Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH GIZI KULINER

KERACUNAN MAKANAN OLEH BAKTERI,BIOLOGIS DAN KIMIAWI

DOSEN PENGAMPU : SOFYA MAYA,S.Gz.,M.Si.

DISUSUN OLEH :

THALIA SALSABILLA ( 12280323426 )

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2023

KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Keracunan makanan oleh
bakteri,biologis dan kimiawi”.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Gizi Kuliner yang diampuh oleh Ibu Sofya Maya,S.Gz.,M.Si. .Selain itu,makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang keracunan makanan oleh bakteri,biologis dan
kimiawi bagi para pembaca dan juga penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh
karerna itu penulis menerima kritik dan juga saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 14 oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2

DAFTAR ISI...................................................................................................................................3

BAB I...............................................................................................................................................4

PENDAHULUAN...........................................................................................................................4

A. Latar Belakang........................................................................................................................4

B. Rumusan Masalah...................................................................................................................5

C. Tujuan Penelitian.....................................................................................................................5

BAB II.............................................................................................................................................6

PEMBAHASAN..............................................................................................................................6

A. Definisi Gizi dan Kesehatan....................................................................................................6

B. Fungsi Gizi dalam kesehatan...................................................................................................6

C. Ruang Lingkup Kesehatan......................................................................................................8

D. Pengertian kineja.....................................................................................................................9

E. Peningkatan Kineja................................................................................................................10

BAB III..........................................................................................................................................12

PENUTUP.....................................................................................................................................12

A. Kesimpulan...........................................................................................................................12

B. Saran......................................................................................................................................13

DAFTAR PUSTKA.......................................................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Racun adalah bahan yang jika tertelan, terhirup, teresap ke dalam kulit (misalnya, dari
tanaman), atau tersuntikan (misalnya, dari sengatan serangga), bisa menyebabkan penyakit,
kerusakan, dan kadang-kadang kematian (Jones & Bartlett, 2007). Racun adalah suatu zat
yang memiliki kemampuan untuk merusak sel dan sebagian fungsi tubuh secara tidak normal
(Arisman, 2009). Keracunan makanan adalah keadaan darurat yang diakibatkan masuknya
suatu zat atau makanan ke dalam tubuh melalui mulut yang mengakibatkan bahaya bagi
tubuh (Junaidi, 2011). Keracunan makanan menurut Pusat Krisis Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia (2016) adalah suatu gangguan yang disebabkan karena
mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi. Terkontaminasinya makanan tersebut dapat
disebabkan oleh bakteri, bahan kimia, jamur tertentu, dan virus.

Keracunan makanan dapat disebabkan oleh pencemaran bahan-bahan kimia beracun,


kontaminasi zat-zat kimia, mikroba, bakteri, virus jamur yang masuk kedalam tubuh manusia
(Suarjana, 2013). Kejadian keracunan makanan seringkali disebabkan karena mengkonsumsi
makanan yang tidak sehat atau tidak layak konsumsi yang mengandung mikroorganisme
penyebab penyakit (Wulansari, Luh, & Januraheni, 2019). Pada umumnya keracunan
makanan ditandai dengan gejala pusing, mual, hingga muntah. Bahkan pada beberapa kasus
dapat menimbulkan kematian. Keracunan makanan dapat disebabkan oleh bakteri,biologis
dan kimiawi. Pada makalah ini akan dibahas mengenai keracunan makanan oleh
bakteri,biologis dan kimiawi.

1.2 Rumusan Masalah

 Apa jenis-jenis bakteri yang bisa menyebabkan keracunan?


 Apa saja pencemaran biologi biologis yang dapat menyebabkan keracunan?
 Apa saja bahan-bahan yang dapat menyebabkan keracunan pada makanan?
1.3 Tujuan Penelitian

 Untuk dapat mengetahui jenis-jenis bakteri yang dapat menyebabkan keracunan


makanan
 Untuk dapat mengetahui apa apa saja keracunan makanan yang disebabkan oleh
biologis
 Untuk dapat mengetahui apa apa saja keracunan makanan yang disebabkan oleh
kimiawi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi keracunan makanan

