Laporan Kajian Lokasi PE Di Tabanalou Resort Ake Jawi
Laporan Kajian Lokasi PE Di Tabanalou Resort Ake Jawi
Disusun oleh:
Ketua Tim,
Tiada kata yang paling indah melainkan puja dan puji syukur kepada
yang maha sempurna Allah S.W.T atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
tim penyusun dapat menyelesaikan laporan ini. Kami menyadari bahwa
laporan ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari bantuan dari banyak
pihak, maka dengan kerendahan hati, kami mengucapkan terima kasih.
Tim Penyusun
iv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... ix
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................. 1
B. Maksud dan Tujuan ........................................................... 2
C. Target Kegiatan ................................................................ 2
D. Ruang Lingkup Kegiatan .................................................... 2
E. Kerangka Kerja ................................................................. 3
F. Dasar Pelaksanaan ............................................................ 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kawasan Konservasi di Indonesia ....................................... 5
B. Ekosistem ......................................................................... 6
C. Ekosistem Hutan ............................................................... 10
D. Pemulihan Ekosistem ......................................................... 12
E. Analisis Vegetasi................................................................ 14
BAB III. KONDISI UMUM LOKASI
A. Kondisi Umum TN Aketajawe Lolobata ................................ 17
B. Desa Penyangga TNAL ....................................................... 26
BAB IV. METODOLOGI KEGIATAN
A. Tempat dan Waktu ............................................................ 27
B. Pelaksana Kegiatan ........................................................... 27
C. Alat dan Bahan.................................................................. 28
D. Pengambilan Data ............................................................. 28
E. Analisa Data ...................................................................... 39
v
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Lahan Terbuka di Desa Tabanalou .......................... 41
B. Tipologi Kerusakan Kawasan .............................................. 46
C. Karakteristik Kondisi Tapak ................................................ 49
D. Ekosistem Referensi .......................................................... 53
E. Jenis Satwa Utama dan Wilayah Jelajahnya ........................ 53
F. Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat .............................. 54
G. Potensi Gangguan dan Ancaman ........................................ 59
H. Hambatan Dalam Pelaksanaan Kegiatan ............................. 61
I. Rekomendasi Kebijakan Program Pemulihan Ekosistem........ 62
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ....................................................................... 65
B. Saran ............................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 67
LAMPIRAN ....................................................................................... 70
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Batas-Batas Kelompok Hutan ....................................................... 18
2. Formasi Batuan TNAL .................................................................. 22
3. Klasifikasi Tanah di Kawasan TNAL ............................................... 24
4. Desa Penyanggan TNAL ............................................................... 26
5. Klasifikasi Tipologi Kerusakan Kawasan ......................................... 31
6. Klasifikasi Teknik Pemulihan Ekosistem ......................................... 33
7. Rekapitulasi Tegakan per Hektar .................................................. 48
8. Data Kelas Topografi ................................................................... 50
9. Jumlah Penduduk Desa Tabanalou ............................................... 57
10. Tingkat Pendidikan di Desa Tabanalou .......................................... 57
11. Sebaran Penduduk Desa Tabanalou Berdasarkan Pekerjaan ........... 58
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka Kerja Kajian/Studi Pemulihan Ekosistem ......................... 3
2. Peta Zonasi Taman Nasional Aketajawe Lolobata........................... 17
3. Gua-Gua di TNAL......................................................................... 23
4. Peta Lokasi Kegiatan ................................................................... 27
5. Peta Klasifikasi Penutupan Lahan di Lokasi Kegiatan ...................... 41
6. Kondisi Lahan Perkebunan di Desa Tabanalou ............................... 42
7. Kebun Warga Yang Diduga Baru Dikelola ...................................... 42
8. Kondisi Bekas Tunggak Pohon Yang Dijumpai ............................... 43
9. Rumah Kebun di Lahan Terbuka Desa Tabanalou .......................... 44
10. Tumbuhan Tingkat Bawah (Semak Belukar dan Perdu) .................. 45
11. Peta Sebaran Titik Sampling di Lokasi Kegiatan ............................. 47
12. Peta Kelas Kelerengan di Lokasi Kegiatan...................................... 51
13. Peta Kelas Ketinggian di Lokasi Kegiatan....................................... 51
14. Peta Letak Anakan Sungai di Lokasi Kegiatan ................................ 52
15. Tampak Anakan Sungai di Lokasi Kegiatan .................................... 52
16. Peta Kecamatan Wasile Selatan .................................................... 55
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Surat Tugas Kepala Balai ............................................................. 71
2. Analisis Nilai Penting Tumbuhan ................................................... 73
3. Hasil Inventarisasi Jenis Satwa ..................................................... 75
4. Dokumentasi Kegiatan ................................................................. 76
ix
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Page | 1
ground check. Sebagian lokasi telah diakomodir dalam zona
rehabilitasi untuk diprioritaskan upaya pemulihan ekosistemnya
melalui kerjasama pihak ketiga (Dokumen RPE TNAL, 2019-2021),
sebagian lokasi lainnya masih harus melalui tahapan kajian pemulihan
ekosistem untuk merumuskan efektivitas perencanaan program dan
realisasi kedepannya.
