Anda di halaman 1dari 14

JURNAL PSIKOLOGI

VOLUME 40, NO. 1, JUNI 2013: 1 – 14

Mereka Memanggilku “Kenthir”

R. Budi Sarwono1
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta

Subandi2
Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada

Abstract

“Kenthir” is a stigma that commonly addressed to the psychosis sufferer in Javanese culture. This
research studies about psychological dynamics of early phase of psychosis sufferer since they live in
“kenthir’s” stigma and some other Javanese stigmas, and also about the influence of this stigma to
their effort in doing re-integration with society in the context of Javanese culture. This qualitative
research was conducted by the case study approach. The researcher was observed the psychological
dynamics of four psychosis sufferers that was distributed in two regencies in Yogyakarta Special
Region (Daerah Istimewa Yogyakarta). Beside this psychological dynamics, the thing that is
observed by the researcher is how the psychosis sufferers attempt to re-integrate to the society. The
primary research data is acquired both through systematic and unsystematic interview to the
sufferer and the informant (family, neighbours, village officials, clinic psychologist, Mental
Hospital psychologist and significant others). The supporting data is investigated from medically
records data from Mental Hospital, doctor’s prescription, status update from facebook account and
other notes. The data are codified thematically grouped to be analyzed. The result shows that
stigma in the Javanese society gave to the psychosis sufferers, is not always affect them during their
reintegration in to the society. It solely depends on how each subject view that stigma. In fact, a
patient publically called “kenthir” by the surrounding people shows successful reintegration to the
society.
Keywords: kenthir, psikosis, reintegration, stigma

Laporan1 tahunan World Health Orga- pasien di 33 Rumah Sakit Khusus (RSK) –
nization (WHO) tahun 2001 memaparkan dahulu RSJ-. Pada tahun 2006 ke 33 RSK
bahwa 25% penduduk dunia, mengalami itu merawat 2.5 juta pasien dengan
gangguan mental dan perilaku. Tigapuluh kecenderungan selalu bertambah. Dalam
persen diantaranya (400 juta jiwa) meng- lingkup lebih kecil – sebagai contoh Kota
alami masalah kesehatan mental berupa Jakarta-, pada tahun 2006 seluruh RSK di
kecemasan. Kondisi pasien gangguan kota itu merawat 10.074 pasien, pada
mental di Indonesia tergambar dari data tahun 2007 meningkat menjadi 17.124
(Harian Waspada, 11 Oktober 2009).
1 Korespondensi dengan penulis dapat dilakukan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
melalui: budikin@yahoo.com (DIY) memiliki dua RSK yang dikelola
2 Atau melalui: subandi@ugm.ac.id

JURNAL PSIKOLOGI 1
SARWONO & SUBANDI

pemerintah, yakni Rumah Sakit dr Sardjito pertama dari ahli yang kompeten. Rumus-
dan Rumah Sakit Ghrasia Pakem. Pada nya, semakin pendek DUP semakin besar
tahun 2003, kedua Rumah Sakit tersebut harapan pasien sembuh, semakin panjang
merawat 7.000 pasien, pada tahun beri- DUP semakin panjang pula harapan
kutnya (2004) jumlahnya meningkat terhadap kesembuhannya. Lama dan
menjadi 10.610 pasien. Sebagian besar dari tidaknya DUP ini sering berkaitan erat
jumlah pasien tersebut adalah rawat jalan. dengan ketidakmengertian masyarakat
Sedang pasien rawat inap pada tahun 2003 tentang psikosis, ketakutan terhadap
sebanyak 678, dan meningkat menjadi stigma, kepercayaan mistik dan beberapa
1.314 pada tahun 2004. Jumlah penderita sebab lainnya. Kedua, dalam budaya Jawa
gangguan mental di RSK DIY secara “jeneng” (nama baik) adalah nilai yang
keseluruhan berjumlah 28.365 pada tahun diutamakan. Stigma sering dihubungkan
2007, dan meningkat menjadi 53.794 pada dengan lunturnya bangunan nama baik.
tahun 2008, kemudian meningkat lagi Keluarga pasien psikosis fase awal sering
menjadi 61.688 pada tahun berikutnya memilih menyembunyikan gejala ini
(Profil Kesehatan Provinsi DIY, 2010). supaya tidak mendapatkan stigma dari
Angka yang dilansir oleh Dinas Kesehatan masyarakat. Apalagi dalam budaya Jawa,
DIY itu belum termasuk pasien yang gejala psikosis masih sering dikaitkan
dirawat di RSK swasta. Sehingga angka dengan hal-hal irasional seperti kerasukan
sebenarnya dipastikan jauh lebih besar setan, terkena guna guna, kutukan dan
dari angka tersebut. lain sebagainya. Ketiga, edukasi yang
Gambaran kesehatan mental seperti benar tentang gejala psikosis fase awal
dipaparkan di atas, baik di tingkat global, kepada masyarakat akan sangat berman-
nasional, maupun regional merefleksikan faat bagi pasien dalam upaya melakukan
masih adanya persoalan kemanusiaan reintegrasi dengan lingkungannya. Keem-
yang patut mendapat perhatian dari para pat, onset psikosis terjadi pada masa
akademisi. Penelitian-penelitian dibidang remaja akhir sampai dewasa awal, hal ini
ini masih menjadi informasi penting yang membuat pasien mengalami ketertekanan
dibutuhkan masyarakat. Edukasi publik lebih berat, menambah beban yang mun-
tentang kesehatan mental masih menjadi cul karena tugas perkembangan mereka.
medan bakti yang terbuka lebar bagi para Beberapa penelitian menunjukkan
akademisi agar perannya tidak terkung- bahwa DUP merupakan target utama
kung dalam lingkar menara gading aka- intervensi awal untuk gangguan psikotik.
demia. Dalam kerangka pikir seperti itulah Semakin cepat dilakukan intervensi bisa
penelitian ini dilakukan. mencegah timbulnya psikosis lanjut dan
Pilihan peneliti memilih topik psikosis dapat mempersingkat DUP (Platz,
fase awal (first episode of psychosis) menda- Umbricht, Cattapan-Ludewig, Dvorsky,
sarkan pada empat alasan, pertama Arbach, Brenner, & Simon, 2006). Dengan
Duration of Untreated Psychosis (DUP) demikian, semakin lama mendapatkan
merupakan sebuah titik kritis dalam bantuan pengobatan, akan memperpan-
keseluruhan kasus psikosis yang harus jang penderitaan orang dengan psikosis
mendapatkan perhatian dari semua pihak. tersebut (Tranulis, Park, Delano, & Good,
DUP adalah rentang waktu yang dialami 2009). DUP adalah panjang pendeknya
oleh pasien psikosis dari awal gejala waktu yang dialami pasien psikosis pada
muncul sampai mendapatkan penanganan awal gejala dirasakan sampai ia menda-

