Bab I
Bab I
id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dengan 17.508 pulau, menjadikan Indonesia sebagai negara maritim. Tak heran,
jika luas wilayah tersebut menjadikannya kaya akan suku, bahasa, dan
hasil cipta (akal), rasa (indra), dan karsa (kekuatan, kehendak) manusia guna
memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil cipta sendiri terbagi menjadi dua macam,
Karya seni dan karya sastra yang beragam dapat dikategorikan sebagai
hasil peninggalan kebudayaan masa lampau sebagai bukti kejayaan bangsa zaman
bersejarah, musik dan tarian daerah, bahasa dan aksara daerah, naskah, dan lain-
lain. Salah satu di antaranya adalah karya tulis yang tertuang pada logam, batu,
kulit kayu, kulit binatang, maupun kertas. Karya sastra atau karya tulis pada
1
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2
berbagai segi kehidupan yang pernah ada (Elis Suryani, 1994:2). Karya-karya
dengan kandungan informasi mengenai masa lampau itu tercipta dari latar sosial
budaya yang tidak ada lagi atau yang tidak sama dengan latar sosial budaya
masyarakat pembaca masa kini. Sebagai produk masa lampau, peninggalan tulisan
yang berasal dari kurun waktu beberapa puluh atau ratus tahun yang lalu pada saat
ini dalam kondisi yang sudah mengalami kerusakan (Siti Baroroh Baried, dkk,
1994:1). Bahan yang berupa kertas dan tinta, serta bentuk tulisan, dalam
perjalanan waktu, ada yang mengalami kerusakan atau perubahan, karena faktor
variasi bacaan dalam karya tulisan masa lampau (Elis Suryani, 1994:2).
penanganan yang tepat, yaitu melalui bidang ilmu filologi. Adanya penelitian
dengan tinjauan filologi maka berbagai informasi masa lampau bangsa Indonesia
dapat diungkapkan. Filologi berusaha untuk melacak bentuk mula teks yang
harapan tentang adanya nilai-nilai hasil budaya masa lampau yang diperlukan
dalam kehidupan masa kini yang terkandung dalam naskah lama (Siti Baroroh
yang paling dekat dengan aslinya (Edwar Djamaris, 2006:7). Seorang filolog
Ditinjau dari segi bahasa, jenis naskah ada bermacam-macam, antara lain
naskah berbahasa Sunda, Aceh, Lampung, Madura, Bali, Batak, Melayu dan
termasuk naskah berbahasa Jawa. Naskah Jawa masih terbagi lagi berdasarkan
(1994:5) adalah sebagai berikut: (1) Sejarah: Jawa, Eropa, Islam; (2) Religi:
Islam, kejawen; (3) Roman Islam; (4) Piwulang; (5) Roman Sejarah; (6) Roman
Sejarah China, (7) Wayang; (8) Lakon Wayang; (9) Sastra; (10) Linguistik dan
sastra; (11) Syair puisi; (12) Sains Jawa; (13) Keris dan Mpu-nya; (14) Musik dan
Tari; (15) Upacara adat, hukum, adat, dan lainnya; (16) Hukum; (17) Keraton,
kepada peneliti mengenai jenis naskah yang dapat dijadikan sebagai objek dalam
sebuah penelitian. Dari informasi tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji naskah
dan kesusastraan bersifat mendidik) dengan judul Patamanan Dalêm ing Ujung
Dilihat dari segi judulnya, naskah ini merupakan naskah yang berisikan
inventarisasi naskah PDUPM melalui penelusuran dari berbagai katalog. Hal ini
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4
Florida, 1993)
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5
oleh Wilopinilih dan Amani Pudji Astuti pada tahun 1980 dengan nomor katalog
