Anda di halaman 1dari 23

Pengantar Antropologi

Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang
budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal
dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat,
budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.

Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat


tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama,
antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan
pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.

Pengertian

Antropologi berasal dari kata Yunani άνθρωπος (baca: anthropos) yang berarti
"manusia" atau "orang", dan logos yang berarti "wacana" (dalam pengertian
"bernalar", "berakal"). Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk
biologis sekaligus makhluk sosial.

Antropologi memiliki dua sisi holistik dimana meneliti manusia pada tiap waktu
dan tiap dimensi kemanusiaannya. Arus utama inilah yang secara tradisional
memisahkan antropologi dari disiplin ilmu kemanusiaan lainnya yang
menekankan pada perbandingan/perbedaan budaya antar manusia. Walaupun
begitu sisi ini banyak diperdebatkan dan menjadi kontroversi sehingga metode
antropologi sekarang seringkali dilakukan pada pemusatan penelitian pada
penduduk yang merupakan masyarakat tunggal.

Definisi Antropologi menurut para ahli

 William A. Havilland: Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha


menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta
untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
 David Hunter:Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak
terbatas tentang umat manusia.
 Koentjaraningrat: Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia
pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta
kebudayaan yang dihasilkan.

Dari definisi-definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana antropologi,


yaitu sebuah ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik
serta kebudayaan (cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan
sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Dengan,
demikain antropologi merupakan hal yang mempelajari seluk-beluk yang terjadi
dalam kehidupan manusia.Dapat dilihat dari perkembang pada masa saat ini,
yang merupakan salah dari fenomena- fenomena yang terjadi ditengah- tengah
masyarakat sekarang ini.
Pengantar Antropologi

Sejarah

Seperti halnya sosiologi, antropologi sebagai sebuah ilmu juga mengalami


tahapan-tahapan dalam perkembangannya. Koentjaraninggrat menyusun
perkembangan ilmu Antropologi menjadi empat fase sebagai berikut:

Fase Pertama (Sebelum tahun 1800-an)

Manusia dan kebudayaannya, sebagai bahan kajian Antropologi.

Sekitar abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk


menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia. Dalam
penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak
menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan
penemuan mereka kemudian mereka catat di buku harian ataupun jurnal
perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan suku-
suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik, kebudayaan, susunan masyarakat,
atau bahasa dari suku tersebut. Bahan-bahan yang berisi tentang deskripsi suku
asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan etnografi atau deskripsi tentang
bangsa-bangsa.

Bahan etnografi itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian, pada


permulaan abad ke-19 perhatian bangsa Eropa terhadap bahan-bahan etnografi
suku luar Eropa dari sudut pandang ilmiah, menjadi sangat besar. Karena itu,
timbul usaha-usaha untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan etnografi.

Fase Kedua (tahun 1800-an)

Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi karangan-
karangan berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu. masyarakat
dan kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang
lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa sebagai bangsa-bangsa
primitif yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai bangsa yang tinggi
kebudayaannya

Pada fase ini, Antopologi bertujuan akademis, mereka mempelajari masyarakat


dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk memperoleh pemahaman
tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan manusia.
Pengantar Antropologi

Fase Ketiga (awal abad ke-20)

Pada fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni di


benua lain seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka membangun
koloni-koloni tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa
asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa
Eropa serta hambatan-hambatan lain. Dalam menghadapinya, pemerintahan
kolonial negara Eropa berusaha mencari-cari kelemahan suku asli untuk
kemudian menaklukannya. Untuk itulah mereka mulai mempelajari bahan-bahan
etnografi tentang suku-suku bangsa di luar Eropa, mempelajari kebudayaan dan
kebiasaannya, untuk kepentingan pemerintah kolonial.

Fase Keempat (setelah tahun 1930-an)

Pada fase ini, Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan


suku bangsa asli yang di jajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh
kebudayaan bangsa Eropa.

Pada masa ini pula terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia II. Perang
ini membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa
sebagian besar negara-negara di dunia kepada kehancuran total. Kehancuran itu
menghasilkan kemiskinan, kesenjangan sosial, dan kesengsaraan yang tak
berujung.

Namun pada saat itu juga, muncul semangat nasionalisme bangsa-bangsa yang
dijajah Eropa untuk keluar dari belenggu penjajahan. Sebagian dari bangsa-
bangsa tersebut berhasil mereka. Namun banyak masyarakatnya yang masih
memendam dendam terhadap bangsa Eropa yang telah menjajah mereka selama
bertahun-tahun. Proses-proses perubahan tersebut menyebabkan perhatian
ilmu antropologi tidak lagi ditujukan kepada penduduk pedesaan di luar Eropa,
tetapi juga kepada suku bangsa di daerah pedalaman Eropa seperti suku bangsa
Soami, Flam dan Lapp.