2 JURNAL PSIKOLOGI
“KENTHIR”, PSIKOSIS, STIGMA

patkan treatment pertama kali. DUP sangat negara Iran yang lebih mendasarkan peng-
tergantung pada pemahaman keluarga harapan kepada Allah. Hasil penelitian
tentang psikosis. Lincoln dan McGorry tersebut menginformasikan, skala interna-
(dalam De Haan, Welborn, Krikke, & lisasi stigma pada penderita sakit mental
Linszen, 2004), memaparkan peran ke- di Iran sama tingginya dibanding negara
luarga sangat penting dalam memper- negara barat. Artinya, stigma berdampak
pendek DUP ini. Pasien yang gagal dalam sama bagi pasien yang hidup di lingkung-
upaya mencari bantuan pada gangguan an sekuler maupun religius. Asumsi awal
psikosis awal akan mengalami psikosis dari penelitian itu adalah bahwa pasien
yang lebih panjang. Sebuah penelitian yang hidup dalam lingkungan religius
tentang psikosis fase awal dengan desain lebih tahan terhadap stigma. Hasil pene-
yang berbeda telah diteliti oleh Subandi litian menunjukkan bahwa religiusitas
dan Marchira (2010). Kedua peneliti ini tidak terlalu berpengaruh bagi penderita
menganalisis beberapa variabel yaitu sakit mental dalam menyikapi stigma. Hal
intervensi psikoedukasi kepada caregiver, yang sama bisa juga terjadi dalam peneli-
pengetahuan keluarga tentang gejala psi- tian ini. Salah satu subjek penelitian dalam
kosis dan ketaatan pasien dalam pengo- penelitian ini pada awal ia sakit menda-
batan. patkan pendampingan dari seorang Kyai
Onset psikosis rata-rata terjadi pada pada, tetapi pada akhirnya keluarganya
masa remaja akhir atau dewasa awal, dan memilih untuk berobat secara medis di
dapat terjadi setiap saat dalam kehidupan Rumah Sakit.
(Grano, Lindsberg, Karjalainen, Nroos, & Penelitian lain yang meneliti dampak
Blomber, 2010). Lebih lanjut menurut stigma dilakukan oleh Lai, Hong, dan
Compton dan Broussard (2009), onset Chee, (2000). Peneliti mengatakan, dam-
pada pria sedikit lebih awal daripada pak langsung stigma terhadap pasien
wanita, yaitu tiga sampai lima tahun psikiatri adalah rasa rendah diri, malu
sebelum wanita. Menurut penelitian akan penyakitnya, takut akan penolakan
Compton dan Broussard (2009); Shiers dan sosial, takut kesulitan mendapatkan peker-
Smith (2010); Grano, et al., (2010); dan jaan dan takut kehilangan hak atas layan-
Sharifi, Kermani-Ranjbar, Amini, an kesehatan. Selain pengaruh terhadap
Alaghband-rad, Salesian, dan Seddigh, pasien secara langsung, ternyata stigma
(2009), psikosis rata-rata terjadi pertama juga berpengaruh kepada keluarga pasien
kali pada masa remaja akhir sampai (Carol, Tsao, Tumala, & Robert, 2008).
dewasa awal, dan dapat terjadi setiap saat Sementara itu Corrigan dan Watson (2007)
dalam kehidupan. mengatakan, stigmatisasi sangat meng-
Sebuah penelitian tentang stigma hambat pelayanan terhadap pasien penya-
pada orang yang mengalami sakit mental kit mental. Ia bahkan berpendapat bidang
dilakukan di Teheran oleh Ghanean, Nojo- psikiatripun telah gagal dalam menghi-
mi, dan Jacobson (2001). Penelitian yang langkan pengaruh stigma (pandangan
melibatkan 136 subjek penelitian bertujuan stereotip) tentang penderita kesehatan
untuk mengetahui dampak stigma bagi mental, kecuali pada pemahaman bahwa
penderita sakit mental disebuah negara penderita penyakit mental tidak selalu
Islam. Ghanean bersama tim peneliti ingin membahayakan.
membandingkan dampak stigma di nega- Keterkaitan antara kebudayaan Jawa
ra barat yang cenderung sekuler dengan dan penyakit mental diteliti oleh Emil