MN 612 TT, dengan judul Pêtamanan Dalêm ing Ujung Puri. Hal ini dipertegas
terhadap hasil alihaksara oleh pihak Reksa Pustaka. Meskipun ditemukan hasil
alih aksara dari teks PDUPM, dapat disimpulkan bahwa naskah PDUPM
Kondisi naskah PDUPM secara umum cukup baik, hanya saja kondisi
patah, kemungkinan besar karena kertas naskah tersebut terlalu rapuh akibat
faktor usia. Meskipun demikian, sudah terdapat upaya restorasi yakni dengan
suatu naskah merupakan hal penting, baik dalam penyusunan katalog naskah,
naskah. Penamaan judul pada naskah PDUPM tetap dilakukan oleh pengarang
naskah. Judul-judul ini ditemukan di bagian sampul luar, di dalam teks, dan
punggung naskah. Judul naskah yang terdapat pada bagian sampul luar, seperti
Judul yang diberikan oleh pengarang naskah adalah ‘Sêrat Pratelan Prataman
commit to user
Dalêm ing Ujung Puri Sêratan Jawi’. Tetapi pada kata ‘Sêrat Pratelan Prataman’
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7
ditemukan coretan menggunakan pensil yang berwarna merah dan di bagian atas
diberikan catatan tangan ketiga menggunakan pensil warna biru yang berbunyi
commit
(dalam hal ini milik Mangkunegara), ‘ingtoUjung
user Puri Mangkunêgaran’ diartikan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8
sebagai lokasi taman yang berada di Ujung Puri. Ujung Puri yang dimaksud
dalam teks hanya dijelaskan satu taman yang berada di dalam Pura
Mangkunegaran.
seorang abdi dalêm dengan pangkat kêtip di Mangkunegaran Surakarta. Hal ini
akhir naskah. Naskah selesai ditulis pada Kamis, 23 Ramlan 1813 Jawa, pukul
delapan pagi mangsa kasa (pertama) atau Kamis Legi, 17 Juli 1884. Seperti yang
Titi pagas dènira makarti/ tabuh astha ri Rêspati injang/ lèk Ramlan nuju
tanggale/ dwi dasa tri kang wuku/ paringkêlan mangsa marêngi/ kasa
angkaning warsa/ sèwu wolungatus/ tri wêlas ingkang lumakya/ sinêngkalan
gunaning tanaya ngèsthi/ Jêng Gusti kang wibawa//
Terjemahan:
Sudah selesai menulis, pukul delapan hari Kamis pagi, bulan Puasa
bertepatan tanggal duapuluh tiga, bertepatan wuku paringkêlan mangsa kasa,
berangka tahun seribu delapan ratus tiga belas yang berjalan, sêngkalan tahun
gunaning = 3, tanaya = 1, ngèsthi = 8, Jêng Gusti = 1 (1813 Jawa/ 1884
Masehi).
guna yang berasal dari bahasa Sanskerta berarti keba(j)ikan; sifat (yang baik);
1978:89).
b) Tanaya mempunyai
watak bilangan satu, karena diambilkan dari
commit to user
persamaannya dengan kata nabi yang juga berarti orang. Tanaya dalam
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10
1978:343).
c) Ngèsthi mempunyai watak bilangan delapan. Ngèsthi berasal dari kata dasar
èsthi, yang berasal dari bahasa Sanskerta isthi yang berarti maksud; hasrat;
1978:116).
d) Jêng Gusti mempunyai watak bilangan satu, karena sifatnya hanya ada satu di
mempunyai angka bilangan tahun 1813 Jawa atau 1884 Masehi. Sehingga umur
bentuk penulisan, yakni gancaran (prosa) dan têmbang (puisi). Bagian awal
naskah yang berbentuk prosa, didapati keunikan yakni di awal paragraf pertama
adeg-adeg seperti penciri naskah prosa pada umumnya. Seperti pada gambar di
bawah ini.
Ditemukan penggunaan tanda koma pada lingsa dan tanda titik pada
lungsi yang digunakan sesuai mestinya. Selain itu, penggunaan pada lingsa juga
berikut ini.