C. Target Kegiatan
D. Ruang Lingkup
Page | 2
penginderaan jauh dan ground check yang kajiannya difokuskan pada
aspek biofisik dan aspek sosial-ekonomi-budaya masyarakat.
E. Kerangka Kerja
F. Dasar Pelaksanaan
Page | 3
c) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan
Jenis Tumbuhan dan Satwa;
d) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Pemanfaatan
Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar;
e) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Kawasan
Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam;
f) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.07/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja UPT Taman Nasional;
g) Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor:
P.48/Menhut-II/2014 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemulihan
Ekosistem Pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam;
h) Peraturan Direktur Jenderal KSDAE Nomor: P.12/KSDAE-Set/2015
tentang Pedoman Tata Cara Penanaman dan Pengkayaan Jenis
dalam rangka Pemulihan Ekosistem Daratan Pada Kawasan Suaka
Alam dan Kawasan Pelesarian Alam;
i) Surat Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Balai
Taman Nasional Aketajawe Lolobata TA 2020 Nomor: SP DIPA-
029.05.2.57436/2020 Tanggal 12 November 2019;
j) Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) Kajian/Studi Pemulihan
Ekosistem Taman Nasional Aketajawe Lolobata (Kelompok Hutan
Aketajawe) Balai Taman Nasional Aketajawe Lolobata Tahun 2020.
Page | 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Page | 5
dan pertumbuhan penduduk mengakibatkan kawasan konservasi
mendapatkan tekanan semakin besar dan kompleks.
B. Ekosistem
1. Definisi Ekosistem
Page | 6
terjadi otomatis pada sistem alam atau ekologi yang dikenal dengan
istilah ekosistem (Resosoedarmo et al, 1986 dalam Irwan, 2003).
2. Komponen Ekosistem
Page | 7
Komponen ekosistem yang lengkap harus mencakup produsen,
konsumen, pengurai, dan komponen abiotik. Sebagai produsen adalah
tumbuhan hijau yang merupakan satu-satunya komponen ekosistem
yang dapat mengikat energi matahari secara langsung dan diubah
menjadi energi kimia dalam proses fotosintesis. Konsumen yang
mengkonsumsi energi yang dihasilkan oleh produsen. Secara umum
konsumen dibedakan menjadi makrokonsumen dan mikrokonsumen.
Yang termasuk dalam makrokonsumen adalah herbivora (pemakan
produsen langsung) dan karnivora (karnivora tingkat I, tingkat II, dan
top-karnivora). Sedangkan yang termasuk ke dalam mikrokonsumen
adalah pengurai, yakni organisme perombak bahan dari organisme yang
telah mati melalui proses immobilisasi dan mineralisasi sehingga menjadi
unsur hara yang siap dimanfaatkan oleh produsen (Indriyanto, 2006).
Komponen abiotik pada dasarnya terdiri dari tanah dan iklim. Contoh
unsur-unsur iklim yang mempengaruhi kehidupan seperti suhu,
kelembaban, angin, intensitas cahaya, curah hujan, dan sebagainya.
Komponen abiotik ini sangat menentukan kelangsungan hidup suatu
ekosistem, karena sangat mempengaruhi proses-proses biologis,
kimia, maupun fisik pada ekosistem tersebut (Heddy, 1986).
Page | 8
kelangsungan hidup dan dinamika di dalam ekosistem terjamin
(Setiadi, 1983).
Page | 9
C. Ekosistem Hutan
1. Definisi Hutan
Page | 10
2. Degradasi Hutan
3. Deforestasi
Page | 11
langsung meliputi: (1) kebakaran hutan, (2) banjir, (3) kondisi
morfologi dan curah hujan yang tinggi, (4) penebangan untuk
pembukaan lahan perkebunan, (5) perambahan hutan, (6) program
transmigrasi, (7) pengelolaan lahan dengan teknik konservasi tanah
dan air yang tidak sesuai, serta (8) pertambangan dan pengeboran
minyak. Sedangkan penyebab tidak langsung antara lain: (1)
kegagalan pasar akibat harga kayu hasil hutan yang terlalu rendah, (2)
kegagalan kebijakan dalam memberikan ijin pengusahaan hutan dan
program transmigrasi, (3) kelemahan pemerintah dalam penegakan
hukum, (4) penyebab sosial ekonomi dan politik yang lebih luas,
seperti: krisis ekonomi, era reformasi, kepadatan dan pertumbuhan
penduduk yang tinggi, dan penyebaran kekuatan ekonomi dan politik
yang tidak merata.
D. Pemulihan Ekosistem
Page | 12
untuk pemulihan dan pemeliharaan proses-proses penting seperti
hidrologi, siklus hara dan transfer energi. Lebih lanjut dijelaskan
Gunawan (2015) bahwa penggundulan hutan juga merupakan
masalah serius hutan hujan tropika di wilayah Asia Tenggara yang
penyebab utamanya adalah perambahan hutan.