JURNAL PSIKOLOGI 3
SARWONO & SUBANDI

Kraeplin, seorang psikiater Jerman yang bahan itu dijadikan alat pemujaan dan
mengunjungi Pulau Jawa pada awal abad persembahan bagi mereka. Pasien akan
ke-20 (Ameen dalam Subandi, 2006). dianggap sakit jiwa kalau dilakukan ritual
Kraeplin mewawancarai 100 pasien psikia- dengan alat-alat tersebut, pasien menun-
tris di Bogor, dan 39 diantaranya terdiag- jukkan gejala kemasukan roh jahat atau jin
nosis dementia praecox (Bendick, dikutip ke dalam tubuhnya. Selanjutnya tabib
dalam Messias dalam Subandi, 2006). Di akan memberikan usada dengan cara spi-
Jawa, Kraeplin menemukan bahwa ritual dan hipnotis. Dalam penelitian
penanganan gangguan ini menunjukkan Zacharias (2006), metode ini terbukti bisa
hasil yang cukup baik, bahkan sampai memberikan kesembuhan bagi sebagian
kondisi pemulihan penuh. kecil masyarakat yang benar-benar per-
Stigma sering berkaitan dengan ke- caya pada pengaruh alam gaib.
percayaan masyarakat setempat akan Francis Hsu (dalam Koentjaraningrat,
kuasa gaib. Ternyata kepercayaan gaib 2009) mengemukakan konsep psychological
yang melingkupi fenomena psikosis tidak homeostatis, untuk menggambarkan feno-
hanya terjadi di tanah Jawa, tetapi juga mena integrasi anggota masyarakat de-
hidup dalam masyarakat Mexico (Zacha- ngan masyarakatnya. Konsep ini merupa-
rias, 2006). Mayoritas masyarakat pede- kan perkawinan psikologi barat dengan
saan di Mexico menyembuhkan penderita psikologi timur. Menurut teori ini manusia
psikosis menggunakan cara yang disebut yang selaras dan seimbang adalah mereka
curanderismo. Teknik ini sebetulnya me- yang dapat menjaga keseimbangan hu-
ngandung teknik terapeutik yang dilaku- bungan antara diri pribadinya dengan
kan oleh tabib atau ahli terapi (curanderos) lingkungan sekitarnya, terutama ling-
yang melakukan tugasnya seperti seorang kungan sekitar yang paling dekat dan
psikospiritual. Dalam terapi curanderismo, paling serius tempat ia dapat mencurah-
pasien didiagnosis dengan menggunakan kan rasa cinta, kemesraan dan baktinya.
telur ayam dan lilin. Selanjutnya bahan Manusia yang telah terintegrasi secara so-

Gambar 1. Posisi individu yang telah mencapai Psychological Homeostatis menurut Francis Hsu
(Koentjaraningrat, 2009)

4 JURNAL PSIKOLOGI
“KENTHIR”, PSIKOSIS, STIGMA

sial adalah mereka yang telah menempati Jawa, dinamika psikologis pasien psikosis
lingkaran psychological homeostatis. Yaitu fase awal dalam proses reintegrasi dengan
ketika kaki individu berpijak pada Lingkar- masyarakat, dan bagaimana lingkungan
an kesadaran yang dinyatakan dan Lingkaran memberikan dukungan sosial kepada
hubungan karib. Manusia yang sudah ber- penderita
hasil menduduki kedua lingkaran tersebut Subjek atau subjek penelitian adalah
oleh Hsu disebut manusia yang memikiki pasien psikosis fase awal yang dirujuk
keselarasan dan keseimbangan antara diri oleh RSK tertentu. Pemilihan subjek pene-
pribadi dengan lingkungannya. litian diperoleh secara purposive sampling
Dukungan sosial dalam penelitian ini yang dilakukan oleh psikiater atau psiko-
mengacu pada teori House (dalam Smet log Rumah Sakit atau Puskesmas tempat
1994). Dukungan sosial dikategorikan penderita pernah mendapatkan pengobat-
menjadi lima jenis, yaitu dukungan emo- an secara medis. Peneliti melakukan
sional, dukungan penghargaan, dukungan wawancara, baik terstruktur maupun
instrumental, dukungan informatif, serta tidak terstruktur, melakukan observasi
dukungan jaringan sosial. dan analisis data. Penelitian dimulai bulan
April 2012 sampai September 2012. Data
Pertanyaan penelitian tersebut kemudian dianalisis untuk men-
dapatkan tema-tema spesifik, sehingga
1. Bagaimana stigma berpengaruh bagi
didapatkan gambaran bagaimana dinami-
penderita gangguan psikosis fase awal
ka psikologis pasien gangguan psikosis
dalam proses reintegrasi dengan ma-
fase awal dalam berproses melakukan
syarakat dalam kehidupan masyarakat
upaya reintegrasi dengan masyarakat.
Jawa?
2. Bagaimana dinamika psikologis pasien
psikosis fase awal dalam proses rein- Hasil
tegrasi dengan masyarakat dalam
Paparan berikut menggambarkan stig-
kebudayaan Jawa?
ma terhadap subjek penelitian N, dinami-
3. Bagaimana lingkungan memberikan ka psikologis dan dukungan sosial terha-
dukungan sosial dalam proses dapnya. Stigma terhadap N dibedakan
reintegrasi penderita psikosis fase awal menjadi dua macam. Pertama stigma dari
dalam konteks masyarakat Jawa? dirinya sendiri diantaranya adalah: gila,
lupa ingatan, “ora eling” stres dan“khilaf”.
Metode Data ini dirangkum dari hasil wawancara
dan dari status facebook subjek penelitian
Studi ini menggunakan pendekatan selama ia sakit. Kedua, stigma yang diper-
kualitatif memfokuskan pengamatan men- oleh dari lingkungannya, yaitu stres dan
dalam kepada empat pasien psikosis fase psikosis. Stigma stres diperolah dari wa-
awal yang dirujuk oleh dua RSK di Yog- wancara dengan beberapa informan, se-
yakarta. Metode studi kasus dipakai agar dang stigma psikosis didapat dari seorang
mendapat gambaran lebih jelas mengenai mantri kesehatan yang cukup memahami
aspek aspek yang diteliti, yaitu pengaruh dunia kesehatan jiwa.
stigma bagi penderita gangguan psikosis Subjek penelitian N memiliki moda-
fase awal dalam proses reintegrasi dengan litas yang cukup baik di bidang kognisi,
masyarakat dalam kehidupan masyarakat tetapi kurang optimal pemanfaatannya. Ia

