Anda di halaman 1dari 47

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sistem

pemerintahan republik. Wilayahnya terbentang dari Sabang hingga Merauke

dengan 17.508 pulau, menjadikan Indonesia sebagai negara maritim. Tak heran,

jika luas wilayah tersebut menjadikannya kaya akan suku, bahasa, dan

kebudayaan yang beranekaragam. Budaya menghasilkan ilmu pengetahuan dari

hasil cipta (akal), rasa (indra), dan karsa (kekuatan, kehendak) manusia guna

memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil cipta sendiri terbagi menjadi dua macam,

meliputi karya seni dan karya sastra.

Karya seni dan karya sastra yang beragam dapat dikategorikan sebagai

hasil peninggalan kebudayaan masa lampau sebagai bukti kejayaan bangsa zaman

dulu. Wujud peninggalan kebudayaan berupa candi, arca, prasasti, benda

bersejarah, musik dan tarian daerah, bahasa dan aksara daerah, naskah, dan lain-

lain. Salah satu di antaranya adalah karya tulis yang tertuang pada logam, batu,

kulit kayu, kulit binatang, maupun kertas. Karya sastra atau karya tulis pada

prinsipnya mencakup segala kehidupan manusia dalam arti yang luas

(Iskandarwassid, 2003:138). Sebagai peninggalan tertulis, naskah-naskah masa

lampau banyak memberikan informasi seperti aspek keagamaan, sosial, ekonomi,

filsafat, dan budaya.

Karya-karya tulisan masa lampau merupakan hasil peninggalan yang

mampu menginformasikan buahcommit to user


pikiran, perasaan, dan informasi mengenai

1
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2

berbagai segi kehidupan yang pernah ada (Elis Suryani, 1994:2). Karya-karya

dengan kandungan informasi mengenai masa lampau itu tercipta dari latar sosial

budaya yang tidak ada lagi atau yang tidak sama dengan latar sosial budaya

masyarakat pembaca masa kini. Sebagai produk masa lampau, peninggalan tulisan

yang berasal dari kurun waktu beberapa puluh atau ratus tahun yang lalu pada saat

ini dalam kondisi yang sudah mengalami kerusakan (Siti Baroroh Baried, dkk,

1994:1). Bahan yang berupa kertas dan tinta, serta bentuk tulisan, dalam

perjalanan waktu, ada yang mengalami kerusakan atau perubahan, karena faktor

waktu atau kesengajaan penyalinnya. Hal tersebut mengakibatkan munculnya

variasi bacaan dalam karya tulisan masa lampau (Elis Suryani, 1994:2).

Naskah dengan kondisi yang demikian menuntut adanya pendekatan dan

penanganan yang tepat, yaitu melalui bidang ilmu filologi. Adanya penelitian

dengan tinjauan filologi maka berbagai informasi masa lampau bangsa Indonesia

dapat diungkapkan. Filologi berusaha untuk melacak bentuk mula teks yang

menyimpan informasi itu. Kerja filologi dilatarbelakangi oleh anggapan atau

harapan tentang adanya nilai-nilai hasil budaya masa lampau yang diperlukan

dalam kehidupan masa kini yang terkandung dalam naskah lama (Siti Baroroh

Baried, dkk, 1994:9).

Pekerjaan atau tugas utama filolog adalah mendapatkan kembali naskah

yang bersih dari kesalahan, yang berarti memberikan pengertian sebaik-baiknya

dan yang bisa dipertanggungjawabkan, sehingga kita dapat mengetahui naskah

yang paling dekat dengan aslinya (Edwar Djamaris, 2006:7). Seorang filolog

memerlukan naskah sebagai bahan penelitian. Naskah-naskah sekarang ini dapat


commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3

dijumpai di berbagai perpustakaan baik milik nasional maupun daerah, museum

baik dalam negeri maupun luar negeri, maupun koleksi pribadi.

Ditinjau dari segi bahasa, jenis naskah ada bermacam-macam, antara lain

naskah berbahasa Sunda, Aceh, Lampung, Madura, Bali, Batak, Melayu dan

termasuk naskah berbahasa Jawa. Naskah Jawa masih terbagi lagi berdasarkan

isinya. Penjenisan naskah Jawa berdasarkan isinya menurut Nancy K. Florida

(1994:5) adalah sebagai berikut: (1) Sejarah: Jawa, Eropa, Islam; (2) Religi:

Islam, kejawen; (3) Roman Islam; (4) Piwulang; (5) Roman Sejarah; (6) Roman

Sejarah China, (7) Wayang; (8) Lakon Wayang; (9) Sastra; (10) Linguistik dan

sastra; (11) Syair puisi; (12) Sains Jawa; (13) Keris dan Mpu-nya; (14) Musik dan

Tari; (15) Upacara adat, hukum, adat, dan lainnya; (16) Hukum; (17) Keraton,

Mangkunegaran: arsip dan administrasi.

Berdasarkan klasifikasi naskah di atas berfungsi untuk menginformasikan

kepada peneliti mengenai jenis naskah yang dapat dijadikan sebagai objek dalam

sebuah penelitian. Dari informasi tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji naskah

yang termasuk ke dalam jenis Keraton, Mangkunegaran, yakni naskah yang

tergolong Miscellaneous Histories and Didactic Literature (serba aneka sejarah

dan kesusastraan bersifat mendidik) dengan judul Patamanan Dalêm ing Ujung

Puri Mangkunêgaran, yang kemudian disingkat PDUPM.

Dilihat dari segi judulnya, naskah ini merupakan naskah yang berisikan

taman milik Pura Mangkunegaran bernama Ujung Puri. Sebelum melakukan

pengkajian terhadap naskah, langkah awal dalam penelitian filologi adalah

inventarisasi naskah PDUPM melalui penelusuran dari berbagai katalog. Hal ini
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4

bertujuan untuk mengetahui kedudukan naskah dan persebarannya di berbagai

tempat penyimpanan. Adapun katalog yang dimaksud, yaitu:

1. Descriptive Catalogue of the Javanese Manuscripts and Printed Books in the

Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta (Nikolaus Girardet, with the

assistance of Suzan Piper, R.M. Soetanto, 1983)

2. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid I Museum Sonobudoyo

Yogyakarta (Dr. T.E. Behrend, 1990)

3. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 2 Kraton Yogyakarta

(Jennifer Lindsay, R.M. Soetanto dan Alan Feinstein, 1994)

4. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 3-A dan 3-B Fakultas

Sastra Universitas Indonesia (T.E. Behrend, Titik Pudjiastuti, 1997)

5. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid IV Perpustakaan Nasional

Republik Indonesia (T.E. Behrend, 1998)

6. Katalog Javanese Literature in Surakarta Manuscripts Nancy K. Florida

Volume I Introduction and Manuscripts of the Karaton Surakarta (Nancy K.

Florida, 1993)

7. Katalog Javanese Literature in Surakarta Manuscripts Nancy K. Florida

Volume II Manuscripts of the Mangkunagaran (Nancy K. Florida, 1994)

8. Katalog Javanese Literature in Surakarta Manuscripts Nancy K. Florida

Volume III Manuscripts of the Radya Pustaka Museum and the

Hardjonagaran Library Volume III (Nancy K. Florida, 2012)

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5

9. Katalog Lokal Perpustakaan Museum Radya Pustaka Surakarta,

Perpustakaan Sasana Pustaka Keraton Surakarta, Perpustakaan Reksa

Pustaka Mangkunegaran Surakarta, dan Yayasan Sastra Lestari Surakarta.

Hasil pelacakan dan inventarisasi pada katalog-katalog tersebut

ditemukan satu naskah PDUPM. Naskah dengan judul tersebut tersimpan di

perpustakaan Reksa Pustaka Pura Mangkunegaran Surakarta dengan katalog lokal

Reksa Pustaka bernomor naskah J 10 dan dalam Javanese Literature in Surakarta

Manuscripts Nancy K. Florida Volume II Manuscripts of the Mangkunagaran

naskah tersebut bernomor MN 612 (Nancy K. Florida, 1994:411).

Selanjutnya menentukan naskah PDUPM merupakan naskah jamak atau

tunggal dengan cara invetarisasi lanjutan. Teks PDUPM telah dialihaksarakan

oleh Wilopinilih dan Amani Pudji Astuti pada tahun 1980 dengan nomor katalog

MN 612 TT, dengan judul Pêtamanan Dalêm ing Ujung Puri. Hal ini dipertegas

oleh Nancy K. Florida (1994:411) dalam katalognya yang menyatakan bahwa

naskah MN 612 TT merupakan typed transliteration of MN 612 (diketik

transliterasi dari MN 612). Kemudian tahun 2009 dilakukan pengetikan ulang

terhadap hasil alihaksara oleh pihak Reksa Pustaka. Meskipun ditemukan hasil

alih aksara dari teks PDUPM, dapat disimpulkan bahwa naskah PDUPM

merupakan naskah tunggal.

Kondisi naskah PDUPM secara umum cukup baik, hanya saja kondisi

penjilidan naskah yang dapat dikategorikan buruk. Karena hampir seluruh

halaman terlepas dari penjilidan dan mengakibatkan naskah terpisah menjadi

lembar-lembar tersendiri. Beberapa halaman ditemukan kondisi naskah yang


commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6

patah, kemungkinan besar karena kertas naskah tersebut terlalu rapuh akibat

faktor usia. Meskipun demikian, sudah terdapat upaya restorasi yakni dengan

menempelkan selotip bening pada bagian yang patah tersebut.

