal. Tulisan tentang asal usul, sejarah, pemerintah, seniman, kesadaran strategi tata
periodisasi ketoprak telah ditulis oleh ruang artistik, pengaruh humor ketoprak,
Wijaya dan F.A. Sutjipto dalam bukunya dan cerita menembus ranah seni yang lain
berjudul Ketoprak (1977). Hal serupa juga dan kontekstual dengan masa kini.
dilakukan oleh Handung Kusudyarsana Kegiatan penelitian yang pernah
tahun 1989 yang diterbitkan oleh Yayasan dilakukan penulis dengan objek material
Kanisius dengan judul Ketoprak. Seorang ketoprak adalah Skripsi S-1 (1997) dengan
peneliti dari Belanda bernama Judith E. judul ”Gaya Akting Ketoprak Mataram
Bosnak (2006) pernah melakukan penelitian (Studi Kasus Grup Ketoprak PS Bayu).”
3

Tahun 2006 dilakukan penelitian berjudul dalam diri kita (sense of humor); dan bisa
“Perempuan dalam Naskah Ketoprak berupa suatu gejala atau hasil cipta dari
Handung Kusudyarsana.” Selanjutnya pada dalam maupun dari luar diri kita. Bila
tahun 2008, dilakukan penelitian berjudul dihadapkan pada humor, kita bisa langsung
“Bentuk Pementasan Ketoprak Mataram tertawa lepas atau cenderung tertawa saja;
RRI Nusantara II Yogyakarta.” Tahun 2010 misalnya tersenyum atau merasa tergelitik di
dilakukan penelitian dengan judul “Ketoprak dalam batin saja. Rangsangan yang
RRI Nusantara II Yogyakarta Pengemban ditimbulkan haruslah rangsangan mental
Keberlangsungan Teater Tradisi di untuk tertawa, bukan rangsangan fisik
Yogyakarta“ (Tesis S-2). seperti dikili-kili yang mendatangkan rasa
Penelitian dengan objek material geli namun bukan akibat humor (Setiawan
Ketoprak Tjonthong, sepanjang yang dalam Rahmanadji, 2007: 216).
diketahui baru terdapat satu tulisan yang Untuk melihat konsep humor dalam
berupa skripsi karya Alif Maulana pertunjukan Ketoprak Tjonthong akan
mahasiswa Jurusan Teater ISI Yogyakarta digunakan teori humor dari Arthur Berger
dengan judul Kethoprak Conthong yang disarikan oleh Anastasya menjadi
Yogyakarta dalam Lakon Lampor Kajian empat kategori dasar humor yaitu: language/
Bentuk dan Fungsi Pertunjukan. Tulisan ini the humor is verbal, the humor is ideational,
membahas bentuk pertunjukan yang Identity/ the humor is existensial dan Action/
dianalisis memakai teori struktur dan tekstur the humor is phisycal or non verbal (Berger
(Kernodle) dan fungsi seni pertunjukan dalam Anastasya, 2013: 5-7). Adapun
menggunakan teori semiotika teater (Nur penjelasannya sebagai berikut.
Sahid). Adapun yang diamati struktur
(tema, penokohan, alur) dan tekstur (dialog, Kategori A (Language / The humor is
spektakel, mood) dalam lakon Lampor. verbal)
Adapun fungsi pementasan Ketoprak 1. Bombast: bicara muluk
Tjonthong sebagai media hiburan, 2. Infantilism: bermain dengan bunyi/kata-
pendidikan dan politik. kata
Berdasarkan beberapa tulisan di atas, 3. Irony: menyatakan makna kebalikan dari
belum banyak tulisan yang membahas makna sebenarnya
tentang Ketoprak Tjonthong secara 4. Missunderstanding: salah menafsirkan
komprehensif. Kalaupun ada yang sudah situasi
menulis, baru membahas struktur dan fungsi 5. Pun: permainan makna kata
pertunjukan Ketoprak Tjonthong belum 6. Repartee: mengolok secara verbal
menyentuh ranah konsep humor, pola dan 7. Ridicule:membuat orang terlihat bodoh
ideologinya sehingga kajian dan analisis verbal dan non verbal
tentang wacana humor Ketoprak Tjonthong 8. Sarcams: nada tajam
perlu untuk dilakukan. 9. Satire: mempermalukan suatu hal, tokoh,
dll
LandasanTeori 10. Sexual allusion:Menyindir dengan
Berkaitan dengan konsep humor, terdapat nakal/seksual
beberapa definisi tentang humor. Secara 11. Outwitting: Mengalahkan dengan
garis besar definisi humor itu adalah rasa melontarkan pertanyaan atas pernyataan
atau gejala yang merangsang kita untuk
tertawa atau cenderung tertawa secara
mental, ia bisa berupa rasa atau kesadaran di
4

