Anda di halaman 1dari 31

ВАВ 1

MASYARAKAT PERKOTAAN DAN MASYARAKAT PEDESAAN

1. MASYARAKAT PERKOTAAN, ASPEK-ASPEK POSITIF DAN NEGATIF

a. Pengertian Masyarakat

Sebelum kita bicara lebih lanjut masalah masyarakat, baik- lah kita tinjau dulu definisi tentang
masyarakat. Definisi adalah uraian ringkas untuk memberikan batasan- batasan mengenai sesuatu
persoalan atau pengertian ditinjau daripada analisis. Analisis inilah yang memberikan arti yang jernih
dan kokoh dari sesuatu pengertian.

Mengenai arti masyarakat, baiklah di sini kita kemukakan beberapa definisi mengenai masyarakat
dari para sarjana, se- perti misalnya :

1) R. Linton: Seorang ahli antropologi mengemukakan, bah- wa masyarakat adalah setiap kelompok
manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka ini dapat
mengorganisasikan dirinya berpikir tentang dirinya dalam satu kesatuan sosial dengan batas-batas
tertentu.

2) M.J. Herskovits : Mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok individu yang diorganisasikan
dan mengikuti satu cara hidup tertentu.

3) J.L. Gillin dan J.P. Gillin: Mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar
dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama. Masyarakat itu meliputi
pengelompokan-pengelompokan yang lebih kecil.

225

4) S.R. Steinmetz: Seorang sosiolog bangsa Belanda mengata- kan, bahwa masyarakat adalah
kelompok manusia yang terbesar, yang meliputi pengelompokan-pengelompokan manusia yang lebih
kecil, yang mempunyai perhubungan yang erat dan teratur.

5) Hasan Shadily: mendefinisikan masyarakat adalah golong- an besar atau kecil dari beberapa
manusia, yang dengan atau sendirinya bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh
kebatinan satu sama lain.

Kalau kita mengikuti definisi Linton, maka masyarakat itu timbul dari setiap kumpulan individu, yang
telah lama hidup dan bekerjasama dalam waktu yang cukup lama. Ke- lompok manusia yang
dimaksud di atas yang belum terorgani- sasikan mengalami proses yang fundamental, yaitu:

a) Adaptasi dan organisasi dari tingkah laku para anggota. b) Timbul perasaan berkelompok secara
lambat laun atau I esprit de cerpa

Proses ini biasanya tanpa disadari dan diikuti oleh semua anggota kelompok dalam suasana trial and
error. Dari uraian tersebut di atas dapat kita lihat bahwa masyarakat da- pat mempunyai arti yang
luas dan arti yang sempit. Dalam arti luas masyarakat dimaksud keseluruhan hubungan- hubungan
dalam hidup bersama dan tidak dibatasi oleh ling- kungan, bangsa dan sebagainya. Atau dengan kata
lain: kebu- latan dari semua perhubungan dalam hidup bermasyarakat. Dalam arti sempit masyarakat
226
dimaksud sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu, misalnya teritorial, bangsa,
golongan dan sebagainya.

Umpama ada masyarakat Jawa, ada masyarakat Sunda, masyarakat Minang, masyarakat mahasiswa,
masyarakat pe- tani, dan sebagainya, dipakailah kata masyarakat itu dalam arti sempit.

-Mengingat definisi-definisi masyarakat tersebut di atas maka dapat diambil kesimpulan, bahwa
masyarakat harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut >

226
a) Harus ada pengumpulan manusia, dan harus banyak, bu- b) Telah bertempat tinggal dalam waktu
yang lama di suatu kan pengumpulan binatang:

daerah tertentu; c) Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju
kepada kepentingan dan tujuan ber- sama. Dipandang dari cara terbentuknya, masyarakat dapat

dibagi dalam : 1) Masyarakat paksaan, misalnya: negara, masyarakat tawan- an dan lain-lain. 2)

Masyarakat merdeka, yang terbagi dalam : (a) Masyarakat natuur, yaitu masyarakat yang terjadi de-
ngan sendirinya, seperti gerombolan (horde), suku (stam), yang bertalian karena hubungan darah
atau ke- turunan.

Dan biasanya masih sederhana sekali kebudayaannya. (b) Masyarakat kultur, yaitu masyarakat yang
terjadi karena kepentingan keduniaan atau kepercayaan, mi- salnya koperası, kongsi perekonomian,
gereja dan sebagainya.

Apabila kita berbicara tentang masyarakat, terutama jika kita mengemukakannya dari sudut
antropologi, maka kita mempunyai kecenderungan untuk melihat 2 tipe masyara- kat:

Pertama, satu masyarakat kecil yang belum begitu kom- pleks, yang belum mengenal pembagian
kerja, belum mengenal struktur dan aspek-aspeknya masih dapat dipelajari sebagai satu kesatuan.

Kedua, masyarakat yang sudah kompleks, yang sudah jauh menjalankan spesialisasi dalam segala
bidang, karena ilmu pe- ngetahuan modern sudah maju, teknologi maju, sudah menge- nal tulisan,
satu masyarakat yang sukar diselidiki dengan baik dan didekati sebagian saja.

Sebenarnya pembagian masyarakat dalam 2 tipe itu hanya untuk keperluan penyelidikan saja. Dalam
satu masa sejarah

227

antropologi, masyarakat yang sederhana itu menjadi obyek penyelidikan dari antropologi, khususnya
antropologi sosial. Sedang masyarakat yang kompleks, adalah terjadi obyek sosiologi.

Sekarang ruang lingkup penyelidikan antropologi dan so- penyelidikan siologi tidak mempunyai
batas-batas yang jelas. Hanya pada metote-metode penyelidikan ada beberapa perbedaan. Antro-
pologi sosial mengarahkan penyelidikannya ke arah perkotaan, sedang sosiologi melebarkan studinya
ke daerah pedesaan. Se- benarnya dua tipe masyarakat itu berbeda secara gradual saja, bukan secara
prinsipil.
A. Masyarakat perkotaan

Masyarakat perkotaan sering disebut juga urban community. Pengertian masyarakat kota lebih
ditekankan pada sifat- sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan
masyarakat pedesaan

Perhatian khusus masyarakat kota tidak terbatas pada aspek-aspek seperti pakaian, makanan dan
perumahan, tetapi mempunyai perhatian lebih luas lagi. Orang-orang kota sudah memandang
penggunaan kebutuhan hidup, artinya tidak hanya sekadarnya atau apa adanya. Hal ini disebabkan
oleh karena pandangan warga kota sekitarnya. Kalau menghidangkan ma- kanan misalnya, yang
diutamakan adalah bahwa makanan yang dihidangkan tersebut memberikan kesan bahwa yang
menghidangkannya mempunyai kedudukan sosial yang tinggi. Bila ada tamu misalnya, diusahakan
menghidangkan makanan- makanan yang ada dalam kaleng. Pada orang-orang desa ada kesan,
bahwa mereka masak makanan itu sendiri tanpa mem- perdulikan apakah tamu-tamunya suka atau
tidak. Pada orang kota, makanan yang dihidangkan harus kelihatan mewah dan tempat
penghidangannya juga harus mewah dan terhormat. Di sini terlihat perbedaan penilaian. Orang desa
memandang ma- kanan sebagai suatu alat memenuhi kebutuhan biologis, sedangkan pada orang
kota, makanan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan sosial. Demikian pula masalah pakaian,

228

orang kota mamandang pakaian pun sebagai alat kebutuhan sosial. Bahkan pakaian yang dipakai
merupakan perwujudan dari kedudukan sosial si pemakai. Ada beberapa ciri yaitu pada masyarakat
kota,

: yang menonjol 1) Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan de- ngan kehidupan
keagamaan di desa. Kegiatan-kegiatan keagamaan hanya tampak di tempat-tempat peribadatan,
seperti di masjid, gereja. Sedangkan di luar itu, kehidupan masyarakat berada dalam lingkungan
ekonomi, perdagang- an. Cara kehidupan demikian mempunyai kecenderungan ke arah keduniawian,
bila dibandingkan dengan kehidupan warga masyarakat desa yang cenderung ke arah keagamaan)
Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang-
orang lainYang ter- penting di sini adalah manusia perorangan atau individu. Di kota-kota kehidupan
keluarga sering sukar untuk disatu- kan, sebab perbedaan kepentingan, paham politik, per-

bedaan agama, dan sebagainya. ) Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih te- gas dan
mempunyai batas-batas yang nyata. Misalnya se- orang pegawai negeri lebih banyak bergaul dengan
rekan- rekannya daripada dengan tukang-tukang becak, tukang kelontong atau pedagang kald lima
lainnya. Seorang sarjana ekonomi akan lebih banyak bergaul dengan rekan- nya dengan latar
belakang pendidikan dalam ilmu ekono- mi daripada dengan sarjana-sarjana ilmu politik, sejarah,
atau yang lainnya. Begitu pula dalam lingkungan maha- siswa mereka lebih senang bergaul dengan
sesamanya daripada dengan mahasiswa yang tingkatannya lebih tinggi atau rendah.

4) Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota
daripada warga desa. Pekerjaan para warga desa lebih bersifat seragam, terutama dalam bidang
bertani. Oleh karena itu pada ma- syarakat desa tidak banyak dijumpai pembagian kerja ber-
dasarkan keahlian. Lain halnya di kota, pembagian kerja
229
sudah meluas, sudah ada macam-macam kegiatan industri, sehingga tidak hanya terbatas pada satu
sektor pekerjaan. Singkatnya, di kota banyak jenis-jenis pekerjaan yang da- pat dikerjakan oleh
warga-warga kota, mulai dari pekerja- an yang sederhana sampai pada yang bersifat teknologi.

5) Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masya- rakat perkotaan, menyebabkan bahwa
interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripaa faktor pribadi.

6) Jalan kehidupan yang cepat di kota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota,
sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan
seorang individu.

7) Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota- kota, sebab kota-kota biasanya terbuka
dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar. Hal ini sering menimbulkan pertentangan antara
golongan tua dengan golongan muda. Oleh karena itu golongan muda yang belum sepenuhnya
terwujud kepribadiannya, lebih senang mengikuti pola- pola baru dalam kehidupannya.