Masyarakat

Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang


membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian
besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok
tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab,
musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan
hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas
yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah
masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama
dalam satu komunitas yang teratur.
Pengantar Antropologi

Menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani, sekelompok manusia dapat dikatakan


sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta
sistem/aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia
kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan. Masyarakat
sering diorganisasikan berdasarkan cara utamanya dalam bermata pencaharian.
Pakar ilmu sosial mengidentifikasikan ada: masyarakat pemburu, masyarakat
pastoral nomadis, masyarakat bercocoktanam, dan masyarakat agrikultural
intensif, yang juga disebut masyarakat peradaban. Sebagian pakar menganggap
masyarakat industri dan pasca-industri sebagai kelompok masyarakat yang
terpisah dari masyarakat agrikultural tradisional.

Masyarakat dapat pula diorganisasikan berdasarkan struktur politiknya:


berdasarkan urutan kompleksitas dan besar, terdapat masyarakat band, suku,
chiefdom, dan masyarakat negara.Kata society berasal dari bahasa latin, societas,
yang berarti hubungan persahabatan dengan yang lain. Societas diturunkan dari
kata socius yang berarti teman, sehingga arti society berhubungan erat dengan
kata sosial. Secara implisit, kata society mengandung makna bahwa setiap
anggotanya mempunyai perhatian dan kepentingan yang sama dalam mencapai
tujuan bersama.

Budaya

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut
culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa
diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang
diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Definisi Budaya :

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. [1] Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa,
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.
Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada
budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa
budaya itu dipelajari.

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak,
dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-
unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.[2]
Pengantar Antropologi

Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi


dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah
suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang
mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa"
itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti
"individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam" d Jepang
dan "kepatuhan kolektif" di Cina. Citra budaya yang brsifat memaksa tersebut
membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak
dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-
anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan
pertalian dengan hidup mereka.

Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren


untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya
meramalkan perilaku orang lain.

Pengertian Kebudayaan

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits


dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat
dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu
sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi
ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut
Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai
sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial,
religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik
yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang


kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan
Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian
mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat
pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran
manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda
yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,
Pengantar Antropologi

organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk
membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Unsur Kebudayaan

Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau


unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:

1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok,


yaitu:
o alat-alat teknologi
o sistem ekonomi
o keluarga
o kekuasaan politik
2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
o sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para
anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam
sekelilingnya
o organisasi ekonomi
o alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk
pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
o organisasi kekuatan (politik)

Wujud dan Komponen

Wujud

Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan,


aktivitas, dan artefak.

 Gagasan (Wujud ideal)

Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide,


gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya
abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam
kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat
tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari
kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para
penulis warga masyarakat tersebut.

 Aktivitas (tindakan)

Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial.
Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi,
Pengantar Antropologi

mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola


tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.

 Artefak (karya)

Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda
atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling
konkret di antara ketiga wujud kebudayaan.

Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu


tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud
kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan
karya (artefak) manusia.

Komponen

Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua


komponen utama:

 Kebudayaan material

Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang


nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-
temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah
liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga
mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion
olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.

 Kebudayaan nonmaterial

Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan


dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan
lagu atau tarian tradisional.

Hubungan Antara Unsur-Unsur Kebudayaan

Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan antara lain:

Peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi)


Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan.
Pengantar Antropologi

Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta


memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-
cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan
rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.

Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup


dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional
(disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:

 alat-alat produktif
 senjata
 wadah
 alat-alat menyalakan api
 makanan
 pakaian
 tempat berlindung dan perumahan
 alat-alat transportasi

Sistem mata pencaharian

Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada
masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:

 Berburu dan meramu


 Beternak
 Bercocok tanam di ladang
 Menangkap ikan

Sistem kekerabatan dan organisasi sosial

Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur


sosial. Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu
masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari
masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri
dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan
perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu,
kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi-
antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya
relatif kecil hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh
masyarakat. Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain
seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.

Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh
masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum,
yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan
Pengantar Antropologi

bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia
membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak
dapat mereka capai sendiri.

Bahasa

Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk
saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun
gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau
kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia
dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama
masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk
masyarakat.

Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan
fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk
berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi
sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan
hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari
naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Kesenian
Karya seni dari peradaban Mesir kuno.

Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi
hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga.
Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan
berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian
yang kompleks.

Sistem Kepercayaan
Agama

Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam
menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara
bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad
raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya.
Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat,
manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada
penguasa alam semesta.

Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan


kebudayaan. Agama (bahasa Inggris: Religion, yang berasar dari bahasa Latin
Pengantar Antropologi

religare, yang berarti "menambatkan"), adalah sebuah unsur kebudayaan yang


penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and Religion
(Kamus Filosofi dan Agama) mendefinisikan Agama sebagai berikut: sebuah
institusi dengan keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul bersama untuk
beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang
terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan
kebahagiaan sejati.[3]

Agama biasanya memiliki suatu prinsip, seperti "10 Firman" dalam agama Kristen
atau "5 rukun Islam" dalam agama Islam. Kadang-kadang agama dilibatkan dalam
sistem pemerintahan, seperti misalnya dalam sistem teokrasi. Agama juga
memengaruhi kesenian.