keracunan adalah keadaan darurat medis yang dapat menyebabkan kerusakan sel
dan fungsi tertentu tubuh akibat konsumsi zat atau makanan yang mengandung racun. Racun
ini berasal dari bahan beracun yang terbentuk saat makanan rusak dan bakteri tumbuh di
atasnya. Keracunan makanan menurut Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia (2016) adalah suatu gangguan yang disebabkan karena mengkonsumsi
makanan yang terkontaminasi. Terkontaminasinya makanan tersebut dapat disebabkan oleh
bakteri, bahan kimia, jamur tertentu, dan virus. Keracunan makanan adalah penyakit yang
dapat menular atau beracun, dan disebabkan oleh agen mediator yang masuk ke dalam tubuh
melalui konsumsi makanan (Morya et al., 2020). Keracunan makanan, juga dikenal sebagai
penyakit bawaan makanan, adalah penyakit yang disebabkan oleh konsumsi makanan atau air
tercemar yang mungkin mengandung berbagai mikroorganisme (bakteri, virus, protozoa, dll),
agen non-mikroba (sumber nabati atau hewani) , atau racun yang bersifat biokimia atau
kimiawi(Guptaa & Chaudharyb, 2022).Keracunan makanan adalah suatu bentuk keracunan
yang dapat terjadi setelah mengkonsumsi makanan atau air yang mengandung bakteri,
parasit, virus, atau jamur yang telah terkontaminasi oleh racun. Mikroorganisme ini dapat
menyebabkan gejala pada sistem saraf seperti kesemutan, serta kelumpuhan pada otot
pernapasan dan pencernaan, yang dapat bermanifestasi sebagai mual, muntah, dan bahkan
diare (Wahana, 2020).

2.1 Keracunan makanan oleh bakteri


Keracunan akibat bakteri (Bacterial Food Poisoning) (Syifa, 2019) Terjadi setelah
menyantap makanan yang terkontaminasi oleh bakteri hidup atau oleh toksin yang
dihasilkannya. Jenis jenis bakteri yang dapat menyebabkan keracunan yaitu:
A. salmonella
Salmonella merupakan bakteri yang ditularkan kepada manusia melalui ternak yang
terkontaminasi, seperti daging, susu, telur atau feses tikus, yang menyebabkan
salmonellosis spada manusia. Salmonellosis ditandai dengan sakit kepala secara
mendadak, sakit perut, diare, mual, dan muntah disertai demam. Jika terjadi dalam
waktu cukup lama, akan menyebabkan dehidrasi yang berbahaya (P. Hariyadi dan
Ratih, 2009:13) Mikroorganisme berkembang biak didalam usus dan menimbulkan
gejala penyakit gastroenteritis akut berupa mual muntak, diare, sakit kepala, nyeri,
abdominal dan demam.

B. Botulisme
Penyakit gastroenteritis akut yang disebabkan oleh ektoksin yang dihasilkan oleh
clostridium botulinum. Bakteri ini bersifat anaerobic, banyak ditemukan di
tanah, debu, dalam saluran usus binatang dan akan berbentuk spora dalam makanan
kaleng. Masa inkubasi cepat sekitar 12-36 jam, gejala penyakit ini berbeda dengan
yang lain karena eksontoksin bekerja pada system saraf parasimpatis gejala
gastrointestinal ringan. Demam biasa, tidak ada penurunan kesadaran namun fatal.
Kematian terjadi dalam waktu 4-8 hari disebabkan kegagalan pernafasan atau jantung.

C. Campylobacter
Campylobacter merupakan bakteri Gram negatif yang hidup di dalam saluran
pencernaan hewan berdarah panas. Bakteri ini ditemukan pada produk daging dan
susu yang tidak dimasak dengan baik dan air yang terkontaminasi sebelumnya.
Dibutuhkan 2-5 hari untuk bakteri ini menimbulkan keluhan berupa diare disertai
mual, muntah dan nyeri kepala. Campylobacter dianggap sebagai bakteri penyebab
keracunan makanan yang paling umum di dunia. Campylobacter menyebabkan infeksi
akut pada saluran pencernaan sehingga menyebabkan diare, mual, muntah nyeri perut
dan demam.

D. Listeria monocytogenes
Listeria monocytogenes adalah bakteri penyebab penyakit melalui makanan yang
dikenal dengan listeriosis. Penyakit ini sangat jarang terjadi namun dapat berakibat
sangat fatal karena tingkat kematiannya yang tinggi.
Gejala yang ditimbulkan yaitu infeksi yang meluas ke dalam saluran darah (sepsis).
Kelompok yang rentan infeksi ini adalah orang berusia lanjut dan ibu hamil karena
dapat menyebabkan infeksi kehamilan dan beresiko infeksi sepsis pada bayi. Bakteri
ini dapat bertahan hidup di suhu lemari pendingin. Media penularan bakteri ini adalah
makanan yang dikonsumsi mentah, baik tumbuhan maupun produk hasil peternakan
dan susu yang tidak dipasteurisasi (Schuppler & Loessner, 2010; Chlebicz &
Śliżewska, 2018).

E. Clostridium botulinum
Clostridium botulinum Merupakan bakteri Gram positif berbentuk batang yang
membentuk spora dan mampu menghasilkan neurotoksin. Bakteri ini menyebabkan
penyakit botulisme. Penularan penyakit melalui makanan yang mengandung toksin
botulinum yang diproduksi oleh spora bakteri Clostridium botulinum. Keracunan
dapat terjadi karena memakan toksin botulinum yang terdapat pada makanan dengan
pengawetan yang kurang sempurna, misalnya pada proses pengalengan makanan,
fermentasi, pengawetan dengan garam, pengawetan dengan asap, minyak atau asam
(Doyle & Glass, 2013; World Health
Organization, 2019).

F. Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang berbentuk bulat dan
berkelompok seperti anggur jika diamati secara mikroskopik. Beberapa strain bakteri
ini mampu menghasilkan enterotoksin yang tahan panas dan menyebabkan keracunan
makanan. Keracunan makanan karena bakteri ini disebut sebagai Staphylococcal.
Racun yang dihasilkan
oleh bakteri ini dapat bertahan pada suhu dingin dan tidak rusak di suhu panas.
Makanan yang terkontaminasi biasanya berasal dari telur, susu dan daging olahan.
Keracunan makanan karena bakteri ini harus dilakukan penanganan medis
dengan segera (Kadariya et al., 2014; Sergelidis & Angelidis, 2017).

G. cereus
adalah bakteri Gram positif yang membentuk spora dan tersebar di lingkungan
tanah, perairan, tumbuhan, hewan, serta mampu bertahan pada kondisi stres misalnya
pemanasan, dehidrasi, radiasi (Kumari & Sarkar, 2016; Ramarao et al., 2020). Bakteri
ini diketahui dapat tumbuh dalam pangan yang telah diolah panas dan dilanjutkan
dengan proses pendinginan yang lambat. Hal ini memberikan peluang spora bakteri
yang tahan panas bergerminasi menjadi sel vegetatif dan memproduksi toksin emetik
ataupun enterotoksin (Houška et al., 2007). B. cereus dapat mengontaminasi pangan
mentah, misalnya ikan (Doménech-Sánchez et al., 2011) dan pangan yang
mengandung pati, misalnya nasi (Martinelli et al., 2013). B. cereus juga dapat tumbuh
di pangan yang berasam rendah, karena spora bakteri ini tahan terhadap asam
(Ceuppens et al., 2012).

H. Escherichia coli
Escherichia coli strain mampu menghasilkan racun.
Infeksi beberapa strain Escherichia coli menyebabkan
diare dan bahkan kematian serta mampu hidup pada
tempat yang miskin nutrisi. Masa inkubasi adalah 3 –9
hari setelah mengkonsumsi makanan, yaitu sakit perut,
diare, muntah, demam. Bakteri ini biasanya menginfeksi
daging sapi dan daging ayam

I. Listeriamonocytogenes
Listeria monocytogenes adalah bakteri gram positif
yang hidup di tanah dan air.Listeriosis jarang terjadi pada
manusia sehat, tetapi berbahaya bagi orang yang
63
terinfeksi HIV, orang yg sedang kemoterapi, orang tua,
wanita hamil dan anak-anak.Gejala meliputi sakit perut,
demam dan muntah.Bakteri ini mengkontaminasi susu
dan makanan berbasis susu

2.2 Keracunan makanan biologis

Keracunan makanan secara biologis yaitu keracunan makanan secara biologik karena
memakan tumbuhan yang mengandung substansi yang terdapat secara alami dan bersifat
membahayakan, dapat meningkatkan resiko terjadinya keracunan

A. Keracunan Singkong
Singkong atau ubi kayu adalah jenis bahan makanan alternative selain beras dan
terigu, tetapi tidak semua jenis singkong dapat dikonsumsi langsung. Ada jenis
singkong yang diajdikan bahan tepung sagu mengandung asam sianida yang beracun
sehingga peril diproses lebih dulu dan dapat dimakan setelah menjadi tepung sagu.
Pada beberapa jenis singkong tertentu dapat menimbulkan keracunan, karena
singkong mengandung senyawa yang berpotensi racun, yaitu linamarin dan
lotaustralin, Linamarin merupakan suatu senyawa yang ketika dikonsumsi lalu terurai
di dalam tubuh akan diubah menjadi hidrogen sianida. Menurut ilmu kimia terapan,
Linamarin dengan cepat dihidrolisis menjadi glukosa dan aseton sianohidrin
sedangkan lotaustralin dihidrolisis menjadi sianohidrin dan glukosa. Di bawah kondisi
netral, aseton sianohidrin didekomposisi menjadi aseton dan hidrogen sianida (Taufiq,
2021). Hidrogen sianida (HCN) atau asam sianida. Inilah yang merupakan penyebab
mengapa dalam kondisi tertentu, mengonsumsi singkong bisa menyebabkan
keracunan Gejala yang timbul berupa mual, muntah, pernadasan cepat, dan kesadaran
menurun sampai koma. Untuk mencegah terjadinya keracunan dapat dilakukan
dengan cara : mengenali jenis singkong yang akan dikonsumsi; jika mendapat jenis
singkong yang pahit sebaiknya kupas,cuci bersih, kemudian rendam minimal
semalaman; dan jika terdapat bercak biru pada singkong sebaiknya tidak dikonsumsi
karena mengandung racun tinggi walaupun sudah dicuci dan dimasak.