Page | 13
perubahan penutupan lahan atau kerusakan badan air dan bentang
alam laut serta terganggunya kehidupan organisme di dalamnya,
melalui kegiatan penanaman, pembinaan habitat, dan populasi
dengan jenis asli serta normalisasi badan air atau bentang alam laut,
mendekati kondisi semula, sehingga terjadi keseimbangan dinamis
dari komponen-komponen ekosistem dan kembalinya fungsi-fungsi
ekosistem seperti sediakala
E. Analisis Vegetasi
Page | 14
kesamaan dengan jenis tegakan yang terdapat pada ekosistem hutan
alam yang ada di dekat areal pemulihan ekosistem. Hideki Miyakawa
(2014) menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan restorasi untuk
pemulihan ekosistem harus memprioritaskan jenis-jenis kunci untuk
pembentukan ekosistem, sarang dan pakan satwa. Jumlah jenis pohon
yang ditanam disarankan paling sedikit 30% dari ekosistem hutan alam
yang ada di dekat areal restorasi; dengan komposisi jenis pionir
(60%), semi klimaks (20%) dan klimaks (20%), dan sifatnya sebagai
pakan dan sarang satwa serta cepat menyebarkan biji.
1. Kerapatan
Page | 15
merupakan suatu luasan areal dekat permukaan tanah yang dikuasai
oleh tumbuhan. Untuk pohon, basal areal dapat diduga dengan
mengukur diameter batang (Kusuma, 1997).
2. Frekuensi
3. Dominansi
Dominansi atau luas penutupan adalah proporsi antara luas tempat yang
ditutupi oleh spesies tumbuhan dengan luas total habitat. Dominansi
dapat dinyatakan dengan menggunakan luas penutupan tajuk ataupun
luas bidang dasar (Amliana et al, 2016).
Page | 16
BAB III. KONDISI UMUM LOKASI
Page | 17
Letak kawasan TN. Aketajawe Lolobata berada di Pulau Halmahera
Provinsi Maluku Utara. Secara administratif, letak kawasan TN.
Aketajawe Lolobata berada di Kota Tidore Kepulauan, Kabupaten
Halmahera Tengah dan Kabupaten Halmahera Timur. Pintu masuk
utama kawasan TN. Aketajawe Lolobata adalah dari Kota Ternate yang
dilanjutkan dengan perjalanan laut menyeberang ke Ibu Kota Sofifi. Dari
Sofifi, perjalanan menuju kawasan dapat dilanjutkan melalui jalan darat.
Dari hasil overlay antara peta penetapan kawasan TN. Aketajawe
Lolobata dengan peta fungsi kawasan hutan di Provinsi Maluku Utara
diperoleh batas-batas masing-masing kelompok hutan yang terlihat
sebagaimana Tabel 1.
1. Potensi Ekosistem
Page | 18
banyak ditandai dengan tumbuhnya tanaman tanaman pioner, seperti
samama (Anthocephalus macrophylla) dan pisang hutan (Kandelia
candel). Beberapa ekosistem lain dalam luasan kecil terdapat di
kawasan TN. Aketajawe Lolobata, seperti ekosistem rawa air tawar
(yang didominasi oleh vegetasi Metroxylon sago), ekosistem karst dan
hutan di atas batuan karst, ekosistem padang alang-alang dan semak
belukar serta ekosistem sungai dan sempadan sungai.
2. Potensi Flora
3. Potensi Fauna
Kawasan TNAL tidak banyak memiliki jenis fauna terestrial, namun cukup
kaya akan jenis avifauna. Bersumber dari database bidang pengawetan
2014, setidaknya terdapat 141 jenis burung di dalam kawasan, termasuk
25 di antaranya merupakan jenis endemik Maluku Utara. Dari 25 jenis ini,
Page | 19
empat jenis merupakan jenis endemik Pulau Halmahera, yaitu mandar
gendang (Habroptila wallacii), cekakak murung (Todiraphus fenubris),
kepudang Halmahera (Oriolus phaeochromus) dan kepudang-sungu
Halmahera (Coracina parvula). Mandar gendang sendiri merupakan jenis
burung yang saat ini paling sedikit dikenal dan dilaporkan keberadaannya
di Pulau Halmahera.
Jenis fauna lain juga dapat ditemui di dalam kawasan TNAL. Hasil survey
hingga saat ini terdapat 33 jenis mamalia (termasuk di dalamnya 26 jenis
kelelawar dan terdapat 1 jenis kuskus endemik Halmahera), 43 jenis
reptilia (1 jenis endemik Halmahera) dan 21 jenis amfibia (4 jenis
endemik Halmahera). Kekayaan fauna endemik Maluku Utara yang
terdapat di Halmahera berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Poulsen
et al (1999), kemungkinan juga berada di dalam kawasan TNAL yaitu 13
jenis belalang, 43 jenis capung, 11 jenis kupu-kupu raja dan 105 jenis
moluska darat. Kegiatan identifikasi terbaru menyatakan bahwa telah
ditemukan sebanyak 77 jenis kupu-kupu di kawasan TNAL yang terbagi
menjadi 7 famili (Surili, 2014 dalam RPJP BTNAL 2015-2024).