Kategori B (The humor is ideational) Kategori D (Action/ the humor is phisycal


1. 1rreverent behavior: tidak menghormati or non verbal)
standard yang berlaku. 1. Clownish behavior: membuat gerakan
2. Malicious pleasure: menertawakan yang kuat menggunakan kaki
kemalangan orang lain 2. Clumsiness: sikap canggung/ kikuk/kaku
3. Absurdity: omong kosong, situasi tidak 3. Chase: mengejar seseorang/ sesuatu
logis 4. Exaggeration: bereaksi dengan cara
4. Coincidence: kejadian kebetulan dan tak melebih-lebihkan
terduga 5. Peculiar face: ekspresi wajah lucu/
5. Conceptual surprise: mengelabuhi meringisPeculiar music: musik yang
dengan perubahan konsep yang tak tidak biasa
terduga 6. Peculiar sound: bunyi tidak biasa seperti
6. Dissapointment: situasi mengarah di kartun
kekecewaan 7. Peculiar voice: suara lucu
7. Ignorance: naïf, lug, kekanak-kanakan 8. Slapstik: lelucon yang kasar secara fisik
8. Repetition: pengulangan dari situasi yang 9. Speed: berbicara atau bergerak dengan
sama sangat cepat/ lambat
9. Ridigity: Seseorang yang berfikir Pola dan ideologi Ketoprak
konservatif dan tidak fleksibel Tjonthong akan dideskripsikan dengan
menggunakan pendekatan struktural.
Kategori C (Identity/the humor is Struktur dalam konteks penelitian ini adalah
existensial) unsur-unsur atau komponen-komponen yang
12. Anthropomorphism: benda/binatang tersusun menjadi satu kerangka bangunan
berciri manusia yang berupa tempat, hubungan, atau fungsi-
13. Eccentricity: sebuah karakter fungsi dari adegan-adegan di dalam
aneh/menyimpang dari norma peristiwa-peristiwa dan di dalam satu
14. Embarrassment: Situasi canggung, keseluruhan lakon (Levitt dalam Sudiro
gelisah, malu Satoto, 2012: 38).
15. Grotesque appeareance:
penampakan aneh, mengerikan Metode dan Data
16. Imitation: meniru Lakon Panguwasa Samodra (2019)
17. Impersonation:mengambil identitas dijadikan studi kasus Untuk menemukan
orang lain konsep humor, pola humor, dan ideologi
18. Parody: meniru gaya/genre humor yang terdapat dalam Ketoprak
19. Scale: objek berukuran sangat Tjonthong. Secara operasional kajian ini
besar/kecil melalui dua tahap yaitu tahap pengumpulan
20. Stereotype: Steriotip/ generalisasi data dan tahap analisis data. Pengumpulan
21. Transformation: mengalami data meliputi studi kepustakan dan bedah
metamorfosa/ mengambil bentuk orang naskah. Studi kepustakaan dilakukan untuk
lain mencari sumber literer yang berkaitan
22. Visual surprise: perubahan fisik yang dengan teori humor yang digunakan sebagai
tak terduga alat untuk mengkaji lakon Panguwasa
Samodra. Analisis data dilakukan dengan
melacak peristiwa yang terjadi pada setiap
adegan dari 2 lakon tersebut. Selanjutnya
mengklasifikasi konsep humor yang terdapat
5