JURNAL PSIKOLOGI 5
SARWONO & SUBANDI

memiliki pemikiran yang baik, komuni- pesantren lain dan tidak menemukan
kasi yang bagus dan pengetahuan (umum) kesembuhan, keluarga lalu memutuskan
yang cukup luas. Dalam waktu yang cu- untuk membawa N ke RSK. Keputusan
kup lama N “terpenjara” oleh obat obatan untuk mendapatkan treatment medis ini
yang selalu membuatnya lemas, mengan- memperpanjang DUP bagi N. Selain perca-
tuk, dan malas. Konasi pasien menjadi ya pada mistik, keluarga N juga hidup
lemah, gerakan tubuh minim, dan akibat dalam kungkungan nilai budaya Jawa
selanjutnya adalah obesitas yang mulai yang mengatakan wanita sebagai kanca
mengganggu afeksinya. Dinamika psikolo- wingking (wanita sebagai sub ordinasi pria
gis yang muncul dalam proses reintegrasi dalam budaya patrialkal). Nilai ini mem-
pada diri N cukup banyak, diantaranya pengaruhi keengganan orang tuanya
perasaan minder, merasa tidak bisa berko- untuk menyekolahkan N lebih tinggi ke
munikasi dengan orang lain, khawatir, Universitas. Hal ini nampak dari
takut akan kondisi psikisnya (kagol), resah wawancara dengan Bapak N yang menga-
karena semakin gemuk. takan “Untuk apa sekolah tinggi-tinggi, toh
Dukungan sosial yang diperoleh N nanti dia mengikuti suaminya”. Dari serang-
lebih banyak didapatkan dari keluarga kaian wawancara dengan keluarga N
dan keluarga besarnya, sedangkan du- peneliti juga menyimpulkan adanya nilai
kungan dari lingkungannya sangat minim. bobot bibit bebet yang menghidupi keluarga
Keluarga ini cenderung ekslusif daripada ini. Bobot bibit bebet adalah nilai yang
inklusif, mungkin karena belum lama menganggap adanya strata sosial dalam
pindah dari Jakarta setelah Bapak N lingkungan masyarakat. Sebagai pensiun-
pensiun. Cara hidup khas perkotaan yang an PNS keluarga N merasa lebih unggul
cenderung individualistik masih terbawa dibanding tetangganya yang pada umum-
dalam keluarga ini, begitu pula dialek nya hidup dalam kesederhanaan. Nilai
“Jakartanan” masih sering muncul selama nilai semacam ini justru kontra produktif
kunjungan peneliti. Dukungan yang cu- bagai upaya kesembuhan bagi N. Hubung-
kup bermakna bagi N didapatkan dari Pak an sosial menjadi renggang, kurang cair
Mantri. Pak Mantri adalah pensiunan PNS dan ekslusif. Peran serta lingkungan men-
dari Dinas Kesehatan di sebuah Kabupa- jadi sangat terbatas. Sehingga keberhasilan
ten di DIY. Ia memahami betul seluk beluk proses reintegrasi N dengan masyarakat
psikosis, sebab tugas terakhirnya adalah pada skala Hsu, baru sampai tingkat lima
merawat penderita scizofrenia yang sudah (lingkungan karib).
berada di jalan-jalan dan di pasar-pasar. P adalah subjek penelitian kedua.
Pak Mantri banyak memberikan edukasi Dinamika psikologis P dalam melakukan
kepada N dan keluarganya. upaya reintegrasi dengan masyarakat
Sebagai orang Jawa, N dan keluar- dapat dipaparkan sebagai berikut. Stigma
ganya cenderung percaya kepada mistik, yang diberikan lingkungan terhadap P
oleh sebab itu upaya penyembuhan yang adalah stres dan “memori rusak”, selebih-
pertama tama dilakukan adalah minta nya P tidak pernah memberikan stigma
pertolongan seorang ustad, dengan terhadap dirinya sendiri bahkan cende-
pengandaian ustad bisa mengusir roh rung mengingkari keberadaannya pada
jahat yang berada di tubuh N. Setelah saat sakit. Dukungan sosial kepada P dari
pergi ke ustad satu ke ustad yang lain, lingkungannya cukup lengkap, ada du-
dari pondok pesantren satu ke pondok kungan emosional, dukungan penghar-

6 JURNAL PSIKOLOGI
“KENTHIR”, PSIKOSIS, STIGMA

gaan, instrumental dan informatif. P hidup psikologis Ng dalam melakukan reinte-


dalam lingkup budaya Jawa yang memi- grasi dipenuhi dengan perasaan berguna,
liki assertivitas emosi rendah, cenderung bermanfaat, diterima apa adanya oleh
introvert, percaya pada hal-hal mistik, lingkungannya. Hal itu membuat Ng lebih
tetapi P tidak terpengaruh pada nilai-nilai baik dalam melakukan reintegrasi. Secara
bobot bibit bebet. Kondisi kondisi tersebut kognitif pikiran Ng baik, lancar dan
membuat P memiliki dinamika psikologis nampak tidak ada masalah. Aspek afektif
yang positif dalam integrasi kepada sehat, nampak selalu tersenyum dan selera
masyarakat. Ia tidak menunjukkan gejala humor yang tetap terjaga. Secara konatif
kekacauan pikiran (kognitif), cenderung Ng nampak wajar, integrasi perilakunya
memiliki perasaan yang positif dan harga normal, lincah. Sebagai orang yang hidup
diri yang terbangun oleh pekerjaan yang dalam lingkup budaya Jawa, Ng dan
baik (afeksi), dan perilaku yang relatif baik keluarganya percaya pada hal-hal mistik.
selama penelitian dilakukan. Dari kondisi Nilai nilai gotong royong dipegang teguh
internal dan eksternal yang dialami oleh P oleh Ng, bahkan ia mampu tampil sebagai
ini, menghasilkan proses reintegrasi yang kepala keluarga dalam memimpin putaran
cukup baik. Dalam skala Hsu, reintegrasi ekonomi rumah tangga. Konsep bibit bobot
P sampai skala enam (lingkungan hubung- bebet nampak tidak penting pada diri Ng
an berguna). Artinya, reintegrasi P mampu sehingga Ng bisa bergaul dengan sangat
mencapai pada lingkungan pekerjaan cair, meskipun ia tidak mendapatkan sua-
dengan amat baik. Ia mampu melakukan sana diemong, seperti penyandang psikosis
fungsi-fungsinya sebagai seorang pekerja lainnya. Keberhasilan Ng dalam melaku-
dengan sangat baik. kan integrasi dengan masyarakat dalam
Ng adalah subjek penelitian ketiga. skala Hsu, mampu sampai tingkat tujuh
Stigma yang didapatkan Ng dari ling- (lingkungan hubungan jauh)
kungannya adalah “kenthir”, “stress” dan Wd adalah subjek penelitian keempat.
“kenthir”, namun demikian Ng tidak per- Hasil pengamamatan terhadap Wd
nah menstigma diri. Dukungan sosial diringkas dalam beberapa poin berikut ini:
yang diperoleh Ng dari lingkunganya stigma yang melingkupi Wd adalah “edan”
tidak semua bersifat suportif, tetapi bebe- dan “edan lanangan”. Wd tidak pernah
rapa paradoksal. Misalnya dukungan memberikan stigma pada dirinya sendiri.
emosional, lingkungan Ng tidak memper- Dukungan sosial yang didapatkan dari
lakukan dia secara khusus seperti mantan lingkungannya adalah dukungan infor-
pasien psikosis, tetapi justru kondisi itu masi, instrumental dan penghargaan. Ia
bermanfaat bagi Ng. Ia terjun ke dalam mendapat tawaran untuk memproduksi
masyarakat yang natural, tidak artifisial, takir dan suji, yaitu perangkat untuk
hal itu justru membawa efek psikologis mengadakan selamatan di Jawa. Ia menda-
yang baik pada diri Ng. Dukungan infor- patkan informasi lowongan kerja, diun-
masi muncul dalam informasi tentang dang untuk ikut kegiatan kampung.
lowongan pekerjaan, dukungan instru- Tetapi karena kondisi kejiwaan yang labil,
mental nampak dalam pembiaran Ng dukungan ini tidak dimanfaatkan oleh Wd
memelihara ayam di rumah yang sempit. dan keluarganya. Dinamika psikologis Wd
Dukungan dalam bentuk penghargaan dalam proses reintegrasi dengan masyara-
adalah menempatkan Ng dalam posisi kat lebih didominasi perasaan murung,
penting di dalam keluarga. Dinamika tantrum, dan bingung. Sebagai orang yang

