Anda di halaman 1dari 6

Tafsir Surat Yunus Ayat 40-41

Tafsir Surat Yunus ayat 40-41 ini disarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi
Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar. Ada empat poin penting dalam ayat ini
yakni realitas keberimanan, pembuat kerusakan, konsekuensi amal dan
menyikapi perbedaan tanpa kekerasan.

1. Realitas Keberimanan
Allah Subhanahu wa Ta’ala memaparkan bahwa manusia terbagi
menjadi dua golongan. Ada yang beriman kepada Al Quran dan ada
yang tidak beriman.

‫َو ِم ْن ُه ْم َم ْن يُؤْ ِمنُ ِب ِه َو ِم ْن ُه ْم َم ْن ََل يُؤْ ِمنُ ِب ِه‬

Di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al Quran, dan


di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya..
(QS. Yunus: 40)

Secara khusus, Surat Yunus ayat 40 ini berbicara tentang orang-orang


Makkah. Namun secara umum, ia juga berlaku untuk semua umat
manusia.

“Di antara mereka yang engkau diutus kepada mereka, hai Muhammad,
ada orang-orang yang beriman kepada Al Qur’an ini dan mengikutimu
serta beroleh manfaat dari risalah yang engkau sampaikan,” terang Ibnu
Katsir ketika menafsirkan ayat ini. “Tapi ada juga yang tidak beriman,
bahkan mereka mati dalam kekafirannya dan kelak akan dibangkitkan
dalam keadaan kafir.”

2. Pembuat Kerusakan
Orang-orang musyrikin Makkah menuduh Rasulullah dan pengikutnya
berbuat kerusakan, pemecah belah dan merusak persatuan Makkah.
Maka Allah menjawab tuduhan mereka.

َ‫َو َربُّكَ أَ ْعلَ ُم ِب ْال ُم ْف ِسدِين‬

..Dan Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat


kerusakan. (QS. Yunus: 40)

“Orang-orang yang berbuat kerusakan ialah orang-orang yang tidak


beriman,” tulis Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. “Tidaklah
terjadi kerusakan di muka bumi seperti yang disebabkan oleh sesatnya
manusia dari keimanan kepada Tuhannya dan dari beribadah kepada-
Nya saja. Tidaklah meraja lela kerusakan di muka bumi kecuali
disebabkan oleh ketundukan kepada selain Allah dengan segala akibat
buruk yang ditimbulkannya bagi kehidupan manusia dari semua segi.”

Arab sebelum Islam dipenuhi dengan kejahiliyahan. Al Quran menyebut


mereka berada dalam kesesatan yang nyata .)‫(ضالل مبين‬
Buya Hamka menjelaskan dalam Tafsir Al Azhar, kesesatan nyata yang
dialami bangsa Arab diutusnya Rasulullah antara lain:
• Menguburkan anak perempuan hidup-hidup
• Orang kaya memeras orang miskin dengan riba
• Menyembah berhala
• Perang antar kabilah
Bukankah empat hal itu saja sudah menggambarkan betapa parah
kerusakan yang dilakukan orang-orang yang tak beriman? Demikian
pula kerusakan di abad-abad berikutnya. Siapakah yang membantai 20
juta suku Aborigin di Australia? Siapakah yang membantai lebih dari 100
juta suku indian merah di Benua Utara Amerika? Siapakah yang
membantai lebih dari lebih dari 50 juta Indian merah di benua Selatan
Amerika? Siapa yang menyulut perang dunia 1 dan perang dunia 2?
Semua kerusakan itu dilakukan oleh orang-orang yang tak beriman
kepada Al Quran.
3. Konsekuensi Amal
Allah memberikan taujih (arahan) kepada Rasulullah untuk menyatakan
bahwa segala perbuatan ada konsekuensinya dan masing-masing orang
akan mendapatkan konsekuensi atas apa yang dilakukannya.

‫َو ِإ ْن َكذَّبُوكَ فَقُ ْل ِلي َع َم ِلي َولَ ُك ْم َع َملُ ُك ْم‬

Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah: “Bagiku pekerjaanku


dan bagimu pekerjaanmu.. (QS. Yunus: 41)

“Allah memberikan pengarahan kepada Rasul agar jangan terpengaruh


dengan kebohongan para pendusta ini. Juga agar berlepas tangan dari
mereka dan perbuatan mereka,” kata Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil
Qur’an. “..juga membiarkan mereka sendirian menanggung akibatnya.”

Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar menjelaskan, jika mereka masih saja
membantah dan tidak mau percaya, ayat ini memerintahkan Rasulullah
untuk menegaskan bahwa “bagiku amalku, bagi kalian amal kalian.”
Masing-masing ada konsekuensi dan akibatnya. Amal baik membawa ke
surga. Amal buruk menyeret ke neraka.

Perihalnya sama dengan firman Allah:

ُ ‫َّللا َوه َُو َربُّنَا َو َربُّ ُك ْم َولَنَا أَ ْع َمالُنَا َولَ ُك ْم أَ ْع َمالُ ُك ْم َون َْحنُ لَهُ ُم ْخ ِل‬
َ‫صون‬ ِ َّ ‫قُ ْل أَت ُ َحا ُّجونَنَا فِي‬

Katakanlah: “Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang


Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu; bagi kami
amalan kami, dan bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya kami
mengikhlaskan hati, (QS. Al Baqarah: 139)

َ‫س َال ٌم َعلَ ْي ُك ْم ََل نَ ْبتَ ِغي ْال َجا ِهلِين‬


َ ‫ضوا َع ْنهُ َوقَالُوا لَنَا أَ ْع َمالُنَا َولَ ُك ْم أَ ْع َمالُ ُك ْم‬
ُ ‫س ِمعُوا اللَّ ْغ َو أَع َْر‬
َ ‫َوإِذَا‬

Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat,


mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: “Bagi kami amal-
amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami
tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil”. (QS. Al Qashash: 55)
4. Menyikapi Perbedaan Tanpa Kekerasan
Lalu Allah menutup ayat ini dengan firman-Nya:

َ‫أَ ْنت ُ ْم بَ ِريئُونَ ِم َّما أَ ْع َم ُل َوأَنَا بَ ِري ٌء ِم َّما تَ ْع َملُون‬

..Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun
berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS. Yunus: 41)
Inilah taujih Rabbani. Agar Rasulullah dan kaum muslimin berlepas diri
dari mereka dan apa yang mereka kerjakan.

Secara muamalah, masih diperbolehkan berinteraksi dengan mereka.


Namun dalam masalah aqidah, tak boleh ada kerja sama. Dalam
masalah ibadah, tak boleh ada kerja sama. Dan atas kejahatan dan
kerusakan yang mereka perbuat, kaum muslimin harus berlepas diri dari
mereka.

Meskipun mereka mendustakan Rasulullah, Allah tidak memerintahkan


memusuhi mereka dengan kekerasan. Allah hanya memerintahkan
berlepas diri dari apa yang mereka kerjakan. Maka dengan kedamaian
Islam seperti ini, banyak di antara orang-orang musyrikin Makkah yang
kemudian satu per satu masuk Islam.

Anda mungkin juga menyukai