dalam lakon tersebut untuk dianalisis konsep humor. Hampir semua kategori
menggunakan teori humor dari Arthur humor bersifat verbal terdapat di dalamnya
Berger. Langkah selanjutnya adalah mencari seperti bombast, irony, misunderstanding,
pola-pola penempatan humor yang terdapat pun, repartee, sarcasm, dan sexual allusion.
dalam ke 2 lakon tersebut, serta menemukan Hal menarik dari lakon ini adalah bahwa
alasan-alasan yang mendasari pemilihan dalam satu peristiwa, beberapa konsep
bentuk tersebut. humor dapat terjadi secara bersamaan dan
bergantian.
Adegan 2 diawali dengan peristiwa
Hasil dan Pembahasan pertengkaran sepasang pengantin baru
Sebagaimana telah disebutkan di atas, (Sandi Asma dan Nyi Sakarin) yang baru
untuk melihat humor dalam lakon saja melangsungkan pernikahan. Nyi
Panguwasa Samodra digunakan teori humor Sakarin marah karena baru seminggu
Arthur Berger yang terdiri dari 41 konsep menikah sudah akan ditinggal suaminya
humor. Berdasarkan hasil kajian yang telah bertugas sebagai prajurit sandi. Karena
dilakukan, tidak semuanya dapat ditemukan emosi Nyi Sakarin melemparkan berbagai
dalam lakon Panguwasa Samodra. Oleh peralatan dapur seperti dandang, ceret,
karena itu, untuk menjelaskan jenis-jenis baskom sebagai bentuk protes kepada
humor yang terdapat dalam lakon ini, akan suaminya. Walaupun bertengkar, suasana
dibahas secara berurutan adegan per adegan. yang terbangun bukan tegang namun justru
lucu.
1. Konsep Humor Lakon Panguwasa Secara bombast (bicara muluk) Nyi
Samodra Sakarin curhat tentangpengorbanan yang
telah dilakukan untuk menikah dengan
Secara umum, struktur pertunjukan
Sandi Asma. Pengorbanan tersebut berupa
ketoprak yang dianggap baku terbagi
pengorbanan batin dan juga pengorbanan
menjadi tujuh bagian, yaitu adegan
materi yang semua itu tidak sebanding
kraton/kadipaten, adegan taman, adegan
dengan hasil yang didapat setelah menikah.
kesatriyan, adegan padhepokan, adegan
Sementara Sandi Asma lebih banyak
pedesaan, adegan alun-alun dan straat
memunculkan humor irony, dimana kata-
(jalanan) (Kayam dkk, 2000: 353). Lakon
kata yang diucapkan tidak sesuai dengan
Panguwasa Samodra terdiri dari 7 adegan
kenyataan sebenarnya. Sandi Asma merasa
yaitu 1. adegan jalan, 2. adegan rumah, 3.
bangga memiliki istri yang terampil, pandai
adegan bukit Danaraja, 4. adegan keraton
mencari uang, masih muda, dan cantik.
Kalinyamat, 5. adegan keraton Pajang, 6.
Walaupun istrinya terampil dan pandai
adegan laut, dan 7 adegan keraton
mencari uang, tetapi kenyataanya umurnya
Kalinyamat. Struktur pertunjukan lakon
lebih tua 20 tahun dan tidak cantik. Hal ini
Panguwasa Samodra masih mengacu pada
membuat Nyi Sakarin sangat khawatir
struktur pertunjukan ketoprak secara umum,
Sandi Asma akan meninggalkan dirinya jika
meski terdapat sedikit perbedaan. Dari 7
bertemu banyak wanita muda di luar rumah.
adegan terdapat 5 adegan yang mengandung
Saking posesifnya, melahirkan situasi yang
unsur humor yakni adegan 2, 3, 4, 5, dan 6.
tidak logis (absurd) saat dia minta
Dari ke 5 adegan di atas, terdapat 2 adegan
suaminya berhenti dari pekerjaannya sebagai
yang banyak mengandung konsep humor
prajurit sandi dan tinggal di rumah. Nyi
yaitu adegan 2 dan 4.
Sakarin yang akan bekerja mencari rejeki
Adegan 2 lakon Panguwasa Samodra
sedangkan Sandi Asma cukup di rumah
merupakan adegan yang paling didominasi
6

mengerjakan urusan dapur, sumur, dan kasur sandi yang bermaksud melerai tak kuasa
(olah-olah, asah-asah, umbah-umbah lan menghadapi amarah Nyi Sakarin. Panji
mlumah). Sebuah pertukaran posisi yang Lanang mengambil tiga buah tombak. Panji
dalam konsep masyarakat Jawa tabu untuk Lanang memegang satu tombak, sedangkan
dilakukan, namun menjadi lumrah dalam ke dua tombak lainnya dilemparkan ke arah
konteks humor. Sandi Asma dan Sandi Karya. Ketiga
Humor missunderstanding (salah prajurit sandi masing-masing memegang
menafsirkan situasi) muncul dalam satu tombak dan langsung mengarahkan
pembicaraan yang dilakukan oleh Sandi tombaknya pada Nyi Sakarin hingga
Asma dan Sandi karya saat membahas membuatnya menjadi ketakutan.
tugasnya sebagai prajurit telik sandi yang
harus menjaga Retna Kencana. Ritual tapa Peristiwa selanjutnya adalah humor
wuda yang dijalani Retna Kencana ditafsir yang bersifat naïf dan kekanak-kanakan
dengan sangat berbeda dari kenyataan yang (ignorance) dimana mereka secara
terjadi. Sandi Karya memaknai tapa wuda bersamaan meletakkan tombak atau
dari kata tapa yang berarti nulungi parangnya. Pada saat Panji Lanang, Sandi
(menolong) wuda berarti ben diinjen, jadi Asma dan Sandi Karya mengambil
tapa wuda bermakna membantu orang-orang tombaknya secara bersamaan, saat itu pula
yang suka mengintip, memberi kesempatan Nyi Sakarin mengambil parang. Ketika
bagi yang ingin mengintip. Penafsiran mereka meletakkan tombak di tanah, Nyi
situasi yang lucu dan mengada-ada. Salah sakarin juga melakukan hal yang sama.
tafsir terhadap ritual tapa wuda yang Adegan ini terasa sangat lucu karena terjadi
dilakukan oleh Retna Kencana ternyata tidak pengulangan dari situasi yang sama
hanya terjadi pada Sandi Asma dan Sandi (repetition) secara berulang kali. Kelucuan
Karya. Bahkan tokoh sebesar Hadiwijaya semakin terasa ketika dilanjutkan humor
(Adipati Pajang) juga memiliki persepsi permainan makna kata (pun). Baik Panji
yang sama tentang tapa wuda yang Lanang maupun Nyi Sakarin tidak pernah
dilakukan Retna Kencana (Adegan 3). merasa takut dengan senjata yang dipegang
Konsep humor yang muncul secara oleh mereka masing-masing. Mereka sangat
bersamaan berupa sarkas ( kata-kata tajam) tahu bahwa kedua senjata itu baik tombak
dibarengi dengan slapstick (gerakan fisik maupun parang hanyalah senjata mainan,
yang kasar) ketika Nyi Sakarin melempar tidak tajam, dan terbuat dari kayu.
perabotan rumah ke arah Sandi Asma dan
Humor repetition berupa pelemparan
Sandi Karya kemudian muncul membawa
perabot rumah tangga juga terulang lagi
bendho (parang) dan berkata: “wani
pada akhir adegan 2. Jika di awal adegan
mangkat, mati!!!”. Sandi Karya mencoba
yang melemparkan perabot dapur adalah
menengahi pertikaian antara Sandi Asma
Nyi Sakarin, maka di akhir adegan 2 yang
dan Nyi Sakarin. Namun sayang, bukan
melemparkan perabot dapur adalah Sandi
menyelesaikan masalah justru semakin
Asma. Hal ini dipicu oleh peristiwa Nyi
memperkeruh suasana karena secara sengaja
Sakarin yang akan dititipkan di Rumah
dia melakukan repartee (mengolok-olok)
Demang Laksamana merasa takut untuk
kepada Nyi Sakarin. tidur sendiri. Oleh karena itu, selama
Terjadi kejar-kejaran (chase) antara ditinggal suaminya bertugas Nyi Sakarin
Nyi Sakarin dan Sandi Asma. Sandi Asma minta kepada Ki Demang untuk menemani
yang ketakutan berlindung di balik tubuh tidur. Mendengar pembicaraan tersebut
Sandi Karya. Panji Lanang, lurah prajurit
7

