Anda di halaman 1dari 8

Nama : Dzaky Haidar

NIM : 049032903
Jurusan : Sosiologi

Tugas 1 Pendidikan Agama Islam.


1. Pengertian Ibadah Mahdhah dan Ghairu Mahdhah beserta contohnya.
Secara umum, ibadah terbagi atas 2 jenis, yakni ibadah mahdhah dan ghaitu mahdhah. M.
Ali Zainal Abidin dalam uraian “Perbedaan Ibadah Mahdhah dan Ghairu Mahdhah”
menurut NU menjelaskan definisi 2 jenis ibadah tersebut :
 Ibadah Mahdhah dalam Bahasa Arab, Mahdhah artinya murni dan tidak
tercampur dengan apapun. Secara pngertian ibadah madhah adalah segala bentuk
amalan yang pelaksanaanya (syarat, rukun, dan tata caranya) sudah ditetapkan
oleh Al-Quran dan hadis. Ibadah Mahdhah dikerjakan kerna ada wahyu,
berdasarkan perintah dari Allah SWT untuk mendirikannya. Cotohnya seperti
sholat, puasa, zakat, haji dan lain-lain.
 Ibadah Ghairu Madhah adalah kebalikannya. “Ghairu Madhah” artinya yant tidak
murni atau sudah tercampur dengan hal lain. Dalam perkara ini, ibadah ghairu
mahdah tidak diatur secara spesifik pelaksanaannya, namun bisa menjadi ibadah
kerena ada niat Ikhlas dari muslim bersangkutan. Misal, membantu orang miskin
yang membutuhkan, menolong orang tua, menghijaukan lingkungan, mengikuti
kerja bakti, ini termasuk dalam ibadah ghairu mahdhah karena bisa dinalar, serta
termasuk dalam aktivitas mulia.
Salah seorang ulama terkenal mahzab Maliki, Ibnu Rusyd menyatakan bahwa
ibadah mahdah adalah ibadah yang tak bisa dijangkau oleh akal budi manusia.
Misal, ibadah salah atau haji tidak akan dilakukan manusia, kecuali karena
perintah Allah SWT. Namun, ibadah ghairu mahdhah bisa dinalar bahwa hal itu
akan mendatangkan pahala, serta bernilai baik bagi diri sendiri atau lingkungan
sekitar.

2. Ayat dan tafsir tentang proses penciptaan manusia, serta tahapan penciptaan manusia.
Salah satu ayat yeng menjelaskan proses penciptaan manusia adalah Surat Al-Mu’minun
(23:12-14) yang berbunyi :

‫ۚ َو َلَقْد َخ َلْقَنا اِاْل ْنَساَن ِم ْن ُس ٰل َلٍة ِّم ْن ِط ْيٍن‬

Artinya : “Dan sungguh, kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari
tanah.”
‫ۖ ُثَّم َج َع ْلٰن ُه ُنْطَفًة ِفْي َقَر اٍر َّمِكْيٍن‬

Artinya : “Kemudian kami menjadikan air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh
(Rahim).”

‫ُثَّم َخ َلْقَنا الُّنْطَفَة َع َلَقًة َفَخ َلْقَنا اْلَع َلَقَة ُم ْض َغ ًة َفَخ َلْقَنا اْلُم ْض َغَة ِع ٰظ ًم ا َفَك َسْو َنا اْلِع ٰظ َم َلْح ًم ا ُثَّم َاْنَش ْأٰن ُه َخ ْلًقا ٰا َخ َۗر‬
‫َفَتَباَرَك ُهّٰللا َاْح َس ُن اْلَخ اِلِقْيَۗن‬

Artinya : “Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat
itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk
(berbentuk) lain. Mahasudi Allah, Pencipta yang paling baik.