Perbedaan Desa dan Kota

Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai petun juk untuk membedakan antara desa dan
kota. Dengan melihat perbedaan-perbedaan yang ada mudah-mudahan akan dapat mengurangi
kesulitan dalam menentukan apakah suatu ma- syarakat dapat disebut sebagai masyarakat pedesaan
atau ma- syarakat perkotaan.

Ciri-ciri tersebut antara lain: 1) jumlah dan kepadatan penduduk;

2) lingkungan hidup;

3) mata pencaharian; 4) corak kehidupan sosial;

5) stratifikasi sosial; 6) mobilitas sosial;

7) pola interaksi sosial;

230

8) solidaritas sosial; dan

9) kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional. Meskipun tidak ada ukuran pasti, kota
memiliki penduduk yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan desa. Hal ini mem: punyai kaitan erat
dengan kepadatan penduduk, yaitu jumlah penduduk yang tinggal pada suatu luas wilayah tertentu,
mi- salnya saja jumlah per KM² (kilometer persegi) atau jumlah per hektar. Kepadatan penduduk ini
mempunyai pengaruh yang besar terhadap pola pembangunan perumahan. Di desa jumlah
penduduknya sedikit, tanah untuk keperluan peru mahan tidak menjadi masalah, sehingga pola
pembangunan pe- rumahan cenderung ke arah horisontal, jarang ada bangunan rumah bertingkat,
bahkan setiap rurnah memiliki halaman yang cukup luas. Sedangkan di kota kepadatan penduduknya
besar, pola pembangunan perumahan cenderung ke arah verti- kal. kelangkaan tanah memaksa
pembangunan rumah-rumah bertingkat. Jadi karena pelebaran samping tidak memungkin- kan maka
untuk memenuhi bertambahnya kebutuhan peru- mahan, pengembangannya mengarah ke atas.
Lingkungan hidup di pedesaan sangat jauh berbeda dengan di perkotaan. Lingkungan pedesaan
terasa lebih dekat dengan alam bebas. Udaranya bersih, sinar matahari cukup, tanahnya segar
diselimuti berbagai jenis tumbuh-tumbuhan dan berbagai satwa yang terdapat di sela-sela
pepohonan, di permukaan tanah, di rongga-rongga bawah tanah ataupun berterbangan di udara
bebas. Air yang menetes, merembes atau memancar dari sumbernya dan kemudian mengalir melalui
anak-anak sungai mengairi petak-petak persawahan, Semua ini sangat berlainan dengan lingkungan
perkotaan yang sebagian besar dilapisi beton dan aspal. Bangunan-bangunan menjulang tinggi saling
berdesak-desakan dan kadang-kadang berdampingan dan ber- himpitan dengan gubug-gubug liar
dan pemukiman yang padat. Udara yang seringkali terasa pengap, karena tercemar asap buangan
cerobong pabrik dan kendaraan bermotor. Hiruk- pikuk, lalu-lalang kendaraan ataupun manusia di
sela-sela ke- bisingan yang berasal dari berbagai sumber bunyi yang seolah-

231

olah saling berebut keras satu sama lain. Kota sudah terlalu banyak mengalami sentuhan teknologi,
sehingga penduduk kota yang merindukan alam kadang-kadang memasukkan sebagian alam ke
dalam rumahnya, baik yang berupa tumbuh-tumbuh- an, bahkan mungkin hanya gambarnya saja.

Perbedaan paling menonjol adalah pada mata pencaharian. Kegiatan utama penduduk desa berada
di sektor ekonomi primer yaitu bidang agraris. Kehidupan ekonomi terutama ter- gantung pada
usaha pengelolaan tanah untuk keperluan perta- nian, peternakan dan termasuk juga perikanan
darat. Sedang- kan kota merupakan pusat kegiatan sektor ekonomi sekunder yang meliputi bidang
industri, di samping sektor ekonomi ter- tier yaitu bidang pelayanan jasa. Jadi kegiatan di desa adalah
mengolah alam untuk memperoleh bahan-bahan mentah, baik bahan kebutuhan pangan, sandang
maupun lain-lain bahan mentah untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia. Sedang- kan kota
mengolah bahan-bahan mentah yang berasal dari desa menjadi bahan-bahan setengah jadi atau
mengolahnya se- hingga berwujud bahan jadi yang dapat segera dikonsumsikan. Dalam hal distribusi
hasil produksi ini pun terdapat perbedaan antara desa dan kota. Di desa jumlah ataupun jenis barang
yang tersedia di pasaran sangat terbatas. Di kota tersedia ber- bagai macam barang yang jumlahnya
pun melimpah. Bahkan tempat penjualannya pun beraneka ragam. Ada barang-barang yang dijajakan
di kaki-lima, dijual di pasar biasa di mana pem- beli dapat tawar-menawar dengan penjual atau dijual
di super- market dalam suasana yang nyaman dan harga yang pasti. Bi- dang produksi dan jalur
distribusi di perkotaan lebih kompleks bila dibandingkan dengan yang terdapat di pedesaan, hal ini
memerlukan tingkat teknologi yang lebih canggih. Dengan de- mikian memerlukan tenaga-tenaga
yang memiliki keahlian khu- sus untuk melayani kegiatan produksi ataupun memperlancar arus
distribusinya.

Corak kehidupan sosial di desa dapat dikatakan masih homogen. Sebaliknya di kota sangat
heterogen, karena di sana saling bertemu berbagai suku bangsa, agama, kelompok dan masing-
masing memiliki kepentingan yang berlainan.

232

Beranekaragamnya corak kegiatan di bidang ekonomi ber- akibat bahwa sistem pelapisan sosial
(stratifikasi sosial) di kota jauh lebih kompleks daripada di desaMisalnya saja me- reka yang memiliki
keahlian khusus dan bidang kerjanya lebih banyak memerlukan pemikiran memiliki kedudukan lebih
ting- gi dan upah lebih besar daripada mereka yang dalam sistem kerja hanya mampu menggunakan
tenaga kasarnya saja. Hal ini akan membawa akibat bahwa perbedaan antara pihak kaya dan miskin
semakin menyolok.
Mobilitas sosial di kota jauh lebih besar daripada di desa. Di kota, seseorang memiliki kesempatan
lebih besar untuk mengalami mobilitas sosial, baik vertikal yaitu perpindahan kedudukan yang lebih
tinggi atau lebih rendah, maupun hori- sontal yaitu perpindahan ke pekerjaan lain yang setingkat.

Pola-pola interaksi sosial pada suatu masyarakat diten- tukan oleh struktur sosial masyarakat yang
bersangkutan. Se- dangkan struktur sosial sangat dipengaruhi oleh lembaga-lem- baga sosial (social
institutions) yang ada pada masyarakat tersebut. Karena struktur sosial dan lembaga-lembaga sosial
yang ada di pedesaan sangat berbeda dengan di perkotaan, maka pola interaksi sosial pada kedua
masyarakat tersebut juga tidak sama. Pada masyarakat pedesaan, yang sangat ber- peran dalam
interaksi dan hubungan sosial adalah motif- motif sosial.

Dalam interaksi sosial selalu diusahakan agar supaya ke- satuan sosial (social unity) tidak terganggu,
konflik atau per- tentangan sosial sedapat mungkin dihindarkan jangan sampai terjadi. Bahkan kalau
terjadi konflik, diusahakan supaya kon- flik tersebut tidak terbuka di hadapan umum. Bila terjadi
pertentangan, diusahakan untuk dirukunkan, karena me- mang prinsip kerukunan inilah yang
menjiwai hubungan sosial pada masyarakat pedesaan, karena masyarakat ini sangat mendambakan
tercapainya keserasian (harmoni) dalam ke- hidupan masyarakat. Sebaliknya pada masyarakat
perkotaan, dalam berinteraksi lebih dipengaruhi oleh motif ekonomi dari- pada motif-motif sosial. Di
samping motif ekonomi, maka

233

motif-motif nonsosial lainnya misalnya saja politik, pen- didikan, kadang-kadang juga dalam hierarki
sistem administrasi nasional, maka kota memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada desa. Di
negara kita misalnya, urut-urutan keduduk- an tersebut adalah ibukota negara, kota propinsi, kota ka-
bupaten, kota kecamatan, dan seterusnya. Semakin tinggi kedudukan suatu kota dalam hierarki
tersebut, kompleksitas- nya semakin meningkat, dalam arti semakin banyak kegiataan yang berpusat
di sana. Kompleksitas di bidang administrasi nasional atau kenegaraan ini biasanya sejajar dengan
kom- pleksitas di bidang kemasyarakatan lainnya, misalnya saja bi- dang ekonomi atau politik. Jadi
ibukota Negara di samping menjadi pusat kegiatan pemerintahan, biasanya sekaligus men- jadi pusat
kegiatan ekonomi, politik dan bidang-bidang kema- syarakatan lainnya. Belum ada angka yang pasti
mengenai jum- lah pengangguran penuh di Indonesia, tetapi jumlah setengah pengangguran semakin
tahun semakin merisaukan. Berikut ini disampaikan angka-angka mengenai mereka yang diperoleh
dari Biro Pusat Statistik.

TABEL

PERSENTASE SETENGAH PENGANGGURAN DI INDONESIA

1964-1978

Tahun

1964

Kota

20,5

Pedesaan
30,5

Kota dan Pedesaan

29 6

1976

1977

22,7

25,5

35,0

39,7

33,2

33,7

1978

25,2

38,5

36,5

Sumber :

BPSKeadaan Angkatan Kerja di Indonesia 1961-1978, Mei 1981; Sakernas 1976, 1977 dan 1978.

lain :

Dari tabel tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan, antara

234

1) Angka rata-rata setengah pengangguran lebih dari sepertiga angkatan kerja seluruhnya, bahkan
untuk wilayah pedesa- an ternyata jauh berada di atas angka rata-rata dan juga berada di atas angka
setengah pengangguran di perkotaan.

