Anda di halaman 1dari 3

ANALISIS KUALITAS LABA (EARNINGS QUALITY)

Melakukan analisis terhadap laba tidak hanya dapat dilakukan dengan hanya sekedar melihat angka dari laba yang dilaporkan. Proses pelaporan angka tersebut merupakan proses yang panjang, melibatkan berbagai metode, asumsi dan estimasi dalam sebuah pemisahan batas (cut-off) periode akuntansi yang lazim disebut dengan tahun takwim (financial year) Menurut White, Sondhi dan Fried (1998, 956), Indikator Kualitas Laba yang baik adalah: 1. Pengakuan pendapatan dengan metode yang konservatif 2. Menggunakan metode persediaan LIFO (jika diasumsikan harga-harga mengalami peningkatan) 3. Cadangan Piutang Tak Tertagih (Bad Debts) relatif tinggi terhadap piutang dan kerugian kredit dimasa lalu. 4. Menggunakan metode penyusutan dipercepat (accelerated methods) dan umur yang singkat. 5. Penghapusan yang cepat terhadap Goodwill dan Aktiva tidak berwujud lainnya. 6. Kapitalisasi yang minimal terhadap bunga dan biaya overhead.(Wajib dihapuskan konsep bunga) 7. Kapitalisasi yang minimal terhadap biaya piranti lunak komputer (Computer Shofware) 8. Membebankan langsung biaya awal (start-up costs) untuk operasi-operasi baru. 9. Menggunakan metode kontrak penuh (completed contract method) dalam akuntansi pekerjaan dalam jangka panjang. 10. Menggunakan asumsi-asumsi yang konservatif dalam rencana manfaat untuk karyawan (employee benefit plans) 11. Menyediakan provisi yang memadai terhadap tuntutan hukum dan kerugian kontijensi (Contingency Losses). 12. Meminimalkan penggunaan tehnik-tehnik pembiayaan off-balance sheet. 13. Tidak memperhitungkan keuntungan yang tidak berulang (non-recurring gains) 14. Tidak memperhitungkan laba yang bukan kas (non-cash earenings). 15. Pengungkapan (disclosure) yang jelas dan memadai.

Penilaian Kualitas Laba Kualitas Laba tidak mempunyai ukuran yang mutlak, maka penilaian kualitas laba yang dapat dilakukan sesuai Hawkins (1998, 178) adalah: 1. Mengukur dengan menggunakan skala: baik atau tinggi dan buruk atau rendah, yang perlu diingat bahawa seberapa baik dan seberapa buruk adalah hal yang sulit dilakukan, apalagi jika harus dikuantifikasi dalam angka-angka. 2. Perubahan kualitas laba dari waktu ke waktu: lebih baik atau lebih buruk, dimana juga perlu diingat bahwa seberapa banyak menjadi lebih baik atau buruk tidak dapat ditentukan dengan pasti. Karakteristik Kualitas Laba Laba bersih (net earnings) adalah merupakan titik awal dalam melakukan penilaian terhadap kualitas laba. Tujuan analisis yang berbeda, akan menyebabkan pertimbangan-pertimbangan yang berbeda mengenai karakteristik dari suatu laba. Karakteristik yang dapat dipertimbangkan dalam menilai kualitas laba sebuah perusahaan adalah dijelaskan sebagai berikut, disesuaikan dengan konsep Siegel (1991, 1-15). Perusahaan dengan atau dalam Industri beresiko tinggi, indikator-indikator yang menunjukkan perusahaan dengan resiko tinggi adalah: 1. Glamour, dalam pertumbuhan laba. Pertumbuhan laba meningkat drastis, dan resiko untuk mengalami penurunan. 2. Menyolok (highly visible) dari mata publik dan pengaturan pemerintah. Misalnya perusahaan minyak dan gas, rokok. 3. Perusahaan yang mengalami kesulitasn memperoleh kredit. 4. Risk maximizer, perusahaan mempunyai kecenderungan sebagai pemilik resiko maksimum dalam industrinya. 5. Perusahaan dalam jenis industri dengan karakteristik resiko tinggi, atau dalam industri yang sedang berada dalam harapan menurun (declining) 6. Perusahaan dikenal dengan kebijakan akuntansi yang liberal (bebas). 7. Perusahaan yang sering melakukan perubahan auditor. 8. Perusahaan yang sering melakukan insider transactions. 9. Perusahaan yang mempunyai transaksi-transaksi dalam skala atau proporsi besar dengan perusahaan (perusahaan dalam satu kelompok usaha (affiliates)) 10. Perusahaan-perusahaan yang dikenal sering melakukan aktivitasaktivitas yang tidak jujur (unfair) atau tidak etik (unethical) 11. Perusahan yang dipimpin oleh individu yang sangat berkuasa dan mempunyai peranan yang sangat dominan, dimana jika individu yang bersangkutan mengalami sesuatu maka perusahaan akan menjadi lemah.

12.

Perusahaan yang memasuki bisnis yang tidak berkaitan dengan bsinisnya, atau tidak mempunyai kemampuan dalam bisnis tersebut. Penerapan Kebijakan Akuntansi Yang Realistis Penerapan kebijakan akuntansi yang realistis adalah melip[uti kebijakankebijakan akuntansi seperti: standar, metode dan estimasi. Standar, Metode dan Estimasi: Penyusunan Laporan Keuangan (Financial Statements) perusahaan seharusnya dilakukan sesuai dengan PABU (GAAP) terutama melalui Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Seperti SFAS yang dikeluarkan oleh FASB ( di USA), dan PSAK (di Indonesia ) yang dikeluarkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia), kini oleh DSAK (Dewan Standar Akuntansi Indonesia). Penerapan kebijakan akuntansi yang melenceng jauh dari standar adalah kurang realistis dan seharusnya menimbulkan tanda tanya bagi analis, kecuali memang tidak terdapat standar yang memadai atau belum diatur secara khusus. Perusahaan juga hendaknya menggunakan metode dalam akuntansi yang mendekati substansi ekonomi dari transaksi atau peristiwa yang dialami oleh perusahaan. Pemilihan metode yang kurang tepat merupakan indikasi kualitas laba yang buruk. Kewajaran dalam estimasi akuntansi (accounting estimates), sebab estimasiestimasi merupakan suatu hal yang tidak bisa dihindarkan sebab pelaporan yang terbagi dalam periode-periode dan adanya hal-hal yang tidak bisa dipastikan dalam kaitannya dengan masa mendatang.

Anda mungkin juga menyukai