B. Keracunan JengkoL

Salah satu jenis sayur lalapan yang mengandung asang jengkolat. Senyawa yang
terkandung dalam jengkol yang dapat menyebabkan keracunan jengkol atau
djengkolism adalah asam jengkolat atau jengkolic acid. Asam jengkolat merupakan
senyawa sejenis asam amino non-protein yang mengandung unsur sulfur. Dalam
suasana asam, asam jengkolat dapat mengkristal dan sukar larut dalam air sehingga
bersifat nefrotoksik. Kadar nitrogen yang ada dalam jengkol juga dapat menyebabkan
azotemia pada kadar yang tinggi sehingga menimpulkan nyeri spasme, obstruksi
saluran urinari hingga gagal ginjal akut (Bunawan et al., 2013).Apabila dikonsumsi
berlebihan akan terjadi penumpukan dan pembentukan Kristal asam jengkolat di
ginjal sehingga menimbulkan gejala rasa mual, muntah, nyeri perut hilang timbul,
sangat mirip dengan kolik ureter, merasa sakit bila buang air kecil, kencing berbau
jengkol dan dapat terjadi uremia dan kematian

C. Keracunan Jamur Beracun


Di Indonesia terdapat sayuran jamur yang terkenal, seperti jamur merang, jamur
sampinyo dan lain-lain. Ada jamur yang mengandung racun amanitin dan ada juga
yang mengandung meskarin. Racun tersebut bekerja sangat cepat dan menyebabkan
rasa mual, muntah, sakit perut, mengeluarkan banyak ludah dan keringat, miosis,
diplopia,bradikardi sampai konvulsi. Amanitin dapat menyebabkan disfungsi
hepatoseluler dan ginjal Attopa belladonna. Berisi alkaloid dari belladonna.
Gejala mirip dengan keracunan atropine berupa mulut dan kulit kering, pandangan
mata kabur, dilatasi pupil, takikardi dan halusinasi

D. Keracunan kentang hijau


Solanum tuberosum L. atau yang dikenal dengan kentang merupakan satu dari lima
makanan pokok dunia sebagai sumber karbohidrat. Kelima makanan pokok tersebut
adalah beras, gandum, kentang, sorgum, dan jagung. Kentang merupakan bahan
komoditas pangan yang penting di Indonesia dan dibutuhkan sepanjang tahun.Salah
satu kendala dalam usaha produksi kentang adalah adanya penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh jamur, bakteri, dan virus. Jamur atau cendawan merupakan
organismetidak berklorofil yang hidupnya tergantung pada organisme lain, baik
organisme hidup ataupun mati. Jenis jamur parasit yang sering menginfeksi tanaman
kentang yaitu: Phytophtora infestans, Alternaria solani, dan Fusarium sp.
(Purwantisari dkk, 2008). Selain racun yang dihasilkan oleh jamur, terdapat senyawa
bersifat racun yang terkandung dalam kentang yaitu solanin. Senyawa ini dapat
tumbuh secara alami pada bagian tumbuhan manapun termasuk daun, buah dan umbi.
Kentang yang mengandung zat ini diindikasikan berwarna hijau. Gejala keracunan
biasanya muncul 8 –12 jam setelah menyantap kentang yang bernoda hijau, berupa
rasa terbakar di mulut, sakit perut, mual, muntah, diare, sulit bernafas, gangguan detak
jantung dan sakit kepala

2.3 Keracunan makanan kimiawi

Keracunan makanan disebabkan secara kimiawi, yaitu terdapatnya bahan kimia


beracun dalam suatu makanan. Makanan yang dikonsumsi bisa tercemar oleh racun
kimiawi dalam proses pembuatan/produksi. Bahan-bahan kimia yang dapat
menimbulkan keracunan makanan antara lain berupa pestisida,zat pewarna makanan,
logam berat, dan bahan pengawet atau zat kimia yang beracun yang ada pada
makanan tanpa disengaja atau tidak diketahui..

A. Pestisida

Pestisida merupakan kelompok zat kimia yang sangat heterogen yang dirancang
untuk menghancurkan tanaman yang tidak diinginkan, serangga, dan hewan pengerat,
termasuk pembunuh gulma, fungisida, insektisida, acaricides, nematicides, dan
rodentisida. Keracunan pestisida terjadi akibat penggunaan dengan dosis yang tidak
tepat dan dilakukan secara terus menerus. Efek utama keracunan pestisida adalah
gangguan sistem saraf seperti sakit kepala, pusing, paresthesia, tremor, diskoordinasi,
kejang; serta menghambat enzim asetylcholinesterase yang menggangguorgan gerak.
Dampak jangka panjang pestisida antara lain anemia, anoreksia, berkurangnya berat
badan dan gangguan fungsi hati (Agustina & Norfai, 2018; Arwin & Suyud, 2016;
Azmi, Naqvi, Azmi & Aslam, 2006; Britt & Budinky A, 2000; Fauziyyah, Suhartono,
& Astorina, 2017; Kartini et al., 2019; Nassar, Salim, & Malhat, 2016; Neghab,
Jalilian, Taheri, Tatar, & Haji Zadeh, 2018; Okvitasari, Anwar, & Suparmin, 2016;
Patil, Patil, & Govindwar, 2003; Prasetyaningsih, Arisandi, & Retnosetiawati, 2017;
Sihana, Dawson, & Buckley, 2019).