Di dalam Al-Quran Proses penciptaan manusia terjadi dengan dua tahapan yang berbeda. Tahapan
pertama adalah tahapan primordial dan tahapan kedua adalah tahapan biologi
I. Tahapan Primordial
Tahapan pertama adalah saat manusia pertama diciptakan pertama kali dari saripati tanah
dan diberikan ruh hingga bentuk yang seindah-indahnya. Hal ini dijelaskan dalam
beberapa ayat diantaranya; QS Al An’am (6):2, QS Shaad (38):71, QS Al-Hijr (15):28.
Di dalam ayat-ayat tersebut Al-Quran tersebut menjelaskan bahwa Allah menciptakan
menusia dari bahan dasar tanah yang kemudian dengan kekuasaan dan huku-hukumnya
dibentuk rupa dan beragam fungsi dari fisik yang ada dalam tubuh manusia. Hal ini
tentunya dilakukan Allah pada manusia pertama yaitu Nabi Adam SAW. Hingga setelah
itu ada proses pencitaan manusia berupa hukum biologis.
II. Tahapan Biologi
Tahapan biologi adalah sunnatullah atau hukum Allah melalui proses biologis yang
terdapat dalam fisik atau tubuh manusia beserta segala perangkatnya. Proses biologi ini
membedakan hakikat manusia menurut islam dengan makhluk lainnya yang tidak
memiliki ruh dan akal untuk mengambil keputusan saat dewasanya. Prsoes adalah
sebagai berikut :
 Nuthfah (inti sari yang dijadikan air mani)
 Rahim (tersimpan dalam tempat yang kokoh)
 Alaqah (darah yang beku menggantung di Rahim)
 Mudgah (Segumpal daging dengan tulang belulang yang dibalut dengan daging)
 Ditiupkan ruh

a. Proses Setetes Mani dipancarkan

Di dalam ayat QS Al Qiyamah:36-37, menunjukkan bahwa proses penciptaan manusia


berawal dari air mani atau sperma yang terpancar. Namun hanya setitik yang menjadi
manusia. Sehingga Allah memberikan nikmat hidup melalui proses tersebut. Sebelum
adanya proses pembuahan dalam rahim wanita, ada kurang lebih 250 juta sperma
terpancar dari laki-laki pada satu waktu. Dari 250 juta sperma yang terpancar hanya ada
saty yang bisa bertemu dengan sel telur melalui saluran resproduksi wanita.

b. Segumpal Darah yang Melekat di Rahim


“Dia telah menciptakan manusia dengan segumpl darah” (QS Al-Alaq :2).”
Setelah melalui proses selama 40 hari, maka terjadilah gumpalan darah yang ada
di dalam Rahim ibu. Proses ini berawal dari sperma yang betemu dengan sel
telur, menjadi sel Tunggal yang dikenal dengan zigot. Setelah munculnya zigot,
ia akan berkembang biak dengan membelah diri menjadi gumpalan daging. Zigot
yang tumbuh ada dalam tubuh ibu maka Allah SWT menggunakan istilah alaqah
yang artinya sesuatu yang menempel pada suatu tempat.
c. Pembungkusan Tulang oleh Otot
Seperti yang sudah dipaparkan di atas dalam Al-Quran surat Al-Mu’minun:14.
Menurut para ahli embriologi, tulang dan otot terbentuk secara bersamaan.
Penelitian berbagai ilmuan menujukkan bahwa perkembangan dalam Rahim ibu
sama persis sebagaimana yang disampaikan di dalam Al-Quran. Pada awalnya
jaringan tulang rawan embrio mulai mengeras, setelahnya sel-sel otot yang
terpilih di jaringan setitar tulang tergabung membungkus tulang-tulang.