Menurut Emuch Hemansoemantri (1986:6-7), penamaan judul untuk

suatu naskah merupakan hal penting, baik dalam penyusunan katalog naskah,

inventarisasi dan dokumentasi naskah, maupun dalam penelitian dan penggarapan

naskah. Penamaan judul pada naskah PDUPM tetap dilakukan oleh pengarang

naskah. Judul-judul ini ditemukan di bagian sampul luar, di dalam teks, dan

punggung naskah. Judul naskah yang terdapat pada bagian sampul luar, seperti

gambar di bawah ini.

Gambar 1. Judul Naskah pada Sampul Luar PDUPM


Sumber: Naskah PDUPM, sampul luar naskah

Patamanan Dalêm ing Ujung Puri, Sêratan Jawi


Terjemahan:
Pertamanan dalêm (milik Mangkunegaran) di Ujung Puri, tulisan Jawa.

Judul yang diberikan oleh pengarang naskah adalah ‘Sêrat Pratelan Prataman
commit to user
Dalêm ing Ujung Puri Sêratan Jawi’. Tetapi pada kata ‘Sêrat Pratelan Prataman’
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

ditemukan coretan menggunakan pensil yang berwarna merah dan di bagian atas

diberikan catatan tangan ketiga menggunakan pensil warna biru yang berbunyi

‘patamanan’. Sehingga judul naskah pada sampul luar menjadi ‘Patamanan

Dalêm Ing Ujung Puri Sêratan Jawi’.

Gambar 2. Judul Naskah di dalam teks PDUPM


Sumber: Naskah PDUPM, hlm. i, baris 1-3

Punika kapratelakakên kawontênanipun prataman dalêm lêlangên ing Ujung


Puri Mangkunagaran
Terjemahan:
Di sini dijelaskan keberadaan taman hiburan (milik Mangkunegaran) di
Ujung Puri Mangkunegaran.

Gambar 3. Judul Naskah pada Punggung Naskah PDUPM


Sumber: Naskah PDUPM, punggung naskah

Patamanan dalêm ing Ujung Puri


Terjemahan:
Pertamanan dalêm (milik Mangkunegaran) di Ujung Puri.

Berdasarkan gambar-gambar di atas, ditentukan penamaan judul naskah, yaitu

Patamanan Dalêm ing Ujung Puri Mangkunêgaran.

Secara harafiah, Patamanan Dalêm ing Ujung Puri Mangkunêgaran

terdiri atas ‘patamanan dalêm’ dan ‘ing Ujung Puri Mangkunêgaran’.

‘Patamanan dalêm’ diartikan perkebunan yang ditanami bunga milik pribadi

commit
(dalam hal ini milik Mangkunegara), ‘ingtoUjung
user Puri Mangkunêgaran’ diartikan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

sebagai lokasi taman yang berada di Ujung Puri. Ujung Puri yang dimaksud

berada di sebelah Barat Laut Mangkunegaran. Penamaan didasarkan bahwa di

dalam teks hanya dijelaskan satu taman yang berada di dalam Pura

Mangkunegaran.

Pengarang naskah menurut Emuch Hermansoemantri (1986:110) perlu

dicatat dan diketahui, meskipun naskah pada umumnya anonim (tidak

mencantumkan nama pengarangnya). Naskah PDUPM dikarang oleh Iman Tapsir,

seorang abdi dalêm dengan pangkat kêtip di Mangkunegaran Surakarta. Hal ini

berdasarkan keterangan pengarang naskah yang ditemukan pada halaman verso

yang menyatu dengan sampul naskah sebagai berikut.

Gambar 4. Pengarang Naskah PDUPM


Sumber: Naskah PDUPM, hlm. verso setelah sampul naskah

Sêrat punika anggitanipun Iman Tapsir, abdi dalêm kêtib ing


Mangkunagaran
Terjemahan:
Sêrat ini karangan Iman Tapsir, abdi dalem dengan pangkat kêtip (punggawa
yang mengurus masjid) di Mangkunegaran.

Kolofon atau keterangan waktu penulisan PDUPM terletak pada bagian

akhir naskah. Naskah selesai ditulis pada Kamis, 23 Ramlan 1813 Jawa, pukul

delapan pagi mangsa kasa (pertama) atau Kamis Legi, 17 Juli 1884. Seperti yang

terdapat gambar di bawah ini.


commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

Gambar 5. Kolofon Berakhirnya Penulisan Naskah PDUPM


Sumber: Naskah PDUPM hlm. 115, pupuh VIII Dhandhanggula, bait 41

Titi pagas dènira makarti/ tabuh astha ri Rêspati injang/ lèk Ramlan nuju
tanggale/ dwi dasa tri kang wuku/ paringkêlan mangsa marêngi/ kasa
angkaning warsa/ sèwu wolungatus/ tri wêlas ingkang lumakya/ sinêngkalan
gunaning tanaya ngèsthi/ Jêng Gusti kang wibawa//
Terjemahan:
Sudah selesai menulis, pukul delapan hari Kamis pagi, bulan Puasa
bertepatan tanggal duapuluh tiga, bertepatan wuku paringkêlan mangsa kasa,
berangka tahun seribu delapan ratus tiga belas yang berjalan, sêngkalan tahun
gunaning = 3, tanaya = 1, ngèsthi = 8, Jêng Gusti = 1 (1813 Jawa/ 1884
Masehi).

Terdapat sêngkalan tahun yang berbunyi gunaning tanaya ngèsthi Jêng

Gusti bila dijabarkan sebagai berikut.

a) Gunaning mempunyai watak bilangan tiga. Gunaning memiliki kata dasar

guna yang berasal dari bahasa Sanskerta berarti keba(j)ikan; sifat (yang baik);

tabiat; budi pekerti; kecakapan; kepandaian; keahlian; kejuruan; kemahiran;

keunggulan; kesalehan; guna, faedah, jasa, amal, kekuasaan (L. Mardiwarsito,

1978:89).

b) Tanaya mempunyai
watak bilangan satu, karena diambilkan dari
commit to user
persamaannya dengan kata nabi yang juga berarti orang. Tanaya dalam
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

bahasa Sanskerta berarti anak (laki-laki); penduduk (L. Mardiwarsito,

1978:343).

c) Ngèsthi mempunyai watak bilangan delapan. Ngèsthi berasal dari kata dasar

èsthi, yang berasal dari bahasa Sanskerta isthi yang berarti maksud; hasrat;

harapan; kemauan; kehendak; keinginan; pandang (L. Mardiwarsito,

1978:116).

d) Jêng Gusti mempunyai watak bilangan satu, karena sifatnya hanya ada satu di

dalam ruang lingkupnya.

Pembacaan sêngkalan dimulai dari belakang, maka sêngkalan di atas

mempunyai angka bilangan tahun 1813 Jawa atau 1884 Masehi. Sehingga umur

naskah hingga tahun 2020 adalah 136 tahun.

Naskah PDUPM merupakan naskah tunggal yang disajikan dalam dua

bentuk penulisan, yakni gancaran (prosa) dan têmbang (puisi). Bagian awal

naskah yang berbentuk prosa, didapati keunikan yakni di awal paragraf pertama

diawali dengan penanda bait pada. Paragraf selanjutnya menggunakan penanda

adeg-adeg seperti penciri naskah prosa pada umumnya. Seperti pada gambar di

bawah ini.

Gambar 6. Penanda bait pada di awal paragraf dan penanda adeg-adeg


Sumber: commit
Naskah to user hlm. i
PDUPM,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

Ditemukan penggunaan tanda koma pada lingsa dan tanda titik pada

lungsi yang digunakan sesuai mestinya. Selain itu, penggunaan pada lingsa juga

digunakan untuk penanda angka. Contohnya seperti pada penggalan paragraf

berikut ini.

Gambar 7. Penggunaan tanda koma pada lingsa dan tanda titik pada lungsi
Sumber: Naskah PDUPM, hlm. iii

... têgêsipun panggènan, suyasa têgêsipun griya. Pradangga gamêlan, inggih


punika griya panggènan gangsa, majêng mangetan. Rakêt têgêsipun krakêt.
Karakêtakên pagêr banon inggih punika griya panggènanipun Kyai Mardi
Suwara. commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

4. Suyasa nami bangsal wastra têgêsipun griya payon motha, sakidulipun


sana pradangga, sarêngganipun.
5. Puyuh rêta, têgêsipun kalapa abrit godhag 5 kaki.
Terjemahan:
... artinya tempat, suyasa artinya rumah. Tempat gamelan, yaitu rumah tempat
gamelan, menghadap ke timur. Rakêt artinya rekat. Merekat pagar bata yaitu
rumah tempat Kyai Mardi Suwara.
4. Rumah bernama bangsal wastra artinya rumah beratap layar, selatannya
rumah gamelan, dipajang.
5. Puyuh rêta, artinya kelapa merah antara 5 kaki.

Naskah PDUPM berbentuk têmbang terdapat keunikan tersendiri karena

tiap pergantian pupuh tidak ada penanda pupuh madyapada. Penanda pergantian

pupuh yang digunakan adalah purwapada, dituliskan di awal teks atau tiap

pergantian têmbang. Pada bagian akhir terdapat wasanapada atau iti sebagai

penanda bahwa teks tersebut telah selesai. Tiap pergantian bait têmbang

menggunakan penanda pada gêdhe berupa pada luhur. Berikut ini merupakan

contoh penulisan penanda purwapada, wasanapada, dan pada gêdhe berupa pada

luhur di dalam PDUPM.