2) Pada tahun-tahun terakhir, pertumbuhan angka setengah pengangguran cenderung makin


meningkat. Di pedesaan selama 1964-1976 naik dari 30.5% menjadi 35,0% (naik 4,5% selama 12
tahun), sedangkan selama 2 tahun terakhir (1976-1977) meningkat dari 35,0% menjadi 39,7% (naik
4,7% unit persen). Besarnya pertumbuhan akan lebih me- nyolok bila disadari bahwa persentase
tersebut dihitung dari jumlah angkatan kerja yang tiap tahun selalu meningkat dalam jumlah yang
besar
Jumlah angkatan kerja yang tidak mempunyai pekerjaan tetap di pedesaan jauh lebih besar daripada
di perkotaan. Se- dangkan di perkotaan terdapat kesempatan kerja yang lebih luas baik di sektor
formal maupun sektor informal, misalnya saja kesempatan untuk menjadi penjual berbagai barang
da- gangan di kaki lima, pengumpul berbagai macam barang- barang bekas yang masih dapat
dimanfaatkan atau diproses kembali (barang-barang plastik, besi tua, pecahan kaca), pen- jual keliling
jamu tradisional atau bahkan berbagai kesempatan untuk mendapatkan penghasilan melalui jalan
tidak halal. Hal itu semua merupakan daya penarik bagi terjadinya suatu arus perpindahan besar-
besaran penduduk desa ke wilayah perkota- an yang nanti akan dibahas lebih jauh dalam telaah
terhadap urbanisasi, urbanisasi ikut berperan dalam menentukan corak interaksi sosial. Pada
masyarakat pedesaan, pola interaksinya horisontal, banyak dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan. Se-
mua pasangan berinteraksi dianggap sebagai anggota keluarga. Sedangkan pada masyarakat
perkotaan, pola interaksinya lebih condong ke arah vertikal, sistem feodal masih berpenga- ruh,
karena di sini anggota-anggota masyarakat terbagi dalam beberapa kedudukan dan sekelompok
orang, misalnya saja pemegang kekuasaan pemerintahan atau pejabat, memiliki kekuasaan yang
istimewa karena diberi kewenangan untuk

235

menentukan kebijaksanaan sendiri mengenai suatu masalah, sebab banyak permasalahan yang
ternyata peraturannya tidak begitu jelas atau bahkan belum ada sama sekali. Pola interaksi pada
masyarakat kota juga dipengaruhi individualitas, pres- tasi seseorang lebih penting daripada asal-usul
keturunannya. Pada masyarakat ini pola, interaksinya sangat diwarnai oleh tujuan yang akan dicapai.
Misalnya saja bila ada seseorang yang mempunyai tujuan politik, maka semua pola interaksi- nya
diwarnai oleh latar belakang politik.

Solidaritas sosial pada kedua masyarakat ini pun ternyata juga berbeda. Kekuatan yang
mempersatukan masyarakat pedesaan timbul karena adanya kesamaan-kesamaan kemasya- rakatan,
seperti kesamaan adat kebiasaan, kesamaan tujuan dan kesamaan pengalaman. Sebaliknya
solidaritas pada masya- rakat perkotaan justru terbentuk karena adanya perbedaan- perbedaan
dalam masyarakat, sehingga orang terpaksa masuk ke dalam kelompok-kelompok tertentu, misalnya
saja serikat buruh, himpunan pengusaha atau persatuan artis.

d. Hubungan Desa - Kota, hubungan Pedesaan - Perkota-

an.

Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komu- nitas yang terpisah sama sekali satu sama
lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar di antara keduanya terdapat hubungan yang erat, bersifat
ketergantungan, karena di antara mereka saling membutuhkan. Kota tergantung pada desa dalam
me- menuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan se- perti beras, sayur-mayur, daging dan
ikan. Desa juga meru- pakan sumber tenaga kasar bagi jenis-jenis pekerjaan tertentu di kota,
misalnya saja buruh bangunan dalam proyek-proyek perumahan, proyek pembangunan atau
perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja-pekerja
musiman. Pada saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan di bidang
pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka me- rantau ke kota terdekat
untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.

236

Sebaliknya, kota menghasilkan barang-barang yang juga di- perlukan oleh orang desa seperti bahan-
bahan pakaian, alat dan obat-obatan pembasmi hama pertanian, minyak tanah, obat-obatan untuk
memelihara kesehatan dan alat transportasi. Kota juga menyediakan tenaga-tenaga yang melayani
bidang- bidang jasa yang dibutuhkan oleh orang desa tetapi tidak dapat dilakukannya sendiri,
misalnya saja tenaga-tenaga di bidang medis atau kesehatan, montir-montir, elektronika dan alat
transportasi serta tenaga yang mampu memberikan bimbingan dalam upaya peningkatan hasil budi
daya pertanian, peternak- an ataupun perikanan darat.

Dalam kenyataannya hal ideal tersebut kadang-kadang tidak terwujud karena adanya beberapa
pembatas. Jumlah pen- duduk semakin meningkat, tidak terkecuali di pedesaan. Pada- hal, luas lahan
pertanian sulit bertambah, terutama di daerah yang sudah lama berkembang seperti pulau Jawa.
Peningkatan hasil pertanian hanya dapat diusahakan melalui intensifikasi budi daya di bidang ini.
Akan tetapi, pertambahan hasil pangan yang diperoleh melalui upaya intensifikasi ini, tidak se-
banding dengan pertambahan jumlah penduduk, sehingga pada suatu saat hasil pertanian suatu
daerah pedesaan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduknya saja, tidak kelebihan yang
dapat dijual lagi. Dalam keadaan semacam ini, kota terpaksa memenuhi kebutuhan pangannya dari
daerah lain, bahkan kadang-kadang terpaksa mengimpor dari luar ne- geri. Peningkatan jumlah
penduduk tanpa diimbangi dengan perluasan kesempatan kerja ini pada akhirnya berakibat bahwa di
pedesaan terdapat banyak orang yang tidak mempunyai mata pencaharian tetap. Mereka ini
merupakan kelompok pe- ngangguran, baik sebagai pengangguran penuh maupun sete- ngah
pengangguran.

e. Aspek positif dan negatif

Untuk menunjang aktivitas warganya serta untuk memberi- kan suasana aman, tenteram dan
nyaman pada warganya, kota dihadapkan pada keharusan menyediakan berbagai fasilitas

237

kehidupan dan keharusan untuk mengatasi berbagai masalah yang timbul sebagai akibat aktivitas
warganya. Dengan kata lain kota harus berkembang.

Perkembangan kota merupakan manifestasi dari pola kehi- dupan sosial, ekonomi, kebudayaan dan
politik. Kesemuanya ini akan dicerminkan dalam komponen-komponen yang mem- bentuk struktur
kota tersebut. Jumlah dan kualitas komponen suatu kota sangat ditentukan oleh tingkat
perkembangan dan pertumbuhan kota tersebut. Secara umum dapat dikenal bah- wa suatu
lingkungan perkotaan, seyogyanya mengandung 5 unsur yang meliputi :

a) Wisma: Unsur ini merupakan bagian ruang kota yang di- pergunakan untuk tempat berlindung
terhadap alam seke- lilingnya, serta untuk melangsungkan kegiatan-kegiatan sosial dalam keluarga.
Unsur wisma ini mengharapkan:

1) Dapat mengembangkan daerah perumahan penduduk yang sesuai pertambahan kebutuhan


penduduk untuk masa mendatang; 2) Memperbaiki keadaan lingkungan perumahan yang

telah ada agar dapat mencapai standar mutu kehidupan

yang layak, dan memberikan nilai-nilai lingkungan

yang aman dan menyenangkan.


b) Karya: Unsur ini merupakan syarat yang utama bagi eksis- tensi suatu kota, karena unsur ini
merupakan jaminan bagi kehidupan bermasyarakat. Penyediaan lapangan kerja bagi suatu kota dapat
dilakukan dengan cara menyediakan ruang; misalnya bagi kegiatan perindustrian, perdagangan,
pelabuhan, terminal serta kegiatan-kegiatan kerja lainnya.

c) Marga: Unsur ini merupakan ruang perkotaan yang ber- fungsi untuk menyelenggarakan hubungan
antara suatu tempat dengan tempat lainnya di dalam kota (hubungan internal), serta hubungan
antara kota itu dengan kota- kota atau daerah lainnya (hubungan eksternal). Di dalam unsur ini
termasuk:

238

1) Usaha pengembangan jaringan jalan dan fasilitas-fasili- tasnya (terminal, parkir, dan lain-lain) yang
memung- kinkan pemberian pelayanan seefisien mungkin;

2) Pengembangan jaringan telekomunikasi sebagai suatu bagian dari sistem transportasi dan
komunikasi kota secara keseluruhan.

d) Suka: Unsur ini merupakan bagian dari ruang perkantor- an untuk memenuhi kebutuhan
penduduk akan fasilitas- fasilitas hiburan, rekreasi, pertamanan, kebudayaan dan kesenian.

e) Penyempurnaan Unsur ini merupakan bagian yang pen- ting bagi suatu kota, tetapi belum secara
tepat tercakup ke dalam ke empat unsur di atas, termasuk fasilitas keaga- maan, pekuburan kota,
fasilitas pendidikan dan kesehatan, jaringan utilitas umum.

Kelima unsur pokok ini merupakan pola pokok dari kom- ponen-komponen perkotaan yang kuantitas
dan kualitasnya kemudian dirinci di dalam perencanaan suatu kota tertentu sesuai dengan tuntutan
kebutuhan yang spesifik untuk kota tersebut pada saat sekarang dan masa yang akan datang.