Page | 20
4. Topografi Kawasan
Page | 21
5. Geologi Kawasan
Page | 22
Gambar 3. Gua-Gua di TNAL
6. Tanah
Page | 23
Tabel 3. Klasifikasi Tanah di Kawasan TNAL
USDA Soil Sistem
Modifikasi FAO/UNESCO
Taxonomy DudalSoepraptohardjo
1978/1982 (PPT) (1974)
(1975) (1956-1961)
Inceptisol Andosol Andosol Andosol
Entisol Tanah Aluvial Tanah Aluvial Fluvisol
Alfisol Mediteran Mediteran Luvisol
Rendol/Mollisol Renzina Renzina Renzina
Sumber: USDA dalam RPJP BTNAL 2015-2014
Tanah Inceptisol adalah tanah yang berwarna hitam sampai coklat tua
dengan kandungan bahan organik tinggi, remah dan porous, licin (smeary)
dan reaksi tanah antara 4.5 – 6.5. Jenis ini termasuk tanah belum matang
(immature) dan memiliki perkembangan profil lebih lemah dibanding
dengan tanah matang. Selain itu, jenis tanah ini juga masih banyak
menyerupai sifat dari bahan induknya. Tanah yang termasuk ordo Inceptisol
merupakan tanah muda. Tanah jenis ini dijumpai pada daerah dengan
bahan induk vulkanis mulai dari pinggirn pantai sampai 3.000 m.dpl dengan
curah hujan tinggi serta suhu rendah pada daerah dataran tinggi.
Tanah Entisol adalah tanah yang berasal dari endapan alluvial atau
koluvial muda dengan perkembangan profil tanah lemah sampai tidak
ada. Sifat tanah jenis ini beragam tergantung dari bahan induk yang
diendapkannya serta penyebarannya tidak dipengaruhi oleh
ketinggian maupun iklim.
Page | 24
Tanah Rendol atau Mollisol merupakan tanah dengan tebal epipedon
lebih dari 18 cm yang berwarna hitam (gelap), kandungan bahan
organik lebih dari 1%, kejenuhan basa lebih dari 50%. Agregasi tanah
baik, sehingga tanah tidak keras bila kering. Kata Mollisol berasal dari
kata Mollis yang berarti lunak.
7. Iklim
8. Hidrologi
Page | 25
sungai yang airnya mengalir sepanjang tahun. Ketinggian permukaan air
sungai sangat fluktuatif dipengaruhi oleh curah hujan.
Page | 26
BAB IV. METODOLOGI KEGIATAN
B. Pelaksana Kegiatan
Page | 27
tanggal 12 Februari 2020 tentang perintah melaksanakan kegiatan
Pengambilan Data Kajian Pemulihan Ekosistem di Desa Tabanalou
(Lampiran 1).
D. Pengambilan Data
1. Studi Literatur
Page | 28
2. Survey Pendahuluan (Obsevasi)
3. Wawancara
4. Kajian / Studi
Kajian dilakukan terhadap aspek biofisik dan aspek sosial ekonomi dan
budaya masyarakat. Hasil kajian merupakan dasar pertimbangan utama
dalam penyusunan Rencana Pemulihan Ekosistem, sekaligus sebagai
baseline dalam penilaian keberhasilan program pemulihan ekosistem.
Page | 29
kegiatan pemulihan eksistem. Kondisi umum kawasan terutama
berisi posisi lokasi secara administrasi, luas dan posisi koordinat,
topografi, ketinggian tempat, tipe iklim, curah hujan, temperatur,
jenis tanah, dll.
Page | 30
Tabel 5. Klasifikasi Tipologi Kerusakan Kawasan
Tingkat
No Tipologi
Kerusakan
1. Rusak Berat Kawasan dengan tutupan vegetasi dan kerapatan
pohon yang rendah serta sulit dipulihkan, yang
dicirikan: sebagian besar biodiversitas, struktur,
biomassa dan produktivitas hilang dan memerlukan
waktu yang lama tergantung pada seberapa cepat
jenis-jenis yang tersisa mampu mengkolonisasi
tapak. Pemulihan dapat dilakukan dengan restorasi.
2. Rusak Sedang Kawasan dengan tutupan vegetasi dan kerapatan
pohon yang sedang dan memerlukan intervensi
dalam percepatan pemulihan, yang dicirikan: hutan
masih diokupasi jenis kayu yang mampu pulih
setelah gangguan, walaupun didominasi jenis pionir.
Tipologi ini dapat pulih lebih cepat dari tipologi 1.