Gambar 8. Contoh penulisan penanda purwapada, pupuh I Kinanthi


Sumber: Naskah PDUPM, hlm. 1

Gambar 9. Contoh penulisan penanda purwapada, pupuh II Mijil


Sumber: Naskah PDUPM, hlm. 14

Gambar 10. Contohcommit


penulisan penanda wasanapada
to user
Sumber: Naskah PDUPM, hlm. 115
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

Gambar 11. Contoh penulisan penanda pada gêdhe berupa pada luhur tiap
pergantian bait
Sumber: Naskah PDUPM

Naskah PDUPM memiliki penomoran halaman menggunakan angka

Arab dan angka Jawa. Penomoran halaman menggunakan angka Arab terdapat

pada naskah yang berbentuk prosa, penomoran ini dilakukan oleh tangan ketiga

menggunakan pensil. Sedangkan pada naskah yang berbentuk puisi digunakan

penomoran halaman menggunakan angka Jawa oleh penulis naskah. Meskipun

penulisannya berbeda, letak penomoran halaman sama-sama berada di tengah atas

teks memanfaatkan margin atas pada naskah.

Gambar 12. Catatan tangan ketiga, sistem penomoran halaman naskah berbentuk
prosa
Sumber: Naskah PDUPM, hlm. ii

Gambar 13. Penulis naskah, sistem penomoran halaman naskah berbentuk puisi
Sumber: Naskah PDUPM, hlm. 1

Setelah dicermati, terdapat kesalahan penulisan halaman yang sama

sebanyak satu kali, yakni pada halaman 84, sehingga terjadi pengurangan jumlah

halaman. Maka, jumlah halaman naskah yang awalnya 114 halaman menjadi 115

halaman.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

Gambar 14. Penomoran Halaman Ganda Naskah PDUPM


Sumber: Naskah PDUPM, hlm. 84 dan 85

Naskah PDUPM berbentuk gancaran (prosa) terdiri dari 13 halaman,

sedangkan naskah berbentuk têmbang (puisi) terdiri dari 115 halaman yang

dituangkan dalam 8 pupuh têmbang macapat. Pupuh tersebut meliputi Kinanthi

(41 bait), Mijil (60 bait), Sinom (23 bait), Dhandhanggula (29 bait), Asmaradana

(15 bait) Kinanthi (65 bait), Dudukwuluh (23 bait), dan Dhandhanggula (41 bait).

Keindahan sastra berupa sasmita têmbang juga ditemukan pada naskah

PDUPM. Penanda nama têmbang di awal pupuh ditemukan pada pupuh Kinanthi.

Sedangkan penanda nama têmbang pupuh selanjutnya, terletak di bait akhir pupuh

sebelumnya. Padmosoekotjo (1953:35), sasmita têmbang adalah pemberian nama

pupuh têmbang berupa isyarat, biasanya berbentuk kata, kelompok kata atau suku

kata. Sasmita têmbang macapat tersebut nampak pada tabel di bawah ini.

Tabel 1
Jenis Têmbang dan Sasmita Têmbang dalam PDUPM
Jumlah
No. Jenis Têmbang dan Sasmita Têmbang Hlm.
Bait
1. Kinanthi 41 1-14

Gambar 15. Sasmita têmbang pupuh Kinanthi


Sumber: Naskah PDUPM, hlm. 1, pupuh I Kinanthi,
bait 1

Kinanthi pudyarja tuhu/ sinêmu sêmben sinambi/...


Terjemahan:
commit
Diiringi keyakinan, diceritakan to user
dengan dibarengi, ...
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

2. Mijil 60 15-35

Gambar 16. Sasmita têmbang pupuh Mijil


Sumber: Naskah PDUPM, hlm. 14, pupuh I Kinanthi,
bait 41

... pulas cèt seta/ samadya kaki tan mijil// ...


Terjemahan:
... diwarna cat putih, setengah kaki tidak nampak. ...

3. Sinom 23 35-46

Gambar 17. Sasmita têmbang pupuh Sinom


Sumber: Naskah PDUPM, hlm. 14, pupuh II Mijil, bait
60

.../ ngubêng jroning warih/ tambra nèm


sumambung//...
Terjemahan:
... mengelilingi di dalam air, ikan tombro kecil
beriringan. ...

4. Dhandhanggula 29 46-62

Gambar 18. Sasmita têmbang pupuh Dhandhanggula


Sumber: Naskah PDUPM, hlm. 46, pupuh III Sinom,
bait 23

... pêparikan pêksi atat madusita// Langkung asri ...


Terjemahan:
... berjajar burung betet Madusita. Lebih asri ...

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

5. Asmaradana 15 62-68

Gambar 19. Sasmita têmbang pupuh Asmaradana


Sumber: Naskah PDUPM, hlm. 62, pupuh IV
Dhandhanggula, bait 29
... mung têgêse kula seh ajrih mastani/ sêngkrêran
pudyasmara//
Terjemahan:
... hanya maksudnya aku masih takut menamai,
dipagari rasa suka.

6. Kinanthi 65 68-88

Gambar 20. Sasmita têmbang pupuh Kinanthi


Sumber: Naskah PDUPM, hlm. 68, pupuh V
Asmaradana, bait 15

... kêkanthèn samarga//


Terjemahan:
... bergandengan jalannya.

7. Dudukwuluh 23 88-94

Gambar 21. Sasmita têmbang pupuh Dudukwuluh


Sumber: Naskah PDUPM, hlm. 88, pupuh VI Kinanthi,
bait 65

... Widasari lingira/ sun duduk rawuhing Gusti// ...


Terjemahan:
... Widasari berucap, aku menanti datangnya Gusti. ...
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

8. Dhandhanggula 41 94-115

Gambar 22. Sasmita têmbang pupuh Dhandhanggula


Sumber: Naskah PDUPM, hlm. 94, pupuh VII
Dudukwuluh, bait 23
... candra ningali/ paksi sarkara aneng jro//...
Terjemahan:
... bulan memandang, burung yang manis (gagak) ada
di dalam. ...

Naskah PDUPM merupakan naskah tulisan tangan (handscript). Ditulis

menggunakan aksara Jawa, berbahasa Jawa baru ragam krama, dan banyak

disisipi kata-kata Kawi. Ukuran naskah PDUPM 20 cm x 16,5 cm x 1,4 cm,

ukuran kertas 20 cm x 16,5 cm, sedangkan ukuran teks 15 cm x 12,5 cm.

PDUPM dipilih sebagai objek kajian dalam penelitian dilatarbelakangi

oleh dua alasan yakni dari segi filologis dan yang kedua adalah dari segi isi.

Pertama, penelitian secara filologis terhadap naskah PDUPM belum pernah

dilakukan. Permasalahan secara filologis berupa banyaknya varian maupun

kelainan bacaan yang diakibatkan suatu kesalahan baik disengaja maupun tidak

sengaja oleh pengarang atau penyalin. Oleh karena itu, perlu adanya kajian secara

filologis guna mendapatkan hasil suntingan teks yang bersih dari kesalahan.

Sehingga hasilnya dapat terbaca dan dipahami oleh masyarakat maupun pembaca.

Permasalahan secara filologis yang ditemukan, antara lain:

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

1. Kesalahan Metrum Têmbang

Kesalahan metrum têmbang biasanya terjadi karena kelalaian

penulisan yang dilakukan oleh pengarang naskah. Berikut ini merupakan

contoh kesalahan metrum têmbang yang terdapat dalam teks PDUPM.

Gambar 23. Kesalahan Metrum Têmbang Sinom


Sumber: Naskah PDUPM, hlm. 41, pupuh Sinom, bait 13

... jroning wisma// Ngarsa ler malih suya/ ing kanan radi kapering/ srênggani
yasa ...
Terjemahan:
... di dalam rumah. Di depan ke utara rumah lagi/ di kanan sedikit masuk, di
ujung rumah ...

Terdapat kesalahan metrum têmbang pada pupuh Sinom bait 1. Seharusnya

terdiri dari 8 suku kata, pada teks ini hanya terdiri dari 7 suku kata.

Berdasarkan kelengkapan guru wilangan, kata ‘suya’ mengalami pembetulan

menjadi ‘suyasa’, artinya rumah.

Gambar 24. Kesalahan Metrum Têmbang Dudukwuluh


Sumber: Naskah PDUPM, hlm. 94, pupuh Dudukwuluh, bait 21

... Gya sumbung wiraswara jalu umung/ ...


Terjemahan:
... Lantas menyambung suara laki-laki bersahutan/ ...

Terdapat kesalahan metrum têmbang pada pupuh Dudukwuluh bait 1,


commit to user
seharusnya terdiri dari 12 suku kata, pada teks ini hanya terdiri dari 11 suku
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

kata. Berdasarkan kelengkapan guru wilangan, kata ‘sumbung’ mengalami

pembetulan menjadi ‘sumambung’, artinya menyambung.

2. Lakuna (lacuna)

Lakuna merupakan penulisan bagian yang terlampaui atau terlewat,

baik suku kata, kata, kelompok kata ataupun kalimat. Berikut ini varian

lakuna yang terdapat dalam teks PDUPM.

Gambar 25. Lakuna Huruf


Sumber: Naskah PDUPM, hlm. iii, baris 1

... têgêsipun pagenan.


Terjemahan:
... artinya tempat.

Terdapat lakuna huruf berupa kekurangan sandhangan ‘ng’ pada kata

‘pagenan’, mengalami pembetulan berdasarkan pertimbangan linguistik

menjadi ‘panggenan’, artinya tempat.

Gambar 26. Lakuna Suku Kata


Sumber: Naskah PDUPM, hlm. vi, baris 14 dan hlm. vii, baris 1

... bêlah 12 kaki, gri [vii] kampung malih, ...


Terjemahan:
... dibagi 12 kaki, rumah kampung lagi, ...