Pemecahan masalah-masalah tersebut atau pencapaian persyaratan di atas, hendaknya dituangkan


dalam suatu kebijaksanaan dasar yang dikaitkan dengan pengembangan wilayah dan interaksi kota
dan sekitarnya secara berimbang dan harmonis. Untuk itu semua, maka fungsi dan tugas apa- ratur
Pemerintah Kota harus ditingkatkan :

1) Aparatur kota harus dapat menangani pelbagai masalah yang timbul di kota. Untuk itu, maka
pengetahuan ten- tang administrasi kota dan perencanaan kota harus di- milikinya;

2) Kelancaran dalam pelaksanaan pembangunan dan peng- aturan tata kota harus dikerjakan dengan
cepat dan tepat, agar tidak disusul dengan masalah lainnya;

3) Masalah keamanan kota harus dapat ditangani dengan baik sebab kalau tidak, maka kegelisahan
penduduk akan me- nimbulkan masalah baru;

239

4) Dalam rangka pemekaran kota, harus ditingkatkan kerja- sama yang baik antara para pemimpin di
kota dengan para pimpinan di tingkat Kabupaten, tetapi juga dapat bermanfaat bagi wilayah
Kabupaten di sekitarnya.
Oleh karena itu maka kebijaksanaan perencanaan dan mengembangkan kota harus dapat dilihat
dalam kerangka pendekatan yang luas yaitu pendekatan regional. Rumusan pengembangan kota
seperti itu tergambar dalam pendekatan penanganan masalah kota sebagai berikut:

1) Menekan angka kelahiran; 2) Mengalihkan pusat pembangunan pabrik (industri) ke pinggiran kota;

3) Membendung urbanisasi; 4) Mendirikan kota satelit di mana pembukaan usaha relatif

rendah; 5) Meningkatkan fungsi dan peranan kota-kota kecil atau desa-desa yang telah ada di sekitar
kota besar;

6) Transmigrasi bagi warga yang miskin dan tidak mempunyai

pekerjaan.

Kota secara internal pada hakikatnya merupakan satu or- ganisme, yakni kesatuan integral dari tiga
komponen, meliputi "penduduk, kegiatan usaha dan wadah" ruang fisiknya. Ketiga- nya saling
berkait, pengaruh-mempengaruhi, oleh karenanya suatu pengembangan yang tidak seimbang antara
ketiganya, akan menimbulkan kondisi kota yang tidak positif, antara lain semakin menurunnya
kualitas hidup masyarakat, kota. Dengan kata lain, suatu perkembangan kota harus mengarah pada
pe- nyesuain lingkungan fisik ruang kota dengan perkembangan sosial dan kegiatan usaha
masyarakat kota.

Di pihak lain, kota mempunyai juga peran/fungsi eksternal, yakni seberapa jauh fungsi dan peran
kota tersebut dalam ke- rangka wilayah dan daerah-daerah yang dilingkupi dan meling- kupinya, baik
dalam skala regional maupun nasional. Dengan pengertian ini diharapkan bahwa suatu
pengembangan kota tidak mengarah pada satu organ tersendiri yang terpisah dengan daerah
sekitarnya, karena keduanya saling pengaruh mempengaruhi.

240

2. MASYARAKAT PEDESAAN

a. Pengertian Desa/Pedesaan

Yang dimaksud dengan desa menurut Sutardjo Kartohadi- kusuma mengemukakan sebagai berikut:
Desa adalah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan
sendiri.

Menurut Bintarto desa merupakan perwujudan atau ke- satuan geografi, sosial, ekonomi, politik dan
kultural yang ter- dapat di situ (suatu daerah) dalam hubungannya dan penga- ruhnya secara timbal-
balik dengan daerah lain.

Sedangkan menurut Paul H. Landis : Desa adalah pendu- duknya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri-
cirinya sebagai berikut :

a) Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa. b) Ada pertalian
perasaan yang sama tentang kesukaan terha-

dap kebiasaan.
c) Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti:
iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat
sambilan.

Masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan pe- rasaan batin yang kuat sesama warga
desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yang amat kuat yang hakikat- nya, bahwa
seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat di mana ia hidup
dicintai- nya serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban se- tiap waktu demi
masyarakatnya atau anggota-anggota masya- rakat, karena beranggapan sama-sama sebagai anggota
masya- rakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama
terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat.

241

Adapun yang menjadi ciri-ciri masyarakat pedesaan antara lain sebagai berikut :

a) Di dalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempu- nyai hubungan yang lebih mendalam
dan erat bila diban- dingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas- batas wilayahnya.

b) Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan (Gemeinschaft atau


paguyuban). c) Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari per- tanian. Pekerjaan-
pekerjaan yang bukan pertanian meru-

pakan pekerjaan sambilan (part time) yang biasanya seba- gai pengisi waktu luang. d) Masyarakat
tersebut homogen, seperti dalam hal mata pen-

carian, agama, adat-istiadat dan sebagainya.

Oleh karena anggota masyarakat mempunyai kepentingan pokok yang hampir sama, maka mereka
selalu bekerja sama untuk mencapai kepentingan-kepentingan mereka. Seperti pada waktu
mendirikan rumah, upacara pesta perkawinan, memperbaiki jalan desa, membuat saluran air dan
sebagainya, dalam hal-hal tersebut mereka akan selalu bekerjasama.

Bentuk-bentuk kerjasama dalam masyarakat sering diistilah-

kan dengan gotong-royong dan tolong-menolong. Pekerjaan gotong-royong pada waktu sekarang
lebih populer dengan istilah kerja bakti misalnya memperbaiki jalan, saluran air, menjaga keamanan
desa (ronda malam) dan sebagainya. Sedang mengenai macamnya pekerjaan gotong-royong (kerja
bakti itu ada dua macam, yaitu :

a) Kerja bersama untuk pekerjaan-pekerjaan yang timbul- nya dari inisiatif warga masyarakat itu
sendiri (biasanya diistilahkan dari bawah).

b) Kerjasama untuk pekerjaan-pekerjaan yang inisiatifnya tidak timbul dari masyarakat itu sendiri
berasal dari luar (biasanya berasal dari atas).

Kerjasama jenis pertama biasanya, sungguh-sungguh dira- sakan kegunaannya bagi mereka, sedang
jenis kedua biasa- nya sering kurang dipahami kegunaannya.

242
b. Hakikat dan Sifat Masyarakat Pedesaan Seperti dikemukakan oleh para ahli atau sumber bahwa

masyarakat Indonesia lebih dari 80% tinggal di pedesaan dengan mata pencarian yang bersifat
agraris. Masyarakat pedesaan yang agraris biasanya dipandang antara sepintas kilas dinilai oleh
orang-orang kota sebagai masyara- kat tentang damai, harmonis yaitu masyarakat yang adem ayem,
sehingga oleh orang kota dianggap sebagai tempat untuk melepaskan lelah dari segala kesibukan,
keramaian dan ke- ruwetan atau kekusutan pikir.

Maka tidak jarang orang kota melepaskan segala kelelah- an dan kekusutan pikir tersebut pergilan
mereka ke luar kota, karena merupakan tempat yang adem ayem, penuh ketenangan. Tetapi
sebetulnya ketenangan masyarakat pedesaan itu hanya- lah terbawa oleh sifat masyarakat itu yang
oleh Ferdinand To- nies diistilahkan dengan masyarakat gemeinschaft (paguyuban). Jadi keguyuban
masyarakat itulah yang menyebabkan orang- orang kota menilai sebagai masyarakat desa itu tenang
harmo- nis, rukun dan damai dengan julukan masyarakat yang adem ayem.

Tetapi sebenarnya di dalam masyarakat pedesaan kita ini mengenal bermacam-macam gejala,
khususnya tentang perbe- daan pendapat atau paham yang sebenarnya hal ini merupa- kan sebab-
sebab bahwa di dalam masyarakat pedesaan penuh dengan ketegangan-ketegangan sosial.

Dalam hal ini kita jumpai gejala-gejala sosial yang sering di- istilahkan dengan :

a) Konflik (= Pertengkaran)

Ramalan orang kota bahwa masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang tenang dan harmonis itu
memang tidak se- suai dengan kenyataan sebab yang benar dalam masyarakat pedesaan adalah
penuh masalah dan banyak ketegangan. Karena setiap hari dari mereka yang selalu berdekatan
dengan orang-orang tetangganya secara terus-menerus dan hal ini menyebabkan kesempatan untuk
bertengkar amat banyak se-

243
hingga kemungkinan terjadi peristiwa-peristiwa peledakan dari ketegangan amat banyak dan sering
terjadi.

Pertengkaran-pertengkaran yang terjadi biasanya berkisar pada masaiah sehari-hari rumah tangga
dan sering menjalar ke luar rumah tangga. Sedang sumber banyak pertengkaran itu rupa-rupanya
berkisar pada masalah kedudukan dan geng- si, perkawinan, dan sebagainya.

b) Kontraversi (pertentangan)

Pertentangan ini bisa disebabkan oleh perubahan kon- sep-konsep kebudayaan (adat-istiadat),
psikologi atau dalam hubungannya dengan guna-guna (black magic). Para ahli hu- kum adat biasanya
meninjau masalah kontraversi (perten- tangan) ini dari sudut kebiasaan masyarakat.

c) Kompetisi (Persiapan)

Sesuai dengan kodratnya masyarakat pedesaan adalah manusia-manusia yang mempunyai sifat-sifat
sebagai manusia biasanya yang antara lain mempunyai saingan dengan mani- festasi sebagai sifat ini.
Oleh karena itu maka wujud persaing- an itu bisa positif dan bisa negatif. Positif bila persaingan wu-
judnya saling meningkatkan usaha untuk meningkatkan pres- tasi dan produksi atau out put (hasil).
Sebaliknya yang nega- tif bila persaingan ini hanya berhenti pada sifat iri, yang tidak mau berusaha
sehingga kadang-kadang hanya melancarkan fit- nah-fitnah saja, yang hal ini kurang ada manfaatnya
sebaliknya menambah ketegangan dalam masyarakat.

d Kegiatan pada Masyarakat Pedesaan

Masyarakat pedesaan mempunyai penilaian yang tinggi terhadap mereka yang dapat bekerja keras
tanpa bantuan orang lain. Jadi jelas masyarakat pedesaan bukanlah masyara- kat yang senang diam-
diam tanpa aktivitas, tanpa adanya suatu kegiatan tetapi kenyataannya adalah sebaliknya. Jadi
apabila orang berpendapat bahwa orang desa didorong untuk be- kerja lebih keras, maka hal ini
tidaklah mendapat sambutan yang sangat dari para ahli.