Agama Samawi

Tiga agama besar, Yahudi, Kristen dan Islam, sering dikelompokkan sebagai
agama Samawi[4] atau agama Abrahamik.[5] Ketiga agama tersebut memiliki
sejumlah tradisi yang sama namun juga perbedaan-perbedaan yang mendasar
dalam inti ajarannya. Ketiganya telah memberikan pengaruh yang besar dalam
kebudayaan manusia di berbagai belahan dunia.

Yahudi adalah salah satu agama, yang jika tidak disebut sebagai yang pertama,
adalah agama monotheistik dan salah satu agama tertua yang masih ada sampai
sekarang. Terdapat nilai-nilai dan sejarah umat Yahudi yang juga direferensikan
dalam agama Abrahamik lainnya, seperti Kristen dan Islam. Saat ini umat Yahudi
berjumlah lebih dari 13 juta jiwa.[6]

Kristen (Protestan dan Katolik) adalah agama yang banyak mengubah wajah
kebudayaan Eropa dalam 1.700 tahun terakhir. Pemikiran para filsuf modern pun
banyak terpengaruh oleh para filsuf Kristen semacam St. Thomas Aquinas dan
Erasmus. Saat ini diperkirakan terdapat antara 1,5 s.d. 2,1 milyar pemeluk agama
Kristen di seluruh dunia.[7]

Islam memiliki nilai-nilai dan norma agama yang banyak memengaruhi


kebudayaan Timur Tengah dan Afrika Utara, dan sebagian wilayah Asia Tenggara.
Saat ini terdapat lebih dari 1,5 milyar pemeluk agama Islam di dunia. [8]

Agama dan filsafat dari Timur

Agni, dewa api agama Hindu

Agama dari timur dan Filosofi Timur


Pengantar Antropologi

Agama dan filosofi seringkali saling terkait satu sama lain pada kebudayaan Asia.
Agama dan filosofi di Asia kebanyakan berasal dari India dan China, dan
menyebar di sepanjang benua Asia melalui difusi kebudayaan dan migrasi.
Hinduisme adalah sumber dari Buddhisme, cabang Mahāyāna yang menyebar di
sepanjang utara dan timur India sampai Tibet, China, Mongolia, Jepang dan
Korea dan China selatan sampai Vietnam. Theravāda Buddhisme menyebar di
sekitar Asia Tenggara, termasuk Sri Lanka, bagian barat laut China, Kamboja,
Laos, Myanmar, dan Thailand.

Agama Hindu dari India, mengajarkan pentingnya elemen nonmateri sementara


sebuah pemikiran India lainnya, Carvaka, menekankan untuk mencari
kenikmatan di dunia.Konghucu dan Taoisme, dua filosofi yang berasal dari Cina,
memengaruhi baik religi, seni, politik, maupun tradisi filosofi di seluruh Asia.
Pada abad ke-20, di kedua negara berpenduduk paling padat se-Asia, dua aliran
filosofi politik tercipta. Mahatma Gandhi memberikan pengertian baru tentang
Ahimsa, inti dari kepercayaan Hindu maupun Jaina, dan memberikan definisi
baru tentang konsep antikekerasan dan antiperang. Pada periode yang sama,
filosofi komunisme Mao Zedong menjadi sistem kepercayaan sekuler yang sangat
kuat di China.

Agama tradisional

Agama tradisional, atau kadang-kadang disebut sebagai "agama nenek moyang",


dianut oleh sebagian suku pedalaman di Asia, Afrika, dan Amerika. Pengaruh
bereka cukup besar; mungkin bisa dianggap telah menyerap kedalam
kebudayaan atau bahkan menjadi agama negara, seperti misalnya agama Shinto.
Seperti kebanyakan agama lainnya, agama tradisional menjawab kebutuhan
rohani manusia akan ketentraman hati di saat bermasalah, tertimpa musibah,
tertimpa musibah dan menyediakan ritual yang ditujukan untuk kebahagiaan
manusia itu sendiri.