Dosis pestisida adalah jumlah pestisida yang digunakan pada saat penyemprotan
tanaman hortikultura. Hasil penelitian mendapatkan sebanyak 67,8% petani
menggunakan dosis yang berlebihan Besarnya risiko mengalami keracunan akibat
penggunaan dosis yang berlebihan sebesar 4,39 kali. Selain menyebabkan keracunan,
penggunaan pestisida dengan dosis besar dan secara terus-menerus dapat
menimbulkan beberapa kerugian, antara lain terakumulasinya residu pestisida pada
produk pertanian, pencemaran lingkungan pertanian, penurunan produktivitas, dan
keracunan pada hewan non target (Agustina & Norfai, 2018; Fauziyyah et al., 2017;
Istianah. & Yuniastuti, 2017; Kurniasih et al., 2013; Okvitasari et al., 2016; Rustia et
al., 2010).

B. Zat pewarna makanan


Rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai
pewarna tekstil, tetapi tidak boleh digunakan di dalam produk pangan karena diduga
dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan, kulit, mata, saluran pencernaan,
keracunan dan gangguan hati, serta dalam jangka panjang kanker
dan tumor (Winarno dan Rahayu 2004). rhodamin B masih digunakan dalam berbagai
produk olahan pangan (Cahyadi W., 2008). Pewarna Rhodamin B banyak digunakan
pada produk makanan dan minuman industry rumah tangga, antara lain kerupuk,
makanan ringan, pefinen, sirup, minuman kemasan, es doger, dan manisan.
Makanan yang diberi zat pewarna itu biasanya berwarna merah lebih terang.
Rhodamin B bersifat karsinogenik sehingga dalam penggunaan jangka panjang dapat
menyebabkan kanker .Ciri-ciri makanan yang diberi Rhodamin B adalah warna
makanan yang terang mencolok. Biasanya makanan yang diberi pewarna untuk
makanan warnanya tidak begitu merah terang mencolok. Bahaya utama terhadap
kesehatan yaitu pemakaian waktu lama (kronis) dapat menyebabkan radang kulit
alergi, dan gangguan fungsi hati/kanker hati.

C. Logam berat

Penyakit yang disebabkan oleh makanan (food borne disease) dapat berasal dari
berbagai sumber yaitu organisme patogen, dari bahan kimia seperti racun alami,
logam berat, pestisida, dan bahan tambahan pangan lainnya. Dari berbagai kelompok
bahan kimia tersebut, logam berat merupakan yang paling berbahaya dikarenakan bisa
bersifat akumulatif dan karsinogenik dalam tubuh. Cemaran logam berat terhadap
makanan merupakan salah satu jenis cemaran yang banyak terdapat di lingkungan.
Sumber cemaran logam dapat berasal dari limbah industri, pertambangan, pertanian
dan limbah rumah tangga. Namun kontribusi limbah industri lebih besar mencemari
lingkungan dengan logam berat karena logam berat sering digunakan sebagi bahan
baku, bahan tambahan maupun sebagai katalisator. Menurut Darmono (2008) ada
beberapa jenis logam berat yang berbahaya bagi manusia antara lain arsen (As),
timbal (Pb), cadmium (Cd), dan merkuri (Hg).

1. Arsen
Arsen merupakan salah satu bentuk logam berat yang terbagi dalam dua
bentuk yaitu bentuk tereduksi yang terjadi dalam kondisi anaerobik yang
disebut arsenit dan bentuk teroksidasi terjadi pada kondisi aerobic yang
disebut arsenat (Jones, 2000). Seseorang yang mengalami keracunan arsen
menunujukkan tanda-tanda radang lambung dan usus yang parah, dimulai
dengan rasa terbakar di tenggorokan, sulit menelan dan sakit perut yang sangat
gejala ini diikuti rasa mual, muntah,hingga diare akut yang menyebabkan feses
bercampur dengan air dan lendir (Nurhayati,2009).