Sandi Asma marah dan melempari Nyi perpisahan antara Sandi Asma dan Nyi
Sakarin dengan perabot rumah tangga. Sakarin. Saat Sandi Asma hendak memeluk
istrinya, Sandi Karya datang mengajak
Adegan 3 menceritakan tentang segera pergi. Nyi Sakarin marah dan
pertemuan antara Retna Kencana dan mengusir Sandi Karya. Nyi Sakarin dengan
Adipati Pajang Pangeran Hadiwijaya di berlebih-lebihan (exaggeration) minta untuk
Bukit Danaraja. Hadiwijaya bermaksud dicium sebagai tanda cinta. Humor situasi
menemui Retna Kencana untuk terjadi ketika Sandi Asma mengajak Nyi
membicarakan tentang strategi mengalahkan Sakarin mojok di tempat yang tersembunyi
Harya Penangsang. Peristiwa pertemuan agar tidak diintip Sandi Karya. Belum
yang terjadi antara Hadiwijaya dan Retna sempat memenuhi keinginan istrinya, Sandi
Kencana melahirkan humor yang berupa Asma sudah ditarik Panji Lanang untuk
verbal dan non verbal. Pada pertemuan dibawa pergi. Namun lagi-lagi Sandi Asma
tersebut Hadiwijaya tampak dalam situasi berontak dan melepaskan tangannya, lalu
malu (embarrassment) sehingga sikapnya berlari menggandeng tangan istrinya keluar
menjadi canggung dan kikuk (clumsiness). panggung. Tak lama kemudian Sandi Asma
Hadiwijaya selalu membalikkan badan dan muncul lagi sambil membetulkan bajunya
tidak mau bertatap muka langsung karena dan mengajak Panji Lanang segera pergi.
mengira Retna Kencana betul-betul wuda
(tanpa busana). Humor dalam adegan ini terjadi saat
Patih Sungging Badar Dhuwung (Tjie Hwio
Suasana lucu kembali hadir dengan Gwan) dan Hadiwijaya sedang
kemunculan tokoh Semangkin (keponakan membicarakan tentang kehebatan Senopati
Retna Kencana). Hadiwijaya jatuh hati perang perempuan bernama Tumenggung
dengan kecantikan, kecerdasan, dan sifat Rara Meladi. Sungging Badar Dhuwung
Semangkin yang ceplas-ceplos. Di sini adalah seorang duda yang sedang
penulis naskah merangkai kejadian yang membutuhkan seorang istri untuk menjadi
berupa peniruan (imitasi). Hadiwijaya pendamping hidupnya. Ia bermaksud
meniru tindakan dan kata-kata yang melamar Tumenggung Rara Meladi yang
disampaikan oleh Semangkin berkaitan terampil dan mempuni dalam segala hal
dengan saudara kembarnya yang tidak untuk melayani dirinya. Sungging Badar
dimunculkan di panggung dengan alasan Dhuwung mengaku sebagai lelananging
“agar tidak menambah jumlah pemain”. jagad, lancuring bawana. Rara Meladi
Hadiwijaya juga melakukan hal yang sama menolak lamaran tersebut dan
saat menjawab pertanyaan Semangkin menganggapnya sebagai laki-laki tua yang
tentang keberadaan para abdi yang tidak tahu diri, sudah bau tanah, belum
mendampinginya. sempat berbuat apa-apa sudah keburu mati.
Sebagai pejantan Tangguh, Sungging Badar
Panji Lanang, Sandi Karya, dan
Dhuwung tidak terima dengan hinaan dari
Sandi Asma akan pergi menunaikan tugas.
Rara Meladi dan menantang untuk
Nyi Sakarin menangisi kepergian suaminya.
membuktikan hal tersebut. Disinilah, penulis
Sandi Asma mencoba membujuk dan
naskah menggunakan konsep humor sexual
menenangkan istrinya. Perpisahan yang
allusion (menyindir dengan nakal) untuk
seharusnya sedih, malah menjadi humor
menciptakan humor dalam adegan 5. Selain
karena dialog kedua tokoh tersebut adalah
itu, penulis naskah juga memunculkan sisi
syair lagu Banyu Langit ciptaan Alm. Didi
absurd tokoh Sungging Bandar Dhuwung.
Kempot. Peristiwa selanjutnya adalah
Patih Sungging Bandar Dhuwung yang
8