Gambar 7. Penggunaan tanda koma pada lingsa dan tanda titik pada lungsi
Sumber: Naskah PDUPM, hlm. iii
tiap pergantian pupuh tidak ada penanda pupuh madyapada. Penanda pergantian
pupuh yang digunakan adalah purwapada, dituliskan di awal teks atau tiap
pergantian têmbang. Pada bagian akhir terdapat wasanapada atau iti sebagai
penanda bahwa teks tersebut telah selesai. Tiap pergantian bait têmbang
menggunakan penanda pada gêdhe berupa pada luhur. Berikut ini merupakan
contoh penulisan penanda purwapada, wasanapada, dan pada gêdhe berupa pada
Gambar 11. Contoh penulisan penanda pada gêdhe berupa pada luhur tiap
pergantian bait
Sumber: Naskah PDUPM
Arab dan angka Jawa. Penomoran halaman menggunakan angka Arab terdapat
pada naskah yang berbentuk prosa, penomoran ini dilakukan oleh tangan ketiga
Gambar 12. Catatan tangan ketiga, sistem penomoran halaman naskah berbentuk
prosa
Sumber: Naskah PDUPM, hlm. ii
Gambar 13. Penulis naskah, sistem penomoran halaman naskah berbentuk puisi
Sumber: Naskah PDUPM, hlm. 1
sebanyak satu kali, yakni pada halaman 84, sehingga terjadi pengurangan jumlah
halaman. Maka, jumlah halaman naskah yang awalnya 114 halaman menjadi 115
halaman.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14
sedangkan naskah berbentuk têmbang (puisi) terdiri dari 115 halaman yang
(41 bait), Mijil (60 bait), Sinom (23 bait), Dhandhanggula (29 bait), Asmaradana
(15 bait) Kinanthi (65 bait), Dudukwuluh (23 bait), dan Dhandhanggula (41 bait).
PDUPM. Penanda nama têmbang di awal pupuh ditemukan pada pupuh Kinanthi.
Sedangkan penanda nama têmbang pupuh selanjutnya, terletak di bait akhir pupuh
pupuh têmbang berupa isyarat, biasanya berbentuk kata, kelompok kata atau suku
kata. Sasmita têmbang macapat tersebut nampak pada tabel di bawah ini.
Tabel 1
Jenis Têmbang dan Sasmita Têmbang dalam PDUPM
Jumlah
No. Jenis Têmbang dan Sasmita Têmbang Hlm.
Bait
1. Kinanthi 41 1-14
2. Mijil 60 15-35
3. Sinom 23 35-46
4. Dhandhanggula 29 46-62
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16
5. Asmaradana 15 62-68
6. Kinanthi 65 68-88
7. Dudukwuluh 23 88-94
8. Dhandhanggula 41 94-115
menggunakan aksara Jawa, berbahasa Jawa baru ragam krama, dan banyak
oleh dua alasan yakni dari segi filologis dan yang kedua adalah dari segi isi.
kelainan bacaan yang diakibatkan suatu kesalahan baik disengaja maupun tidak
sengaja oleh pengarang atau penyalin. Oleh karena itu, perlu adanya kajian secara
filologis guna mendapatkan hasil suntingan teks yang bersih dari kesalahan.
Sehingga hasilnya dapat terbaca dan dipahami oleh masyarakat maupun pembaca.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18
... jroning wisma// Ngarsa ler malih suya/ ing kanan radi kapering/ srênggani
yasa ...
Terjemahan:
... di dalam rumah. Di depan ke utara rumah lagi/ di kanan sedikit masuk, di
ujung rumah ...
terdiri dari 8 suku kata, pada teks ini hanya terdiri dari 7 suku kata.
2. Lakuna (lacuna)
baik suku kata, kata, kelompok kata ataupun kalimat. Berikut ini varian
Terdapat lakuna berupa kekurangan suku kata ‘ya’ pada kata ‘griya’,
commit
kalimat menjadi ‘griya’, artinya to user
rumah.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20
3. Adisi (addition)
penambahan baik huruf, suku kata, kata, kelompok kata maupun kalimat.
... ingkang mangilèn alangipun Sang madya satêngah, satêngahipun mawi ...
Terjemahan:
... yang ke barat halangnya pertengahan setengah, setengahnya dengan ...
Terdapat adisi huruf berupa kelebihan sandhangan cecak ‘ng’ pada kata
Terdapat adisi huruf berupa kelebihan sandhangan layar ‘r’ pada kata
4. Hiperkorek (hypercorrect)
akibat pergeseran lafal. Berikut ini varian hiperkorek yang terdapat dalam
teks PDUPM.