2. Timbal

Timbal merupakan zat xenobiotik yang asing bagi tubuh yang dapat
menyebabkan berbagai masalah kesehatan (Wallach MD, 2007). Logam berat
timbal dapat mempengaruhi fungsi dari sistem hematopoetik, neurologis,
endokrin, ginjal, gastrointestinal, hematologi, dan reproduksi. Pada anak-anak,
timbal menurunkan tingkat kecerdasan, pertumbuhan dan pendengaran,
menyebabkan anemia dan dapat menimbulkan gangguan pemusatan perhatian
dan gangguan tingkah laku. Pada kasus paparan yang tinggi dapat
menyebabkan kerusakan otak yang parah atau kematian. Anak kecil sangat
rentan terhadap keracunan timbal. Sistem syaraf pusat mereka masih dalam
taraf berkembang menyebabkan penyerapan timbal dari lingkungannya
dibanding orang dewasa (Centers for Disease Control and Prevention,
2005). Bahan makanan yang mengandung timbal adalah terasi. Sampel terasi
yang positif mengandung timbal dapat berasal dari bahan baku terasi yaitu
ikan laut yang mana pada air laut tersebut mengandung timbal.

3. Cadmium
Kondisi meningkatnya logam berat Cd, dan Cu pada badan perairan
seperti pada danau terutama awal musim penghujan perlu diwaspadai
karena menurut Riani,et al (2017) logam berat yang masuk ke dalam badan
air dapat tersebar dan mengalami akumulasi pada lumpur yang ada di
dasar perairan, selanjutnya akan terakumulasi melalui rantai makanan
dalam tubuh berbagai organisme perairan seperti ikan dan juga siput. Sifat
persisten dari logam berat Cu dan Cd akan dapat membahayakan tubuh
organisme. Manusia yang memakan ikan yang terpapar logam berat seperti
tembaga (Cu) dan cadmium (Cd), dapat mengalami akumulasi logam
tersebut, dan berikutnya dapat menimbulkan keracunan.(Amriani, et al,
2011; Khairuddin, et al, 2016).
Bila suhu air naik, maka akan menimbulkan akumulasi logam berat
tersebut dalam jaringan ikan dan siput. Naiknya suhu perairan condong
untuk meningkatkan laju toksisitas dan akumulasi logam berat, termasuk
logam berat tembaga dan cadmium. Soraya (2006), mengatakan bahwa
pada suhu 30o C, ikan akan menumpuk logam berat dalam jaringannya
lebih banyak jumlahnya seperti logam Cu dan Cd. Hal demikian terjadi
karena naiknya laju metabolisme dari makhluk hidup yang hidup dalam air
(Sitorus, 2011)

Sumber pencemaran logam berat seperti Cd pada tanaman bisa berasal dari
pupuk, pestisida, air irigasi, atau bahkan dari udara sekitar (Agustina,
2010). Masih banyak pemakaian pupuk organik (sitetis) yang mengandung
logam berat cadmium (Cd), walau jumlahnya tidak banyak, jika tanah
secara rutin diberi pupuk yang mengandung Cd, dapat menyebabkan
logam berat Cd akan terakumulasi dan diserap oleh sayuran yang tumbuh
dilahan pertanian setempat. Sejalan dengan hal tersebut kadmium dalam
ekosistem air dapat terakumulasi dalam berbagai organisme seperti siput,
ikan, dan udang. Kepekaan terhadap kadmium dapat sangat bervariasi
antara organisme air. Organisme yang hidup di air asin diketahui lebih
resisten terhadap keracunan kadmium dari pada organisme yang hidup di
air tawar.Beberapa penelitian menunjukan bahwa dalam badan air dan
sedimen ditemukan cadmium (Cd). Kandungan (Cd) yang ditemukan di
sungai Cisadane adalah < 0,001 ppm. Kadar logam berat di sedimen
beberapa lokasi yang belum tercemar pernah dilaporkan mempunyai
kandungan Cd dengan kisaran antara 0,020-0,070 ppm (Rochyatun, et al.
2006). Daya racun yang dimiliki oleh cadmium (Cd) juga mempengaruhi
tulang, ginjal, paru-paru, dan organ-organ dari sistem reproduksi. Pada
konsentrasi tertentu kadmium (Cd) dapat membunuh sel-sel sperma pada
laki-laki. Paparan uap logam kadmium (Cd) dapat mengakibatkan
impotensi bagi para pria (Widowati, et al, 2008).
Logam Cadmium (Cd) dapat membahayakan tubuh manusia karena dapat
terakumulasi dalam tubuh yang masuk melalui makanan maupun minuman
yang terkontaminasi. Kasus keracunan oleh logam cadmium pernah
dilaporkan terjadi di Jepang, yaitu yang menimbulkan penyakit lumbago,
kemudianberlanjut ke arah kerusakan tulang dengan dampak melunak dan
retaknya tulang (O’Neill, 1994). Organ target dari keracunan Cd adalah
ginjal dan hati, dengan kadar 200 μg Cd/gram (berat basah) dalam cortex
ginjal bisa berakibat kematian karena kegagalan ginjal. Kasus akumulasi
logam Cd dalam tubuh mengalami peningkatan yaitu pada kisaran umur 20
– 30 tahun (Yoga, et al, 2016).Kadmium yang diabsorbsi oleh tubuh
manusia masuk bersama makanan, dapat masuk sampai ginjal, walaupun
ada sebagian kecil yang dikeluarkan melalui feces dan air kemih. Unsur
cadmium (Cd) yang ada dalam ginjal dapat terakumulasi dengan protein
yang ada didalam ginjal dapat mengganggu aktivitas kerja enzim. Jika
memakan makanan yang mengandung cadmium (Cd) dalam waktu yang
lama, maka akan berkibat terjadinya keracunan kronis.