seharusnya menjadi orang pertama maju ke mengajaknya untuk menikah. Soreng Rana
medan perang, justru menjadi seksi menolak dengan alasan tidak mungkin
konsumsi yang tugasnya menyediakan menikah dengan ibu tiri mantan istri
makan untuk para prajurit. bapaknya. Winih tidak kekurangan akal, dia
kemudian menikahi Raceng, seorang laki-
Konsep humor conceptual surprise laki yang bertingkah seperti perempuan.
yakni mengelabui dengan konsep yang tak Raceng juga mendapat julukan Joko Arum
terduga digunakan oleh penulis naskah karena kemana-mana selalu memakai
untuk memunculkan humor di adegan 6. parfum dan memakai bedak. Pernikahan
Soreng Rana dan Soreng Pati dua orang kilat itupun berakhir sudah. Setelah bercerai
perusuh berasal dari Jipang sedang dengan Raceng, Soreng Rana bersedia
menyamar sebagai rakyat biasa untuk menikah dengan Winih. Soreng Rana mau
mengelabui mangsanya. Soreng Pati menikah dengan alasan Winih bukan lagi
berpura-pura sebagai bapak yang sedang mantan ibu tirinya, namun dia sudah
sakit keras, dan Soreng Rana menjadi menjadi jandanya Raceng sehingga dia tidak
anaknya. Mereka bertemu dengan merasa berdosa. Sakit yang diderita
Tumengung Samirana yang juga sedang bapaknya adalah karma yang harus dijalani
menyamar sebagai pedagang. Hal tak akibat perbuatan yang dilakukan bapaknya
terduga muncul saat Soreng Rana secara kepada dirinya di masa lalu.
dramatis mengarang cerita tentang bapaknya
yang sakit akibat kualat kepada dirinya. Permainan makna kata (pun) terlihat
Bagi logika umum tidak masuk akal jika ada dalam pemberian nama tokoh yang dipakai
orang tua kualat kepada anaknya, namun oleh Soreng Rana untuk mengelabui
melalui Soreng Rana penulis naskah Tumenggung Samirana. Soreng Rana
berusaha menjelaskan fenomena tersebut mengaku terlahir sebagai anak kembar tiga
menjadi nalar. Sejak kecil bapaknya sangat bernama Radi Rana (dia sendiri), Radi Riki
nakal. Kakeknya menjadi korban (perempuan), dan Radi Tebih (meninggal).
kenakalannya karena didorong ke sumur, Nama-nama tersebut dalam bahasa Jawa
sakit, dan akhirnya meninggal dunia. Ketika berarti sedikit kesana, sedikit kesini, dan
besar, ayahnya menikah dengan ibunya sedikit jauh.
hingga lahirlah Soreng Rana. Ternyata,
2. Pola Humor Ketoprak Tjonthong
ibunya sangat menderita karena sering Menurut hasil pengamatan yang
mendapatkan KDRT dari bapaknya. telah dilakukan, Ketoprak Tjonthong
Akhirnya Soreng Rana menjadi anak piatu. menggunakan tiga pola dalam membangun
Kemudian bapaknya memutuskan untuk unsur humor. Ketiga pola tersebut adalah
menikah lagi dengan gadis desa bernama pola pengkarakteran pemain, pola penamaan
Winih yang tak lain adalah kekasih dari tokoh, dan pola pengadegan. Di bawah ini
Soreng Rana anaknya sendiri. Pernikahan akan diuraikan satu persatu ketiga pola
tersebut terpaksa dilakukan karena Pak
tersebut.
Trubus (bapaknya Winih) terlilit hutang.
Ayah Soreng Rana bersedia membayar a. Pola pengkarakteran pemain
semua hutang tersebut asal Winih bersedia
menjadi istrinya. Pernikahan terjadi secara Seperti diketahui bahwa
kilat, esuk ijab, awan minggat, let setahun pengkarakteran pemain dalam pertunjukan
mulih njaluk pegat. Setelah menjadi janda, ketoprak menggunakan sistem stereotype,
Winih menemui Soreng Rana dan yaitu masing-masing pemeran/aktor sudah
memiliki karakteristik penokohan tokoh
9