5. Ketidakkonsistenan penulisan
untuk suatu kata yang sama ditulis berbeda antara satu kata dengan kata yang
utamanya penulisan suku kata ‘-ku-’ yang ditulis dalam dua aksara yakni
aksara murda ‘-Ku-’ dan aksara carakan ‘-ka-’ yang diberi sandhangan suku
PDUPM perlu diadakan suntingan teks dengan cara mengkritisi naskah secara
terbagi menjadi dua bentuk yakni gancaran (prosa) dan têmbang (puisi). Teks
PDUPM berbentuk prosa berisi judul naskah, pengantar mengenai jumlah pupuh
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23
dan bait, dan pengantar dalam rangka pembuatan kolom yang berisikan penamaan
istilah. Pembuatan kolom dalam hal ini bertujuan untuk memberikan penjelasan
kepada pembaca mengenai hal-hal yang perlu diketahui pembaca naskah. Setelah
pradangga gamêlan, suyasa nami bangsal wastra, puyuh rêta, larèn alit, pot
inggil, timbangan griya landhak mêrak, made warih, suyasa kambang, sana
agêng nami kajêng salam, suyasa bangsal kusuma, suyasa bangsal pêngrawit,
dan karang witana. Setelah itu, disebutkan pula tokoh yang disebut ke dalam
cerita antara lain: Sampeyan Dalêm Kanjeng Gusti, Tuwan Mudhi (juru bicara),
Gusti Kanjeng Pangeran Arya commit to user Gusti Kanjeng Pangeran Arya
Dayaningrat,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24
Gusti Suprapta. Dijelaskan pula para abdi dalêm yang merangkap menjadi tokoh
di dalam cerita, meliputi abdi dalêm dengan pangkat kaliwon, panewu, mantri,
bertugas untuk menemani tamu dari Yogyakarta, yakni lima orang perempuan
belakang bagian Ujung Puri terdapat tanah kotor yang kemudian dibersihkan dan
dijadikan suatu pertamanan yang indah. Letaknya diatur dan ditata sedemikian
rupa. Taman ini dibuat pada masa kepemimpinan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati
Sirnèng mala kisma ayu/ rinênggèng dadya udyani/ udyanadi ujung pura/
puri wuri kang rinakit/ rinakit rarekanira/ ing ngantara pan kêpering//
Têbah lawan cêlakipun/ doning kalangyan kang yakti/ tanapi trap prênahira/
kèhning suyasa rinakti/ rinêktèn myang sinukarta/ sêsananing kang wêdari//
Punika iyasanipun/ Jêng Gusti Pangran Dipati/ Arya Prabu Prangwadana/
kang kaping gangsal mandhiri/ kolonèl kumêndhanira/ pra wadu jroning
prajadi// (PDUPM hlm. 2, pupuh I Kinanthi, bait 5-7)
Terjemahan:
Dibersihkannya kotoran (pada) tanah yang bagus, dihias menjadi taman,
taman yang indah ujung pura, puri belakang yang ditata, ditata tiruannya, di
antara tempatnya sedikit ke pinggir.
Jauh dan dekat, tempat pertamanan yang benar, agak ke samping diatur
letaknya, banyaknya rumah merah, dimerah dimuliakan, tempatnya taman.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25
Itu hasil karya, Jêng Gusti Pangeran Dipati, Arya Prabu Prangwadana,
penguasa kelima, pemimpin komandan, para prajurit di dalam kerajaan yang
indah.
Dalam naskah ini juga terdapat cerita menarik yaitu cerita datangnya
tidak ada yang memberitahu mereka informasi berupa nama dan penjelasan
bangunan di dalamnya secara rinci (satu per satu), seperti yang termuat dalam
Bagian akhir diceritakan pula pulangnya lima orang tamu perempuan dari
Yogyakarta. PDUPM termasuk ke dalam salah satu karya sastra dengan jenis
naskah babad karena menceritakan pembukaan suatu wilayah (lahan kosong) yang
dibangun menjadi sebuah taman. Di dalam naskah PDUPM juga terdapat unsur
committersebut
cerita sejarah setelah pembuatan taman to user selesai dilakukan, datanglah para
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26
dari Yogyakarta. Unsur keindahan sebuah taman kala itu (masa Mangkunegara V)
mengungkapkan hal-hal yang bersifat simbolis dan filosofis selain dari segi cerita.