Keracunan pada nefron ginjal yang dikenal dengan nefrotoksisitas


merupakan gejala yang terjadi setelah selang waktu beberapa lama. Selain
itu dampak yang muncul akibat keracunan Cadmium (Cd) kronis adalah
gangguan kardiovaskuler yaitu kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan
penurunan tekanan darah maupun tekanan darah yang meningkat
(hipertensi). Penumpukan Cd dalam tubuh terutama terjadi pada organ
pada hati dan ginjal. Efek keracunan akut adalah gangguan pada saluran
pencernaan. Sedangkan efek kronik, adalah gangguan fungsi ginjal
sesudah paparan kadmium dalam jangka waktu yang panjang (Widowati,
et al, 2008).

4. Merkuri
Merkuri adalah logam berat yang ada secara alami. Merkuri yang
terdapat di udaradari deposit mineral dan dari area industri. Sedangkan
yang terdapat di air dan tanah berasal dari deposit alam, buangan limbah,
dan aktivitas vulkanik (Titis, 2012). Pada manusia paparan merkuri dapat
menyebabkan keracunan
akut dan keracunan kronis. Toksisitas akut dari merkuri anorganik meliputi
gejala muntah, kehilangan kesadaran, sakit abdominal, diare disertai darah
dalam feses, albuminuria, anuria, uraemia, ulserasi, dan stomatitis (Lubis,
2002). makanan yang mengandung merkuri yaitu banyak terdapat pada
kerrang seperti kerang pola, kerang manis, kerrang ciput, kerang keong,
kerang tudung dan kerang
bapaco mengandung merkuri. Kerang merupakan golongan invertebrata,
hewan tak bertulang belakang memiliki cangkang yang keras dan
dikonsumsi di seluruh dunia. Habitat kerang yang berada di daerah pesisir
pantai dan saat kondisi pasang surut memungkinan daya akumulasinya
lebih tinggi. Selain itu, biota ini merupakan hewan tak bertulang belakang
sehingga lebih rentan menyerap logam berat seperti merkuri. Biota akuatik
ini sangat potensial terkontaminasi
logam berat mengingat asupannya yang feeder filter. Selain itu, sifat
kerang ini lebih banyak menetap (sessile) dan bukan termaksud migratory
sehingga menyebabkan mudahnya logam berat terkontaminasi di dalam
tubuh
kerang. Masuknya kontaminasi dalam tubuh biota ini dapat melalui jalur
air dan jalur pakan sehingga memungkinkan kontaminasi tersebut
terakumulasi dan mengalami biomagnifikasi dalam tiap rantai makanan
(Fernanda, 2012).

D. Bahan pengawet menyebabkan keracunan makanan


Salah satu bahan pengawet yang sering digunakan dalam makanan adalah
asam benzoat ( COOH). Pengawet ini sangat cocok digunakan untuk bahan
makanan.Bahan ini bekerja sangat efektif pada pH 2,5-4,0 untuk mencegah
pertumbuhan bakteri. bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang
merupakan bahan asing yang masuk
bersama bahan pangan yang dikonsumsi. Apabila pemakaian jenis pengawet dan
dosisnya tidak diatur maka menimbulkan kerugian bagi pemakai, misalnya,
keracunan atau terakumulasinya pengawet dalam organ tubuh Karena kadar
garamnya lebih besar, maka biasa Standar mengkonsumsi pengawet benzoat
menurut BPOM No.36 Tahun 2013 adalah 0-5 mg/kg berat badan, jika melebihi
dari ketentuan yang telah ditetapkan maka akan menimbulkan efek negatif bagi
organ tubuh salah satunya adalah pada ginjal, penggunaan pengawet benzoat ini
dalam jangka panjang dapat merusak sel darah, maka apabila tekanan darah
menurun maka fitrasi / penyaringan menurun sehingga proses pengeluaran urin
menjadi sedikit, jika dibiarkan maka racun yang tidak dapat dikeluarkan melalui
urin dapat bertumpuk pada ginjal dan menyebabkan gangguan pada ginjal.