JURNAL PSIKOLOGI 7
SARWONO & SUBANDI

Gambar 2. Keberhasilan dalam proses Reintegrasi sosial keempat subjek penelitian menurut
Francis Hsu (Koentjaraningrat, 2009)

hidup dalam budaya Jawa, Wd cenderung ada diantara mereka yang melakukan
mempraktekkan cara hidup priyayi yang proses reintegrasi sosial dengan berbekal
ekslusif, dan mengisolasi diri meskipun ia perasaan yang positif. Hal yang menarik,
hidup dalam masyarakat yang cukup mereka yang melakukan proses reintegrasi
mampu mengamalkan sikap hidup narimo, sosial dengan dominasi perasaan positif
menerima apapun yang dilakukan orang memiliki keberhasilan integrasi jauh lebih
semacam Wd kepada mereka. Dari ber- baik dibanding mereka yang melakukan
bagai kondisi yang ada, keberhasilan reintegrasi sosial dengan perasaan
reintegrasi Wd dalam skala Hsu masih dominan negatif.
menunjukkan keberhasilan yang sangat Tabel 1 menggambarkan dinamika
rendah, yakni level dua (Sub sadar), atau psikologis masing masing subjek peneli-
dalam kalimat yang berbeda, karena kon- tian ketika melakukan proses reintegrasi
disinya, Wd belum berhasil melakukan dengan masyarakat bila dibandingkan
integrasi dengan masyarakat. dengan tingkat keberhasilan proses
reintegrasi mereka dilihat dengan skala
Diskusi reintegrasi sosial menurut Hsu.
Pengaruh Stigma terhadap Reintegrasi
Dinamika Psikologis Subjek Penelitian
Pasien. Meskipun pada awalnya kata stig-
dalam Proses Reintegrasi. Dinamika psiko-
ma bernuansa “cap diluar” namun dalam
logis pasien psikosis awal dalam melaku-
khasanah psikosis, stigma lebih menandai
kan proses reintegrasi dengan kehidupan
sesuatu yang terdapat di dalam diri indi-
masyarakat ternyata sangat beragam.
vidu (L’Opez–Ibor, Cuenca, & L’opez-Ibor,
Asumsi awal bahwa pasien psikosis akan
2008). Stigma bagi penderita psikosis akan
memiliki dominasi perasaan negatif ketika
berdampak secara psikologis ketika ia
melakukan proses reintegrasi dengan
mengetahui maknanya. Compton dan
masyarakat ternyata tidak sepenuhnya
Broussard (2009) menulis, stigma ganggu-
benar. Penelitian ini membuktikan bahwa
an jiwa memiliki efek negatif pada pende-

8 JURNAL PSIKOLOGI
“KENTHIR”, PSIKOSIS, STIGMA

Tabel 1
Dinamika psikologis pasien psikosis fase awal dalam reintegrasi dengan masyarakat

Dinamika Psikologis Reintegrasi Skala Hsu

N Kognitif : Memiliki pemikiran yang cakap, cara berkomunikasi Skala 5 : Lingkaran


bagus, pengetahuan cukup, kesadaran karib
Afektif : Minder, merasa tidak bisa berkomunikasi dengan orang
lain, khawatir, takut dengan kondisi psikisnya, resah
karena gemuk
Konasi : Lemas, ngantuk, tidak bersemangat, gerak tubuh minim
P Kognitif : Pemahaman dalam berkomunikasi baik, komunikasi Skala 6 :Lingkaran
lancar hubungan berguna
Afektif : Merasa senang aman, nyaman tidak ada olok olok, tidak
merasa takut bergaul, bangga memiliki pekerjaan yang
baik, merasa berharga, bermanfaat, bertanggungjawab
terhadap pekerjaan
Konatif : Integrasi gerak tubuhnya terorganisir dengan baik.
Perilaku halus. Bekerja rajin dan bertanggungjawab serta
berdisiplin
Ng Kognitif : pemikiran baik, hitung menghitung lancar, Skala 7 : Lingkaran
komunikasi lancar, logika jalan hubungan jauh
Afektif : Rasa berguna, merasa diterima apa adanya, rasa humor
yang baik, ramah, merasa tidak ada perbedaan dengan
teman lain,
Konatif : gerakan badan terintegrasi dengan baik, rajin dalam
bekerja, lincah
Wd Kognitif : delutif, tidak logis, struktur logika kacau Skala 2 : Sub Sadar
Afektif : Murung, tantrum, bingung, menutup diri, anhedonia,
menyendiri, marah marah,
Konatif : lemah, malas, ngantuk, banyak bengong,