Penelitian yang dilakukan baik dari segi struktur, pemaknaan, isi, maupun
filosofinya agar dapat lebih dipahami isinya dan lebih bermanfaat bagi pembaca.
Berdasarkan hal-hal di atas dan juga informasi yang ada di dalam teks,
maka naskah ini dirasa penting untuk diteliti baik secara filologis maupun secara
isi. Secara filologis agar naskah yang disunting menjadi naskah yang bersih dari
kesalahan, dan secara isi mengandung informasi mengenai cerita sejarah (babad)
yang dapat diungkapkan sebagai salah satu warisan budaya masa lampau.
B. Batasan Masalah
naskah tersebut dapat diteliti dari berbagai sudut pandang baik secara filologi,
sastra, linguistik, maupun sejarah. Oleh sebab itu perlu adanya pembatasan
ditekankan pada dua kajian utama yaitu kajian filologis dan kajian isi. Kajian
kerja filologis. Kajian isi digunakan untuk menjabarkan kandungan isi cerita
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27
C. Rumusan Masalah
2. Bagaimanakah kandungan isi cerita sejarah (babad) yang terdapat dalam teks
PDUPM?
D. Tujuan Penelitian
1. Menyajikan suntingan teks PDUPM yang bersih dari kesalahan sesuai dengan
teks PDUPM.
E. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan ada dua manfaat yang dapat
1. Manfaat Teoretis
naskah Jawa.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28
Mangkunegara V.
2. Manfaat Praktis
c. Membantu peneliti lain yang relevan untuk mengkaji lebih lanjut naskah
disiplin ilmu.
baik secara filologis maupun secara kajian isi dan belum terungkap
isinya.
F. Landasan Teori
1. Pengertian Filologi
philologia yang berupa gabungan kata dari philos yang berarti ‘cinta’ dan
ilmu yang mempelajari karya sastra lama yang berupa teks dan naskah-
naskah lama.
perubahan dan perkembangan. Dalam penelitian ini teori yang diacu adalah
teori filologi yang pada prinsipnya merupakan teori yang mempelajari seluk
beluk naskah. Penelitian ini secara khusus didasarkan pada makna filologi
dalam segi kebudayaan. Hal ini sesuai dengan tujuan umum filologi, yaitu:
1994:7)
sini adalah semua bahan tulisan tangan peninggalan nenek moyang kita pada
Filologi dalam arti luas adalah ilmu yang mempelajari segala segi
kehidupan di masa lalu seperti yang ditemukan dalam tulisan yang mencakup
filologi secara khusus ialah studi tentang naskah untuk menelusur kembali
suatu teks dalam bentuknya yang seasli mungkin (Achadiati Ikram, 1997:62).
Baried, dkk, 1994:6). Jadi, naskah dapat dilihat atau dipegang (Siti Baroroh
Baried, dkk, 1994:55), sedangkan teks artinya muatan naskah, sesuatu yang
dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau. Edwar Djamaris
peninggalan nenek moyang kita pada kertas, lontar, kulit kayu, dan rotan.
Naskah dan teks merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31
Cara kerja penelitian filologinya sesuai dengan metode edisi naskah tunggal.