Terdapat lakuna berupa kekurangan suku kata ‘ya’ pada kata ‘griya’,

mengalami pembetulan berdasarkan pertimbangan linguistik dan konteks

commit
kalimat menjadi ‘griya’, artinya to user
rumah.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

3. Adisi (addition)

Adisi merupakan bagian teks yang mengalami kelebihan atau terjadi

penambahan baik huruf, suku kata, kata, kelompok kata maupun kalimat.

Berikut ini varian adisi yang terdapat dalam teks PDUPM.

Gambar 27. Adisi Huruf


Sumber: Naskah PDUMP, hlm. ii

... ingkang mangilèn alangipun Sang madya satêngah, satêngahipun mawi ...
Terjemahan:
... yang ke barat halangnya pertengahan setengah, setengahnya dengan ...

Terdapat adisi huruf berupa kelebihan sandhangan cecak ‘ng’ pada kata

‘sang madya’, mengalami pembetulan berdasarkan pertimbangan konteks

menjadi ‘samadya’, artinya pertengahan.

Gambar 28. Adisi Huruf


Sumber: Naskah PDUPM, hlm. 85, pupuh Kinanthi, bait 57

... luhur kêtêp têpènira/ plirsir gardhe ...


Terjemahan:
... atas ujung tepinya/ pinggiran gardu..

Terdapat adisi huruf berupa kelebihan sandhangan layar ‘r’ pada kata

‘plirsir’, mengalami pembetulan berdasarkan pertimbangan linguistik dan

kebakuan kamus menjadi ‘plisir’, artinya pinggiran.


commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

4. Hiperkorek (hypercorrect)

Hiperkorek merupakan varian yang terjadi karena perubahan ejaan

akibat pergeseran lafal. Berikut ini varian hiperkorek yang terdapat dalam

teks PDUPM.

Gambar 29. Hiperkorek kata ‘babad’


Sumber: Naskah PDUPM, hlm. xi, baris 1

Para agêng ingkang lumêbêt babat.


Terjemahan:
Para penguasa yang termasuk cerita sejarah.

Terdapat perubahan ejaan pada kata ‘babat’, mengalami pembetulan

berdasarkan pertimbangan linguistik menjadi ‘babad’, artinya cerita.

Gambar 30. Hiperkorek kata ‘menggok’


Sumber: Naskah PDUPM, hlm. iv

… pot panggang sak kidul, minggok …


Terjemahan:
... pot yang dibakar kearah selatan, belok ...

Terdapat perubahan ejaan pada kata ‘minggok’, mengalami pembetulan

berdasarkan pertimbangan linguistik menjadi ‘menggok’, artinya belok.

Gambar 31. Hiperkorek kata ‘pagêr’


Sumber:commit
NaskahtoPDUPM,
user hlm. vi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

... pagrê banon, urut...


Terjemahan:
... pagar bata, urut ...

Terdapat perubahan ejaan pada kata ‘pagrê’, mengalami pembetulan

berdasarkan pertimbangan linguistik menjadi ‘pagêr’, artinya pagar.

5. Ketidakkonsistenan penulisan

Ketidakkonsistenan penulisan dapat diartikan sebagai penulisan

untuk suatu kata yang sama ditulis berbeda antara satu kata dengan kata yang

lain. Berikut contoh ketidakkonsistenan penulisan dalam naskah PDUPM.

Gambar 32. Contoh Ketidakkonsistenan Gambar 33. Contoh


Penulisan kata Mangkunêgaran Ketidakkonsistenan Penulisan kata
Sumber: Naskah PDUPM, hlm. verso Mangkunêgaran
setelah sampul naskah Sumber: Naskah PDUPM, hlm. 1

Terdapat ketidakkonsistenan penulisan kata ‘Mangkunêgaran’,

utamanya penulisan suku kata ‘-ku-’ yang ditulis dalam dua aksara yakni

aksara murda ‘-Ku-’ dan aksara carakan ‘-ka-’ yang diberi sandhangan suku

‘-u-’ menjadi ‘-ku-’.

Beberapa penjelasan di atas merupakan kesalahan tulis yang terdapat

dalam naskah PDUPM. Berdasarkan kesalahan tulis yang ditemukan, maka

PDUPM perlu diadakan suntingan teks dengan cara mengkritisi naskah secara

ilmiah yang hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.

Kedua, berdasarkan segi isi. Perlu dipertegas, bahwa teks PDUPM

terbagi menjadi dua bentuk yakni gancaran (prosa) dan têmbang (puisi). Teks

PDUPM berbentuk prosa berisi judul naskah, pengantar mengenai jumlah pupuh
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

dan bait, dan pengantar dalam rangka pembuatan kolom yang berisikan penamaan

istilah. Pembuatan kolom dalam hal ini bertujuan untuk memberikan penjelasan

kepada pembaca mengenai hal-hal yang perlu diketahui pembaca naskah. Setelah

selesai menuliskan penjelasan dalam bentuk kolom, dilanjutkan dengan sekar

macapat. Tampak seperti kutipan di bawah ini.

Punika kapratelakakên kawotênanipun pratamanan dalêm lêlangên ing ujung


Puri Mangkunagaran.
Kapacak ing sêrat mawi kasawung sêkar macapat, bêbukanipun Kinanthi,
wolung sêkar, pungkasan Dhandhanggêndhis. Kapetang sangking kaca,
tuwin kapetang sangking pada 297 ing ngandhap punika pratelanipun,
kaangkah nyumêrêpna, ingkang sakintên dèrèng sumêrap, supados wagêda
têrang, ing pamriksanipun, kados ingkang kasêbut kolêm, kaurut nomêr awit
sapisan dumugi satêlasipun, lajêng kasambêtan sêkar macapat. (PDUPM
hlm. i)
Terjemahan:
Disini dijelaskan keberadaan pertamanan dalêm (milik Mangkunegaran)
keindahan di Ujung Puri Mangkunegaran.
Tertulis dalam naskah dengan dikarang tembang macapat, dimulai Kinanthi,
delapan tembang, berakhir Dhandhanggula. Dihitung dari halaman, dan juga
dihitung dari bait 297 di bawah ini keterangannya, tujuan diperlihatkan yang
sekiranya belum tahu supaya bisa jelas di pandangan, seperti yang disebut
kolom, berurut nomor dari satu hingga seselesainya lalu bersambung tembang
macapat.

Terdapat kolom mengenai istilah penamaan dan tempat beserta

maknanya di dalam naskah PDUPM meliputi balowarti, ujuripun pagêr banon,

pradangga gamêlan, suyasa nami bangsal wastra, puyuh rêta, larèn alit, pot

inggil, timbangan griya landhak mêrak, made warih, suyasa kambang, sana

palwaga srêngkara, palataran, sana kukila, suyasa griya (madusita), kajêng

agêng nami kajêng salam, suyasa bangsal kusuma, suyasa bangsal pêngrawit,

dan karang witana. Setelah itu, disebutkan pula tokoh yang disebut ke dalam

cerita antara lain: Sampeyan Dalêm Kanjeng Gusti, Tuwan Mudhi (juru bicara),

Gusti Kanjeng Pangeran Arya commit to user Gusti Kanjeng Pangeran Arya
Dayaningrat,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

Andayanata, Gusti Kanjeng Pangeran Arya Andayakusuma, Gusti Subyakta, dan

Gusti Suprapta. Dijelaskan pula para abdi dalêm yang merangkap menjadi tokoh

di dalam cerita, meliputi abdi dalêm dengan pangkat kaliwon, panewu, mantri,

punggawa, dêmang, rangga, rangga marta baskara, tukang nongsong, dan

rêngga jayèng bojana.

Terdapat pula abdi dalem ringgit lèdhèk (sinden), bernama Darmawati

dan Tunjungresmi yang juga merangkap menjadi wayang orang. Keduanya

bertugas untuk menemani tamu dari Yogyakarta, yakni lima orang perempuan

bernama Rara Widasari, Angronsari, Angronresmi, Angronarsih, dan Sularsih.

Datangnya kelima tamu, dituliskan pada bagian tembang Dhandhanggula.

Teks PDUPM yang berbentuk têmbang berisi penjelasan bahwa di

belakang bagian Ujung Puri terdapat tanah kotor yang kemudian dibersihkan dan

dijadikan suatu pertamanan yang indah. Letaknya diatur dan ditata sedemikian

rupa. Taman ini dibuat pada masa kepemimpinan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati

Arya Prabu Prangwadana V (Mangkunegara V). Seperti yang nampak pada

kutipan di bawah ini.

Sirnèng mala kisma ayu/ rinênggèng dadya udyani/ udyanadi ujung pura/
puri wuri kang rinakit/ rinakit rarekanira/ ing ngantara pan kêpering//
Têbah lawan cêlakipun/ doning kalangyan kang yakti/ tanapi trap prênahira/
kèhning suyasa rinakti/ rinêktèn myang sinukarta/ sêsananing kang wêdari//
Punika iyasanipun/ Jêng Gusti Pangran Dipati/ Arya Prabu Prangwadana/
kang kaping gangsal mandhiri/ kolonèl kumêndhanira/ pra wadu jroning
prajadi// (PDUPM hlm. 2, pupuh I Kinanthi, bait 5-7)
Terjemahan:
Dibersihkannya kotoran (pada) tanah yang bagus, dihias menjadi taman,
taman yang indah ujung pura, puri belakang yang ditata, ditata tiruannya, di
antara tempatnya sedikit ke pinggir.
Jauh dan dekat, tempat pertamanan yang benar, agak ke samping diatur
letaknya, banyaknya rumah merah, dimerah dimuliakan, tempatnya taman.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

Itu hasil karya, Jêng Gusti Pangeran Dipati, Arya Prabu Prangwadana,
penguasa kelima, pemimpin komandan, para prajurit di dalam kerajaan yang
indah.