3. Istilah-istilah yang digunakan penyebutan manusia dalam Al-Quran.


Al-Quran menyebut manusia menggunakan beberapa istilah, diantaranya adalah basyar,
insan, dan nas.
M. Quraish Shihab menggolongkan terminology manusia dalam Al-Quran menjadi tiga:
pertama, term yang berasal dari akar huruf alif-nun dan sin seperti insan, ins, nas dan
unas. Kedua, term basyar. Ketiga term bani Adam atau zurriyah Adam.
 Pertama, kata basyar. Kata ini terdiri atas huruf ba’, syin dan ra’ berarti sesuatu
yang tampak baik dan indah. Manusia disebut basyar karena yang tampak adalah
kulitnya yang indah yang berbeda dengan binatang. Kata basyar didalam Al-
Quran memberi referensi pada manusia bahwa ia adalah makhluk biologis yang
sering dikaitkan dengan rutinitasnya, seperti makan, seks, dan usaha pemenuhan
kebutuhan biologisnya.
Pengertian manusia ini sesuai tersirat dalam ayat berikut:
“(orang) ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia makan dari apa yang
kamu makan, dan minum dari apa yang kamu minum.” (Al-Mu’minun:33)
Maryam berkata: “Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal
aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun.” (Ali Imran:37)
 Kedua, kata insan. Kata ini didalam Al-Quran dapat dikelompokkan menjadi tiga
kategori, yaitu:
a) Kata insan yang dikontekskan dengan kata khalifah (pemikul Amanah)
yang diberi ilmu, diajari dengan pena, Al-Quran dan Al-bayan. Ketika
menusia telah mengetahui sesuatu, ia wajib menggunakan inisiatif moral
insaninya untuk menciptakan tatanan yang baik.
b) Kata insan yang dikaitkan dengan predisposisi negatif, bahwa manusia
cenderung lalim (zalam), ingkar (kufr), tergesa-gesa (‘ajul), bakhil (qatur),
bodoh (jahul), membantah (jadal), gelisah dan enggan menolong, tidak
berterimakasih (kanud), melampaui batas (tagha) dan mengungkari hari
akhir.
c) Kata insan yang dikaitkan dengan proses penciptaannya, bahwa manusia
diciptakan dari tanah liat, saripati tanah. Dalam term ini, Al-Quran
menjelaskan proses kejadian manusia sama dengan term basyar, di
dalamnya terpadu antara unsur basyari dan insani yang seimbang dan
proporsional.
 Ketiga, kata al-nas menunjuk manusia sebagai makhluk social. Bentuk pengertian
manusia ini penunjuknya dapat diklasifikasi menjadi tiga, yaitu:
a) Menunjuk karakter kelompok social, seperti kelompok mukmin, musyrik,
dan lain-lain. Dalam kontkes ini, kata al-nas sering dikaitkan dengan
ungkapan wa min al-nas; (surat Al-Baqarah:8, 165, 200, 204)
b) Menunjuk kualitas kelompok social, seperti rendah, baik dari segi ilmu,
keimanan maupun rasa Syukur serta lengah. Dalam konteks ini, kata al-
Nas sering dikaitkan dengan ungkapan aksar al-nas; (An-Nisa:66, Al-
A’raf:3, 10, Yunus: 92.)
c) Menegakan bahwa petunjuk Al-Quran tidak hanya untuk manusia secara
individu, tetapi juga secara social, dalam konteks ini, kata al-Nas sering
dihubungkan dengan petunjuk atau al-Kitab. (An-Nisa:170, Ibrahi:1, Al-
Nur:35, Al-Hadid:25.)