Metode edisi naskah tunggal terbagi menjadi dua metode, yakni (1) edisi
diplomatik, dan (2) edisi standar. Edisi diplomatik adalah edisi yang
menyajikan hasil alih aksara secara apa adanya. Willem van der Molen
(1981:5) menyatakan bahwa teks edisi diplomatik identik dengan teks naskah
pun (baik ejaan, pungtuasi maupun pembagian teks). Sedangkan edisi standar
Dengan kata lain, edisi yang menyajikan hasil alih aksara yang telah melalui
bagian baik kata, kumpulan kata, frasa, atau kalimat yang dianggap tidak
mengacu pada teori-teori filologi dan langkah kerja filologi. Langkah kerja
naskah yang asli (autograf) atau yang berwibawa, ringkasan isi cerita,
a. Inventarisasi Naskah
informasi, sumber data, dan data yang akan dijadikan sebagai objek
menyeluruh.
b. Deskripsi Naskah
mengetahui kondisi naskah dan sejauh mana isi mengenai naskah yang
diteliti.
data mengenai: (1) judul naskah, (2) nomor naskah, (3) tempat
penyimpanan naskah, (4) asal naskah, (5) keadaan naskah, (6) ukuran
naskah, (7) tebal naskah, (8) jumlah baris setiap halaman, (9) huruf,
aksara, tulisan, (10) cara penulisan, (11) bahan naskah, (12) bahasa
naskah, (13) bentuk teks, (14) umur naskah, (15) pengarang atau
penyalin, (16) asal-usul naskah, (17) fungsi sosial naskah, serta (18)
c. Transliterasi Naskah
huruf dari abjad satu ke abjad yang lain. Dalam proses transliterasi,
mengubah huruf demi huruf, abjad satu ke abjad yang lain saja. Namun
ciri-ciri dari teks asli sepanjang hal itu dapat dilakukan, karena penafsiran
d. Kritik Teks
dan menempatkan teks pada tempat yang tepat. Kritik teks bertujuan
penentuan teks yang asli atau teks yang autoritatif, serta pembersihan
kritik teks, bacaan pada teks akan dibersihkan dari kesalahan dan akan
dihasilkan sebuah suntingan teks yang dianggap sebagai teks asli atau
dalam naskah yang dikritisi. Suntingan teks berasal dari hasil alih aksara
untuk naskah yang berjenis prosa, dan bait untuk naskah yang berjenis
puisi/têmbang.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37
f. Sinopsis
dasar sinopsis itu; ringkasan; abstraksi. Ringkasan adalah suatu cara yang
untuk mengetahui keseluruhan isi naskah tanpa harus membaca semua isi
naskah secara cepat dan padat. Selain itu agar lebih efisien dan mengenai
setidaknya harus ada sinopsis atau ikhtisar yaitu penuturan yang ringkas
ringkas dan pada bagian akhir diberikan keterangan dari dan sampai
naskah.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38
4. Pengertian Babad
atau peniruan, realitas, dan bahkan karya sastra dapat dipandang dokumen
sosial (Teeuw, 1984:224). Salah satu jenis karya sastra yang masih ada
sampai saat ini adalah babad. Babad merupakan istilah yang biasa digunakan
untuk menyebut jenis karya sastra yang berkembang di daerah Jawa, Bali, dan
zamannya.
Babad merupakan salah satu karya sastra sejarah. Hal ini diperjelas
ke dalam golongan sastra sejarah. Gericke dan Roorda dalam I Made Purna
(1994:4) mengartikan babad merupakan isi cerita sejarah atau buku tahunan
dari suatu kerajaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, babad dapat
diartikan sebagai cerita sejarah atau kisahan dari berbagai bahasa, seperti
berbahasa Jawa, Sunda, Bali, Sasak, dan Madura yang berisi peristiwa
babad kepada anak golongan sejarah. Hal ini disebabkan ada kesamaan
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39
Toharudin, 2015:54) mengungkapkan jika dilihat dari segi sejarah dan sastra,
babad sebagai 1. Crita bab lelakon sing wis kelakon, 2. di-i (dibabadi):
padesan ‘1. Cerita tentang kejadian yang sudah terjadi, 2. ditebang dan
(2015:54) di mana babad dimaknai sebagai sejenis cerita masa lampau yang
isinya membahas riwayat leluhur atau kejadian penting di suatu daerah dan
mengungkap isi dan memahami penulisan babad secara umum. Babad, selain
lain:
Babad Ngayogyakarta.
Babad Pasuruan.