1.4 Gejala dari keracunan makanan


Keracunan makanan dapat menimbulkan gejala dengan
derajat keparahan yang beragam, mulai dari gejala yang
ringan hingga gejala berat memerlukan rawat inap.
Kebanyakan kasus keracunan makanan ditandai dengan
muntah atau diare (didefinisikan sebagai lebih dari tiga kali
buang air besar lunak tau cair dalam waktu 24 jam), yang
dapat disertai darah. Pasien dapat hanya menunjukkan satu
gejala. Namun keluhan lainnya dapat muncul seperti demam,
kram pada perut, nyeri kepala, dehidrasi, nyeri otot, dan nyeri
pada sendi (Syifa, 2019). Tidak ada gejala yang spesifik
untuk keracunan makanan sehingga diagnosisnya
60
memerlukan gabungan dari keluhan pasien, ciri
epidemiologis seperti umur, tempat tinggal, informasi
mengenai makanan yang dikonsumsi, dan temuan dari
pemeriksaan fisik. Kumpulan gejala dan rentang waktu
antara konsumsi makanan dan timbulnya gejala membantu
mengarahkan penyebab keracunan ke pathogen atau toksin
tertentu (Switaj et al., 2015).

1.5 cara menangani keracunan maka


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1) Keracunan makanan oleh bakteri Keracunan akibat bakteri (Bacterial Food
Poisoning) (Syifa, 2019) Terjadi setelah menyantap makanan yang terkontaminasi
oleh bakteri hidup atau oleh toksin yang dihasilkannya.Jenis-jenis bakteri yang
dapat menyebabkan keracunan makanan yaitu salmonella, Botulisme,
Campylobacter, Listeria monocytogenes,Clostridium botulinum,cereus,
Escherichia coli, Listeriamonocytogenes
2) Keracunan makanan secara biologis yaitu keracunan makanan secara biologik
karena memakan tumbuhan yang mengandung substansi yang terdapat secara
alami dan bersifat membahayakan, dapat meningkatkan resiko terjadinya
keracunan. Contohnya seperti pada singkong,jengkol,dan kentang hijaua
3) Keracunan makanan disebabkan secara kimiawi, yaitu terdapatnya bahan kimia
beracun dalam suatu makanan. Makanan yang dikonsumsi bisa tercemar oleh
racun kimiawi dalam proses pembuatan/produksi. Bahan-bahan kimia yang dapat
menimbulkan keracunan makanan antara lain berupa pestisida,zat pewarna
makanan, logam berat, dan bahan pengawet

3.2 Saran

Pembaca diharapkan lebih banyak membaca dan memahami terkait keracunan


makanan,karena banyak sekali penyebab yang dapat menyebabkan keracunan makanan
terjadi. Penulis beharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca,oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca agar makalah ini dapat disusun menjadi
lebih baik lagi dimasa yang akan datang.

DAFTAR PUSTKA
Aerita, A. N. (2014). Hubungan higiene pedagang dan sanitasi dengan kontaminasi
Salmonella pada daging ayam potong. Unnes Journal of Public Health, 3(4).

Dewi, E. R. (2022). Analisis cemaran logam berat arsen, timbal, dan merkuri pada makanan
di wilayah kota surabaya dan kabupaten Sidoarjo Jawa Timur. Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat, 18(1), 1-9.

Hilda, N. (2015). Pengaruh pengawet benzoat terhadap kerusakan ginjal. Jurnal Keluarga
Sehat Sejahtera, 13(2).

Khairuddin, K., Yamin, M., & Kusmiyati, K. (2022). Analysis of Cd and Cu Heavy Metal
Content in Climbing perch (Anabas testudineus) Derived from Rawa Taliwang Lake,
West Sumbawa Regency. Jurnal Biologi Tropis, 22(1), 186-193

Muna, F., & Khariri, K. (2020, August). Bakteri patogen penyebab foodborne disease. In
Prosiding Seminar Nasional Biologi (Vol. 6, No. 1, pp. 74-79).

Nursaidha, I., & Mulyatiningsih, E. (2021). Inovasi pengolahan produk pangsit singkong
berisi sambal krecek daging cincang. Prosiding Pendidikan Teknik Boga Busana,
16(1).

Rahayu, S., Nadifah, F., & Prasetyaningsih, Y. (2015). Jamur Kontaminan Pada Umbi
Kentang. Biogenesis: Jurnal Ilmiah Biologi, 3(1), 28-32.

Rhomadhoni, M. N., Firdausi, N. J., & Herdiani, N. (2018). Tren kejadian keracunan
makanan diberbagai wilayah di Indonesia tahun 2014 dan tahun 2015. Medical
Technology and Public Health Journal, 2(1), 51-65.

Rorong, J. A., & Wilar, W. F. (2020). Keracunan makanan oleh mikroba. Techno Science
Journal, 2(2), 47-60.

Suryani Desri.2021. BUKU AJAR ILMU KESEHATAN MASYARAKAT BAGI MAHASISWA


GIZI. Poltekkes Kemenkes Bengkulu:Bengkulu

Tjiptaningdyah, R., Sucahyo, M. B. S., & Faradiba, S. (2017). Analisis zat pewarna
Rhodamin B pada jajanan yang dipasarkan di lingkungan sekolah.
AGRIEKSTENSIA: Jurnal Penelitian Terapan Bidang Pertanian, 16(2), 303-309.

Anda mungkin juga menyukai