Anda di halaman 1dari 13

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER

“LAPORAN HASIL WAWANCARA DENGAN PSIKOLOG”

Disusun Oleh:

Waode Syaifatul Rohmadhani 111911133040

Agama Islam II (Kode Etik)

Kelas A-1

Fakultas Psikologi

Universitas Airlangga

Surabaya

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Kode Etik Psikologi

Sebagai psikolog atau ilmuwan psikolog perlu untuk mengutamakan nilai-nilai


mengenai kemanusiaan dalam menjalankan tugasnya serta memelihara hak-hak asasi
dengan memanusiakan manusia. Oleh sebab itu, terdapat sebuah kode etik yang
merangkum hal itu dan dibuat sebagai pedoman oleh setiap profesi yang berurusan
dengan masyarakat yang satu dengan yang lain. Psikolog atau ilmuwan psikologi
perlu berpedoman pada kode etik psikologi sebagai upaya penyalahgunaan dari pihak
lain di luar psikolog.

Segala pengetahuan, kompetensi, keterampilan yang dimiliki oleh psikolog atau


ilmuwan psikologi sudah diatur dalam kode etik psikologi yang diterbitkan oleh
Himpsi atau Himpunan Psikologi Indonesia. Sehingga, penting bagi ilmuwan
psikologi menelaah secara detail agar memahami hal apa saja yang boleh dan tidak
dalam melakukan pelayanan atau mengedukasi masyarakat. Oleh sebab itu dengan
adanya tugas ini sedikit banyak memberikan gambaran mengenai penerapan kode etik
dalam dunia kerja psikolog dan ilmuwan psikologi.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Identitas Interviewee

Nama Rr. Ivonne Yanti Suryandai, S.Psi., M.Psi., Psikolog

Jenis Kelamin Perempuan


Usia 52 tahun
Pekerjaan • Owner di biro layanan psikologi Pelita Hati
• Psikolog di Pelita Hati Layanan Psikologi
dan Terapi Bermain untuk Anak
Berkebutuhan Khusus
Nomor SIPP 00339 – 15 – 1 -2

2.2 Pelaksanaan wawancara

Hari/Tanggal Senin, 27 Desember 2021


Waktu 10.00 WIB

2.3 Tema wawancara yang diangkat

2.3.1 Praktik/Kegiatan Layanan Psikologi (Konseling Psikologi)

Ibu Ivon merupakan seorang Psikolog Klinis di biro layanan


psikologi yang ia dirikan sendiri yakni Pelita Hati Layanan Psikologi dan
Terapi Bermain untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Beliau sudah menekuni
profesinya sebagai Psikolog dan membuka layanan praktik pada tahun 2015
hingga sekarang. Pelita Harapan sendiri merupakan layanan psikologi yang
menawarkan pelayanan untuk menangani persoalan psikologis seseorang
mulai dari anak, remaja, hingga dewasa dan/atau lansia. Sama seperti
layanan psikologi pada umumnya, di biro layanan tersebut juga melakukan
asesmen, diagnosis, dan treatment. Namun kadang kala, apabila dari klien
yang dihadapi memerlukan tenaga ahli seperti psikiater pada proses
diagnosis menuju intervensinya beliau akan memberikan surat rujukan
untuk klien yang bersangkutan.

Proses asesmen dan intervensi yang dilakukan oleh Bu Ivon adalah


pertama-tama klien akan mengisi sebuah intake form atau istilahnya buku
tamu hal tersebut diperlukan untuk mengetahui rekam medis serta
kelengkapan data klien, salah satunya menyebutkan keluhan-keluhannya
juga. Kemudian, klien juga diminta untuk mengisi informed consent hal ini
penting karena setiap klien memiliki nomor seri informed consent yang
berbeda-beda. Biasanya, klien yang paling sering ditangani oleh Bu Ivon
adalah anak-anak, namun Bu Ivon juga pernah melakukan konseling dengan
klien remaja dan dewasa.