4. Langkah-langkah manusia untuk merealisasikan peran sebagai Khalifah


Muhammad Baqir al-Sadar sebagaimana yang dikutip oleh Quraish Shihab mengemukakan
bahwa kekhalifahan yang terkandung dalam ayat diatas mempunyai tiga unsur yang saling terkait
ditambahkan unsur keempat yang berada diluar, namun dapat menentukan arti kekhalifahan
dalam pandangan Al-Qura. Ketiga unsur tersebut yaitu:
1) Manusia, yang dalam hal ini dinamai khalifah
2) Alam Raya, yang ditunjuk oleh ayat Al-Baqarah sebagai ardh
3) Hubungan antara manusia dan alam dan segala isinya termasuk manusia
4) Yang berada diluar digambarkan dengan kata inni> ja’il/naa> ja’alnaka>
khalifat, yaitu yang memberi penugasan, yakni Allah SWT.
Dalam konsep islam, manusia adalah khalifah yakni sebagai wakil, pengganti atau duta
tuhan di mukabumi, dengan kedudukannya sebagai khalifah Allah SWT dimuka bumi,
manusia akan diminta tanggung jawab dihadapannya. Tentang bagaimana ia
melaksanakan tugas suci kekhalifahannya. Oleh sebab itu dalam melaksanakan
tanggungjawab itu manusia dilengkapi dengan berbagai petensi seperti akal pikiran yang
memberikan kemampuan bagi manusia berbuat demikian. Kata khalifah juga
mengandung makna pengganti Nabi Muhammad SAW dalam fungsinya sebagai kepala
negara. Yaitu pengganti Nabi SAW dalam jabatan kepala pemerintahan dalam islam baik
urusan agama maupun dunia.
Karena khalifah itu adalah pemimpin tertinggi umat islam, bukan hanya pemimpin
kelompok atau jamaah umat Islam tertentu, dan bertanggung jawab atas tegaknya ajaran
Islam dan urusan duniawi umat islam, maka para ulama baik salaf (generasi awal islam)
maupun khalaf (generasi setelahnya), telah menyiapkan bahwa seorang Khalifah harus
memiliki sayarat atau kriteria yang sangat ketat. Syarat atau kriteria yang mereka jelaskan
itu berdasarkan petunjuk Al-Quran, sunnah rasul, dan juga praktek Sebagian sahabat,
khususnya Khulafaur rasyidin setelah Rasul yakni Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali.
Menurut, Syekh Muhammad Al-Hasan Addud Asy-Syangqiti, paling tidak ada sepuluh
syarat atau Langkah yang harus terpenuhi oleh seoreng Khalifah :
1) Muslim. Tida sah jika ia kafir, munafik atau diragukan kebersihan akidahnya.
2) Laki-laki, tidak sah jika ia Perempuan karen Rasul saw bersabda: Tidak akan
sukses suatu kaum jika mereka menjadikan Wanita sebagai pemimpin. Hal ini
sesuai denga firman Allah dalam surat An-nisaa ayat 34 yang artinya :
“kaum laki-laki aadalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan Sebagian dari harta mereka.
Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri Ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika
mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyushkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
3) Merdeka. Tidak sah jika ia budak, karena ia harus memimpin dirinya dan orang
lain. Sedangkan budak tidak bebas mempipmpin dirinya, apalagi memimpin
orang lain.
4) Dewasa. Tidak sah jika anak-anak, karena anak-anak itu belum mampu
memahami dan memecahkan permasalahan.
5) Sampai ke derajat Mujtahid. Karena orang yang bodoh atau berilmu karena ikut-
ikutan (taklid), tidak sah kepemimpinannya seperti yang dijelaskan Ibnu Hazm,
Ibnu Taimiyah dan Ibnu Abdul Bar bahwa setelah ada ijmak (konsesuensi) ulama
bahwa tidak sah kepemimpinan tertiggi umat Islam jika tidak sampai ke derajat
Mujtahid tentang islam.
6) Adil, tidak sah jika ia lazim dan fasik, karena Allah menjelaskan kepada Nabis
Ibrahim bahwa janji kepemimpinan umat itu tidak (sah)bagi orang-orang yang
zalim. Seorang pemimpin diharuskan bersikap adil dalam menjalankan
kepemimpinanya. Karena kepemimpinan yang kita jelenkan akan diminta
pertanggungjawaban oleh yang maha kuasa.
7) Profesional (Amanah dan kuat). Khalifah itu bukan tujuan, akan tetapi saran
untuk mencapai tujuan-tujuan yang disyariaatkan seperti menegakkan agama
Allah di atas muka bumi, menegakkan keadilan, menolong orang-orang yang
dizalimi, memakmurkan bumi, memerangi kamun kafir, khususnya yang
memerangi umat islam dan berbagai tugas lainnya.
8) Sehat penglihatan, pendengaran dan lidahnya dan tidak lemah fisiknya. Orang