244
Karena pada umumnya masyarakat sudah bekerja keras. Tetapi para ahli lebih untuk memberikan
perangsang-perang- sang yang dapat menarik aktivitas masyarakat pedesaan dan hal ini dipandang
sangat perlu. Dan dijaga agar cara dan irama bekerja bisa efektif dan efisien serta kontinyu
(diusahakan un- tuk menghindari masa-masa kosong bekerja karena berhubung- an dengan keadaan
musim/iklim di Indonesia). Menurut Mubiyarto petani Indonesia mempunyai sifat-sifat

sebagai berikut: a) Petani itu tidak kolot, tidak bodoh atau tidak malas. Mere- ka sudah bekerja keras
sebisa-bisanya agar tidak mati ke- laparan.

b) Sifat hidup penduduk desa atau para petani kecil (petani gurem) dengan rata-rata luas sawah ± 0,5
ha yang serba kekurangan adalah nrimo (menyerah kepada takdir) karena merasa tidak berdaya.

Melanjutkan pandangan orang kota terhadap desa itu bukan tempat bekerja melainkan untuk
ketentraman adalah ti- dak tepat karena justru bekerja keras merupakan kebiasaan pe- tani agar
dapat hidup.

Menurut BF. Hosolitz bahwa untuk membangun suatu masya- rakat yang ekonominya terbelakang itu
harus dapat menyedia- kan suatu sistem perangsang yang dapat menarik suatu aktivi- tas warga
masyarakat itu dan harus sedemikian rupa sehingga dapat memperbesar kegiatan orang bekerja,
memperbesar keinginan orang untuk menghemat, menabung, keberanian mengambil resiko, dalam
hal mengubah secara revolusioner cara-cara yang lama yang kurang produktif.

d. Sistem nilai budaya petani Indonesia

Para ahli disinyalir bahwa di kalangan petani pedesaan ada suatu cara berfikir dan mentalitas yang
hidup dan ber- sifat religio-magis.

Sistem nilai budaya petani Indonesia antara lain sebagai ber- ikut:

245

a) Para petani di Indonesia terutama di Jawa pada dasarnya menganggap bahwa hidupnya itu sebagai
sesuatu hal yang buruk, penuh dosa, kesengsaraan. Tetapi itu tidak berarti bahwa ia harus
menghindari hidup yang nyata dan meng- hindarkan diri dengan bersembunyi di dalam kebatinan
atau dengan bertapa, bahkan sebaliknya wajib menyadari keburukan hidup itu dengan jelas berlaku
prihatin dan kemudian sebaik-baiknya dengan penuh usaha atau ikhtiar.

b) Mereka beranggapan bahwa orang bekerja itu untuk hidup, dan kadang-kadang untuk mencapai
kedudukan.
c) Mereka berorientasi pada masa ini (sekarang), kurang mem- perdulikan masa depan, mereka
kurang mampu untuk itu. Bahkan kadang-kadang ia rindu masa lampau, mengenang kekayaan masa
lampau (menanti datangnya kembali sang ratu adil yang membawa kekayaan bagi mereka).

d) Mereka menganggap alam tidak menakutkan bila ada ben- cana alam atau bencana lain itu hanya
merupakan sesuatu yang harus wajib diterima kurang adanya agar peristiwa- peristiwa macam itu
tidak berulang kembali. Mereka cu- kup saja dengan menyesuaikan diri dengan alam, kurang adanya
usaha untuk menguasainya.

e) Dan untuk menghadapi alam mereka cukup dengan hidup bergotong-royong, mereka sadar bahwa
dalam hidup itu pada hakikatnya tergantung kepada sesamanya.

Mentalitas para petani seperti di atas perlu dikaji dan di- adakan penelitian dan pembahasan secara
ilmiah dan menda- lam agar dapat diarahkan kepada keberhasilan pembangunan yang sekarang ini
sedang giat-giatnya kita laksanakan.

3. URBANISASI DAN URBANISME

a. Arti Urbanisasi

Urbanisasi adalah suatu proses perpindahan penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan
bahwa urbanisasi me-

246

rupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan.¹ Seorang sarjana lain mengartikan urbanisasi
sebagai suatu proses, mem- bawa bagian yang semakin besar dari penduduk suatu negara untuk
berdiam di pusat-pusat perkotaan. Penjabatan ini mengandung makna, bahwa gejala pertumbuhan
kota tidak perlu (selalu) berarti terjadinya urbanisasi. Kalau pertambahan penduduk di desa-desa
menurut perbandingan sejalan dengan pertumbuhan penduduk di kota, maka tidak dapat dikatakan
telah terjadi urbanisasi.2 Dengan demikian urbanisasi adalah suatu proses dengan tanda-tanda
sebagai berikut:

a) terjadinya arus perpindahan penduduk dari desa ke kota; b) bertambah besarnya jumlah tenaga
kerja nonagraria di sektor sekunder (industri) dan sektor tersier (jasa);

c) tumbuhnya pemukiman menjadi kota; d) meluasnya pengaruh kota di daerah pedesaan mengenai
segi ekonomi, sosial, kebudayaan dan psikologis.

Tabel : Pertumbuhan Penduduk Kota Beberapa Negara

Kenaikan jumlah penduduk tahunan

dengan persenan (%)

Negara

Periode

Kota-kota
di atas

Kota-kota besar

Penduduk seluruh

100.000

Birma

Malaysia

1941-1958

2,2

5,1

5,6

1,4

negara

1,1

1947-1957

7,9

11,9

Indonesia

Filipina

1930-1960 1948-1960

3.4

1,3

2,7

2,0

Thailand

1947-1960
8,4

8,2

3,6

4,5

Sumber:

TG.MCGEE, Suatu aspek Urbanisasi di Asia Tenggara, Lem- baga Kependudukan UGM, Yogyakarta,
1976.

Soerjono Soekanto, Sosiologi, Suatu Pengantar, Edisi Baru Kesatu, Jakarta, CV. Rajawali Press, 1982. h.
150. 2JW. Schoort, Modernisasi, Cetakan Kedua, Jakarta, PTGrame- dia, 1981, h. 263.

247

Urbanisasi mengakibatkan pertumbuhan penduduk kota, dan ini dirasakan akibat-akibat oleh
pemerintah kota di negara- negara berkembang termasuk Indonesia pada waktu ini, karena derasnya
arus migrasi.

Kecuali Filipina, pertumbuhan penduduk di kota lebih ce- pat dari pertumbuhan di seluruh negara. Di
Indonesia kota- kota besar lebih hebat pertumbuhannya dari kota-kota biasa, yaitu dengan tingkat
kenaikan 11,9% pertahun. Untuk pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia kita lihat datanya di
dalam tabel berikut :

Tabel: Pertumbuhan Penduduk Beberapa Kota Besar di Indonesia.

Jumlah penduduk ribuan

Kota

1961

1971

Kenaikan tahunan (%)

5,4

DKI Jakarta

Semarang

4.576,0

648,6

2.971,1
503,1

2,9

Yogyakarta

Surabaya

342,3

1.556,3

312,6

1.007,9

0,9

5,4

3,3

4,3

Medan

Pontianak

479,1

150,2

635,6

217,5

Ujung Pandang

348,2

434,8

1,3

Sumber: Biro Pusat Statistik, 1971.

Angka kenaikan tahunan yang terbesar ialah untuk Jakarta dan Surabaya. Tetapi angka tersebut kalah
besar kalau diban- dingkan dengan data pada tabel sebelumnya. Perbedaan me- nyolok tersebut
mungkin karena perbedaan waktunya, atau mungkin karena kekeliruan data. Yang jelas bahwa
penduduk kota tumbuhnya dengan pesat, uang biasanya dianggap sebagai akibat urbanisasi yang
tidak terkendali. Sesungguhnya pertam- bahan jumlah penduduk kota tidak hanya karena migrasi
desa- kota, melainkan juga dapat karena kejadian-kejadian lain. Mi- salnya akibat penghasilan di kota
relatif lebih tinggi daripada di pedesaan yang merupakan pendorong menaikkan fertilitas

248

penduduk; di samping itu pelayanan kesehatan lebih baik se- hingga moralitas kurang. Penyebab lain
yang harus diperhati- kan ialah bahwa seringkali kota memperluas wilayahnya de- ngan memasukkan
desa-desa atau kecamatan-kecamatan di sekitarnya ke dalam tebanya. Dengan sendirinya jumlah
pen- duduk kota bertambah meskipun kepadatan berkurang atau karena timbulnya kota-kota satelit
seperti Jakarta dengan Ke- bayoran Barunya.

b. Sebab-sebab Urbanisasi

Pada dasarnya ada tiga hal utama yang menyebabkan tim- bulnya urbanisasi, yaitu :

a) Adanya pertambahan penduduk secara alamiah; b) Terjadinya arus perpindahan dari desa ke kota;

c) kota, sebagai akibat perkembangan kota yang sangat pesat di berbagai bidang, terutama yang
berkaitan dengan tersedia- nya kesempatan kerja.

Sebab-sebab yang umum tersebut di atas, apabila diuraikan lebih lanjut terdiri dari adanya faktor
pendorong dan penarik. Faktor-faktor pendorong (push factors) adalah faktor-faktor yang ada pada
masyarakat pedesaan sendiri mendorong pendu- duk desa untuk meninggalkan daerah tempat
kediamannya. Sedangkan faktor-faktor penarik (pull factors) adalah faktor- faktor yang ada di
perkotaan dan mampu menarik penduduk desa untuk pindah dan menetap di perkotaan.

Apabila dianalisa lebih jauh lagi, ternyata bahwa sebab- sebab yang mendorong orang-orang desa
untuk meninggalkan tempat tinggal asalnya adalah sebagai berikut:

1) Timbulnya kemiskinan di pedesaan.. Kemiskinan di pedesa- an timbul karena beberapa sebah,


antara lain pertambah- an penduduk yang sangat cepat tidak seimbang dengan ke- cepatan
pertambahan persediaan lahan pertanian baru (meskipun upaya intensifikasi dan mekanisasi sudah
ditem- puh) dan terdesaknya kerajinan rumah di desa-desa oleh produk industri modern. Kedua hal
ini akan menimbul-

249

kan akibat yang sangat berat, yaitu langkanya kesempatan kerja. Maka suatu hal yang wajar bahwa
jumlah pengang- guran tersamar (disguised unemployment) di pedesaan sa- ngat besar. 2) Penduduk
desa, terutama kaum muda-mudi, merasa terte-

kan oleh adat istiadat yang ketat, mengakibatkan suatu

cara hidup yang monoton. Untuk mengembangkan per-

tumbuhan jiwanya, banyak yang pergi ke kota. 3) Di desa-desa tidak banyak kesempatan untuk
menambah pengetahuan. Oleh karena itu warga desa yang ingin maju terpaksa meninggalkan
desanya untuk menambah penge tahuan di kota. Biasanya pengetahuan yang diperoleh di kota
kurang mendapatkan peluang untuk diterapkan di desa, sehingga mereka yang merantau ke kota
untuk me- nambah pengetahuan setelah berhasil enggan untuk kemba- li ke desa.
4) Rekreasi, salah satu faktor yang penting di bidang spiritual kurang sekali, dan kalau ada
perkembangannya sangat lam- bat.