Dalam naskah ini juga terdapat cerita menarik yaitu cerita datangnya

lima tamu perempuan dari Yogyakarta bernama Widasari, Angronsari,

Angronresmi, Angronarsih, dan Sularsih yang tertuang dalam pupuh

Dhandhanggula hingga bagian akhir naskah. Kelima perempuan cantik tersebut

terkagum-kagum ketika memasuki area pertamanan di Ujung Puri. Hanya saja

tidak ada yang memberitahu mereka informasi berupa nama dan penjelasan

bangunan di dalamnya secara rinci (satu per satu), seperti yang termuat dalam

kutipan di bawah ini.

Sangsayeram pra agung ningali/ wontên rara ayu liyan praja/


Ngayodyakarta nagrine/ Widasari ranipun/ ... (PDUPM hlm. 56, pupuh IV
Dhandhanggula, bait 19)
Rara Angronsari Angronrêsmi/ Angronarsih Sularsih nèng wuntat/ samya
eram pandulune/ dhuh kangbok Widasantun/ salami ngong dèrèng udani/
kadya ing ujung pura/ udyana pinunjul/ mung cacade datan ana/ kang
nuduhna wangunan sawiji-wiji/ nama myang jarwanira// (PDUPM hlm. 58,
pupuh IV Dhandhanggula, bait 22)
Terjemahan:
Semakin takjub para penguasa melihat, ada perempuan cantik lain kerajaan,
Yogyakarta negerinya, Widasari namanya, ...
Rara Angronsari, Angronresmi, Angronarsih, Sularsih di belakang, semakin
heran tatapannya, “Duh ibu ayu Widasari, selamanya aku belum melihat,
seperti di ujung puri, pertamanan yang paling bagus, hanya kekurangnya
tidak ada, yang memberitahu bangunan satu persatu, nama dan
penjelasannya”.

Bagian akhir diceritakan pula pulangnya lima orang tamu perempuan dari

Yogyakarta. PDUPM termasuk ke dalam salah satu karya sastra dengan jenis

naskah babad karena menceritakan pembukaan suatu wilayah (lahan kosong) yang

dibangun menjadi sebuah taman. Di dalam naskah PDUPM juga terdapat unsur
committersebut
cerita sejarah setelah pembuatan taman to user selesai dilakukan, datanglah para
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

tamu dari berbagai penjuru ke Mangkunegaran termasuk lima orang perempuan

dari Yogyakarta. Unsur keindahan sebuah taman kala itu (masa Mangkunegara V)

membuat naskah PDUPM menarik untuk diadakan penelitian.

Penelitian terhadap naskah babad penting untuk dilakukan karena dapat

mengungkapkan hal-hal yang bersifat simbolis dan filosofis selain dari segi cerita.

Penelitian yang dilakukan baik dari segi struktur, pemaknaan, isi, maupun

filosofinya agar dapat lebih dipahami isinya dan lebih bermanfaat bagi pembaca.

Berdasarkan hal-hal di atas dan juga informasi yang ada di dalam teks,

maka naskah ini dirasa penting untuk diteliti baik secara filologis maupun secara

isi. Secara filologis agar naskah yang disunting menjadi naskah yang bersih dari

kesalahan, dan secara isi mengandung informasi mengenai cerita sejarah (babad)

yang dapat diungkapkan sebagai salah satu warisan budaya masa lampau.

B. Batasan Masalah

Banyaknya bentuk permasalahan yang terdapat dalam PDUPM membuat

naskah tersebut dapat diteliti dari berbagai sudut pandang baik secara filologi,

sastra, linguistik, maupun sejarah. Oleh sebab itu perlu adanya pembatasan

masalah guna mencegah pelebaran pembahasan. Adapun batasan masalah

ditekankan pada dua kajian utama yaitu kajian filologis dan kajian isi. Kajian

filologis digunakan untuk mengungkapkan permasalahan naskah melalui cara

kerja filologis. Kajian isi digunakan untuk menjabarkan kandungan isi cerita

sejarah (babad) yang terdapat pada naskah PDUPM.

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah suntingan teks PDUPM yang bersih dari kesalahan sesuai

dengan cara kerja filologi?

2. Bagaimanakah kandungan isi cerita sejarah (babad) yang terdapat dalam teks

PDUPM?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Menyajikan suntingan teks PDUPM yang bersih dari kesalahan sesuai dengan

cara kerja filologi.

2. Mengungkapkan kandungan isi cerita sejarah (babad) yang terdapat dalam

teks PDUPM.

E. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan ada dua manfaat yang dapat

diperoleh, yakni manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoretis

a. Menambah penerapan teori-teori filologi yang ada terhadap naskah-

naskah Jawa.

b. Memberikan kontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan,

khususnya pada bidang ilmu filologi sehingga dapat bermanfaat bagi

bidang ilmu lain.

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28

c. Memberikan gambaran mengenai keterangan tata letak dan lingkungan

sekitar taman Ujung Puri yang dibangun pada masa pemerintahan

Mangkunegara V.

2. Manfaat Praktis

a. Menyelamatkan data dalam naskah PDUPM dari kerusakan dan

hilangnya data dalam naskah.

b. Mempermudah pemahaman isi terhadap teks PDUPM, sekaligus

menginformasikan kandungan isi PDUPM kepada para pembaca.

c. Membantu peneliti lain yang relevan untuk mengkaji lebih lanjut naskah

PDUPM khususnya, dan naskah Jawa pada umumnya dari berbagai

disiplin ilmu.

d. Menambah kajian terhadap naskah-naskah Jawa yang belum ditangani

baik secara filologis maupun secara kajian isi dan belum terungkap

isinya.

F. Landasan Teori

1. Pengertian Filologi

Kata filologi secara etimologis, berasal dari bahasa Yunani

philologia yang berupa gabungan kata dari philos yang berarti ‘cinta’ dan

logos yang berarti ‘pembicaraan’ atau ‘ilmu’. Philologia dalam bahasa

Yunani berarti ‘senang berbicara’ yang kemudian berkembang menjadi

‘senang belajar’, ‘senang kepada ilmu’, ‘senang kepada tulisan-tulisan’ dan

kemudian ‘senang kepada tulisan-tulisan yang bernilai tinggi’ seperti karya-

karya sastra (Siti Baroroh Baried,


commitdkk, 1994:2). Maka filologi merupakan
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29

ilmu yang mempelajari karya sastra lama yang berupa teks dan naskah-

naskah lama.

Menilik sejarah perkembangannya, istilah ‘filologi’ mengalami

perubahan dan perkembangan. Dalam penelitian ini teori yang diacu adalah

teori filologi yang pada prinsipnya merupakan teori yang mempelajari seluk

beluk naskah. Penelitian ini secara khusus didasarkan pada makna filologi

yang ada di Indonesia dengan tujuan untuk mengungkapkan makna teks

dalam segi kebudayaan. Hal ini sesuai dengan tujuan umum filologi, yaitu:

a. Mengungkapkan produk masa lampau melalui peninggalan tulisan.

b. Mengungkapkan fungsi peninggalan tulisan pada masyarakat

penerimanya, baik pada masa lampau maupun pada masa kini.

c. Mengungkapkan nilai-nilai budaya masa lampau. (Siti Baroroh Baried,

1994:7)

Siti Baroroh Baried, dkk (1977:16) mengutarakan bahwa filologi

adalah ilmu yang menyelidiki perkembangan kerohanian suatu bangsa

khususnya menyelidiki kebudayaan berdasarkan bahasa dan karya sastranya.

Sedangkan menurut Edwar Djamaris (1977:20), filologi adalah suatu ilmu

yang objek penelitiannya naskah-naskah lama (manuskrip kuna). Naskah di

sini adalah semua bahan tulisan tangan peninggalan nenek moyang kita pada

kertas, lontar, kulit kayu, dan rotan.

Filologi dalam arti luas adalah ilmu yang mempelajari segala segi

kehidupan di masa lalu seperti yang ditemukan dalam tulisan yang mencakup

bahasa, sastra, adat-istiadat, hukum, dan lain sebagainya. Sementara itu,


commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30

filologi secara khusus ialah studi tentang naskah untuk menelusur kembali

suatu teks dalam bentuknya yang seasli mungkin (Achadiati Ikram, 1997:62).

2. Objek Kajian Filologi

Objek penelitian filologi adalah naskah (manuschript) dan teks.

Dalam filologi, istilah teks menunjukkan pengertian sebagai sesuatu yang

abstrak, sedangkan naskah merupakan sesuatu yang konkret (Siti Baroroh

Baried, dkk, 1994:6). Jadi, naskah dapat dilihat atau dipegang (Siti Baroroh

Baried, dkk, 1994:55), sedangkan teks artinya muatan naskah, sesuatu yang

hanya dapat dibayangkan saja (Siti Baroroh Baried, dkk, 1994:57).

Objek penelitian filologi menurut Siti Baroroh Baried, dkk,

(1994:55) adalah tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran

dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau. Edwar Djamaris

(2006:3) berpendapat bahwa naskah adalah semua bahan tulisan tangan

peninggalan nenek moyang kita pada kertas, lontar, kulit kayu, dan rotan.

Naskah sering disebut dengan manuscript atau handscript.

Naskah dan teks merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat

dipisahkan. Di dalam naskah, pasti terdapat teks. Sedangkan teks, pasti

berada di dalam naskah.

3. Langkah Kerja Penelitian Filologi

Secara umum, langkah kerja penelitian filologi dimulai dari

pencarian data (berupa naskah atau manuskrip), pengolahan dan penggarapan

data, penyajian hasil penelitian meliputi tahapan-tahapan invetarisasi naskah,

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31

deskripsi naskah, singkatan naskah, kritik teks, suntingan teks yang

dilengkapi aparat kritik, dan terjemahan.