tertentu. Sebagai informasi, saat ini grup belakang sejarah Babad Tanah Jawa di masa
Ketoprak Tjonthong memiliki 11 pemain Kerajaan pajang menuju Mataram Islam.
tetap, yaitu Susilo Nugroho, Marwoto, Lakon ini menceritakan perjuangan Ratu
Bagong Sutris Gunanto, Nano kalinyamat yang bercita-cita menguasai
Asmorondono, Rini Widyastuti, Hargi samodra agar dapat berguna bagi semuan
sundari, Ngatirah, Wisben Antoro, Novi bangsa di Nusantara. Dalam lakon ini,
Kalur, Rio Srundeng, dan Bayu Saptama. beberapa nama tokoh sejarah seperti Ratu
Dalam setiap penampilannya juga dibantu Kalinyamat, Pangeran Hadiri, Hadiwijaya,
oleh beberapa pemain insidentil dan penari. Danang Sutawijaya, Sungging Badar
Berkaitan dengan ilustrasi musik, mulai Duwung, maupun beberapa tokoh lain tidak
awal berdiri hingga saat ini selalu digarap mengalami perubahan. Namun, untuk
oleh Warsana dibantu para pemusik yang beberapa tokoh fiktif, pemberian nama
lain. mengandung maksud tertentu dan
berkonotasi lucu seperti Sakarin (gula pasir
Berdasarkan pengamatan yang palsu), Samirana (nama sebuah daerah di
dilakukan pada Lakon Panguwasa Samodra, Yogyakarta), Radi Rana, Radi Riki, dan
pola pengkarakteran pemain sangat Radi Tebih. Sandi Asma dan Sandi Karya
diperhatikan agar suasana humor dapat untuk dua nama prajurit sandi.
terbangun secara maksimal. Pembagian
karakter pemain dibedakan menjadi Pola penamaan tokoh dalam konteks
kelompok-kelompok. Kelompok dagelan humor juga terlihat dalam lakon Baron
tua, Marwoto disandingkan dengan Susilo Sakendher yang dipentaskan tanggal 7-8
Nugroho. Kelompok dagelan muda, yaitu September 2018 di Concert Hall Taman
Rio Srundeng disandingkan dengan Wisben Budaya Yogyakarta. Baron Sakendher
dan Novi Kalur. Sementara pemain-pemain menceritakan kehidupan Sakendher dari
lain adalah pendukung terjadinya humor. lahir, meninggalkan Spanyol hingga
Pola ini juga terdapat dalam lakon Baron menetap di Mataram. Penamaan tokoh
Sakendher (2018) yang dijadikan referensi dalam lakon ini juga gabungan dari asli dan
tambahan untuk memperkuat analisis rekaan. Untuk tokoh-tokoh utama seperti
tentang pola dan ideologi. Baron Kawitparu, Ken Manikhara, Baron
Sakendher, Resi Mintuna, Retna
b. Pola penamaan tokoh Sayempraba, dan beberapa nama lain masih
tetap mengacu pada legenda yang sudah ada.
Penamaan tokoh dalam lakon-lakon
Namun, untuk beberapa tokoh tambahan,
Ketoprak Tjonthong merupakan gabungan
pemberian nama mengandung unsur humor
dari dua unsur yaitu fakta dan fiksi.
seperti nama beberapa teman Baron yakni
Sebagaimana diketahui bahwa lakon-lakon
Samas, Kukup, Krakal yang identik dengan
ketoprak biasanya diangkat dari babad,
nama pantai di daerah Gunung Kidul. Di
legenda, dan cerita sejarah. Berkaitan
samping itu, beberapa penari juga diberi
dengan lakon-lakon Ketoprak Tjonthong,
nama Julio, Augusto, Septembero, Syawalo,
dalam proses penciptaannya Susilo Nugroho
dan dulkangidaho agar kelihatan berbau
juga melakukan studi literatur. Dua lakon
Spanyol. Untuk nama emban yang ikut
yang diamati (Panguwasa Samodra dan
menjilat pelog hingga hamil bernama Mbok
Baron Sakendher ) bersumber dari cerita
Untali.
sejarah dan legenda.
c. Pola pengadeganan
Lakon Panguwasa Samodra
merupakan cerita yang diangkat dari latar
10