2.3.2 Tantangan yang Dihadapi

Bu Ivon sendiri sudah berkecimpung dalam dunia konseling psikologi


kurang lebih 6 tahun lamanya, pastinya ada banyak tantangan yang dihadapi
oleh bu Ivon sebagai seorang psikolog yang menangani banyak klien mulai
dari klien anak-anak yang adiksi gadget, disleksia, ADHD, ABK. Dalam
wawancara yang saya lakukan dengan bu Ivon juga menjelaskan beberapa
kasus seperti ketika menangani anak yang mengalami disleksia, bu Ivon
sebagai Psikolog yang menangani melakukan intervensi dalam sudut
pandang yang banyak mulai dari faktor bawaan seperti ia juga memvalidasi
apa yang biasa dikonsumsi oleh ibunya ketika hamil, serta faktor eksternal
dan mengamati kebiasaan yang dilakukan oleh anak tersebut. Bu Ivone juga
aktif mengikuti pelatihan atau workshop untuk menambah skill.
Permasalahan berikutnya adalah kasus yang dirasa paling sulit yang
pernah ditangani oleh bu Ivon adalah kasus pelaku KDRT. Bu Ivon
menjelaskan bahwa kasus-kasus seperti KDRT dirasa sulit karena banyak
yang manipulatif sehingga bu Ivon sebagai Psikolog yang menangani perlu
menggunakan banyak tools untuk menggali data. Tools yang digunakan
seperti deep interview, statement analysis, observasi gestur tubuh, dan
menggunakan tes psikologi juga. Pernah ada kasus dimana bu Ivon merujuk
kliennya ke psikolog lain untuk melakukan intervensi dengan beberapa
psikolog, namun bu Ivon tetap mengikuti perkembangan klien. Bahkan bu
Ivon pernah melakukan kliennya yang menjadi korban KDRT ke shelter,
namun karena pemindahan klien ke shelter memerlukan sebuah izin
sehingga bu Ivon memindahkan kliennya ke shelter yang memang sudah
memiliki izin.

Permasalahan lain yang pernah dihadapi oleh bu Ivon adalah melihat


adanya pelanggaran-pelanggaran oleh oknum yang tidak bertanggung jawab
seperti ada seseorang yang membuka biro layanan konsultasi psikologi
namun ia bukan seorang Psikolog profesi dan tidak memiliki SIPP.
Kemudian, bu Ivon pernah ditawari atau disuap untuk mengubah hasil
interpretasi hasil asesmen, tidak hanya itu bu Ivon juga pernah diajak oleh
temannya untuk bekerja sama memberikan tips dan trik agar dapat lolos tes
kepolisian, namun dari pelanggaran-pelanggaran yang ditawarkan, Bu Ivon
sebagai seorang Psikolog menolak hal-hal yang ditawarkan tersebut, karena
ia merasa harus dan penting untuk selalu berpedoman pada Kode Etik
Psikologi dan ia juga menegur rekannya tersebut untuk tetap berpedoman
pada Kode Etik Psikologi.

2.4 Diskusi

Pada pembahasan awal diketahui bahwa bu Ivon membuka jasa layanan psikologi
Pelita Hati yang melakukan pencegahan dan menyelesaikan masalah psikologis
dengan memberikan informed consent ketika konsultasi dan melakukan asesmen
berupa observasi, wawancara, dan penggunaan alat tes psikologi. Hal tersebut
menunjukkan bahwa bu Ivon sudah sesuai dengan Kode Etik HIMPSI pada Bab 1
tentang Pedoman Umum Pasal 1 Ayat 5, yang berbunyi:

Layanan Psikologi adalah segala aktifitas pemberian jasa dan praktik psikologi
dalam rangka menolong individu dan/atau kelompok yang dimaksudkan untuk
pencegahan, pengembangan dan penyelesaian masalah-masalah psikologis.