"American Dream"

American Dream, atau "mimpi orang Amerika" dalam bahasa Indonesia, adalah
sebuah kepercayaan, yang dipercayai oleh banyak orang di Amerika Serikat.
Mereka percaya, melalui kerja keras, pengorbanan, dan kebulatan tekad, tanpa
memedulikan status sosial, seseorang dapat mendapatkan kehidupan yang lebih
baik. [9] Gagasan ini berakar dari sebuah keyakinan bahwa Amerika Serikat adalah
sebuah "kota di atas bukit" (atau city upon a hill"), "cahaya untuk negara-negara"
("a light unto the nations"),[10] yang memiliki nilai dan kekayaan yang telah ada
sejak kedatangan para penjelajah Eropa sampai generasi berikutnya.
Pengantar Antropologi

Pernikahan

Agama sering kali memengaruhi pernikahan dan perilaku seksual. Kebanyakan


gereja Kristen memberikan pemberkatan kepada pasangan yang menikah; gereja
biasanya memasukkan acara pengucapan janji pernikahan di hadapan tamu,
sebagai bukti bahwa komunitas tersebut menerima pernikahan mereka. Umat
Kristen juga melihat hubungan antara Yesus Kristus dengan gerejanya. Gereja
Katolik Roma mempercayai bahwa sebuah perceraian adalah salah, dan orang
yang bercerai tidak dapat dinikahkan kembali di gereja. Sementara Agama Islam
memandang pernikahan sebagai suatu kewajiban. Islam menganjurkan untuk
tidak melakukan perceraian, namun memperbolehkannya.

Sistem ilmu dan pengetahuan

Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia


tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh
semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui
pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika, atau percobaan-
percobaan yang bersifat empiris (trial and error).

Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi:

 pengetahuan tentang alam


 pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya
 pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat dan tingkah
laku sesama manusia
 pengetahuan tentang ruang dan waktu

Perubahan sosial budaya


Perubahan sosial budaya dapat terjadi bila sebuah kebudayaan melakukan kontak
dengan kebudayaan asing. Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya
struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya
merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat.
Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin
mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia
sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan.

Ada tiga faktor yang dapat memengaruhi perubahan sosial:


Pengantar Antropologi

1. tekanan kerja dalam masyarakat


2. keefektifan komunikasi
3. perubahan lingkungan alam.[11]

Perubahan budaya juga dapat timbul akibat timbulnya perubahan lingkungan


masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai
contoh, berakhirnya zaman es berujung pada ditemukannya sistem pertanian,
dan kemudian memancing inovasi-inovasi baru lainnya dalam kebudayaan.

Penetrasi kebudayaan

Yang dimaksud dengan penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu


kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan
dua cara:

Penetrasi damai (penetration pasifique)

Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya, masuknya


pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia[rujukan?]. Penerimaan kedua
macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya
khasanah budaya masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun
tidak mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat.
Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan Akulturasi, Asimilasi,
atau Sintesis. Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga
membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli.
Contohnya, bentuk bangunan Candi Borobudur yang merupakan perpaduan
antara kebudayaan asli Indonesia dan kebudayaan India. Asimilasi adalah
bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru.
Sedangkan Sintesis adalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada
terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan
kebudayaan asli.

Penetrasi kekerasan (penetration violante)

Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak. Contohnya,


masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan disertai
dengan kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak
keseimbangan dalam masyarakat[rujukan?]. Wujud budaya dunia barat antara lain
adalah budaya dari Belanda yang menjajah selama 350 tahun lamanya. Budaya
warisan Belanda masih melekat di Indonesia antara lain pada sistem
pemerintahan Indonesia.
Pengantar Antropologi

Cara pandang terhadap kebudayaan

Kebudayaan sebagai peradaban

Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan "budaya" yang dikembangkan di


Eropa pada abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan tentang "budaya" ini
merefleksikan adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan
daerah-daerah yang dijajahnya. Mereka menganggap 'kebudayaan' sebagai
"peradaban" sebagai lawan kata dari "alam". Menurut cara pikir ini, kebudayaan
satu dengan kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah satu kebudayaan
pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.

Artefak tentang "kebudayaan tingkat tinggi" (High Culture) oleh Edgar Degas.

Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas


yang "elit" seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau
mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk
menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil bagian, dari aktivitas-
aktivitas di atas. Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa musik
klasik adalah musik yang "berkelas", elit, dan bercita rasa seni, sementara musik
tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan zaman,
maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah "berkebudayaan".

Orang yang menggunakan kata "kebudayaan" dengan cara ini tidak percaya ada
kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu
dan menjadi tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang
ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang
"berkebudayaan" disebut sebagai orang yang "tidak berkebudayaan"; bukan
sebagai orang "dari kebudayaan yang lain." Orang yang "tidak berkebudayaan"
dikatakan lebih "alam," dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen
dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran "manusia
alami" (human nature)

Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan
antara berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -
berkebudayaan dan tidak berkebudayaan- dapat menekan interpretasi perbaikan
dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang merusak dan "tidak
alami" yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat dasar manusia. Dalam hal
ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja) dianggap
mengekspresikan "jalan hidup yang alami" (natural way of life), dan musik klasik
sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.

Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara


kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka
Pengantar Antropologi

menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap "tidak elit" dan


"kebudayaan elit" adalah sama - masing-masing masyarakat memiliki
kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan. Pengamat sosial membedakan
beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular culture) atau pop kultur,
yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak
orang.