rita dan keluarganya. Ternyata di dalam nya paling bagus dalam penelitian ini.
penelitian ini ditemukan, tidak semua Kata stres dipakai orang–orang diling-
stigma gangguan jiwa berdampak secara kungan keempat subjek penelitian ini
psikologis pada diri pasien. Stigma “stres” untuk menamai nama sakitnya si pasien.
misalnya, ternyata berpengaruh berbeda Secara etimologis kata stres diserap dari
pada setiap pasien, padahal jelas mereka bahasa Inggris stress yang berarti kete-
tahu arti kata “stres”. Bahkan Ng salah gangan mental, ketegangan jiwa. Bagi
satu subjek penelitian ini ketika sudah orang Jawa, menyebut pasien psikosis
sembuh justru dipanggil dengan pang- dengan kata stres sebetulnya adalah ben-
gilan “Thir” yang berasal dari kata tuk eufimisme, yaitu penghalusan kata-kata
“Kenthir” yang berarti agak sedikit gila. Ng untuk menyebut fenomena yang sebenar-
bisa menerima dengan baik panggilan itu nya. Dalam bahasa yang fulgar, masya-
meskipun ia tahu persis apa makna kata rakat di sekitar pasien psikosis dimana
kenthir itu. Nyatanya Ng adalah satu dari penelitian ini dilakukan menamai mereka
empat subjek penelitian yang reintegrasi- dengan sebutan “edan lanangan”,

JURNAL PSIKOLOGI 9
SARWONO & SUBANDI

“kenthir”. Eufimisme yang dilakukan orang pemikiran yang obsesif. Bahkan pada saat
orang di sekitar pasien psikosis hanya penelitian ini hampir berakhir, peneliti
menegaskan apa yang disebut bahwa melihat kecenderungan orientasi seksual
orang Jawa adalah “nggone semu” (Endras- yang mulai menyimpang pada diri Wd.
wara, 2012). Pilihan kata stres yang nota Berdasarkan ceritera dari Kader kesehatan
bene adalah kata asing, lebih terasa enak jiwa di dusun tersebut, peneliti memper-
bagi masyarakat sekitar untuk menamai oleh keterangan bahwa Wd mulai mem-
nama sakitnya pasien psikosis. Konsep perlihatkan perilaku baru yang aneh, yaitu
nggone semu, pada diri pasien dan keluarga meraba-raba payudara, pantat dan sekitar
muncul dalam sikap introversi, menutup- organ kewanitaan sesama wanita. Hal ini
nutupi, dan menyamarkan psikosis membuat Wd semakin dijauhi oleh ling-
dengan kata yang dalam adab orang Jawa kungannya.
dirasakan lebih halus seperti kata “sakit”. Ng, dalam penelitian ini menjadi anti-
Stigma akan berpengaruh secara psi- tesis bagi teori stigmaphrenia yang bersikap
kologis kepada pasien jika ia memahami pesimistik, bahwa stigma akan menjadi
maksud dari kata kata yang dibuat stigma penghalang utama untuk pengobatan
itu. Oleh sebab itu, stigma yang ditempel- yang tepat dan rehabilitasi bagi mereka
kan masyarakat dengan memakai bahasa yang menderita gangguan jiwa (L’Opez–
setempat sebetulnya lebih dalam mempe- Ibor, et al., 2008). Ng dalam penelitian ini
ngaruhi gejolak psikologis pasien. Wd, berhasil mereframing stigma “kenthir” yang
subjek penelitian dalam penelitian ini ditempelkan pada dirinya dengan makna
menerima stigma “edan lanangan”. Sayang- yang lebih baik, sehingga panggilan “thir”
nya peneliti tidak dapat menggali lebih tidak membebani jiwanya. Dengan cara-
jauh efek stigma “edan lanangan” ini kare- nya sendiri Ng berhasil menerima pang-
na di tengah tengah penelitian Wd relapse. gilan “thir” sebagai simbol keakraban
Stigma “edan lanangan” bagi Wd merupa- dengan teman teman sekampungnya.
kan akibat dari tingkah laku Wd yang sela- Sebagaimana pemuda di kampung terse-
lu terobsesi untuk menikah, minta diantar but sebagian besar dipanggil dengan nama
ke rumah D pria idamannya, kebiasaan alias atau nama paraban (bahasa Jawa). Ng
nongkrong di pinggir jalan dan menggoda memaknai panggilan “thir” sebagai sebu-
setiap laki-laki yang lewat dan mengajak- ah panggilan alias atau paraban, sehingga
nya menikah, serta obsesi untuk merasa- tidak melukai perasaannya sendiri.
kan sensasinya diperkosa. Ia percaya bah- Kemampuan reframing panggilan
wa diperkosa itu rasanya enak dan akan “thir” yang berasal dari kata “kenthir”
menjadikannya sembuh. Stigma “edan yang berarti sedikit gila, menjadi sebuah
lanangan” sudah beredar seantero kam- panggilan alias atau paraban dibutuhkan
pung, di warung-warung dan di balai kematangan kognisi tertentu. Dalam kon-
dusun tempat ibu-ibu melakukan senam. disi ini peneliti menyimpulkan di tingkat
Semua orang di kampung itu sudah kognisi Ng sudah berhasil melakukan
memahami stigma itu. Bahkan beberapa recovery dari kondisi psikotiknya. Tanpa
diantaranya juga mengatakan secara kesadaran kognisi yang baik kemampuan
langsung kepada Wd. Akan tetapi kondisi reframing tersebut menjadi sebuah kemus-
kejiwaan Wd tidak mampu mencerna tahilan. Selain itu, kemampuan reframing
stigma itu. Pikirannya Wd masih kacau, tersebut tentu juga didasari perasaan
sering menangis, dan cenderung memiliki narimo (menerima) sebuah ciri yang