Secara umum pola pengadegan lakon Panguwasa Samodra. Dari 7 adegan


Ketoprak Tjonthong masih mengacu pada yang diamati dalam lakon tersebut, adegan
pola pengadegan ketoprak konvensional humor muncul pada adegan 1, 2,3,4,5 dan 6
meski menggunakan format ketoprak yang berlatar rumah, padepokan, telatah
garapan. Ketoprak garapan adalah ketoprak Nusa Tembini dan istana Spanyol. Adegan
yang digarap dengan memadukan idiom- humor banyak muncul di istana Spanyol,
idiom kesenian lain sehingga penyajian namun tidak dengan adegan Keraton
unsur-unsurnya tampak lebih tergarap Mataram (adegan 7). Mungkinkah karena
(Nusantara, 1997: 55). Adapun ciri dari Spanyol tidak di Jawa, tak terikat oleh
bentuk ketoprak garapan adalah sebagai norma dan etika Jawa, hingga rajapun bebas
berikut. untuk dibully dan dijadikan guyonan.
Berbeda dengan adegan Keraton Mataram
1) Menggunakan naskah penuh (full yang masih menempatkan Panembahan
play) Senapati sebagai raja yang berwibawa dan
2) Tangga dramatik mengacu pada dihormati. Sepertinya Ketoprak Tjonthong
dramaturgi barat masih berhati-hati menempatkan unsur
3) Acting dan bloking ditata atau humor di adegan keraton.
terpola
4) Tata rias dan busana realis, simbolis Temuan lain terkait pola pengadegan
5) Setting tidak harus memakai kelir yaitu pada satu peristiwa terdapat unsur
(layar bergambar) humor yang tersusun dari rangkaian
6) Tata lampu dan suara memanfaatkan beberapa konsep. Biasanya berupa verbal
teknologi elektro berbarengan atau dilanjutkan gerak fisik dan
7) Instrumen pengiring bebas (diatonis, ekspresi. Sebagai contoh dalam lakon
pentatonis, kombinasi keduanya) Panguwasa Samodra, saat humor sarkas
8) Lama pertunjukan kurang lebih 2,5 (kata-kata tajam) muncul berbarengan
jam dengan slapstick (gerakan fisik yang kasar)
9) Keprak kadang dipakai, kadang tidak diwujudkan dalam peristiwa Nyi Sakarin
10) Tembang kadang dipakai, kadang melempar perabotan rumah ke arah Sandi
tidak (Nusantara, 1997: 55) Asma dan Sandi Karya kemudian muncul
Terkait dengan humor dalam pola membawa bendho (parang) dan berkata:
pengadegan ketoprak Tjonthong, unsur “wani mangkat, mati!!!”. Sandi Karya yang
humor ditempatkan pada peristiwa dengan mencoba menengahi pertikaian tersebut
setting tempat yang lebih bebas (rumah, malah semakin membuat Nyi Sakarin marah
jalan, bukit, laut). Berdasarkan hasil karena secara sengaja dia melakukan
pengamatan yang telah dilakukan dari 7 repartee (mengolok-olok) dengan
adegan yang terdapat dalam lakon mengatakan tua, elek, kupinge bosok.
Panguwasa Samodra, unsur humor
dimunculkan di adegan 2,3,4,5, dan 6. c. Ideologi Humor Ketoprak Tjonthong
Adegan tersebut berlatar tempat rumah,
Ketoprak Tjonthong memiliki
jalan, bukit, dan laut. Kalaupun terdapat
tampilan yang berbeda dari ketoprak
sedikit unsur humor dalam adegan kraton,
konvensional. Format garap ketoprak
peristiwa itu terjadi setelah raja dan patih
Tjonthong merupakan pola ketoprak garapan
keluar.
yang memasukkan unsur teater modern
Pola pengadegan lakon Baron dalam pemeranan, tata panggung, tata
Sakendher memiliki kemiripan dengan cahaya maupun garap musiknya. Sebagai
11