Kebudayaan sebagai "sudut pandang umum"

Selama Era Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang


peduli terhadap gerakan nasionalisme - seperti misalnya perjuangan nasionalis
untuk menyatukan Jerman, dan perjuangan nasionalis dari etnis minoritas
melawan Kekaisaran Austria-Hongaria - mengembangkan sebuah gagasan
kebudayaan dalam "sudut pandang umum". Pemikiran ini menganggap suatu
budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan dan kekhasan masing-
masing. Karenanya, budaya tidak dapat diperbandingkan. Meskipun begitu,
gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan antara "berkebudayaan" dengan
"tidak berkebudayaan" atau kebudayaan "primitif."

Pada akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata kebudayaan
dengan definisi yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, mereka
mengasumsikan bahwa setiap manusia tumbuh dan berevolusi bersama, dan
dari evolusi itulah tercipta kebudayaan.

Pada tahun 50-an, subkebudayaan - kelompok dengan perilaku yang sedikit


berbeda dari kebudayaan induknya - mulai dijadikan subyek penelitian oleh para
ahli sosiologi. Pada abad ini pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan
- perbedaan dan bakat dalam konteks pekerja organisasi atau tempat bekerja.

Kebudayaan sebagai mekanisme stabilisasi

Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah
sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju
kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa
disebut dengan tribalisme.

Kebudayaan di antara masyarakat

Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa disebut


sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal
perilaku dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur
disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya karena perbedaan umur, ras,
etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender,
Pengantar Antropologi

Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan


imigran dan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih
masyarakat tergantung pada seberapa besar perbedaan kebudayaan induk
dengan kebudayaan minoritas, seberapa banyak imigran yang datang, watak dari
penduduk asli, keefektifan dan keintensifan komunikasi antar budaya, dan tipe
pemerintahan yang berkuasa.

 Monokulturalisme: Pemerintah mengusahakan terjadinya asimilasi kebudayaan


sehingga masyarakat yang berbeda kebudayaan menjadi satu dan saling bekerja
sama.

 Leitkultur (kebudayaan inti): Sebuah model yang dikembangkan oleh Bassam


Tibi di Jerman. Dalam Leitkultur, kelompok minoritas dapat menjaga dan
mengembangkan kebudayaannya sendiri, tanpa bertentangan dengan
kebudayaan induk yang ada dalam masyarakat asli.

 Melting Pot: Kebudayaan imigran/asing berbaur dan bergabung dengan


kebudayaan asli tanpa campur tangan pemerintah.

 Multikulturalisme: Sebuah kebijakan yang mengharuskan imigran dan kelompok


minoritas untuk menjaga kebudayaan mereka masing-masing dan berinteraksi
secara damai dengan kebudayaan induk.

Adat

Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma,
kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah.
Apabila adat ini tidak dilaksanakan akan terjadi kerancuan yang menimbulkan
sanksi tak tertulis oleh masyarakat setempat terhadap pelaku yang dianggap
menyimpang.

Asal kata adat

Menurut Jalaluddin Tunsam (seorang yang berkebangsaan Arab yang tinggal di


Aceh dalam tulisannya pada tahun 1660). "Adat" berasal dari bahasa Arab ‫عادات‬,
bentuk jamak dari ‫( عاَد ة‬adah), yang berarti "cara", "kebiasaan".

Di Indonesia kata Adat baru digunakan pada sekitar akhir abad 19. Sebelumnya
kata ini hanya dikenal pada masyarakat Melayu setelah pertemuan budayanya
dengan agama Islam pada sekitar abad 15-an. Kata ini antara lain dapat dibaca
pada Undang-undang Negeri Melayu.

Hukum Adat
Pengantar Antropologi

Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di
Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok.
Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan
berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena
peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki
kemampuan menyesuaikan diri dan elastis.

Hukum Adat Di Indonesia

Dari 19 daerah lingkungan hukum (rechtskring) di Indonesia, sistem hukum adat


dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:

1. Hukum Adat mengenai tata negara


2. Hukum Adat mengenai warga (hukum pertalian sanak, hukum tanah, hukum
perhutangan).
3. Hukum Adat mengenai delik (hukum pidana).

Istilah Hukum Adat pertama kali diperkenalkan secara ilmiah oleh Prof. Dr. C
Snouck Hurgronje, Kemudian pada tahun 1893, Prof. Dr. C. Snouck Hurgronje
dalam bukunya yang berjudul "De Atjehers" menyebutkan istilah hukum adat
sebagai "adat recht" (bahasa Belanda) yaitu untuk memberi nama pada satu
sistem pengendalian sosial (social control) yang hidup dalam Masyarakat
Indonesia.

Istilah ini kemudian dikembangkan secara ilmiah oleh Cornelis van Vollenhoven
yang dikenal sebagai pakar Hukum Adat di Hindia Belanda (sebelum menjadi
Indonesia).