Naskah PDUPM, dalam penelitian ini merupakan naskah tunggal.

Cara kerja penelitian filologinya sesuai dengan metode edisi naskah tunggal.

Metode edisi naskah tunggal terbagi menjadi dua metode, yakni (1) edisi

diplomatik, dan (2) edisi standar. Edisi diplomatik adalah edisi yang

menyajikan hasil alih aksara secara apa adanya. Willem van der Molen

(1981:5) menyatakan bahwa teks edisi diplomatik identik dengan teks naskah

bersangkutan, yang berarti naskah diterbitkan tanpa disertai perubahan sedikit

pun (baik ejaan, pungtuasi maupun pembagian teks). Sedangkan edisi standar

menurut Robson (1978:43) menyebut edisi standar sebagai edisi biasa.

Dengan kata lain, edisi yang menyajikan hasil alih aksara yang telah melalui

edisi kritik teks. Maksudnya adalah telah memberikan suatu pembetulan

bagian baik kata, kumpulan kata, frasa, atau kalimat yang dianggap tidak

mengalami keteraturan menjadi lebih teratur. Baik edisi diplomatik maupun

standar, keduanya mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk mendapatkan

teks yang bersih dari kesalahan atau ketidaksempurnaan teks. Penelitian

terhadap naskah PDUPM ini menggunakan metode standar dengan

pendekatan kritik teks.

Langkah kerja di dalam penelitian berupa naskah tunggal ini tetap

mengacu pada teori-teori filologi dan langkah kerja filologi. Langkah kerja

yang digunakan yakni langkah kerja menurut Edwar Djamaris (2006:23-29)

meliputi pengumpulan data (inventarisasi naskah), deskripsi naskah,


commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32

pertimbangan dan pengguguran naskah (recentio dan elimination), penentuan

naskah yang asli (autograf) atau yang berwibawa, ringkasan isi cerita,

transliterasi naskah, suntingan teks, glosari, dan komentar teks.

Penanganan PDUPM menggunakan langkah kerja penelitian filologi

menurut Edwar Djamaris. Mengingat bahwa naskah PDUPM merupakan

naskah tunggal, sehingga tidak memerlukan langkah kerja pertimbangan dan

pengguguran naskah (recentio dan elimination), penentuan naskah yang asli

(autograf) atau yang berwibawa di dalam pengerjaannya.

Secara terperinci, langkah kerja penelitian filologi terhadap

penanganan naskah PDUPM adalah sebagai berikut.

a. Inventarisasi Naskah

Inventarisasi naskah merupakan langkah peneliti dalam mencari

informasi, sumber data, dan data yang akan dijadikan sebagai objek

kajian (berupa naskah atau manuskrip). Jadi dapat dikatakan bahwa

inventarisasi merupakan langkah awal untuk mendapatkan data secara

menyeluruh.

Inventarisasi naskah di dalam penelitian ini dilakukan dengan

cara melakukan pendataan dan pengumpulan naskah dengan judul yang

sama dan naskah sejenis melalui pembacaan katalog-katalog naskah yang

umum. Edwar Djamaris (1977:24) berpendapat bahwasanya di dalam

katalog terdapat keterangan mengenai nomor, ukuran, tulisan, tempat,

dan waktu penyalinan naskah. Setelah didapatkan informasi mengenai

judul dan tempat penyimpanan naskah, selanjutnya hal yang dilakukan


commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33

adalah melalui inventarisasi lanjutan berupa pendataan naskah melalui

katalog-katalog lokal. Di samping itu, perlu dicari naskah-naskah yang

mungkin masih tersimpan dalam koleksi perseorangan/pribadi (Siti

Baroroh Baried, dkk, 1994:65). Setelah inventarisasi melalui katalog

umum, katalog lokal, dan melalui koleksi pribadi, selanjutnya dilakukan

pengecekan data secara langsung ke tempat penyimpanan naskah sesuai

dengan bantuan informasi dari pendataan naskah pada katalog. Jika

sudah menemukan data yang dicari, langkah selanjutnya adalah

melakukan deskripsi atau identifikasi naskah.

Edwar Djamaris (2006:11) mengemukakan bahwa pengumpulan

data dilakukan dengan mendaftar naskah dari berbagai katalogus naskah

di berbagai perpustakaan universitas dan museum. Di samping katalogus,

sumber lainnya adalah buku atau daftar naskah yanvg terdapat di

museum, perpustakaan, dan instansi lain yang menaruh perhatian

terhadap naskah. Hal ini dilakukan untuk mengetahui informasi

mengenai jumlah naskah, tempat penyimpanan naskah, maupun

informasi lain mengenai keadaan naskah yang akan dijadikan objek

penelitian (berupa manuskrip).

b. Deskripsi Naskah

Hal yang dilakukan setelah mendapatkan objek penelitian adalah

mengecek data secara langsung ke tempat koleksi naskah sesuai dengan

informasi di dalam katalog. Setelah mendapatkan data yang dimaksud

selanjutnya dibuat deskripsi naskah. Deskripsi naskah ialah uraian


commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34

ringkasan naskah secara terperinci. Deskripsi naskah penting untuk

mengetahui kondisi naskah dan sejauh mana isi mengenai naskah yang

diteliti.

Biasanya sebelum melalukan deskripsi atau identifikasi terhadap

naskah yang akan diteliti, biasanya peneliti melakukan pemotretan

terhadap bahan penelitian. Hal ini dimaksudkan agar mengurangi kontak

langsung peneliti terhadap bahan penelitian. Tujuannya sebagai salah

satu upaya menghindari kerusakan setelah dilakukan penelitian.

Proses pemotretan atau pengambilan gambar dilakukan dengan

mematuhi aturan yang dibuat instansi tempat naskah disimpan. Beberapa

instansi menghindari pemotretan menggunakan kilatan cahaya (blitz)

yang umumnya dihasilkan kamera ketika proses pemotretan. Efek kilatan

cahaya yang dihasilkan dari penggunaan blitz, diminimalisir agar naskah

tidak cepat mengalami kerusakan baik tinta maupun kertasnya.

Emuch Herman Sumantri (1986:2) menguraikan bahwa

deskripsi naskah merupakan sarana untuk memberikan informasi atau

data mengenai: (1) judul naskah, (2) nomor naskah, (3) tempat

penyimpanan naskah, (4) asal naskah, (5) keadaan naskah, (6) ukuran

naskah, (7) tebal naskah, (8) jumlah baris setiap halaman, (9) huruf,

aksara, tulisan, (10) cara penulisan, (11) bahan naskah, (12) bahasa

naskah, (13) bentuk teks, (14) umur naskah, (15) pengarang atau

penyalin, (16) asal-usul naskah, (17) fungsi sosial naskah, serta (18)

ikhtisar teks atau cerita.


commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35

c. Transliterasi Naskah

Transliterasi adalah penggantian atau pengalihan huruf demi

huruf dari abjad satu ke abjad yang lain. Dalam proses transliterasi,

sebaiknya peneliti tetap menjaga kemurnian bahasa di dalam naskah,

khususnya penulisan kata (Edwar Djamaris, 2006:19). Transliterasi

sangat penting dilakukan untuk memperkenalkan teks-teks lama yang

tertulis dengan huruf daerah (Siti Baroroh Baried, dkk, 1994:64).

Transliterasi disebut juga alih aksara. Kegiatan ini tidak hanya

mengubah huruf demi huruf, abjad satu ke abjad yang lain saja. Namun

juga mengubah huruf Jawa ke dalam tulisan Latin. Sebagai seorang

peneliti, harus mempunyai pemahaman yang baik terhadap konvensi

maupun aturan pedoman penulisan sesuai dengan ejaan yang sudah

dibakukan. Berdasarkan pedoman, transliterasi harus memperhatikan

ciri-ciri dari teks asli sepanjang hal itu dapat dilakukan, karena penafsiran

teks yang dilakukan secara bertanggungjawab sangat membantu pembaca

dalam memahami isi teks.

d. Kritik Teks

Kata kritik berasal dari bahasa Yunani krites yang artinya

“seorang hakim”, krinein berarti “menghakimi”, kriterion berarti “dasar

penghakiman”. Kritik teks memberikan evaluasi terhadap teks, meneliti

dan menempatkan teks pada tempat yang tepat. Kritik teks bertujuan

untuk menghasilkan teks yang sedekat-dekatnya dengan teks aslinya

(constitutio textus). Teks yang sudah dibersihkan dari kesalahan-


commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36

kesalahan dan tersusun kembali seperti semula dapat dipandang sebagai

tipe mula (arketip) yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai sumber

untuk kepentingan berbagai penelitian dalam bidang ilmu-ilmu lain (Siti

Baroroh Baried, dkk, 1994:61).