Percepatan suksesi dapat dilakukan melalui
rehabilitasi dengan jenis asli
3. Rusak Ringan Kawasan dengan tutupan vegetasi dan kerapatan
pohon yang tinggi, yang dicirikan: hutan telah
berkurang dalam hal biomassa dan struktur tetapi
meninggalkan regenerasi yang cukup, sehingga
dapat pulih dengan mekanisme alam, tetapi dapat
dipercepat dengan memberikan ruang tumbuh yang
cukup bagi regenerasi alam (assisted/ accelerated
natural regeneration; ANR)
Sumber: Perdirjen KSDAE Nomor: P.12/KSDAE-Set/2015
Page | 31
sebaiknya 2%, sementara itu jika kurang dari 1.000 ha maka
intensitas sampling sebaiknya digunakan 5 % - 10 %. Berdasarkan
ketentuan di atas maka digunakan intensitas sampling 5 %
dikarenakan luas dari lokasi kajian pemulihan ekosistem di Desa
Tabanalou ditaksir hanya seluas ± 35 ha (<1.000 ha).
Page | 32
Tabel 6. Klasifikasi Teknik Pemulihan Ekosistem
Teknik
Tingkat
No Tipologi Kerusakan Pemulihan
Kerusakan
Ekosistem
a. Rusak Ringan Jumlah permudaan alam jenis
Suksesi Alam
klimaks ≥ 1000/Ha
Jumlah permudaan alam jenis
Suksesi Alam yang
klimaks ≥ 1000/Ha; Menyebar
dibantu
merata, kompetisi tinggi
b. Rusak Sedang Permudaan alam jenis klimaks
< 1000 anakan/Ha; tutupan Pengkayaan
lahan didominasi jenis pioner, Tanaman
jenis klimaks terbatas
c. Rusak Berat Tutupan lahan rendah (terbuka
Penanaman total
semak), potensi anakan rendah
Tutupan lahan rendah (terbuka Penanaman total
semak), potensi anakan dengan tanaman
rendah, struktur tanah berubah prakondisi
(rekontruksi)
Sumber: Perdirjen KSDAE Nomor: P.12/KSDAE-Set/2015
Page | 33
2) Analisis vegetasi
Page | 34
Inventarisasi satwa liar dapat dilakukan dengan menggunakan
metode Transek Jalur (Line Transect) dan observasi secara acak
(random walk) pada daerah sekitarnya. Metode line transect dapat
digunakan untuk sensus berbagai jenis satwa liar, seperti burung
(Bibby 1992), primata dan herbivora besar (Alikodra, 1993).
Page | 35
akan dipulihkan. Jika tapaknya terbuka, maka jenis intoleran yang harus
dipilih, tetapi jika terdapat naungan, maka jenis toleran dan semi-toleran
yang harus dipilih.
Page | 36
(tanah dan iklim), dan genetik mempengaruhi fisiologi setiap
individu tumbuhan yang berimplikasi pada variasi pola berbunga.
Page | 37
species). Faktor sosial, dimana pengaruh kehidupan masyarakat
yang memicu munculnya gangguan dan ancaman berupa
perambahan, illegal logging, perburuan tumbuhan dan satwa,
perladangan, pembakaran, penggembalaan liar dan lain-lain.
Page | 38
Pengetahuan masyarakat tentang keberadaan jenis tumbuhan
lokal, dan (6) Tingkat ekonomi masyarakat.
E. Analisa Data
𝑲𝒆𝒓𝒂𝒑𝒂𝒕𝒂𝒏 𝑱𝒆𝒏𝒊𝒔 𝒌𝒆 − 𝒊
𝑲𝑹 = × 𝟏𝟎𝟎
𝑲𝒆𝒓𝒂𝒑𝒂𝒕𝒂𝒏 𝑺𝒆𝒍𝒖𝒓𝒖𝒉 𝑱𝒆𝒏𝒊𝒔
Page | 39
𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑷𝒆𝒕𝒂𝒌 𝑷𝒆𝒏𝒆𝒎𝒖𝒂𝒏 𝑱𝒆𝒏𝒊𝒔 𝒌𝒆 − 𝒊
𝑭=
𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑷𝒆𝒕𝒂𝒌
𝑭𝒓𝒆𝒌𝒖𝒆𝒏𝒔𝒊 𝑱𝒆𝒏𝒊𝒔 𝒌𝒆 − 𝒊
𝑭𝑹 = × 𝟏𝟎𝟎
𝑭𝒓𝒆𝒌𝒖𝒆𝒏𝒔𝒊 𝑺𝒆𝒍𝒖𝒓𝒖𝒉 𝑱𝒆𝒏𝒊𝒔
𝑫𝒐𝒎𝒊𝒏𝒂𝒏𝒔𝒊 𝑱𝒆𝒏𝒊𝒔 𝒌𝒆 − 𝒊
𝑫𝑹 = × 𝟏𝟎𝟎
𝑫𝒐𝒎𝒊𝒏𝒂𝒏𝒔𝒊 𝑺𝒆𝒍𝒖𝒓𝒖𝒉 𝑱𝒆𝒏𝒊𝒔
𝑰𝑵𝑷 = 𝑲𝑹 + 𝑭𝑹 + 𝑫𝑹
Page | 40
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Lahan Perkebunan
Lahan perkebunan ini ditanami tanaman kelapa, pala dan cokelat. Selain
itu, dijumpai juga jalan tani sebagai akses masuk ke lokasi ini. Pohon
kelapa yang telah tumbuh menjulang tinggi diperkirakan telah berumur
25 hingga 30 Tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa kebun masyarakat
tersebut sudah dikelola sejak lama (Gambar 6).