Pendapat lain terkait bentuk dari hukum adat, selain hukum tidak tertulis, ada
juga hukum tertulis. Hukum tertulis ini secara lebih detil terdiri dari hukum ada
yang tercatat (beschreven), seperti yang dituliskan oleh para penulis sarjana
hukum yang cukup terkenal di Indonesia, dan hukum adat yang
didokumentasikan (gedocumenteerch) seperti dokumentasi awig-awig di Bali.

Wilayah hukum adat di Indonesia

Menurut hukum adat, wilayah yang dikenal sebagai Indonesia sekarang ini dapat
dibagi menjadi beberapa lingkungan atau lingkaran adat (Adatrechtkringen).

Seorang pakar Belanda, Cornelis van Vollenhoven adalah yang pertama


mencanangkan gagasan seperti ini. Menurutnya daerah di Nusantara menurut
hukum adat bisa dibagi menjadi 23 lingkungan adat berikut:
Pengantar Antropologi

1. Aceh
2. Gayo dan Batak
3. Nias dan sekitarnya
4. Minangkabau
5. Mentawai
6. Sumatra Selatan
7. Enggano
8. Melayu
9. Bangka dan Belitung
10. Kalimantan (Dayak)
11. Sangihe-Talaud
12. Gorontalo
13. Toraja
14. Sulawesi Selatan (Bugis/Makassar)
15. Maluku Utara
16. Maluku Ambon
17. Maluku Tenggara
18. Papua
19. Nusa Tenggara dan Timor
20. Bali dan Lombok
21. Jawa dan Madura (Jawa Pesisiran)
22. Jawa Mataraman
23. Jawa Barat (Sunda)

Penegak hukum adat

Penegak hukum adat adalah pemuka adat sebagai pemimpin yang sangat
disegani dan besar pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat untuk
menjaga keutuhan hidup sejahtera.

Aneka Hukum Adat

Hukum Adat berbeda di tiap daerah karena pengaruh

1. Agama : Hindu, Budha, Islam, Kristen dan sebagainya. Misalnya : di Pulau Jawa
dan Bali dipengaruhi agama Hindu, Di Aceh dipengaruhi Agama Islam, Di Ambon
dan Maluku dipengaruhi agama Kristen.
2. Kerajaan seperti antara lain: Sriwijaya, Airlangga, Majapahit.
3. Masuknya bangsa-bangsa Arab, China, Eropa.

Pengakuan Adat oleh Hukum Formal

Mengenai persoalan penegak hukum adat Indonesia, ini memang sangat prinsipil
karena adat merupakan salah satu cermin bagi bangsa, adat merupkan identitas
bagi bangsa, dan identitas bagi tiap daerah. Dalam kasus sala satu adat suku
Nuaulu yang terletak di daerah Maluku Tengah, ini butuh kajian adat yang sangat
Pengantar Antropologi

mendetail lagi, persoalan kemudian adalah pada saat ritual adat suku tersebut,
dimana proses adat itu membutuhkan kepala manusia sebagai alat atau prangkat
proses ritual adat suku Nuaulu tersebut. Dalam penjatuhan pidana oleh sala satu
Hakim pada Perngadilan Negeri Masohi di Maluku Tengah, ini pada penjatuhan
hukuman mati, sementara dalam Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Nomor
4 tahun 2004. dalam Pasal 28 hakim harus melihat atau mempelajari kebiasaan
atau adat setempat dalam menjatuhan putusan pidana terhadap kasus yang
berkaitan dengan adat setempat.

Dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan dikarenakan tuntutan


masyarakat adat maka pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999
tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
Peraturan ini dimaksudkan untuk menyediakan pedoman dalam pengaturan dan
pengambilan kebijaksanaan operasional bidang pertanahan serta langkah-
langkah penyelesaian masalah yang menyangkut tanah ulayat.

Peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan


terhadap "hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat"
sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 UUPA. Kebijaksanaan tersebut
meliputi :

1. Penyamaan persepsi mengenai "hak ulayat" (Pasal 1)


2. Kriteria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari
masyarakat hukum adat (Pasal 2 dan 5).
3. Kewenangan masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayatnya (Pasal 3 dan 4)

Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum, dimana


diakui keberadaan hukum barat, hukum agama dan hukum adat. Dalam
prakteknya (deskritif) sebagian masyarakat masih menggunakan hukum adat
untuk mengelola ketertiban di lingkungannya.

Di tinjau secara preskripsi (dimana hukum adat dijadikan landasan dalam


menetapkan keputusan atau peraturan perundangan), secara resmi, diakui
keberadaaanya namun dibatasi dalam peranannya. Beberapa contoh terkait
adalah UU dibidang agraria No.5 / 1960 yang mengakui keberadaan hukum adat
dalam kepemilikan tanah.

Ekologi

Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan


lingkungannya dan yang lainnya. Berasal dari kata Yunani oikos ("habitat") dan
logos ("ilmu"). Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi
antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya.
Pengantar Antropologi

Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 - 1914).[1]
Dalam ekologi, makhluk hidup dipelajari sebagai kesatuan atau sistem dengan
lingkungannya.

Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai


komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara
lain suhu, air, kelembaban, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah
makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba.
Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk
hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling memengaruhi dan
merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan.

Ekologi merupakan cabang ilmu yang masih relatif baru, yang baru muncul pada
tahun 70-an.[2] Akan tetapi, ekologi mempunyai pengaruh yang besar terhadap
cabang biologinya. Ekologi mempelajari bagaimana makhluk hidup dapat
mempertahankan kehidupannya dengan mengadakan hubungan antar makhluk
hidup dan dengan benda tak hidup di dalam tempat hidupnya atau
lingkungannya.[2] Ekologi, biologi dan ilmu kehidupan lainnya saling melengkapi
dengan zoologi dan botani yang menggambarkan hal bahwa ekologi mencoba
memperkirakan, dan ekonomi energi yang menggambarkan kebanyakan rantai
makanan manusia dan tingkat tropik.

Para ahli ekologi mempelajari hal berikut[2]:

1. Perpindahan energi dan materi dari makhluk hidup yang satu ke makhluk hidup
yang lain ke dalam lingkungannya dan faktor-faktor yang menyebabkannya.
2. Perubahan populasi atau spesies pada waktu yang berbeda dalam faktor-faktor
yang menyebabkannya.
3. Terjadi hubungan antarspesies (interaksi antarspesies) makhluk hidup dan
hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.

Kini para ekolog(orang yang mempelajari ekologi)berfokus kepada Ekowilayah


bumi dan riset perubahan iklim.

Konsep Ekologi

Hubungan keterkaitan dan ketergantungan antara seluruh komponen ekosistem


harus dipertahankan dalam kondisi yang stabil dan seimbang (homeostatis)[2].
Perubahan terhadap salah satu komponen akan memengaruhi komponen
lainnya.[2] Homeostatis adalah kecenderungan sistem biologi untuk menahan
perubahan dan selalu berada dalam keseimbangan.[1] Ekosistem mampu
memelihara dan mengatur diri sendiri seperti halnya komponen penyusunnya
yaitu organisme dan populasi[1]. Dengan demikian, ekosistem dapat dianggap
suatu cibernetik di alam. Namun manusia cenderung mengganggu sistem
Pengantar Antropologi

pengendalian alamiah ini[1]. Ekosistem merupakan kumpulan dari bermacam-


macam dari alam tersebut, contoh heewan, tumbuhan, lingkungan, dan yang
terakhir manusia

Ekologi dalam politik

Ekologi menimbulkan banyak filsafat yang amat kuat dan pergerakan politik –
termasuk gerakan konservasi, kesehatan, lingkungan,dan ekologi yang kita kenal
sekarang. Saat semuanya digabungkan dengan gerakan perdamaian dan Enam
Asas, disebut gerakan hijau. Umumnya, mengambil kesehatan ekosistem yang
pertama pada daftar moral manusia dan prioritas politik, seperti jalan buat
mencapai kesehatan manusia dan keharmonisan sosial, dan ekonomi yang lebih
baik.

Orang yang memiliki kepercayaan-kepercayaan itu disebut ekolog politik.


Beberapa telah mengatur ke dalam Kelompok Hijau, namun ada benar-benar
ekolog politik dalam kebanyakan partai politik. Sangat sering mereka memakai
argumen dari ekologi buat melanjutkan kebijakan, khususnya kebijakan hutan
dan energi. Seringkali argumen-argumen itu bertentangan satu sama lain, seperti
banyak yang dilakukan akademisi juga.

Ekologi dalam ekonomi

Banyak ekolog menghubungkan ekologi dengan ekonomi manusia:

 Lynn Margulis mengatakan bahwa studi ekonomi bagaimana manusia membuat


kehidupan. Studi ekologi bagaimana tiap binatang lainnya membuat kehidupan.
 Mike Nickerson mengatakan bahwa "ekonomi tiga perlima ekologi" sejak
ekosistem menciptakan sumber dan membuang sampah, yang mana ekonomi
menganggap dilakukan "untuk bebas".

Ekonomi ekologi dan teori perkembangan manusia mencoba memisahkan


pertanyaan ekonomi dengan lainnya, namun susah. Banyak orang berpikir
ekonomi baru saja menjadi bagian ekologi, dan ekonomi mengabaikannya salah.
"Modal alam" ialah 1 contoh 1 teori yang menggabungkan 2 hal itu.