Kritik teks adalah pengkajian, pertimbangan, perbandingan, dan

penentuan teks yang asli atau teks yang autoritatif, serta pembersihan

teks dari segala macam kesalahan (Edwar Djamaris, 2006:42). Melalui

kritik teks, bacaan pada teks akan dibersihkan dari kesalahan dan akan

dihasilkan sebuah suntingan teks yang dianggap sebagai teks asli atau

mendekati asli. Dengan demikian, usaha melakukan kritik teks

mengandung arti merekonstruksi teks (Elis Suryani, 2011:56). Kritik teks

juga mengacu pada konvensi-konvensi tertentu, penelitian ini pemberian

kritik teks mengacu pada konvensi linguistik dan konteks kalimat di

dalam naskah. Sebagai suatu pertanggunjawaban perbaikan terhadap

bacaan, semua perbedaan bacaan dicatat dalam sebuah catatan yang

disebut dengan aparat kritik (apparatus criticus).

e. Suntingan Teks dan Aparat Kritik

Suntingan teks merupakan kegiatan menyajikan teks dalam

bentuk aslinya, yang bersih dari kesalahan berdasarkan bukti-bukti di

dalam naskah yang dikritisi. Suntingan teks berasal dari hasil alih aksara

yang telah diberikan kritik. Bentuk suntingan teks biasanya paragraf

untuk naskah yang berjenis prosa, dan bait untuk naskah yang berjenis

puisi/têmbang.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37

Suntingan teks dilengkapi dengan aparat kritik. Aparat kritik

merupakan suatu pertanggungjawaban dalam penelitian naskah, yang

menyertai suntingan teks dan merupakan kelengkapan kritik teks. Dalam

aparat kritik ditampilkan kelainan bacaan berupa kata-kata atau

kesalahan bacaan di dalam naskah (Edwar Djamaris, 2006:8). Wujud

aparat kritik berupa catatan kaki yang berada di luar teks.

f. Sinopsis

Menurut KBBI, sinopsis merupakan ikhtisar karangan yang

biasanya diterbitkan bersama-sama dengan karangan asli yang menjadi

dasar sinopsis itu; ringkasan; abstraksi. Ringkasan adalah suatu cara yang

efektif untuk menyajikan suatu karangan panjang menjadi karangan yang

singkat (Gorys Keraf, 1994:261). Sinopsis digunakan dengan tujuan

untuk mengetahui keseluruhan isi naskah tanpa harus membaca semua isi

naskah secara cepat dan padat. Selain itu agar lebih efisien dan mengenai

sasaran. Dalam penelitian filologi, jika tanpa penyajian terjemahan,

setidaknya harus ada sinopsis atau ikhtisar yaitu penuturan yang ringkas

tetapi merangkum keseluruhan isi (Darusuprapta, 1984:91).

Pembuatan sinopsis dilakukan dengan membuat paragraf secara

ringkas dan pada bagian akhir diberikan keterangan dari dan sampai

pupuh, bait berapa yang disinopsiskan. Langkah ini mempermudah

pembaca agar mempunyai gambaran secara garis besar mengenai isi

naskah.

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38

4. Pengertian Babad

Pada dasarnya karya sastra merupakan pencerminan, pembayangan

atau peniruan, realitas, dan bahkan karya sastra dapat dipandang dokumen

sosial (Teeuw, 1984:224). Salah satu jenis karya sastra yang masih ada

sampai saat ini adalah babad. Babad merupakan istilah yang biasa digunakan

untuk menyebut jenis karya sastra yang berkembang di daerah Jawa, Bali, dan

Lombok, yang di dalamnya banyak memuat peristiwa-peristiwa yang bersifat

sejarah (Darusuprapta dalam Luwiyanto, 2010:89). Babad juga dapat

dijadikan sebagai sarana penyebaran kebudayaan. Sebagai hasil karya sastra

dapat diperkirakan bahwa babad digubah dalam kerangka kehidupan dan

kerangka pikir masyarakat yang bersangkutan. Jika demikian, maka

kedudukan babad sebagai hasil kebudayaan mempunyai peranan yang penting

dalam kehidupan kebudayaan masyarakat, sesuai situasi dan kondisi pada

zamannya.

Babad merupakan salah satu karya sastra sejarah. Hal ini diperjelas

oleh Darusuprapta dalam I Made Purna (1994:4) yang menggolongkan babad

ke dalam golongan sastra sejarah. Gericke dan Roorda dalam I Made Purna

(1994:4) mengartikan babad merupakan isi cerita sejarah atau buku tahunan

dari suatu kerajaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, babad dapat

diartikan sebagai cerita sejarah atau kisahan dari berbagai bahasa, seperti

berbahasa Jawa, Sunda, Bali, Sasak, dan Madura yang berisi peristiwa

sejarah. Salmoen dalam Entoh Toharudin (2015:54) memasukkan cerita

babad kepada anak golongan sejarah. Hal ini disebabkan ada kesamaan
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39

berdasarkan unsur-unsur sejarah. Akan tetapi, Ekadjati (dalam Entoh

Toharudin, 2015:54) mengungkapkan jika dilihat dari segi sejarah dan sastra,

babad tetap merupakan karya sastra. Ekadjati (1978:1) memperjelas

pernyataan tersebut dalam kutipan di bawah ini.

“Babad menurut pengertian penyusun dan lingkungan


masyarakatnya dianggap sebangsa sejarah, yaitu tentang masa
lampau mereka atau leluhur mereka. Namun demikian kegiatan
penyusunan babad tak dapat dilepaskan dari kegiatan penciptaan
sastra. Dan babad itu sendiri bila ditinjau dari sudut sastra
merupakan karya sastra.”

Meskipun termasuk karya sastra sejarah dan memakai unsur sejarah

sebagai bahan penulisannya, sastra babad tidak bertujuan untuk menulis

sejarah, tetapi lebih menjadi pedoman moral bagi masyarakat pendukungnya.

Poerwadarminta (dalam Titi Mumfangati, dkk., 2015:8) mengartikan kata

babad sebagai 1. Crita bab lelakon sing wis kelakon, 2. di-i (dibabadi):

ditegori lan diresiki (gegrumbulan, wit-witan lan sapiturute) dianggo

padesan ‘1. Cerita tentang kejadian yang sudah terjadi, 2. ditebang dan

dibersihkan (perdu, pepohonan, dan sebagainya) dijadikan pedesaan’. Hal

senada juga dijelaskan oleh Iskandarwassid dalam Entoh Toharudin

(2015:54) di mana babad dimaknai sebagai sejenis cerita masa lampau yang

isinya membahas riwayat leluhur atau kejadian penting di suatu daerah dan

biasanya dimulai dari pembukaan lahan tempat tersebut.

Pemahaman kandungan dalam babad sangat diperlukan guna

mengungkap isi dan memahami penulisan babad secara umum. Babad, selain

mengandung pembukaan suatu wilayah juga pada umumnya mengandung

unsur lukisan cerita mengenaicommit


tokoh to user disertai peristiwa yang dianggap
sejarah
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40

telah terjadi. Lazimnya cerita yang dilukiskan bertalian dengan masalah,

seperti pembukaan hutan atau, penobatan raja, pemerintahan, peperangan,

adat-istiadat, dan kadang-kadang terdapat jalinan dan jalinan perkerabatan

yang turun-temurun (Darusuprapta, 1985:79).

Ekadjati (1978:1-2) membedakan babad berdasarkan isinya, antara

lain:

a. Babad yang isinya menceritakan tentang pembukaan suatu daerah atau

hutan untuk didirikan sebuah ibukota kerajaan atau pusat pemerintahan di

atasnya. Contoh: Babad Majapahit, Babad Mataram, Babad Kartasura,

Babad Ngayogyakarta.

b. Babad yang membatasi isinya dengan memperkecil jangkauan wilayah

sehingga ceritanya dipusatkan di daerah tertentu, meskipun daerah lain

juga disinggung. Contoh: Babad Cirebon, Babad Banten, Babad Demak,

Babad Pasuruan.

c. Babad yang isinya mempersempit peristiwa-peristiwa pada suatu waktu

atau periode tertentu. Contoh: Babad Pacina, Babad Pakepung.

d. Babad yang isinya merupakan suatu biografi atau autobiografi. Contoh:

Babad Dipanegara, Babad Ranggawarsita. Babad semacam itu ditemukan

dalam jumlah yang kecil.

Dari segala jenis babad di atas, dapat dituliskan dari satu alam pikiran yang

sama sedemikian rupa, sehingga dapat menjadi satu keseluruhan yang besar

(Berg, 1974:80). Babad yang dimaksud merupakan babad yang paling

lengkap dari segi isi yang melukiskan keadaan hampir seluruh pulau Jawa dan
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41

dalam periode yang lama, yakni sejak zaman Nabi Adam hingga waktu hidup

penyusunnya adalah Babad Tanah Jawi (Ekadjati, 1978:1-2).

Media bahasa yang digunakan dalam babad yaitu media tulis,

sedangkan bentuk karangannya disampaikan melalui bentuk prosa dan puisi

terikat (Ekadjati dalam Entoh Toharudin, 2015:55). Sumber penulisan babad

adalah bahan-bahan kesejarahan, baik tulis maupun lisan. Bahan kesejarahan

tersebut dapat berupa naskah-naskah lama yang telah tersedia, silsilah-

silsilah, catatan-catatan kejadian penting, dan juga cerita-cerita lisan yang

berkaitan dengan peninggalan kekunaan, seperti candi, arca, makam, telaga,

nama-nama tempat, gunung, dan tokoh-tokoh tertentu. Akibatnya banyak

muncul unsur-unsur rekaan dalam babad seperti mite, legenda, simbolisme,

hagiografi, dan sugesti sebagai tanda pengenal yang tetap dalam konvensi

sastra babad (Kartodirdjo dalam Luwiyanto, 2010:90). Darusuprapta (1992:8)

berpendapat sebagai berikut:

“Unsur-unsur mite, legenda, hagiografi, simbolisme dan sugesti


dimaksudkan untuk menggerakkan cerita, dan memberikan bayangan
hal yang bakal terjadi, yang memberikan dukungan penuh kepada
pelaku utama atau menjadi penunjang istimewa terhadap kejadian
yang dilukiskan. Mite merupakan cerita prosa yang benar-benar
terjadi serta dianggap suci. Misalnya silsilah raja-raja, nabi-nabi,
tokoh-tokoh dalam wayang atau tokoh suci lainnya. Legenda
merupakan cerita prosa rakyat yang dianggap sebagai kejadian yang
benar-benar pernah terjadi. Biasanya berupa lukisan tokoh manusia
yang mempunyai keistimewaan berhubungan dengan makhluk halus,
bertalian dengan unsur-unsur tanah, air, udara, dan api. Simbolisme
merupakan aspek yang berupa lambang-lambang, benda-benda
pusaka bertuah, kata-kata kiasan yang penuh makna, dan bilangan-
bilangan. Hagiografi yaitu gambaran atau lukisan tentang
kemukjizatan seseorang yang banyak diperlihatkan oleh tokoh
keramat di dalam sebuah karya sastra. Sugesti berupa ramalan atau
firasat, suara gaib, tabir mimpi, dan pamali/pantangan (suatu sugesti
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42

yang jika dilanggar akan mendapat sanksi dan celaka, sering


dikaitkan dengan kepercayaan).”