Page | 41
Gambar 6. Kondisi Lahan Perkebunan di Desa Tabanalou
Page | 42
Lebih lanjut pada beberapa titik lokasi juga dijumpai banyak tunggak
pohon bekas tebangan yang telah diselimuti semak belukar. Selain itu
dijumpai juga bekas tunggak pohon habis terbakar (Gambar 8).
Page | 43
Gambar 9. Rumah Kebun di Lahan Terbuka Desa Tabanalou
Page | 44
pada tahun 2014 (Kelompok Hutan Aketajawe). Perambahan hutan
dan penebangan untuk lahan perkebunan semata-mata dilakukan
karena desakan kebutuhan ekonomi. Hal ini sejalan dengan pendapat
Tryono (2010), bahwa salah satu penyebab langsung degradasi hutan
adalah ulah penduduk setempat yang terpaksa mengeksploitasi hutan
secara berlebihan karena desakan kebutuhan.
Lahan dengan kerapatan rendah ini juga dijumpai pada lokasi kegiatan.
Umumnya merupakan semak belukar hingga tumbuhan perdu, walau
masih dijumpai tegakan pohon jenis Binuang (Duabanga moluccana),
Gofasa (Vitex cofassus), dan Samama (Anthocephalus spp). Selama
pelaksanaan kegiatan ini, identifikasi dan inventarisasi jenis tumbuhan
tingkat bawah tidak dilakukan karena ruang lingkup kegiatan ini hanya
terbatas pada jenis tumbuhan dengan wujud tegakan pohon dan
permudaannya. Namun kondisi ini tetap didokumentasikan guna
mendeskripsikan lahan terbuka yang berada di lokasi kajian (Gambar 10).
Page | 45
Tak jarang dijumpai lahan dengan kerapatan rendah ini merupakan
lokasi bekas tebangan pohon maupun bekas kebakaran. Dalam
pandangan tim pelaksana, lahan dengan penutupan rendah ini
merupakan ekosistem suksesi sekunder yang berkembang setelah
ekosistem alami mengalami gangguan. Kondisi ini yang memungkinkan
berdasarkan penafsiran citra satelit teranalisa sebagai lahan terbuka.
Page | 46
Dalam pelaksanaan tahapan ini, metode inventarisasi yang digunakan
adalah Metode Jalur Berpetak yang diletakkan secara sistematis.
Pengambilan titik sampling dilakukan secara purposive sampling
dengan intensitas sampling yang digunakan 5%. Lebih lanjut,
diketahui luas lokasi kajian pemulihan ekosistem di Desa Tabanalou
sebesar 35 ha, maka intensitas sampling dengan persentase 5% adalah
43 Petak Ukur ukuran 20 x 20 m. Namun dengan mempertimbangkan
situasi dan keterbatasan tenaga, selama pelaksanaan kegiatan ini,
pengambilan data hanya dilakukan pada 40 petak ukur. Sebaran titik
sampling dapat dilihat pada Gambar 11.
Page | 47
Samama (Anthocephalus sp), dan Palem Woka (Corypha spp). Hasil
pengambilan data tersebut lalu dianalisis nilai penting tumbuhannya
(Lampiran 2).
Luas Total
Jumlah
No Kategori Petak Ukur Ind/Ha
Individu
(Ha)
1 Pohon 223 1.60 139.38
2 Tiang 49 0.40 122.50
3 Pancang 0 0.10 0.00
4 Semai 0 0.02 0.00
Page | 48
produktivitas hilang dan memerlukan waktu yang lama tergantung
pada seberapa cepat jenis-jenis yang tersisa mampu
mengkolonisasi tapak. Pemulihan dapat dilakukan dengan restorasi
(Perdirjen KSDAE Nomor 12 Tahun 2015).
Berdasarkan ciri fisiknya, jenis tanah yang dijumpai pada lokasi kajian
pemulihan ekosistem di Desa Tabanalou umumnya didominasi oleh jenis
Organosol dan Litosol. Jenis tanah organosol dicirikan dengan tekstur
tanahnya yang lempung sampai lempung berpasir dengan tingkat
kesuburan cukup. Sedangkan jenis tanah litosol dicirikan dengan tekstur
tanahnya yang memiliki butiran kerikil hasil dari pelapukan batuan beku
dan sedimen. Jenis tanah litosol tergolong kurang subur, namun cocok
ditanami tanaman-tanaman besar di hutan.