sajian ketoprak garap baru yang berupaya Penggunaan konsep humor dalam
menciptakan sajian yang dinamis dan lakon Panguwasa Samodra dapat dilihat
komunikatif. Ketoprak ini meramu tiga pada hampir semua adegan. Dari 7 adegan
unsur yakni unsur problem-problem sosial di yang terdapat di lakon tersebut, 5 di
masyarakat, cerita-cerita baru yang belum antaranya banyak mengandung konsep
pernah dipentaskan, dan unsur humor. humor yaitu adegan 2, 3, 4, 5, dan 6. Dari
ke 41 konsep humor yang dicetuskan oleh
Melalui humor satir, grup ini Arthur Berger terdapat 16 konsep humor
mengangkat isu-isu dalam masyarakat yang dapat ditemukan dalam lakon
dengan enteng. Persoalan kemanusiaan, Panguwasa Samodra. Di antaranya bombast,
kekerasan, politik kekuasaan dan lainnya irony, misunderstanding, pun, repartee,
diramu dengan kreatifitas seni menjadi sarcasm, dan sexual allusion yang berkaitan
sajian yang ringan namun kritis. Tanpa dengan verbal. Konsep conceptual surprise,
meninggalkan fungsi ketoprak Tjonthong absurd, repetition dan ignorance sebagai
sebagai hiburan bagi masyarakat. implementasi humor sebagai hasil pemikiran
juga dapat ditemukan di lakon tersebut. Di
Lakon-lakon dalam pertunjukan
samping itu, juga dapat ditemukan konsep
ketoprak Tjonthong selalu mengambil
embarrassment dan imitation dalam konteks
sumber pada serat, babab, dan cerita tutur
humor sebagai identitas diri. Berkaitan
lain yang digarap dengan konten ala
dengan tindakan fisik yang berupa gerak dan
Ketoprak Tjonthong. Ciri khas grup ini
ekspresi beberapa konsep humor yang dapat
selalu berusaha memanggungkan lakon
ditemukan adalah clumsiness, chase, dan
yang jarang atau bahkan belum pernah
exaggeration.
dipentaskan oleh grup ketoprak lain.
Dari 2 lakon yang diamati yaitu
Beberapa lakon yang kurang familier bagi
lakon Panguwasa Samodra dan Lakon Baron
pandemen ketoprak yaitu : Putri Cina, Baron
Sakendher, pola humor Ketoprak Tjonthong
Sakendher, Sang Presiden, Walidarma, dan
terimplementasi dalam tiga hal yaitu pola
masih banyak lagi. Gagasan untuk selalu
pengkarakteran pemain, pola penamaan
mementaskan lakon-lakon baru tampak
tokoh, dan pola pengadegan. Adapun ciri
pada atur panuwun yang disampaikan oleh
khas dari Ketoprak Tjonthong yang menjadi
Susilo Nugroho (penulis naskah) dalam
ide dasar pementasannya adalah selalu
naskah lakon Walidarma. Ia menyatakan
mengangkat problematika sosial masyarakat,
bahwa cerita tersebut belum pernah
dengan menggunakan lakon-lakon yang
dipentaskan, sehingga membuat tambah
baru/belum dikenal, dan dalam balutan
mantap untuk mewujudkannya menjadi
humor yang segar.
naskah ketoprak (Susilo Nugroho, 2019: 2)

SIMPULAN
Ketoprak Tjonthong dari Yogyakarta Daftar Pustaka
merupakan grup ketoprak yang Anastasya, Sicilia. 2013. “Konsep-Konsep
menggunakan humor sebagai identitas Humor dalam Program Komedi di
pertunjukannya. Idiom humor dipilih agar Televisi Swasta Nasional Indonesia”
tema dan pesan tentang fenomena sosial dalam E-Komunikasi jurnal program
yang dibahas dalam pertunjukan sampai Studi Ilmu Komunikasi volume 1
kepada penonton dengan penyampaian yang nomor 1, P. 1-11. Surabaya: Universitas
lucu, menyenangkan dan menghibur. Kristen Petra.
12

Kayam, Umar, dkk. 2000. “Pertunjukan Yudiaryani, Wahid Nurcahyono, dan Silvia
Rakyat Tradisional Jawa dan Anggreni Purba. 2019. “Strategi
Perubahan” dalam Heddy Shri Ahimsa Penguatan Kreativitas Seniman
Putra, ed. Ketika Orang Jawa Nyeni. Ketoprak DIY tahun 1999 hingga tahun
Yogyakarta: Galang Press. 2009” dalam Dance & Theater Review
jurnal tari, teater, dan wayang volume 2
Maulana, Alif. 2016. “Kethoprak Conthong nomor 2, p. 94-105. Yogyakarta:
Yogyakarta dalam Lakon Lampor Fakultas Seni Pertunjukan ISI
Kajian Bentuk dan Fungsi Pertunjukan” Yogyakarta.
Skripsi untuk memenuhi persyaratan S-
1 pada Program Studi Jurusan Teater
Fakultas Seni Pertunjukan ISI
Yogyakarta.

Nugroho, Susilo. 2019. “Walidrama”


(Naskah Lakon).Yogyakarta: t.p.

________. 2019. “Panguwasa Samodra”


(Naskah Lakon). Yogyakarta: t.p.

________. 2018. “Baron Sakendher”


(Naskah Lakon). Yogyakarta: t.p.

Rahmanadji, Didik. 2007. “Sejarah, Teori,


Jenis, dan Fungsi Humor” dalam
Bahasa dan Seni jurnal Fakultas Sastra
tahun 35 no 2, p.215-221. Jakarta: UM.

Setyawan, Bagus Wahyu dan Kundharu


Saddono. 2019. “Akulturasi Budaya
Islam-Jawa dalam Pementasan
Kesenian Ketoprak” dalam Dance &
Theater Review jurnal tari, teater, dan
wayang volume 2 nomor 1, p. 25-34.
Yogyakarta: Fakultas Seni Pertunjukan
ISI Yogyakarta.

Satoto, Sudiro. 2012. Analisis Drama &


Teater. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Soemanto, Subakdi. 1997. ”Ketoprak Masa


Kini: Kung-fu dan Gerrr?”, dalam
Lephen Purwaraharja dan Bondan
Nusantara, ed. Ketoprak Orde Baru.

Anda mungkin juga menyukai