Unsur-unsur tersebut berfungsi sebagai penggerak serta pendorong

cerita agar lebih maju (Sarman dalam Luwiyanto, 2010:90). Maksudnya

untuk lebih menggerakkan cerita, dan memberikan bayangan hal-hal yang

akan terjadi, yang memberikan dukungan penuh kepada pelaku utama atau

menjadi penunjang istimewa terhadap kejadian yang dilukiskan. Sejalan

dengan pendapat di atas, unsur keindahan dan unsur khayalan (imajinasi)

pada karya sastra sejarah merupakan sebuah tuntutan yang harus dipenuhi

sebagai halnya karya sastra pada umumnya, sedangkan unsur sejarah

merupakan ciri pembeda khusus dari jenis-jenis karya sastra lain (Darusuprata

dalam Luwiyanto, 2010:90).

G. Sumber Data dan Data

Menurut Riyadi Santoso (2016:25) sumber data merupakan segala

sesuatu yang mampu menghasilkan atau memberikan data, atau merujuk pada

suatu tempat penyimpanan. Ketapatan memilih dan menentukan jenis sumber data

akan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau informasi yang diperoleh

(H.B. Sutopo, 2006:56). Sumber data dari penelitian ini adalah naskah Patamanan

Dalêm ing Ujung Puri Mangkunêgaran bernomor katalog Nancy K. Florida MN

612 dan bernomor katalog lokal J 10 koleksi Perpustakaan Reksa Pustaka

Mangkunegaran Surakarta.

Hasil yang diperoleh setelah mendapatkan sumber data adalah

mendapatkan data. Data merupakan objek penelitian atau fokus penelitian yang
commit to user
diperoleh atau dihasilkan dari sumber data. H.B Sutopo (2006:56) menegaskan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43

bahwa data tidak akan bisa diperoleh tanpa adanya sumber data. Menurut Ibrahim

(2015:67), data adalah segala bentuk informasi, fakta, dan realita yang terkait atau

relevan dengan apa yang dikaji/diteliti. Data bisa berupa kata-kata, lambang,

simbol ataupun situasi dan kondisi riil yang terkait dengan penelitian yang

dilakukan. Data dalam penelitian ini berupa naskah, suntingan teks naskah

PDUPM yang telah bersih dari kesalahan, dan isi cerita sejarah (babad) yang ada

di dalamnya.

H. Metode dan Teknik Penelitian

1. Bentuk dan Jenis Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah penelitian kualitatif di bidang filologi,

objek kajiannya mendasarkan pada manuskrip (naskah tulisan tangan) yang

berbahasa dan beraksara Jawa. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif.

Pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu pandangan peneliti bahwa

semua sistem tanda tidak ada yang diragukan, semuanya dianggap penting

dan memiliki kaitan antara satu dengan yang lain. Dengan mendeskripsikan

segala sistem tanda mungkin akan dapat memberikan pemahaman yang lebih

komprehensif mengenai apa yang sedang dikaji (Bogdan dan Biklen dalam

Atar Semi, 1993:24).

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian pustaka atau library

research yaitu penelitian yang dilakukan di kamar kerja peneliti atau di ruang

perpustakaan, tempat peneliti memperoleh data dan informasi tentang objek

telitiannya lewat buku-buku atau alat-alat audiovisual lainnya (Atar Semi,

1993:8). commit to user


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
44

2. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

content analysis (kajian isi) atau mengkaji dokumen dan arsip. Dalam

melakukan teknik ini, perlu disadari bahwa peneliti bukan sekadar mencatat

isi penting yang tersurat dalam dokumen atau arsip, tetapi juga tentang

maknanya yang tersirat (H.B. Sutopo, 2006:81).

Metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah dengan

metode pustaka, yaitu dengan melakukan pelacakan data pada sumber data

berbentuk buku (katalog naskah) (Edwar Djamaris, 2002:1). Sedangkan

teknik untuk memperoleh data yaitu dengan membaca dan mencatat atau

biasa disebut dengan inventarisasi naskah. Setelah menginventarisasi naskah

PDUPM, langkah selanjutnya adalah memverifikasi data yang bertujuan

untuk mengetahui keberadaan objek penelitian dengan teknik observasi

lapangan dengan cara mendatangi Perpustakaan Reksa Pustaka

Mangkunegaran Surakarta tempat di mana naskah PDUPM tersimpan.

Naskah yang ditemukan lantas dideskripsikan.

Setelah seluruh data ditemukan, data disimpan pada file digital

dengan teknik pendokumentasian digital, yakni melakukan pemotretan

naskah menggunakan kamera digital. Kemudian dilakukan proses transfer

hasil pemotretan tersebut ke dalam komputer untuk selanjutnya ditransfer dari

format (.jpg) ke program Windows Photo Viewer agar bisa ditampilkan dan

diolah untuk kepentingan transliterasi. Proses transliterasi menggunakan

metode membaca dan juga mencatat untuk kemudian dianalisis secara lebih
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45

lanjut. Sedangkan untuk kepentingan pemotongan bukti gambar

menggunakan aplikasi program edit foto bernama PhotoScape v3.6.2.

3. Metode dan Teknik Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan dua analisis,

yaitu analisis secara filologis dan analisis isi teks. Analisis secara filologis

naskah PDUPM disesuaikan dengan langkah kerja penelitian filologi.

Analisis isi dilakukan setelah proses sinopsis, karena isi dan kandungan

naskah dapat diketahui secara lebih jelas setelah langkah kerja filologi

diselesaikan.

PDUPM merupakan naskah tunggal, maka analisis yang digunakan

yaitu metode penyuntingan naskah tunggal dengan metode edisi standar

(biasa). Metode standar digunakan apabila isi naskah dianggap sebagai cerita

biasa, bukan cerita yang dianggap suci atau penting dari sudut agama ataupun

bahasa (Edwar Djamaris, 1991:15), sehingga tidak perlu diperlakukan secara

khusus atau istimewa. Jalan keluar dalam metode standar, antara lain: 1)

Apabila penyunting merasa bahwa ada kesalahan dalam teks, peneliti dapat

memberikan tanda yang mengacu pada “aparatus kritis” dan menyarankan

bacaan yang lebih baik, 2) Jika terdapat teks yang salah, penyunting dapat

memasukkan koreksi ke dalam teks tersebut dengan tanda yang jelas yang

mengacu pada aparatus kritis dan bacaan asli akan didaftar dan ditandai

sebagai “naskah” (Robson, 1994:25).

Hal-hal yang perlu dilakukan dalam edisi standar ialah

mentransliterasikan teks, membetulkan kesalahan teks, membuat catatan


commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
46

perbaikan/perubahan, memberi komentar maupun tafsiran, membagi teks

dalam beberapa bagian, dan menyusun daftar kata sukar/glosari (Edwar

Djamaris, 1991:15-16). Pada bagian reduksi data juga perlu dibuat isi pokok

penting (ringkasan isi data) dalam kalimat yang pendek dan jelas.

Analisis data kedua adalah analisis data berupa isi. Analisis ini

menggunakan metode intepretasi isi yang terkandung di dalam naskah atau

teks. Interpretasi atau penafsiran sejarah sering disebut dengan analisis

sejarah. Analisis sendiri berarti menguraikan, dan secara terminologis

berbeda dengan sintesis yang berarti menyatukan. Namun keduanya (analisis

dan sintesis) dipandang sebagai metode-metode dalam intepretasi

(Kuntowijoyo, 1995:100).

Simpulan akhir merupakan jawaban atas tujuan yang hendak dicapai

dalam penelitian ini. Penarikan kesimpulan berdasarkan pada analisis data,

dengan menyajikan hasil suntingan yang bersih dari kesalahan, dan menelaah

isi yang terkandung di dalam teks PDUPM.

I. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian naskah PDUPM adalah sebagai berikut.

BAB I Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan

masalah, perumusan masalah, tujuan pembahasan, teori yang digunakan

untuk mengungkapkan naskah yaitu kajian filologi dan kajian isi,

metodologi penelitian meliputi sumber data dan data, bentuk dan jenis

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
47

penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan

sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Filologis

Pembahasan pada bab ini, dibatasi mengenai tinjauan filologis. Isi

pembahasan yaitu, deskripsi naskah, kritik teks, suntingan teks yang

bersih dari kesalahan dari naskah PDUPM.

BAB III Kajian Isi

Pembahasan pada bab ini diawali dengan pemaparan sinopsis mengenai

isi naskah PDUPM. Dilanjutkan dengan pemaparan kajian isi, yaitu

cerita sejarah (babad) yang terkandung dalam naskah PDUPM.

BAB IV Penutup

Berisi kesimpulan dan saran, pada bagian akhir dicantumkan daftar

pustaka, lampiran-lampiran naskah PDUPM.

Daftar Pustaka

Lampiran

commit to user

Anda mungkin juga menyukai