10 JURNAL PSIKOLOGI
“KENTHIR”, PSIKOSIS, STIGMA

melekat pada sebagian besar masyarakat ini mengacu pada teori House (dalam
jawa. Sebelum Ng mencapai fase perasaan Smet 1994), dimana dukungan sosial dika-
narimo, reframing tidak mungkin dila- tegorikan menjadi lima jenis, yaitu
kukan. Berita baiknya, perasaan bisa dukungan emosional, dukungan penghar-
menerima apa adanya adalah sebuah gaan, dukungan instrumental, dukungan
perasaan yang tinggi derajadnya bagi informatif, serta dukungan jaringan sosial.
orang Jawa yang hidup dalam pema- Tabel 2 menggambarkan jenis jenis
haman narimo ing pandum, menerima dukungan sosial yang diperoleh oleh pa-
apapun yang diberikan-Nya kepadanya. sien psikosis fase awal dari lingkungan-
Narimo, berbeda dengan perasaan menye- nya, dan keberhasilan dalam melakukan
rah, sebaliknya ada makna kemenangan reintegrasi sosial menurut Francis Hsu.
yang tersembunyi dibalik sikap itu. Untuk Hampir semua subjek penelitian menda-
bisa me-reframing panggilan “thir” lebih patkan dukungan sosial dalam berbagai
dulu sampai pada pemahaman tentang bentuk dan kategori. Menurut peneliti, hal
situasi narimo itu. ini mencitrakan hidup kemasyarakatan di
Dukungan Sosial kepada Pasien Psikosis tempat tinggal para subjek penelitian.
dalam Proses Reintegrasi. Dukungan sosial Bentuk dukungan yang paling minim
kepada pasien psikosis akan sangat diwar- yang didapatkan oleh para subjek pene-
nai oleh corak masyarakat dimana ia litian adalah dukungan jaringan sosial.
tinggal. Dukungan sosial dalam penelitian

Tabel 2
Dukungan sosial dan keberhasilan dalam proses reintegrasi

N P Ng Wd
Dukungan Perhatian Perhatian dari teman Diperlakukan Perhatian
Emosional keluarga, teman, masyarakat sebagai orang waras dari KKJ
dukungan memperlakukan P (paradoksal)
Mardino dengan hati hati
Dukungan (lebih banyak Diperlakukan sbg Lingkungan Diajak
Penghargaan didapat dari orang normal memperlakukan senam
keluarga) secara proporsional
Dukungan Perawatan di Diberi kamar Diperbolehkan piara Ajakan
Instrumental sebuah pondok tumpangan ketika ayam di rumah yang membuat
sakit sempit takir dan suji
Dukungan Informasi Informasi pekerjaan Informasi pekerjaan -
Informasi lowongan kerja di di hotel J
warung soto
Dukungan Bergabung dalam - - -
Jaringan Sosial KPSI
Keberhasilan Level 5 Level 6 Level 7 Level 2
Reintegrasi Sosial Lingkungan Lingkungan Lingkungan Bawah
Subjek penelitian kesadaran karib hubungan berguna hubungan jauh sadar
(Hsu) (Hsu)

JURNAL PSIKOLOGI 11
SARWONO & SUBANDI

Kesimpulan hidup dalam kehidupan tradisional


yang lebih memiliki nilai gotong
Setelah melakukan, pengamatan, pen- royong, tepa slira, saling membantu.
catatan, penelitan, pengolahan data, pem- Demikian pula masyarakat yang hidup
bahasan, dan berbagai diskusi bersama dalam tata ekonomi tradisional masih
sejawat peneliti selama hampir satu tahun, cukup toleran untuk memberikan du-
peneliti memberikan beberapa kesimpulan kungan kepada penderita psikosis fase
berikut ini: awal.
1. Aspek kognisi, afeksi dan konasi pa- 5. Bila membandingkan keempat subjek
sien, masing masing memiliki peran penelitian penelitian ini, peneliti
yang khusus dalam upaya reintegrasi mengambil kesimpulan, adanya kecen-
kepada masyarakat. Kepincangan pa- derungan, bahwa semakin tinggi kelas
da salah satu aspek dapat disubstitusi sosial seseorang proses reintegrasi
dengan kekuatan pada aspek yang pasien psikosis ke masyarakat semakin
lain. Tetapi ketiga aspek ini pada da- rendah. Nilai nilai budaya Jawa yang
sarnya harus saling menunjang untuk mempercayai adanya ajaran bibit bobot
mencapai kualitas reintegrasi pasien bebet rupanya menjadi kendala psiko-
kepada masyarakat. logis bagi kelas priyayi untuk kembali
2. Stigma akan berpengaruh kepada pa- ke masyarakat. Masyarakat dengan
sien psikosis dengan beberapa kondisi “kasta sudra” proses reintegrasi cende-
tertentu. Pertama: insight pasien masih rung lebih baik.
bagus, kedua, pasien mengerti arti 6. Masyarakat Jawa yang relatif masih
stigma tersebut. Apabila insight pasien percaya pada soal soal mistik dan gaib
buruk, dan ia tidak mengerti arti stig- dalam beberapa kasus justru kontra
ma itu, maka stigma tidak akan ber- produktif terhadap upaya penyem-
pengaruh pada pasien. Kemudian stig- buhan dan reintegrasi pasien psikosis
ma yang sudah mengalami pengha- ke masyarakat. Kepercayaan inilah
lusan, apalagi yang merupakan serap- yang membuat DUP menjadi lebih
an dari bahasa asing cenderung tidak panjang.
berpengaruh pada diri pasien.
3. Pasien Ng dalam penelitian ini menjadi Saran
antitesis bagi teori stigmafrenia yang
memercayai bahwa stigma akan men- 1. DUP adalah hilangnya waktu emas
jadi penghambat bagi pasien untuk bagi penderita psikosis untuk menda-
mengupayakan kesembuhan. Dengan patkan kesembuhan. Maka supaya
berbekal aspek kognisis yang bagus, DUP tidak berkepanjangan, masyara-
pasien Ng berhasil me-reframing stigma kat psikologi perlu mengembangkan
“kenthir” yang ditempelkan pada diri- program edukasi kepada para keluar-
nya menjadi sebutan yang tidak me- ga penderita psikosis dan Kader kese-
nyakiti hatinya. hatan jiwa, terutama sekali ditujukan
4. Berbagai dukungan masyarakat, baik untuk daerah daerah siaga jiwa agar
yang berupa penghargaan, penerima- kasus psikosis dapat teratasi dengan
an, informasi, jaringan sosial maupun baik.
dukungan instrumental masih mudah 2. Penelitian psikosis yang akan datang
diterima oleh penderita psikosis yang agar lebih memperhatikan aspek buda-