Page | 49
Penentuan jenis dan kesuburan tanah pada lokasi kegiatan ini belum
sepenuhnya valid. Hal ini dikarenakan untuk menentukan suatu jenis
tanah tidak hanya didasarkan pada ciri fisiknya saja, namun tekstur,
kandungan air hingga unsur haranya juga perlu ditaksir untuk
menentukan kesuburannya.
2. Topografi
Page | 50
Gambar 12. Peta Kelas Kelerengan di Lokasi Kegiatan
3. Hidrologi
Page | 51
pondok kerja (Perdirjen KSDAE Nomor 12 Tahun 2015). Selama
pelaksanaan kegiatan, tim menjumpai 1 anakan sungai yang terletak
dekat dengan lokasi sampling. Secara geografis, anakan sungai ini
terletak di titik koordinat N 0.751644 E 127.766615 (Gambar 14).
Keberadaan sungai ini tentu akan menunjang kegiatan pemulihan
ekosistem kedepannya, terutama berkaitan dengan lokasi persemaian
dan pondok kerja.
Page | 52
D. Ekosistem Referensi
Page | 53
wallacea. Salah satu kelompok jenis burung yaitu burung paruh
bengkok diantaranya Kakatua putih (Cacatua alba), Kasturi ternate
(Lorius garrulus), dan Nuri bayan (Eclectus roratus).
Page | 54
berbatasan langsung dengan Teluk Kao (arah utara), Hutan Produksi (arah
selatan), Desa Tomares (arah barat), dan Desa Ake Jawi (arah selatan).
Nama Desa Tabanalou diambil dari bahasa makian yang artinya “Makian
Jauh” karena mayoritas penduduknya berasal dari Makian. Motivasi
suku makian untuk berpindah ke daratan Halmahera Timur karena
wilayah ini sangat menjanjikan untuk berkebun. Bermula pada tahun
1980, 20 Kepala Keluarga asal Desa Siko dan Desa Gafi Kecamatan
Kayoa Kabupaten Maluku Utara yang hijrah ke wilayah Desa Ekor,
tepatnya diantara Desa Pintatu dan Desa Ekor, mulai meniti kehidupan
baru dengan aktivitasnya sehari-hari melakukan penanaman umbi-
umbian untuk menafkahi kehidupan sehari-hari. Pada tahun 1981, atas
persetujuan Kepala Desa Ekor, wilayah Tabanalou akhirnya menjadi RT
09 di Desa Ekor (RPJMDes Tabanalou 2020-2024).
Page | 55
Seiring dengan bergantinya nama Desa Ekor menjadi Desa Nusa Jaya dan
didaulat sebagai ibu kota Kecamatan Wasile Selatan pada tahun 1982, tiga
belas tahun berselang, tepatnya pada tahun 1995, RT 09 (wilayah
Tabanalou) diangkat menjadi dusun Tabanalou dengan kepala dusunnya
bernama Lutfi Abd. Samad. Akhirnya pada awal bulan Desember 2006,
ditandai dengan pemilihan pertama Kepala Desa Tabanalou, Dusun
Tabanalou akhirnya diangkat menjadi desa definitif dengan Kepala Desa
pertamanya adalah Muhammad A. Gani yang memimpin selama dua
periode. Untuk periode 2019-2025 sekarang, Kepala Desa Tabanalou
dijabat oleh Hi. Latif Ismail (RPJMDes Tabanalou 2020-2024).
Page | 56
2. Sistem dan Struktur Masyarakat
Page | 57
Masyarakat Desa Tabanalou secara kepemerintahan, dipimpin oleh satu
kepala desa. Dalam menjalankan kepemerintahannya, kepala desa
dibantu oleh satu sekertaris desa. Kepala desa dipilih secara demokratis
selama periode 5 tahun sekali.
Page | 58
berupa rumah ibadah untuk masyarakat desa Lolobata yang beragama
Islam berupa masjid telah ada sebanyak 1 buah.
Page | 59
Selama pelaksanaan kegiatan, tim pelaksana melakukan identifkasi potensi
gangguan dan ancaman di lokasi kajian pemulihan ekosistem. Hasil
identifkasi potensi gangguan dan ancaman diuraikan sebagai berikut:
1. Faktor Fisik
2. Faktor Sosial
Salah satu potensi ancaman dan gangguan yang cukup besar berasal
dari faktor sosial. Ditemukannya tunggak pohon bekas tebangan dan
lahan perkebunan yang telah dikelola sejak lama membuktikan bahwa
telah terjadi proses perambahan dan illegal logging pada lokasi ini.
Kedepannya, keberhasilan pemulihan ekosistem dihadapkan pada
tantangan bagaimana merubah mindset masyarakat setempat untuk
tidak merusak hutan dan dapat berpartisipasi aktif dalam menjaga
kawasan TN Aketajawe Lolobata.
Page | 60
Tomares yang secara sepihak mengklaim kawasan hutannya hingga ke
belakang Desa Tabanalou. Lokasi ini dianggap sebagai hutan adat desa
yang secara turun temurun telah dikelola oleh masyarakat dari kedua
desa tersebut. Sampai saat ini masih terjadi konflik tenurial antara Balai
TN Aketajawe Lolobata dengan Desa Pntatu dan Tomares, sehingga
kedepannya hal ini akan menjadi tantangan tersendiri terhadap
keberhasilan kegiatan pemulihan ekosistem.