Ekologi dalam kacamata antropologi

Terkadang ekologi dibandingkan dengan antropologi, sebab keduanya


menggunakan banyak metode untuk mempelajari satu hal yang kita tak bisa
tinggal tanpa itu. Antropologi ialah tentang bagaimana tubuh dan pikiran kita
dipengaruhi lingkungan kita, ekologi ialah tentang bagaimana lingkungan kita
dipengaruhi tubuh dan pikiran kita. Beberapa orang berpikir mereka hanya
seorang ilmuwan, namun paradigma mekanistik bersikeras meletakkan subyek
Pengantar Antropologi

manusia dalam kontrol objek ekologi — masalah subyek-obyek. Namun dalam


psikologi evolusioner atau psikoneuroimunologi misalnya jelas jika kemampuan
manusia dan tantangan ekonomi berkembang bersama. Dengan baik ditetapkan
Antoine de Saint-Exupery: "Bumi mengajarkan kita lebih banyak tentang diri kita
daripada seluruh buku. Karena itu menolak kita. Manusia menemukan dirinya
sendiri saat ia membandingkan dirinya terhadap hambatan."

Beberapa Cabang Ilmu dari Ekologi

Karena sifatnya yang masih sangat luas, maka ekologi mempunyai beberapa
cabang ilmu yang lebih fokus, yaitu:

 Ekologi tingkah laku


 Ekologi komunitas dan sinekologi
 Ekofisiologi
 Ekologi ekosistem
 Ekologi evolusi
 Ekologi global
 Ekologi manusia
 Ekologi populasi

Ekologi budaya dan politik

Ekologi budaya muncul sebagai hasil kerja Carl Sauer pada geografi dan
pemikiran dalam antropologi. Ekologi budaya mempelajari bagaimana manusia
beradaptasi dengan lingkungan alamnya. Ilmu keberlanjutan (sustainability)
kemudian tumbuh dari tradisi ini. Ekologi poltik bangkit ketika beberapa
geografer menggunakan aspek geografi kritis untuk melihat hubungan kekuatan
alam dan bagaimana pengaruhnya terhadap manusia. Misalnya, studi yang
berpengaruh oleh Micahel Watts berpendapat bahwa kelaparan di Sahel
disebabkan oleh perubahan sistem politik dan ekonomi di wilayah itu sebagai
hasil dari kolonialisme dan menyebarnya praktek kapitalisme.

Etnografi

Etnografi (Yunani ἔθνος ethnos = rakyat dan γραφία graphia = tulisan) adalah
strategi penelitian ilmiah yang sering digunakan dalam ilmu sosial, terutama
dalam antropologi dan beberapa cabang sosiologi[1], juga dikenal sebagai bagian
dari ilmu sejarah yang mempelajari masyarakat, kelompok etnis dan formasi
etnis lainnya, etnogenesis, komposisi, perpindahan tempat tinggal, karakteristik
kesejahteraan sosial, juga budaya material dan spiritual mereka [2]. Etnografi
sering diterapkan untuk mengumpulkan data empiris tentang masyarakat dan
Pengantar Antropologi

budaya mansia. Pengumpulan data biasanya dilakukan melalui pengamatan


partisipan, wawancara, kuesioner, dll. Ilmu ini bertujuan untuk menjelaskan
keadaan masyarakat yang dipelajari (misalnya untuk menjelaskan seseorang,
sebuah ethnos) melalui tulisan.[3] Dalam biologi, jenis studi ini disebut "studi
lapangan" atau "laporan kasus", keduanya digunakan sebagai sinonim umum
untuk "etnografi".

Habitat

Habitat adalah tempat suatu makhluk hidup tinggal dan berkembang biak. Pada
dasarnya, habitat adalah lingkungan—paling tidak lingkungan fisiknya—di
sekeliling populasi suatu spesies yang memengaruhi dan dimanfaatkan oleh
spesies tersebut. Menurut Clements dan Shelford (1939), habitat adalah
lingkungan fisik yang ada di sekitar suatu spesies, atau populasi spesies, atau
kelompok spesies, atau komunitas.Dalam ilmu ekologi, bila pada suatu tempat
yang sama hidup berbagai kelompok spesies (mereka berbagi habitat yang sama)
maka habitat tersebut disebut sebagai biotop. Bioma adalah sekelompok
tumbuhan dan hewan yang tinggal di suatu habitat pada suatu lokasi geografis
tertentu.

Subkultur

Secara sosiologis, sebuah subkultur adalah sekelompok orang yang memiliki


perilaku dan kepercayaan yang berbeda dengan kebudayaan induk mereka.
subkultur dapat terjadi karena perbedaan usia anggotanya, ras, etnisitas, kelas
sosial, dan/atau gender, dan dapat pula terjadi karena perbedaan aesthetik, religi,
politik, dan seksual; atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut.

Anggota dari suatu subkultur biasanya menunjukan keanggotaan mereka dengan


gaya hidup atau simbol-simbol tertentu. Karenanya, studi subkultur seringkali
memasukan studi tentang simbolisme (pakaian, musik dan perilaku anggota sub
kebudayaan) —dan bagaimana simbol tersebut diinterpretasikan oleh kebudayaan
induknya— dalam pembelajarannya.

Jika suatu subkultur memiliki sifat yang bertentangan dengan kebudayaan induk,
subkultur tersebut dapat dikelompokan sebagai kebudayaan tandingan.

Anda mungkin juga menyukai