12 JURNAL PSIKOLOGI
“KENTHIR”, PSIKOSIS, STIGMA

ya yang melingkupi pasien psikosis, Gangguan jiwa makin merebak. (11


sehingga penelusuran itu akan mem- Oktober 2009). Diunduh dari:
perkaya khasanah budaya pada perso- http://www.waspada.co.id/index.php?
alan ini. Temuan temuan penelitian ini option=com_content&view=article&id
yang didasarkan atas kajian kultural =57906:-gangguan-jiwa-makin-
ternyata begitu banyak berpengaruh merebak&catid=46&Itemid=128
pada penderita psikosis. Oleh sebab itu tanggal 6 Mei 2012.
penelusuran dari berbagai budaya Ghanean, H., Nojomi , M., & Jacobsson, L.
(Sunda, Bali, Bugis, Batak, Betawi, dan (2001). Internalized stigma of mental
lain-lain) akan sangat bermanfaat pada illness in Tehran, Iran. Stigma Research
pasien psikosis itu sendiri. and Action, 1, 11–17 2011. DOI
3. Diperlukan bentuk kampanye seder- 10.5463/SRA.v1i1.10.
hana dari Departemen Kesehatan yang Grano, N., Lindsberg, J., Karjalainen, M.,
menyadarkan masyarakat bahwa psi- Nroos, P. G., & Blomber, A. (2010).
kosis adalah penyakit biasa, sama de- Duration of untreated psychosis is
ngan penyakit penyakit klinis lainnya, ssociated with more negative schizo-
yang tidak perlu disikapi secara berle- phrenia symptoms after acute treat-
bihan apalagi dengan tindakan mistik ment for first-episode psychosis.
dan sejenisnya. Clinical Psychologist, 14(1), 10-13.
Koentjaraningrat. (2009) Pengantar ilmu
Kepustakaan antropologi, Jakarta: Rineka Cipta.

Carol, I., Tsao., J.D.P., Tumala, A., & Lai, Y.M., Hong, C.P.H., & Chee, (2000).
Robbert, L.W. (2008). Stigma in mental Stigma of mental health. Singapore
health care. Academic Psychiatry, 32, 70- Medication Journal, 42(3), 111-114.
72. L´opez-Ibor, J.J., Cuenca, O., & L´opez-
Compton, M.T., & Broussard, B. (2009). The Ibor, M. (2008). Stigma and health care
first episode of psychosis: A guide for staff. Dalam Arboleda-Fl´orez, J. &
patients and their families. New York: Sartorius, N. (Ed.). Understanding the
Oxford University Press, Inc. stigma of mental illness: Theory and inter-
ventions (hal 69-83). Inggris: John
Corrigan, P.W., & Watson, A.C. (2007). The
Wiley & Sons Ltd.
stigma of psychiatric disorder and the
gender, etnicity, and educaion of the Purwandari, K.E. (2001). Pendekatan Kuali-
perciever. Community Mental Healt tatif untuk Penelitian Perilaku Manusia,
Journal, 43(45), 164-170. Jakarta; Lembaga Sarana Pengukuran
& PendidikanPsikologi (LPSP3) – Fa-
De Haan, L., Welborn, K., Krikke, M., &
kultas Psikologi Universitas Indonesia.
Linszen, D.H. (2004). Opinions of
mothers on the first psychotic episode Platz, C., Umbricht, D.S., Cattapan-
and the start of treatment of their Ludewig, K., Dvorsky, D., Arbach, D.,
child. European Psychiatry, 19, 226–229. Brenner, H. & Simon, A.E. (2006).
Help-seeking pathways in early psy-
Dinas Kesehatan Provinsi DIY. (2010) Pro-
chosis. Social Psychiatry and Psychiatric
fil kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Epidemiology, 41, 967-974.
Endraswara, S. ( 2012). Falsafah hidup Jawa.
Sharifi, S., Kermani-Ranjbar, T., Amini, H.,
Jakarta: Buana Ilmu Populer.
Alaghband-rad, J., Salesian, N., &

JURNAL PSIKOLOGI 13
SARWONO & SUBANDI

Seddigh, A. (2009). Duration of un- family resilience on the recovery of


treated psychosis and pathways to psychotic patients. Procedia - Social and
care in patients with first-episode Behavioral Sciences, 1-16.
psychosis in Iran. Early Intervention in Tranulis, C., Park, L., Delano, L., & Good,
Psychiatry, 3, 131–136. doi: 10.1111/ B. (2009). Early intervention in
j.1751-7893.2009.00119.x. psychosis: A case study on normal and
Smet, B. (1994). Psikologi kesehatan. Jakarta: pathological. Culture, Medicine and
Grasindo. Psychiatry, 33, 608–622.
Subandi, M.A. (2006). Psychocultural Zacharias, S. (2006). Mexican Curanderis-
dimension of recovery from first epi- mo as Ethnopsychotherapy: A quali-
sode psychosis in Java. Ph.D Disser- tative study on treatment practice,
tation (Unpublished). Universityof effevtivess, and mechanism of change.
Adelide, Australia. International Journal of Disability, Deve-
Subandi, M.A., & Marchira, C. (2010). The lopment and Education, 53(4), 381-400.
role of family empowerment and

14 JURNAL PSIKOLOGI

Anda mungkin juga menyukai