Page | 61
I. Rekomendasi Sebagai Pertimbangan Dalam Perumusan
Kebijakan Program Pemulihan Ekosistem
Page | 62
2. Hasil kajian memperoleh jenis tanaman penghasil kayu sebagai jenis
terpilih meliputi Toro (Ficus spp), Binuang ( Duabanga
moluccana ), Gofasa (Vitex cofassus ), Linggua (Peterocarpus
spp), dan Samama (Anthocephalus spp ). Selain kelima jenis
tersebut, jenis kayu besi/ulin juga dapat dipertimbangkan
sebagai tambahan jenis terpilih. Lebih lanjut, Multi Purpose Tree
Species (MPTS) juga dapat menjadi jenis tanaman alternatif
yang dapat dinegoisasikan kepada masyarakat selama proses
rekonsiliasi berjalan.
Berdasarkan kondisi tapak dan faktor sosial, maka jenis MPTS yang
perlu ditanam memiliki persentase sebesar 70%. Sedangkan jenis
tanaman penghasil kayu yang perlu ditanam memiliki persentase
sebesar 30%.
Page | 63
3. Dalam hal apabila rekonsiliasi tidak mencapai kesepakatan, serta
kebijakan program pemulihan ekosistem tetap akan dijalankan
pada lokasi ini, maka selama pelaksanaan kegiatan nanti,
diharapkan adanya dukungan pengamanan dari TNI/Polri
setempat untuk mengawal kontiunitas program pemulihan
ekosistem di Desa Tabanalou.
Page | 64
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Page | 65
kayu besi/ulin juga dapat dipertimbangkan sebagai
tambahan jenis terpilih. Lebih lanjut, Multi Purpose Tree
Species (MPTS) juga dapat menjadi jenis tanaman alternatif
yang dapat dinegoisasikan kepada masyarakat selama
proses rekonsiliasi berjalan. Jenis tanaman MPTS berupa
Pala, Sukun, dan Kenari.
B. Saran
Page | 66
DAFTAR PUSTAKA
Barnes, B. V., Donald, R.Z., Shirley, R.D., and Stephen, H. S. 1997. Forest
Ecology. 4th Edition. John Wiley and Sons Inc. New York.
Hamilton, L.S dan HLM. N. King. 1988. Daerah Aliran Sungai Hutan Tropika.
Diterjemahkan oleh Krisnawati Suryanata. UGM Press. Yogyakarta.
Page | 67
Lamb, D. 1994. Reforestation of Degraded Tropical Forest Lands in the Asia-
Pasific Region. Journal of Tropical Forest Science.
Oldeman, L.R. 1992. The Global Extent of Soil Degradation. In Greenland, D.J.
and Szobolcs, I. (Ed). Soil Resilience and Sustainable Land Use. CAB
International.
Shukla, R.S. and P.S. Chandel. (1982). Plant Ecology. S. Chand & Company
LTD., Ram Nagar, New Delhi.
Page | 68
Wahyudi, M; Puji Waluyo, Gunawan GTP Simanjuntak, Santa Wijaya, Aries
Rafli, Agung Setiya Nugraha, Nadiya Fasha Fawzi. 2019. Rencana
Pemulihan Ekosistem Taman Nasional Aketajawe Lolobata 2019-2021.
Balai Taman Nasional Aketajawe Lolobata, Maluku Utara.
Page | 69
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Page | 70
Lampiran 1. Surat Tugas Kepala Balai
Page | 71
Page | 72
Lampiran 2.a. Analisis Nilai Penting Tumbuhan (Pohon)
Page | 73
Lampiran 2.b. Analisis Nilai Penting Tumbuhan (Tiang)
Page | 74
Lampiran 3. Hasil Inventarisasi Jenis Satwa
Page | 75
Lampiran 4 . Dokumentasi Kegiatan
Page | 76
Tim Pelaksana saat melakukan briefing sebelum tracking menuju lokasi
Page | 77
Tim Pelaksana saat mengecek posisi (telah masuk dalam lokasi kegiatan)
Page | 78
Tim Pelaksana saat mencatat Tally Sheet dan Pengambilan Titik Koordinat
Page | 79
Tampak rumah kebun milik masyarakat dalam kawasan TNAL
Page | 80
Tampak pohon kelapa yang berada dalam lokasi kegiatan
Tampak Pohon Pala (Myristica spp) dan Toro (Ficus spp) di Lokasi Kegiatan
Page | 81
Tampak pohon samama (Anthocephalus spp) di Lokasi Kegiatan
Tampak Kebun Kelapa dan Tumbuhan Perdu yang dijumpai di lokasi kegiatan
Page | 82
Tim Pelaksana saat menjumpai papan bekas hasil olahan di lokasi kegiatan
Page | 83
Page | 84
Page | 85
Page | 86