yang cacat fisik atau lemah fisik tidak sah kepemimpinannya, karena bagaimana
mungkin orang seperti itu mampu menjalankan tugas besar untuk kemaslahatan
agama dan umatnya, untuk dirinya saja memerlukan bantuan orang lain.
9) Pemberani. Orang-rang pengecut tidak sah jadi Khalifah. Bagaimana mungkin
orang pengecut itu memiliki rasa tanggung jawab terhadap agama Allah dan
urusan Islam dan umat islam. Ini yang dijelakan Umar Ibnu Khattab saat beliau
berhaji: Dulu aku adalah pengembala onta bagi Khattab (Ayahnya)di Dhajnan.
Jika aku lambat, aku dipukuli, ia berkata: Anda telah menelantarkan (onta-onta)
itu. Jika aku tergesa-gesa, ia pukul aku dan berkata: anda tidak menjaganya
dengan baik. Sekarang aku telah bebas Merdeka di padi dan di sore hari. Tidak
ada lagi seorangpun yang aku takuti selain Allah.
10) Dari suku Quraisy, yakni dari puak Fihir bin Malik, bin Nahir, bin Kinanah, bin
Khuzai’ah. Para ulama sepakat, syarat ini hanya berlaku jika memenuhi syarat-
syarat sebelumnya. Jika tidak terpenuhi, maka siapapun diantara umat islam yang
memenuhu persyaratan, maka ia adalah paling berhak menjadi khalifah.
5. Prinsip-prinsip menegakkan masyarakat beradab dan sejahtera.
Islam mengajarkan prinsip-prinsip yang kuat untuk menegakkan Masyarakat yang
beradab dan Sejahtera, yang meliputi aspek spiritual, moral, social, dan ekonomi.
Prinsip-prinsip ini bertujuan untuk menciptakan Masyarakat yang damai, adil, dan
berkeadilan.
Berikut adalah beberapa prinsip utama islam untuk menciptakan Masyarakat yang
beradab dan Sejahtera:
1) Keadilan.
Islam mendorong keadlian dalam segala aspek kehidupan, baik dalam sistem
hukum, ekonomi, maupun social. Prinsip keadilan ini mengharuskan perlakuan
yang sama dan adil terhadap semua individu tanpa memandang latar belakang,
agama, atau status social. Keadilan menjadi dasar bagi stabilitas Masyarakat yang
beradab dan Sejahtera.
2) Persaudaraan dan Toleransi.
Islam mengajarkan nilai persaudaraan antara sesame manusia, tidak memandang
perbedaan ras, agama, atau budaya.
3) Kesejahteraan Sosial.
Islam, mendorong Masyarakat untuk peduli terhadap kesejahteraan social dan
kesetaraan umum. Prinsip ini mendorong pemberdayaan Masyarakat yang kurang
mampu, pendistribusian yang adil dari sumber daya, dan penghapusan
kemiskinan. Islam menekankan pentingnya zakat dan sedekah untuk membantu
mereka yang membutuhkan dalam Masyarakat.
4) Kebaikan dan Kemurahan Hati
Islam mendorong umatnya untuk berperilaku baik dan memperlihatkan
kemurahan hati terhadap sesame. Prinsip kebaikan ini mendorong umat Muslim
untuk memberikan bantuan dan dukungan kepada orang lain tanpa pamrih, serta
menjunjung tinggi nilai-nilai kasih saying dan empati terhadap orang lain.
5) Pendidikan dan Pengetahuan.
Islam menganggap Pendidikan dan pengetahuan sebagai hal yang penting dan
wajib diperoleh setiap muslim. Prinsip ini mendorong pengembangan
pengetahuan dan keilmuan yang holistic, yang mecakup baik pengetahuan agama
maupun pengetahuan umum, untuk kemajuan individu dan masyarakat.
6) Ketaatan kepada Allah
Islam menekankan pentingnya ketaatan kepada ajaran agama dan ketundukan
kedapa kehendak Allah. Prinsip ini memandu umat islam untuk hidup sesuai
dengan nilai-niai agama, menjalankan ibadah dengan tulus, dan mengedepankan
moralitas dan etika dalam aspek kehidupan.
Sumber :
https://tirto.id/ibadah-mahdhah-dan-ghairu-mahdhah-pengertian-beserta-contohnya-gsrn
https://www.dikasihinfo.com/pendidikan/98010535570/tuliskan-ayat-dan-tafsir-yang-
menjelaskan-tentang-proses-penciptaan-manusia-serta-jelaskan-tahapan-penciptaan?page=3
https://dalamislam.com/info-islami/proses-penciptaan-manusia
https://www.almursi.com/penyebutan-istilah-dan-pengertian-manusia-dalam-al-quran/

M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1999), h. 278.


Abi al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakaria, Mu‘jam al-Maqayis fi al-
Lughah, (Beirut:Dar al-Fikr, 1994), h. 29.
https://media.neliti.com/media/publications/285121-manusia-sebagai-khalifah-dalam-
persfekti-a463de5e.pdf

Anda mungkin juga menyukai