5) Penduduk desa yang mempunyai keahlian lain dari bertani, misalnya sają kerajinan tangan,
menginginkan pasaran yang lebih luas bagi hasil kegiatannya, yang hanya dapat diper- oleh di kota.

6) Kegagalan panen yang disebabkan berbagai sebab misalnya saja, banjir, serangan hama atau
kemarau panjang, memak- sa penduduk desa mencari sumber penghidupan lain di kota. Maksud
semula mungkin hanya untuk tinggal se- mentara di kota, sampai hasil pertanian di desa dapat men-
dukung kehidupan keluarganya lagi. Akan tetapi setelah merasakan bahwa di kota lebih mudah
mendapatkan naf- kah sehari-hari, biasanya mereka ini enggan untuk kembali lagi ke desa. Sebagian
lagi menjadi tenaga musiman yang be- kerja di desa pada saat musim tanam dan setelah kesibukan di
bidang pertanian berkurang mereka kembali lagi ke kota untuk mencari tambahan penghasilan.

250

7) Pertentangan dalam lingkup nasional, baik pertentangan antar kelompok, antar golongan, agama,
antar kelompok etnis atau suku bangsa dan terutama sekali pertentangan politis yang dampaknya
sampai ke pedesaan, memaksa warga desa untuk menyelamatkan diri ke tempat lain, biasanya di
kota-kota.

Di samping faktor-faktor pendorong yang seolah-olah mengusir penduduk dari pedesaan, juga
terdapat faktor-faktor penarik yang seakan-akan mengundang dan menawarkan kesempatan yang
lebih baik bagi penduduk desa untuk berbon- dong-bondong membanjiri kota. Faktor-faktor tersebut
antara lain

1) Penduduk desa kebanyakan beranggapan bahwa di kota ba- nyak pekerjaan dan lebih mudah
untuk mendapatkan penghasilan. Hal ini karena sirkulasi uang di kota jauh lebih cepat, lebih besar
(banyak) maka secara relatif lebih mu- dah untuk mendapatkan uang daripada di desa.

2) Usaha untuk mencari pekerjaan yang lebih sesuai dengan pendidikan, sebenarnya dilatar-
belakangi oleh motif untuk mengangkat posisi sosial dengan cara pergi ke kota dan be- kerja di sana.
Hal ini karena pendidikan modern telah men- ciptakan nilai-nilai baru dan harapan-harapan baru,
dan kehidupan di kotalah yang sesuai dengan hal tersebut.

3) Bagi orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu, kota memberi kesempatan untuk


menghindarkan diri dari kon- trol sosial yang terlalu ketat atau untuk mengangkat diri dari posisi
sosial yang rendah.

4) Di kota lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan usaha kerajinan rumah menjadi industri
kerajinan, misal- nya saja kerajinan membuat sepatu atau tas wanita, ko- por dan haisan dinding dari
kulit dalam bentuk wayang. Hal ini karena di kota banyak terdapat prasarana yang mendukung usaha
tersebut misalnya saja kredit dari bank dan pasaran yang akan menampung dan menyalurkan hasil
usaha tersebut.

) Kelebihan modal di kota lebih banyak daripada di desa.

251
6) Pendidikan, terutama pendidikan lanjutan lebih banyak di kota dan lebih banyak didapat.

7) Kota merupakan tempat yang lebih menguntungkan untuk mengembangkan jiwa dengan sebaik-
baiknya dan seluas-

luasnya. 8) Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan merupakan tempat
pergaulan dengan segala macam orang dari segala lapisan masyarakat.1

Sebagai gambaran, Sensus Penduduk 1971 menunjukkan

bahwa sebagian besar angkatan kerja Indonesia (sekitar 85%)

tinggal di daerah pedesaan, dan hanya 15% dari seluruh ang-

katan kerja tinggal di daerah perkotaan.

c. Akibat-akibat Urbanisasi

Salah satu bentuk yang paling nyata dari hubungan antara desa dar kota, terwujud dalam proses
urbanisasi. Hubungan antara desa dan kota tersebut bersifat timbal balik, dalam arti baik desa
maupun kota keduanya pengaruh-mempengaruhi. Pengaruh kota terhadap desa antara lain tampak
pada timbul- nya gejala urbanisme pada masyarakat di pedesaan. Urbanisme adalah cara atau gaya
kehidupan kota.2 Beberapa warga desa karena proses urbanisasi kemudian tinggal di kota. Biasanya
mereka ini meskipun kemudian sudah menjadi warga masya- rakat perkotaan, tetapi tidak
melepaskan sama sekali hubung- annya dengan desa dari mana dia semula berasal. Kadang- kadang
mereka kembali ke desa asal untuk sementara waktu, mungkin untuk menengok sanak keluarga yang
masih tinggal di desa, mengunjungi makam orang tuanya atau menghadiri perkawinan salah seorang
keluarga dekat. Pada saat pergi ke desa, beberapa unsur kehidupan kota akan dibawanya serta, dan
ada di antara warga desa yang kemudian meniru gaya ke- hidupan orang kota ini. Sebaliknya, di
antara orang-orang pe-

Disempurnakan lebih lanjut dari Soerjono Soekanto, Op-cit., h. 152154, dan J. W. Schoort, Op-cit., h.
266-267. 2

Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi, Cetakan Pertama, Jakarta, CV. Rajawali Press, 1983, h. 283.

252

desaan yang kemudian tinggal di kota ada yang menetap di kota, tetapi tidak menjadi orang kota.
Keadaan ini disebut sebagai incapsulation, yaitu seorang individu dapat dengan ce- pat
menyesuaikan diri dengan lingkungar. pekerjaannya yang baru (pakaian, jam kerja, hierarki jabatan),
tetapi mengenai pemeliharaan kesehatan keanggotaan perkumpulan bebas dan sebagainya, ia masih
berpegang pada latar belakang pedesa- an. Selanjutnya, proses urbanisasi akan menimbulkan akibat
3 lebih jauh lagi, antara lain adalah:

1) Terbentuknya suburb, tempat-tempat pemukiman baru di pinggiran kota, yang terjadi akibat
perluasan kota ka- rena pusat kota tidak mampu lagi menampung arus perpin- dahan penduduk desa
yang oegitu banyak.

2) Makin meningkatnya tuna-karya, yaitu orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap. Tuna-
karya ini terdiri dari orang desa yang tidak segera memperoleh pekerjaan di kota, ataupun orang kota
sendiri yang tidak berhasil da- lam persaingan memperebutkan kesempatan kerja yang sa- ngat
terbatas.

Persoalan tuna-karya ini akan menimbulkan berbagai ke- rawanan sosial, misalnya saja makin
tajamnya perbedaan antara golongan kaya-miskin (yang tidak begitu terasakan di desa)
meningkatnya pelacuran dan kriminalitas. Krimi- nalitas mungkin semula timbul karena dorongan
rasa lapar, tetapi kemudian berubah menjadi pekerjaan tetap karena dianggap sebagai cara yang
mudah untuk menumpuk ke- kayaan dengan waktu yang singkat.

3) Pertambahan penduduk kota yang pesat menimbulkan ma- salah perumahanOrang terpaksa
tinggal dalam rumah- rumah yang sempit dan tidak memenuhi persyaratan ke- sehatan. Hal ini akan
menimbulkan masalah yang lebih jauh lagi, yaitu kerusakan lingkungan hidup karena kota dipaksa
untuk menampung penduduk yang melebihi daya tampungnya. Salah satu akibatnya misalnya saja
sering ter

3J.W. Schoort, Op-cit., h. 288.

253

jadi musibah banjir yang disebabkan tersumbatnya saluran- saluran air oleh sampah yang dibuang
oleh penduduk secara sembarangan.

4) Lingkungan hidup yang tidak sehat, apalagi ditambah de- ngan adanya berbagai kerawanan sosial
memberi pengaruh yang negatif terhadap pendidikan generasi muda. Hal ini akan menjadi tempat
persemaian yang sangat subur untuk berkembangnya kenakalan anak-anak merupakan embrio bagi
tumbuhnya kejahatan anak-anak.

Berbagai akibat negatif dari proses urbanisasi ini meru- pakan masalah yang harus dihadapi oleh
seluruh warga masya- rakat, dan terutama menjadi tantangan bagi pemerintah (daerah) dan
kalangan ilmuwan sosial untuk mencari jalan pemecahannya.

d. Usaha-usaha Menanggulangi Urbanisasi

Berbagai tindakan dapat dilakukan, baik tindakan jangka pendek maupun yang berjangka panjang,
dalam lingkup lokal, nasional maupun internasional.¹ Berbagai tindakan tersebut akan diuraikan
secara singkat di bawah ini :

1) Lokal Jangka Pendek

a) Pembersihan daerah-daerah perkampungan melarat yang ada di tengah kota, dengan


memindahkan pendu- duk ke tempat-tempat yang sudah dipersiapkan terle- bih dahulu, baik di
pinggiran kota tersebut maupun di tempat lain, misalnya ke suatu proyek pemukiman transmigran.

b) Perbaikan kampung melarat. Misalnya saja di Jakarta ada proyek Muhammad Husni Thamrin
(MHT). Mak- sudnya adalah untuk membuat lingkungan pemukim- an tersebut layak sebagai tempat
tinggalBiasanya tindakan ini diambil bila usaha pembersihan (pem- bongkaran) atau pemindahan
penduduk tidak dapat dilaksanakan.