Kemudian, penjelasan mengenai asesmen dibahas pada Bab XI tentang Asesmen


Pasal 62, yang berbunyi:

Asesmen Psikologi adalah prosedur evaluasi yang dilaksanakan secara


sistematis. Termasuk didalam asesmen psikologi adalah prosedur observasi,
wawancara, pemberian satu atau seperangkat instrumen atau alat tes yang
bertujuan untuk melakukan penilaian dan/atau pemeriksaan psikologi.

Kemudian mengenai pemberian informed consent juga sudah diatur pada Kode Etik
HIMPSI Bab XIV tentang Konseling Psikologi dan Terapi Psikologi pada Pasal 73
Ayat 1:

Konselor/Psikoterapis wajib menghargai hak pengguna layanan psikologi untuk


melibatkan diri atau tidak melibatkan diri dalam proses konseling
psikologi/psikoterapi sesuai dengan asas kesediaan. Oleh karena itu sebelum
konseling/psikoterapi dilaksanakan, konselor/ psikoterapis perlu mendapatkan
persetujuan tertulis (Informed Consent) dari orang yang menjalani layanan
psikologis. Persetujuan tertulis ditandatangani oleh klien setelah mendapatkan
informasi yang perlu diketahui terlebih dahulu.

Terdapat beberapa kasus yang telah dibahas pada bab sebelumnya, salah satunya
yakni kasus yang mana bu Ivon perlu untuk merujukkan kliennya ke psikolog atau
tenaga ahli yang lain, hal itu sudah sesuai dengan apa yang sudah tertulis dalam Kode
Etik HIMPSI Bab III Pasal 10 mengenai pendelegasian Pekerjaan pada Orang lain,
yang berbunyi:

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang mendelegasikan pekerjaan pada


asisten, mahasiswa, mahasiswa yang disupervisi, asisten penelitian, asisten
pengajaran, atau kepada jasa orang lain seperti penterjemah; perlu mengambil
langkah-langkah yang tepat untuk:
a. Menghindari pendelegasian kerja tersebut kepada orang yang memiliki
hubungan ganda dengan yang diberikan layanan psikologi, yang mungkin
akan mengarah pada eksploitasi atau hilangnya objektivitas.
b. Memberikan wewenang hanya untuk tanggung jawab di mana orang yang
diberikan pendelegasian dapat diharapkan melakukan secara kompeten atas
dasar pendidikan, pelatihan atau pengalaman, baik secara independen, atau
dengan pemberian supervisi hingga level tertentu; dan
c. Memastikan bahwa orang tersebut melaksanakan layanan psikologi secara
kompeten.

Pada kasus kedua, dimana bu Ivon mendapati seseorang yang membuka biro layanan
psikologi namun orang tersebut bukanlah Psikolog juga sudah tertulis dalam Kode
Etik HIMPSI pada Bab II Pasal 4 mengenai Penyalahgunaan di bidang Psikologi
Ayat 3 pada poin A, yang berbunyi:
Pelanggaran kode etik psikologi adalah segala tindakan Psikolog dan/atau
Ilmuwan Psikologi yang menyimpang dari ketentuan yang telah dirumuskan
dalam Kode Etik Psikologi Indonesia. Termasuk dalam hal ini adalah
pelanggaran oleh Psikolog terhadap janji/sumpah profesi, praktik psikologi yang
dilakukan oleh mereka yang bukan Psikolog, atau Psikolog yang tidak memiliki
Ijin Praktik, serta layanan psikologi yang menyimpang dari ketentuan yang
berlaku dalam Kode Etik Psikologi Indonesia.