Dari segala jenis babad di atas, dapat dituliskan dari satu alam pikiran yang
sama sedemikian rupa, sehingga dapat menjadi satu keseluruhan yang besar
lengkap dari segi isi yang melukiskan keadaan hampir seluruh pulau Jawa dan
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41
dalam periode yang lama, yakni sejak zaman Nabi Adam hingga waktu hidup
hagiografi, dan sugesti sebagai tanda pengenal yang tetap dalam konvensi
akan terjadi, yang memberikan dukungan penuh kepada pelaku utama atau
pada karya sastra sejarah merupakan sebuah tuntutan yang harus dipenuhi
merupakan ciri pembeda khusus dari jenis-jenis karya sastra lain (Darusuprata
sesuatu yang mampu menghasilkan atau memberikan data, atau merujuk pada
suatu tempat penyimpanan. Ketapatan memilih dan menentukan jenis sumber data
akan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau informasi yang diperoleh
(H.B. Sutopo, 2006:56). Sumber data dari penelitian ini adalah naskah Patamanan
Mangkunegaran Surakarta.
mendapatkan data. Data merupakan objek penelitian atau fokus penelitian yang
commit to user
diperoleh atau dihasilkan dari sumber data. H.B Sutopo (2006:56) menegaskan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43
bahwa data tidak akan bisa diperoleh tanpa adanya sumber data. Menurut Ibrahim
(2015:67), data adalah segala bentuk informasi, fakta, dan realita yang terkait atau
relevan dengan apa yang dikaji/diteliti. Data bisa berupa kata-kata, lambang,
simbol ataupun situasi dan kondisi riil yang terkait dengan penelitian yang
dilakukan. Data dalam penelitian ini berupa naskah, suntingan teks naskah
PDUPM yang telah bersih dari kesalahan, dan isi cerita sejarah (babad) yang ada
di dalamnya.
semua sistem tanda tidak ada yang diragukan, semuanya dianggap penting
dan memiliki kaitan antara satu dengan yang lain. Dengan mendeskripsikan
segala sistem tanda mungkin akan dapat memberikan pemahaman yang lebih
komprehensif mengenai apa yang sedang dikaji (Bogdan dan Biklen dalam
research yaitu penelitian yang dilakukan di kamar kerja peneliti atau di ruang
content analysis (kajian isi) atau mengkaji dokumen dan arsip. Dalam
melakukan teknik ini, perlu disadari bahwa peneliti bukan sekadar mencatat
isi penting yang tersurat dalam dokumen atau arsip, tetapi juga tentang
metode pustaka, yaitu dengan melakukan pelacakan data pada sumber data
teknik untuk memperoleh data yaitu dengan membaca dan mencatat atau
format (.jpg) ke program Windows Photo Viewer agar bisa ditampilkan dan
metode membaca dan juga mencatat untuk kemudian dianalisis secara lebih
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45
yaitu analisis secara filologis dan analisis isi teks. Analisis secara filologis
Analisis isi dilakukan setelah proses sinopsis, karena isi dan kandungan
naskah dapat diketahui secara lebih jelas setelah langkah kerja filologi
diselesaikan.
(biasa). Metode standar digunakan apabila isi naskah dianggap sebagai cerita
biasa, bukan cerita yang dianggap suci atau penting dari sudut agama ataupun
khusus atau istimewa. Jalan keluar dalam metode standar, antara lain: 1)
Apabila penyunting merasa bahwa ada kesalahan dalam teks, peneliti dapat
bacaan yang lebih baik, 2) Jika terdapat teks yang salah, penyunting dapat
memasukkan koreksi ke dalam teks tersebut dengan tanda yang jelas yang
mengacu pada aparatus kritis dan bacaan asli akan didaftar dan ditandai
Djamaris, 1991:15-16). Pada bagian reduksi data juga perlu dibuat isi pokok
penting (ringkasan isi data) dalam kalimat yang pendek dan jelas.
Analisis data kedua adalah analisis data berupa isi. Analisis ini
(Kuntowijoyo, 1995:100).
dengan menyajikan hasil suntingan yang bersih dari kesalahan, dan menelaah
I. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
metodologi penelitian meliputi sumber data dan data, bentuk dan jenis
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
47
sistematika penulisan.
BAB IV Penutup
Daftar Pustaka
Lampiran
commit to user