1 Ibid, h287-292.

254
c) Membuat dan melaksanakan proyek sites and service atau proyek plottownship, yaitu pemerintah
mengem- bangkan daerah pemukiman sederhana beserta seluruh prasarana seperti jalan, air
leidingsaluran pembuangan air dan listrik. Kemudian disediakan tanah kaveling di mana penduduk
dapat membangun rumah sendiri se- cara swakarya

d) Memperluas kesempatan kerja. Misalnya saja memberi- kan rangsangan bagi perkembangan
industri rumah tangga di sektor tradisional, antara lain dengan pembe- rian kredit modal dan
pendidikanBila keadaan me- mungkinkan, dapat dilakukan investasi di sektor indus- tri modern
dalam perekonomian kota.

2) Lokal Jangka Panjang

Salah satu di antaranya adalah penyusunan masterplan (rencana induk), yaitu himpunan rumusan
tindakan- tindakan yang harus menjaga agar sejumlah faktor-faktor seperti pembangunan
perumahan, lapangan kerja, in- frastruktur, tempat rekreasi dan sebagainya tumbuh secara bersama-
sama dan seimbangMasterplan ini harus menun- jukkan arah perkembangan kota dalam jangka yang
agak panjang.

3) Nasional Jangka Pendek

Pemerintah dapat mengatur masalah migrasi (perpindahan) penduduk dari pedesaan ke kota dengan
peraturan per- undang-undangan. Tetapi pengalaman Nigeria yang pernah menerapkan undang-
undang semacam ini ternyata tidak membawa hasil.

Pada tahun 1982 di Nigeria diumumkan sebuah peraturan yang menetapkan, para remaja yang
berada di kota-kota besar yang tidak berhasil mendapatkan pekerjaan, harus se- gera kembali ke
tempat asal mereka. April 1974 polisi me- nangkap semua remaja di kota Niamey yang melanggar
peraturan tersebut, tetapi ternyata bahwa pelanggaran- pelanggaran selanjutnya masih terus terjadi.

255

4) Nasional Jangka Panjang

Dalam perencanaan tingkat nasional pada berbagai sektor, proses urbanisasi mendapat perhatian
secukupnya. Dalam rencana pengembangan kota misalnya saja dapat diren- canakan tindakan-
tindakan sebagai berikut:

a) pemencaran pembangunan kota dengan membangun

kota-kota baru:

b) rencana pembangunan daerah dengan memusatkan per- hatian pada pengembangan kota-kota
sedang dan kecil sebagai pusat pengembangan (growth-centres) wilayah yang terutama bercorak
pedesaan;

c) mengendalikan industrialisasi di kota-kota besar.

e. Urbanisme

Sejarah perkembangan kehidupan kota tidak mudah di- pelajari oleh para mahasiswa maupun
ilmuwan, karena ternya- ta masih banyak hal yang tidak diketahui dan tidak lengkap.
Lebih-lebih karena masih adanya perbedaan pendapat mengenai definisi "urbanisasi" dan
"urbanisme". Untuk mem- buat definisi "urbanisme" harus ada kriteria tertentu, dan ada yang
berpendapat sebagai berikut: Kriteria pertama yang harus ada ialah adanya golongan penduduk di
kota yang mempunyai bidang pekerjaan yang sifatnya nonagraris; kedua, ada suatu sistem
pendidikan yang menyebarkan pendidikan ketrampilan, ketiga, adanya suatu kekuasaan politik yang
stabil agar konti- nuitas dapat terselenggara dan keempat, ada golongan peda- gang dan pelayanan
yang dapat menyediakan dan mensuplai bahan kebutuhan penduduk kota.

Mengenai kriteria tersebut di atas timbul banyak keberat- an antara lain, aspek fisik kota tidak
diperhatikan. Louis Wirth dalam kertas kerjanya yang berjudul "Urbanis as a way of life" berpendapat
bahwa :

a) urbanisasi menimbulkan inovasi, spesialisasi, diversitas, dan anonimitas. Kota dapat menciptakan
cara hidup yang berbeda (distinct) disebut dengan istilah urbanism.

256

b) luas (size), kepadatan (density) dan heterogenitas (hetero- geneity) merupakan variabel bebas
yang menentukan "ur- banisme", atau gaya hidup kota. Menurut of life meru-

pakan sukses dalam artian ekonomi, tetapi dari segi sosial Louis With: Urbanisme sebagai way
merupakan sesuatu yang destruktif. Dari segi sosiologi, para ahli sosiologi lebih menekankan
perhatiannya pada pola organisasi sosial atau diferensiasi so-

sial yang dapat dijadikan Para geografiwan lebih memfokuskan pada peranan fung ciri masyarakat
kota (Wirth, 1938). sionalnya memandang kota itu sebagai penggerak atau ge- nerator sesuatu
wilayah.

Dalam kepustakaan geografi pandangan seorang geografi- Iwan terhadap "urbanisasi" ini ialah
sebuah kota sebagai sesuatu yang integral, dan yang memiliki pengaruh atau me- rupakan unsur yang
dominan dalam sistem keruangan yang lebih luas tanpa mengabaikan adanya jalinan yang erat antara
aspek politik, sosial, dan aspek ekonomi dengan wilayah di sekitarnya.

Pandangan inilah yang menjadi titik tolak untuk dapat menjelaskan atau menafsirkan proses
urbanisasi. Dengan de- mikian, menurut King dan Colledge (1978), maka urbanisasi dapat dikenal
melalui empat proses utama keruangan (four major spatial processes) yaitu :

1) Adanya pemusatan kekuasaan pemerintah kota sebagai pengambil keputusan dan sebagai badan
pengawas dalam penyelenggaraan hubungan kota dengan daerah sekitar nya.

2) Adanya arus modal dan investasi untuk mengatur kemak- muran kota dan wilayah di sekitarnya,
dan selain dari itu penentuan/pemilihan lokasi untuk kegiatan ekonomi mem- punyai pengaruh
terhadap arus bolak-balik kota-desa.

3) Difusi inovasi dan perubahan yang berpengaruh terhadap aspek sosial, ekonomi, budaya dan
politik di kota akan dapat meluas di kota-kota yang lebih kecil bahkan ke

257

daerah pedesaan. Difusi ini dapat mengubah suasana desa menjadi suasana kota.
4) Migrasi dan pemukiman baru dapat terjadi apabila penga- ruh kota secara terus-menerus masuk
ke daerah pedesaan. Perubahan pola ekonomi dan perubahan pandangan pen- duduk desa
mendorong mereka memperbaiki keadaan sosial ekonomi.

Mengenai istilah urbanism dan urbanization memang da- pat membingungkan pemakaiannya.
Sedikit penjelasan tam- bahan di sini agar menjadi lebih jelas dapat dikutip pendapat dari Mendoes
dan Mizruchi (1969) sebagai berikut:

"While urbanization has to do with metropolitan growth, urbanism refers to the conditions of life
associated with living in cities. Urbanism can thus be referred to as a way of life or life style
characteristic of cities. The term urbanism is sometime, used to represent an entirely different
concept. Thus students can be excused for some- times confusing the two". Menurut Schnore (1964):

"Urbanisme with it changes in the values, mores, customs and behaviors of a population, is often
seen as one of the consquences of urbanizations."

Jadi, dalam hal ini istilah atau pengertian "urbanisasi" dikaitkan dengan proses terbentuknya kota
dan perkembang- annya, sedang istilah "urbanisme" dikaitkan dengan perilaku hidup atau cara hidup
di kota.

RANGKUMAN

1. Yang dimaksud masyarakat pedesaan : adalah sekelompok orang yang hidup bersama dan
bekerjasama yang berhu- bungan secara erat tahan lama dengan sifat-sifat yang hampir sama
(homogen) di suatu daerah (wilayah) ter- tentu dengan bermata pencarian dari sektor pertanian
(agraris).

258

2. Masyarakat pedesaan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a. Di dalam masyarakat pedesaan di


antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan
hubungan mereka dengan masyarakat lainnya di luar batas-batas wilayahnya.

b. Sistem kehidupan umumnya berkelompok sar sistem kekeluargaan. c. Sebagian besar warga
masyarakat pedesaan hidup dari dengan da- pertanian (agraris) dan pekerjaan-pekerjaan yang bukan
agraris hanya bersifat sambilan sebagai pengisi waktu

luang.

d. Masyarakat pedesaan bersifat homogen baik dalam hal agama, mata pencarian adat kebiasaan
atau kebudaya- an dan sebagainya.

Di dalam masyarakat pedesaan berlaku cara-cara hidup yang bersifat gotong-royong dan tolong-
menolong.

3. Hakikat sifat masyarakat pedesaan Sifat hakikat masyarakat pedesaan yang banyak kegotong-
royongan dan tolong-menolong sebetulnya banyak juga terdapat masalah-masalah sosial yang
menimbulkan banyak ketegangan sosial. Maka anggapan orang-orang kota bahwa masyarakat
pedesaan adalah masyarakat yang tenang dan damai penuh keharmonisan cocok untuk tempat
pelepasan lelah dari bermacam-macam kesibukan dan kekusutan pikir orang-orang kota adalah tidak
dapat dan tidak benar, karena kenyataan dalam masyarakat pedesaan banyak ter- dapat ketegangan
sosial.

Adapun penyebab ketegangan-ketegangan tersebut, karena dalam masyarakat terdapat lain apa yang
disebut : Konflik atau pertengkaran antara anggota-anggota war-

a.

ga masyarakat pedesaan.

b. Kontraversi atau pertentangan sikap atau pendapat antara para warga masyarakat.

c. Kompetisi yang pada hakikatnya merupakan sifat ha- kikat manusia yang juga ada dalam
masyarakat pedesa-

259

an. Sifat bersaing ada juga dalam masyarakat pedesa- an, yang hal ini menimbulkan banyak
ketegangan sosial.

4. Kegiatan bekerja masyarakat pedesaan. Sifat hakikat masyarakat pedesaan adalah suka bekerja
dan menilai tinggi terhadap kegiatan bekerja. Maka tidak perlu adanya motivasi untuk menambah
kegiatan bekerja bagi masyarakat pedesaan, tetapi perlu adanya pengarahan agar mereka
mempunyai kegiatan bekerja yang efektif dan efisien serta kontinue, jangan sampai terjadi masa-
masa ko- song bekerja karena adanya perubahan musim (misalnya musim penghujan dan kemarau).
Memang diakui adanya sikap mental yang religio magis di kalangan masyarakat pedesaan khususnya
yang bersangkut-paut dengan ma- salah keyakinan, upacara adat dan takhayul.

5. Kota adalah suatu himpunan penduduk masalah yang tidak agraris, yang bertempat tinggal di
dalam dan di seki- tar suatu kegiatan ekonomi, pemerintah, kesenian, ilmu pe- ngetahuan dan
sebagainya.

6. Sifat-sifat masyarakat yang mendiami kota yaitu : a. Jumlah penduduk besar dan padat;

b. Penduduk terbanyak dan padat pada pusat kota; c. Tambahan cacah jiwa cepat, terutama
disebabkan oleh

migrasi dari luar;

d. Penduduk beraneka macam baik asal-usul, agama, pen- didikan, norma sosial, suku bangsa dan
sebagainya; e. Sifat penduduk mudah bergerak, mudah pindah peker- jaan, komunikasi yang ramai
dan sebagainya.

f. Pergaulan yang ramai antara penduduk kota.

Sifat-sifat atau cara hidup yang demikian itu menarik ma- syarakat pedesaan, sehingga sering
menimbulkan berdu- yun-duyun masyarakat pedesan pergi ke kota yang sering disebut dengan istilah
urbanisasi.

260
7

. Keadaan masyarakat kota sebagai akibat adanya urbani- sasi tersebut mempunyai pengaruh sebagai
berikut : a. Membuat penduduk kota terdiri dari campuran asal- usul, tradisi, agama, nilai-nilai hidup
dan sebagainya

b. Sebagian besar penduduk kota ada dalam golongan umum yang sebaik-baiknya untuk
bekerja/berusahac. Terjadi perbedaan yang tajam antara si kaya dengan si miskin.

8.

Urbanisasi juga mempunyai pengaruh terhadap masyara- kat pedesaan antara lain sebagai berikut :
a. Mempercepat peleburan pergaulan hidup yang beku dah tradisional di pedesaan.

b. Terlantarnya pedesaan karena ditinggalkan oleh pen-

duduk yang produktif. c. Penduduk di pedesaan hanya tinggal anak-anak dan orang yang sudah
jompo yang tidak produktif dalam bekerja, yang hal ini menyebabkan desa makin bertam- bah
mundur, baik dalam lapangan sosial ekonomi, maupun dalam hal pembangunan.

Akibat buruk tersebut masih ditambah oleh tidak adanya kesesuaian norma sosial antara desa dan
kota yang meng- akibatkan adanya gejala-gejala kemunduran akhlak seperti mabuk-mabukan,
penodongan, pelacuran, ngebut, peni- puan dan lain-lain.

9. Usaha-usaha pencegahan antara lain :

a. Perbaikan perekonomian pedesaan, peningkatan atau usaha efisien pertanian, desentralisasi


perindustrian, penggalian sumber-sumber baru dalam rangka memper- luas lapangan kerja seperti
ketrampilan, kerajinan, pari- wisata, usaha wiraswasta dan sebagainya.

b. Perbaikan mutu penduduk pedesaan dengan mening- katkan mutu dan jumlah lembaga-lembaga
sosial, pen- didikan, gedung pertemuan, kesenian dan lain sebagai- nya.

C. Politik kebudayaan yang lebih berisi pendidikan me- ngutamakan pendidikan pribadi yang
berakhlak tinggi susila dan bertanggung jawab.

261

d. Pembentukan golongan-golongan yang dapat menum- buhkan kesadaran akan nilai-nilai hidup
seperti RT, RK, disertai dengan rencana-rencana pembangunan yang meliputi lapangan sosial,
ekonomi, kebudayaan dan sebagainya. Perbaikan tata kota. Yaitu adanya tempat-tempat hi- e.

buran, olahraga, tempat ibadah dan sebagainya.

10. Masyarakat pedesan dapat dibedakan dari masyarakat per- kotaan dengan melihat faktor-faktor
sebagai berikut:

a. jumlah dan kepadatan penduduk b. lingkungan hidup

C. mata pencarian
d. corak kehidupan sosial e. stratifikasi sosial mobilitas sosial

g. pola interaksi sosial

h. solidaritas sosial i. kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional. Antara masyarakat
pedesan dan perkotaan terdapat hu- bungan yang erat, ada saling membutuhkan. Desa antara lain
memenuhi kebutuhan kota akan bahan-bahan pangan dan tenaga kasar. Kota menghasilkan barang-
barang dan pelayanan bidang jasa yang dibutuhkan di desa tetapi tidak dapat dipenuhi sendiri oleh
warga masyarakat pedesaan. Juga kota merupakan tempat penampungan tenaga kerja yang tidak
terserap lagi oleh lapangan kerja yang tersedia di pedesaan.

11. Urbanisasi adalah proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota. Dapat juga diartikan bahwa
urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan. Proses tersebut ditandai dengan ciri-
ciri sebagai berikut :

a. Terjadinya arus perpindahan penduduk dari desa ke kota.

b. Bertambah besarnya jumlah tenaga kerja nonagraris di sektor sekunder (industri) dan sektor
tersier (jasa). c. Tumbuhnya pemukiman menjadi kota.

262
d. Meluasnya pengaruh kota di daerah pedesaan di bagian ekonomi, sosial, kebudayaan dan
psikologis.

Adapun sebab-sebab utama timbulnya urbanisasi kelompokkan dalam dua faktor, yaitu faktor-faktor
pen- dorong (push factors) dan faktor-faktor penarik (pull factors)dapat di-

Faktor-faktor pendorong terjadinya urbanisasi antara lain: a. Timbulnya kemiskinan di pedesaan,


akibat tidak se- imbangnya pertambahan jumlah penduduk yang sangat cepat dengan pertambahan
kesempatan kerja. b. Adanya golongan penduduk desa (muda-mudinya)

yang ingin melepaskan diri dari tekanan adat-istiadat

yang ketat. Keinginan warga desa untuk menambah pengetahuan. C. d. Kurangnya sarana rekreasi di
desa.

e. Keinginan mengembangkan kemampuan lain dari bi- dang pertanian. fKeinginan menyelamatkan
diri dari akibat pertentang-

an dalam lingkup nasional.

g. Kegagalan panen.

Faktor-faktor penarik yang mepmperbesar arus urbanisasi antara lain adalah :

a. Anggapan bahwa di kota lebih mudah mencari pekerja-

an.
b. Keinginan untuk mengangkat posisi sosial.

c. Kota dianggap sebagai tempat untuk menghindarkan diri dari kontrol sosial yang ketat.

d. Di kota ada kesempatan dan prasarana untuk mengem- bangkan usaha nonpertanian.

e.

Kota memberikan kemungkinan yang lebih memadai

untuk pengembangan jiwa.

12. Hubungan timbal balik antara kota dan desa tampak nyata dalam wujud urbanisasi. Di samping
itu juga timbul gejala urbanisasi pada masyarakat pedesaan, yaitu sikap meniru cara gaya kehidupan
kota.

263

Ada juga warga pedesaan yang kemudian tinggal dan mene-

tap di kota, tetapi tidak menjadi orang kota. Keadaan se-

perti ini disebut incapsulation. Lebih jauh lagi urbanisasi akan menimbulkan akibat-aki-

bat sebagai berikut : a. Terbentuknya suburb.

b. Makin meningkatnya tuna karya di kota. c. Timbulnya masalah perumahan atas pemukiman di
kota.

d. Memburuknya kualitas lingkungan hidup.

Tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi akibat negatif urbanisasi meliputi tindakan jangka
pendek dan jangka panjang, dan dalam lingkup lokal nasional ataupun internasional.

LATIHAN

Kerjakanlah soal-soal berikut ini dengan memilih jawaban- jawaban yang telah tersedia.

Berikan tanda-tanda sebagai berikut :

a. bila a dan b betul

b. bila a, b dan c betul

c. bila b dan c betul d. bila semuanya betul.

1. Ciri-ciri masyarakat pedesaan antara lain adalah sebagai berikut : a. mata pencarian utamanya
dibidang

agraria atau per-


tanian. corak kehidupan sosialnya bersifat homogen. b.

c. mobilitas sosia. warga masyarakatnya sangat besar.

d. perbedaan antara pihak yang kaya dan miskin sangat

besar.

2. Ciri-ciri masyarakat perkotaan antara lain adalah sebagai berikut :

a. jumlah penduduk besar dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi

264

b. mata pencarian utama penduduknya di sektor ekonomi sekunder (bidang industri) dan sektor
ekono- mi tersier (bidang pelayanan jasa)

c . dalam interaksi dan hubungan sosial yang sangat ber- peran adalah motif-motif sosial d. solidaritas
sosial timbul akibat perbedaan tujuan hidup.

3Hubungan timbal-balik antara masyarakat perkotaan ter- cermin pada keadaan-keadaan sebagai
berikut : a. masyarakat perkotaan membutuhkan bahan-bahan

yang dihasilkan masyarakat pedesaan. b. desa merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis-jenis
pekerjaan tertentu di kota, seperti buruh bangunan da- lam proyek-proyek perumahan atau pekerja
kasar da- lam proyek pembangunan atau perbaikan jalan kota menghasilkan alat-alat transportasi
dan komuni- C.

kasi modern bagi warga masyarakat pedesaan d. kota menyediakan (pendidikan) tenaga-tenaga
pelayan- an jasa di bidang medis atau kesehatan bagi warga ma- syarakat pedesaan.

4. Berbagai kesulitan yang timbul pada masyarakat pedesaan antara lain akibat dari hal-hal sebagai
berikut : a. warga masyarakat pedesaan tidak dapat hidup mewah

seperti sebagian besar warga masyarakat kota b. pertambahan jumlah penduduk yang sangat besar

c. terbatasnya luas lahan pertanian

d. warga masyarakat perkotaan tidak mau menolong war- ga masyarakat pedesaan yang menderita
kesulitan.

5. Urbanisasi adalah :

a. Proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota b. Proses terjadinya masyarakat perkotaan

c. Proses yang membawa bagian yang semakin besar dari penduduk suatu negara untuk berdiam di
pusat-pusat perkotaan

d. Proses diterlantarkannya kegiatan di bidang pertanian.


265

Anda mungkin juga menyukai