Pelanggaran sebagaimana dimaksud di atas adalah:

a. Pelanggaran ringan, yaitu:


Tindakan yang dilakukan oleh seorang Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi
yang tidak dalam kondisi yang sesuai dengan standar prosedur yang telah
ditetapkan, sehingga mengakibatkan kerugian bagi salah satu tersebut di
bawah ini:
i. Ilmu Psikologi
ii. Profesi Psikologi
iii. Pengguna Jasa layanan psikologi
iv. Individu yang menjalani Pemeriksaan Psikologi
v. Pihak-pihak yang terkait dan masyarakat umum

Kemudian pada permasalahan berikutnya, bu Ivon pernah diajak rekannya untuk


bekerja sama untuk memberikan beberapa tips dan trik agar dapat lolos tes seleksi,
namun bu Ivon menolak dan menegur rekannya serta mengajak untuk senantiasa
berpedoman pada Kode Etik. Hal tersebut sesuai dengan yang sudah dituliskan dalam
Kode Etik HIMPSI Bab IV Pasal 19 tentang Hubungan Profesional pada Ayat 1
Hubungan antar Profesi pada Poin C, yang berbunyi:
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib mengingatkan rekan profesinya
dalam rangka mencegah terjadinya pelanggaran kode etik psikologi.
BAB III

REKOMENDASI

3.1 Rekomendasi untuk Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi

Rekomendasi untuk para Psikolog dan/atau Ilmuwan psikologi adalah lebih


menjunjung tinggi rasa integritas terhadap pekerjaannya dengan mematuhi dan
berpedoman pada kode etik yang telah ditetapkan, agar tidak terjadi hal-hal yang
melanggar apalagi menyalahgunakan wewenang, dan lain sebagainya.

3.2 Rekomendasi untuk Lembaga Psikologi

Untuk Lembaga psikologi perlu untuk memberikan ketegasan terhadap seseorang


yang melakukan pelanggaran baik dari seseorang yang bukan profesi atau yang
profesi sekaligus. Serta, melakukan pengecekan kelayakan secara berkala pada
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang ditugaskan pada lembaga tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Kode Etik Psikologi Indonesia. (2010). Jakarta: Pengurus Pusat Himpunan Psikologi
Indonesia.
LAMPIRAN

Lampiran 1 – Informed Consent

Program Studi
Sarjana Psikologi

FORM INFORMED CONSENT


Nama Mahasiswa : Waode Syaifatul Rohmadhani
NIM : 111911133040

Form Informed Consent ini terdiri dari dua bagian, yaitu:


• Lembar Informasi (informasi mengenai kegiatan yang akan dilakukan dengan
Anda)
• Pernyataan Kesediaan (untuk tandatangan jika Anda bersedia/Anda berpartisipasi
dalam penelitian*)

Bagian I – Lembar Informasi

Tujuan Penelitian:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan Kode Etik Psikologi pada pelayanan
yang diberikan oleh psikolog atau ilmuwan psikologi.
Prosedur Penelitian:
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara dengan Psikolog. Waktu yang
diperlukan dalam wawancara ini sendiri adalah kurang lebih 1 jam. Wawancara akan
direkan menggunakan fitur record pada platform Zoom, kemudian akan terdapat transkrip
atau laporan untuk dijadikan sebagai data penelitian.
Manfaat Penelitian:
Memberikan informasi mengenai praktik layanan psikologi.
Kerahasiaan:
Kami akan menjaga kerahasiaan data-data yang kami peroleh dari penelitian ini dan
hanya digunakan untuk kepentingan tugas penelitian mata kuliah Agama II (Kode Etik
Psikologi)
Bagian II – Lembar Persetujuan

PERSETUJUAN

Dengan menandatangani lembar persetujuan ini, artinya Anda telah bersedia untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini.
Tanggal : Senin, 27 Desember 2021
Nama : Rr. Ivonne Yanti Suryandai, S.Psi., M.Psi., Psikolog
Usia : 52 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Nama Lembaga : Pelita Hati
SIPP : 00339 – 15 – 1 -2
TTD :
Lampiran 2 – Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai