Anda di halaman 1dari 27

PROPOSAL SKRIPSI

PERLINDUNGAN KONSUMEN YANG DIRUGIKAN

DALAM JASA TITIP ONLINE MELALUI INSTAGRAM

Oleh :

RISA RIZKI SHARON

1900024104

Skripsi ini Disusun untuk Melengkapi

Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

2022
A. Judul Proposal

Perlindungan Konsumen yang Dirugikan dalam Jasa Titip Online Melalui

Instagram

B. Latar Belakang

Perkembangan teknologi saat ini terjadi begitu pesat dalam seluruh

aspek tatanan kehidupan masyarakat termasuk dalam kegiatan perdagangan.

Sebagai wujud dari kemajuan teknologi semakin hari semakin berkembang

pesat, Instagram sebuah aplikasi yang memungkinkan penggunanya untuk

berbagi foto dan video, penggunaan yang mudah membuat aplikasi instagram

banyak diminati berbagai kalangan, baik untuk berbagi informasi sehari-hari

maupun untuk bisnis. Pengguna internet di Indonesia semakin tahun semakin

bertambah, hal inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk

membuat toko online yang digunakan untuk menawarkan produk atau jasa

yang mereka tawarkan. Pelaku usaha yang melakukan bisnis online biasanya

menawarkan produknya melalui media sosial, salah satunya yang populer

yaitu media instagram. Aplikasi instagram merupakan aplikasi yang terdapat

dalam smartphone yang cara kerjanya adalah pengguna dapat mengupload

foto maupun video di aplikasi tersebut dan memposting atau membagikannya

kepada sesama pengguna instagram tersebut. Aplikasi instagram merupakan

aplikasi yang sangat laris bagi pengguna media sosial sekarang ini dengan

pengguna aktif sebanyak 200 juta pada saat peluncurannya di tahun 2014 dan

terus bertambah setiap tahunnya. Instagram adalah salah satu media sosial

yang paling populer untuk melakukan kegiatan bisnis dan pemasaran.


Meluasnya sistem belanja online memunculkan peluang bisnis baru yang

salah satunya oleh masyarakat dikenal sebagai jasa titip beli. Jasa titip

merupakan bisnis yang biasanya dilakukan oleh seseorang yang tengah

melakukan traveling, baik di dalam negeri maupun luar negeri, dan kemudian

membuka jasa pembelian barang-barang yang diinginkan oleh orang lain,

dalam artian konsumen (Indira Putri Mahesti, 2022: 3).

Jasa titip personal shopper merupakan bisnis yang sedang

berkembang pesat seiring dengan pemanfaatan media internet melalui

aplikasi media sosial yang saat ini berkembang, bahkan kehadiran lapak-

lapak online menjadi suatu industri yang menarik di Indonesia dalam

beberapa tahun terakhir. Usaha jasa titip ini berkembang dan merupakan

peluang bisnis yang cukup menarik, dimana usaha ini merupakan usaha yang

dilakukan oleh seseorang baik di dalam maupun luar negeri yang membuka

jasa pembelian barang yang diperlukan oleh konsumen. Bermodalkan

smartphone dan koneksi internet serta media sosial maka usaha jasa titip

berubah menjadi sektor usaha personal shopper yang memberikan

keuntungan yang besar di berbagai pasar online yang sudah ada. Masyarakat

cenderung lebih memilih berbelanja menggunakan media jasa titip, selain

bisa menghemat waktu dan tenaga masyarakat juga mendapatkan harga yang

relatif murah dan kualitas barang yang bagus (Muhammad Rifai, 2020: 61).

Jasa titip berperan sebagai pihak ketiga yang menghubungkan

konsumen dan penjual dengan tugas utama yaitu membeli produk yang

sebelumnya telah ditawarkan oleh jasa titip tersebut yang dipromosikan di


media sosial dengan menyertakan foto dari produk tersebut, dengan

memberikan keterangan berapa ongkos atau upah yang dipatok untuk

pembelian setiap barang oleh jasa titip tersebut. Salah satu resiko bagi

pengguna jasa titip atau orang yang memakai jasa titip yaitu ketidaksesuaian

barang, bahaya atas cacatnya produk yang diterima oleh pengguna jasa titip

online, dan seringnya terjadi penipuan, dikarenakan tidak adanya suatu

perjanjian tertulis antara si pengguna jasa titip dan pelaku jasa titip perihal

transaksi barang tersebut. Pengguna jasa titip hanya berkomunikasi dan

melihat barang yang ingin dibelinya melalui media sosial atau kontak pelaku

jasa titip secara online (Nur Wirajaya, 2020: 8).

Konsumen pengguna jasa titip biasanya menitipkan barang-barang

yang tidak ada di tempat tinggalnya atau negara tempat tinggalnya.

Contohnya, seseorang yang tinggal di kendari ingin membeli produk fashion

bermerek channel yang mana di kendari belum mempunyai outlet channel itu

sendiri dan outlet tersebut hanya berada di kota-kota besar seperti seperti

Jakarta, Bandung, Surabaya, dll. Atau misalnya untuk barang-barang yang

hanya terdapat di luar negeri seperti brand fashion supreme yang hanya ada di

beberapa negara besar seperti Amerika, Jepang, Perancis, Inggris ,Dll.

kemudian jika barang itu terdapat di Indonesia barang itu juga sangat mahal

dibanding ketika beli di store aslinya atau outlet resmi yang di bangun dari

brand itu sendiri, oleh karena itu sebagian besar penyedia jasa titip beli ini

berdomisili di kota-kota besar dan juga orang yang berdomisili di luar negeri
karena sedang menjalankan pendidikan atau pekerjaan (Alpheratz Uzhma

Fatria, 2022: 3).

Perdagangan pada intinya merupakan kegiatan yang berkaitan dengan

adanya transaksi barang maupun jasa di dalam negeri maupun di luar negeri

dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan, sesuai dengan Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan.

Apabila terdapat cacat produk pada saat barang sudah diterima oleh

konsumen dalam jasa titip beli secara online, maka pada umumnya resiko

tersebut harus ditanggung oleh penjual (seller). Kegiatan jasa titip dalam

praktik jual beli online tersebut tidak dilakukan secara langsung, maka

penjual memiliki tanggung jawab yang mutlak atas resiko yang timbul dari

barang yang cacat, dikarenakan hanya penjual yang mengetahui bagaimana

kualitas dan wujud barang tersebut. Sehingga wajib bagi penjual untuk

menerima resiko apabila konsumen dapat membuktikan bahwa terjadi cacat

produk pada saat produk tersebut sudah diterima oleh konsumen jasa

pengiriman/pengangkutan di dalam penggunaan jasa pengiriman terdapat

adanya kesepakatan maupun perjanjian baik dari pihak pengangkut maupun

pihak pengirim dan penerima. Perusahaan pengangkut barang wajib

bertanggung jawab atas adanya kerugian yang diderita oleh pengirim dan

penerima barang apabila terjadi kelalaian dalam melaksanakan pengangkutan.

Sehingga, apabila konsumen ingin mendapatkan kompensasi maupun ganti

rugi atas penerimaan barang yang cacat lewat pemesanan jasa titip beli secara

online dalam praktik jual beli online, maka konsumen harus bisa
membuktikan dari manakah berasal faktor kelalaian tersebut, apakah berasal

dari pihak penjual ataupun berasal dari pihak pengangkut (Marcelo Leonardo

Tuela, 2014: 56).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen Pasal 4 tentang hak dan kewajiban konsumen yang

tercantum dalam ayat 1 menyatakan konsumen memiliki hak untuk

mendapatkan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang atau jasa yang dibelinya serta ayat 8 konsumen

memiliki hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan juga

penggantian, apabila barang atau jasa yang diterima ataupun yang dikonsumsi

tidaklah sesuai dengan perjanjian atau juga tidak sebagaimana mestinya.

Pasal tersebut menjelaskan bahwasanya konsumen haruslah dijamin haknya

terhadap barang atau jasa yang mereka konsumsi oleh pelaku usaha tertera

dalam Pasal 19 Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999

Tentang Perlindungan konsumen yaitu :

1) Pelaku usaha mempunyai tanggung jawab untuk memberikan ganti rugi

atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat dari

mengkonsumsi barang atau jasa yang diperdagangkan.

2) Ganti rugi yang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bisa berupa

pengembalian uang konsumen atau penggantian barang atau jasa dengan

yang sejenis atau memiliki nilai yang setara, atau perawatan kesehatan

atau pemberian kompensasi yang sesuai dengan ketentuan Perundang-

undangan yang berlaku.


3) Pemberian ganti rugi biasanya diberikan dengan batas waktu 7 (tujuh)

hari setelah diberlakukannya transaksi.

4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

tidak menghapus adanya kemungkinan tuntutan pidana berdasarkan dari

pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak akan

berlaku apabila pelaku usaha ternyata dapat membuktikan bahwasanya

kesalahan tersebut merupakan kesalahan dari konsumen (Nur wirajaya,

2020: 9).

Hukum konsumen maupun hukum perlindungan konsumen

membicarakan hal yang sama, yaitu kepentingan hukum atau hak-hak

konsumen. Hukum perlindungan konsumen atau hukum konsumen dapat

diartikan sebagai keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hak-hak dan

kewajiban konsumen dan pelaku usaha yang timbul dalam usahanya untuk

memenuhi kebutuhannya. Upaya perlindungan konsumen di tanah air

didasarkan pada sejumlah asas dan tujuan yang telah diyakini bisa

memberikan arahan. Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tujuan perlindungan konsumen adalah

sebagai berikut:

1) Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri. implementasinya di tingkatan praktis. Dengan adanya

asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan konsumen memiliki

dasar pijakan yang benar-benar kuat.


2) Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang atau jasa.

3) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan

dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen

4) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk

mendapatkan informasi.

5) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusaha.

6) Meningkatkan kualitas barang atau jasa yang menjamin kelangsungan

usaha produksi barang dan atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan

dan keselamatan konsumen.

Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia menjadi

dasar dan kepastian hukum bagi masyarakat sebagai konsumen untuk

mendapatkan hak-haknya dengan penuh optimisme dan optimal (Abuyazid

Bustomi, 2018: 158).

Berdasarkan uraian pada paragraf sebelumnya maka penulis tertarik

mengkaji lebih dalam persoalan tersebut dengan melakukan penelitian

berjudul “PERLINDUNGAN KONSUMEN YANG DIRUGIKAN DALAM

JASA TITIP ONLINE MELALUI INSTAGRAM”.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka masalah-masalah yang akan dibahas

terkait dengan Perlindungan Konsumen Jasa Titip Online Melalui Instagram

sebagai berikut:

1. Bagaimana perlindungan konsumen jasa titip online melalui instagram ?

2. Bagaimana bentuk tanggung jawab pelaku usaha apabila konsumen

merasa adanya ketidaksesuaian barang jasa titip ?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dapat dirumuskan

tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan menganalisis :

1. Perlindungan konsumen jasa titip online melalui instagram.

2. Bentuk tanggung jawab pelaku usaha apabila konsumen merasa adanya

ketidaksesuaian barang jasa titip.

E. Manfaat Penelitian

1. Penulis

a. Memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana

Hukum (S1) di Universitas Ahmad Dahlan.

b. Menambah pengetahuan dan wawasan serta ilmu pengetahuan dalam

menerapkan ilmu pengetahuan yang penulis peroleh khususnya yang

berhubungan dengan Perlindungan Konsumen Jasa Titip Online

Melalui Instagram.

2. Universitas Ahmad Dahlan


Bahan referensi bagi mahasiswa Fakultas Hukum dan juga dapat

dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya sekaligus menyempurnakan

kekurangan yang terdapat di penelitian ini.

3. Masyarakat

Sumbangan pemikiran untuk perkembangan ilmu pengetahuan

dibidang ilmu hukum pada umumnya sekaligus memberikan pemahaman

yang lebih mendalam mengenai perlindungan hukum konsumen

terhadap jasa titip.

F. Tinjauan Pustaka

1. Penelitian Terdahulu

Penelitian pertama yang ditulis oleh Nur Wiraya, (2020) yang

berjudul “Perlindungan Hukum Konsumen Layanan Jasa Titip Online

Terhadap Cacat Barang Yang Diterima”. Skripsi ini membahas

perlindungan hukum atas cacat barang yang diterima setelah transaksi

terhadap pengguna jasa titip online. proses penggunaan e-commerce

kegiatan jual beli maupun pemasaran lebih efisien dimana penggunaan e-

commerce tersebut akan memperlihatkan adanya kemudahan

bertransaksi, pengurangan biaya dan mempercepat proses transaksi.

Kualitas transfer data juga menjadi lebih baik daripada menggunakan

proses manual. Pengguna internet di Indonesia semakin tahun semakin

bertambah, hal inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh pelaku usaha


untuk membuat toko online yang digunakan untuk menawarkan produk

atau jasa yang mereka tawarkan. Pelaku usaha yang melakukan bisnis

online biasanya menawarkan produknya melalui media sosial, salah

satunya yang populer yaitu instagram.

Penelitian kedua yang ditulis oleh Indira Putri Mahesti yang

berjudul “ Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Titip Online”.

Skripsi ini membahas mengenai perkembangan zaman membuat

masyarakat jadi lebih konsumtif dalam berbelanja. Sistem belanja online

yang dewasa ini banyak diminati oleh masyarakat adalah jasa titip online

dimana tugas dari jasa titip ini membelanjakan barang bagi konsumen

yang memesan barang lewat media sosial. terdapat pula permasalahan

dimana sering terjadi barang yang dipesan oleh konsumen terkadang

tidak sesuai dengan gambar. Transaksi yang dilakukan dalam jasa titip

beli secara online merupakan transaksi elektronik yang dapat

dipertanggung jawabkan. Transaksi jual beli online berupa jasa titip beli

secara online memiliki kontrak elektronik, dimana kontrak elektronik ini

berisikan identitas para pihak, objek dan spesifikasi, berisikan

persyaratan transaksi elektronik, dan lain sebagainya.

Penelitian ketiga yang ditulis oleh Alpheratz Uzhma Fatria yang

berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen yang melakukan

penggunaan jasa titip barang secara online”. Skripsi ini membahas

mengenai sistem belanja online menggunakan jasa titip online dimana

tugas dari jasa titip membelanjakan barang bagi konsumen yang


memesan barang lewat media sosial. terdapat pula permasalahan dimana

sering terjadi barang yang dipesan oleh konsumen terkadang tidak sesuai

dengan gambar. Melihat seringnya terjadi permasalahan tersebut maka

perlu adanya bentuk perlindungan hukum terhadap pengguna jasa titip

online apabila terjadi cacat produk, produk palsu, dan bentuk

pertanggungjawaban penjual pada barang dagangannya yang cacat

produk.

Beberapa penelitian tersebut memiliki tema yang sama dengan

penelitian yang penulis lakukan namun memiliki objek, subjek, dan

tempat penelitian yang berbeda. Adapun perbedaan dan persamaan yang

dilakukan penulis paparkan pada tabel berikut:

Tabel 1.1 Perbandingan Fokus Kajian Penelitian

No
Judul Perbedaan Persamaan
.

1. Perlindungan Perlindungan Perlindungan

Hukum Konsumen Hukum Konsumen Konsumen Jasa

Layanan Jasa Titip Jasa Titip Online titip Online

Online Terhadap Melalui Instagram

Cacat Barang Yang

Diterima

2. Perlindungan Perlindungan Perlindungan

Hukum Terhadap Hukum Konsumen Konsumen Jasa

Pengguna Jasa Jasa Titip Online titip Online


Titip Online Melalui Instagram

3. Perlindungan Perlindungan Perlindungan

Hukum Terhadap Hukum Konsumen Konsumen Jasa

Konsumen yang Jasa Titip Online titip Online

melakukan Melalui Instagram

penggunaan jasa

titip barang secara

online

2. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Konsumen

Perlindungan hukum merupakan pengayoman yang diberikan

kepada hak asasi manusia yang telah dirugikan oleh orang lain dan

perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat

menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata

lain yaitu perlindungan hukum adalah berbagai upaya yang harus

diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman,

damai baik secara pikiran maupun secara fisik dari gangguan dan

berbagai ancaman dari pihak manapun (Satjipto Rahardjo, 2000: 74).

Berdasarkan pendapat menurut para ahli mengenai perlindungan

hukum di Indonesia, yaitu :

a. Menurut Setiono perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya

untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh

penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk


mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan

manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia (2004: 3).

b. Menurut Muchsin perlindungan hukum adalah kegiatan untuk

melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau

kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam

menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antara sesama

manusia (2003: 14).

c. Menurut Satjipto Rahardjo perlindungan hukum adalah adanya

upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara

mengalokasikan suatu Hak Asasi Manusia dengan kekuasaan

kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut

(2003: 121).

Konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris-

Amerika) atau consument/konsument (Belanda). Konsumen secara

harfiah berarti setiap orang yang menggunakan barang. Menurut Pasal 1

angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen, Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1999, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa

yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan. Pengertian konsumen terdiri dari 3 pengertian (Susanti

Adi Nugroho, 2008:62) :


1) Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau

jasa yang digunakan untuk tujuan tertentu.

2) Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang

dan/atau jasa yang digunakan untuk diperdagangkan, komersial.

3) Konsumen akhir adalah setiap orang yang mendapatkan barang

dan/atau jasa yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup

pribadinya, keluarga, dan/atau rumah tangganya dan tidak untuk

diperdagangkan kembali.

Perlindungan Konsumen merupakan istilah yang dipakai untuk

menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen

dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya agar terhindar dari hal-

hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri. Perlindungan terhadap

konsumen pada masa globalisasi ini sangatlah penting karena dalam

hubungan yang dilakukan antara pelaku usaha dan konsumen, konsumen

memiliki posisi yang lebih lemah dibandingkan dengan pelaku usaha

yang memiliki posisi kuat (Abdul R.Saliman, 2011: 213).

Pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam Undang-

Undang Perlindungan Konsumen, yaitu pada Pasal 1 angka 1

menentukan “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang

menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan hukum

bagi konsumen”. Kepastian hukum itu meliputi segala upaya untuk

memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya

atas barang dan/atau jasa kebutuhannya serta mempertahankan atau


membela hak haknya apabila dirugikan oleh perilaku pelaku usaha

penyedia kebutuhan konsumen tersebut (Susanti Adi Nugroho, 2008: 4).

Barkatullah (dalam Norma Sari, 2017: 443) menyatakan bahwa

“Tujuan dari perlindungan konsumen bukan hanya semata-mata

ditujukan untuk kepentingan konsumen. Tujuan penyelenggaraan,

pengembangan dan pengaturan adalah untuk meningkatkan martabat dan

kesadaran konsumen, dan secara tidak langsung mendorong pelaku usaha

dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dengan penuh rasa tanggung

jawab”.

Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen, terdapat hak-hak konsumen,

yaitu:

a) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta

jaminan yang diajukan;

c) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa;

d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau

jasa yang digunakan;

e) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;


f) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;

g) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

h) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai

dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan Peraturan Perundang-

undangan lainnya.

Kerugian yang dialami konsumen akibat barang cacat diatur

dalam ketentuan Pasal 1367 KUHPerdata. Apabila seseorang

menimbulkan kerugian tersebut mirip perbuatan melawan hukum dan

kerugian itu ditimbulkan oleh benda tanpa perbuatan manusia maka,

pertanggungjawabannya terletak pada pihak yang mengawasi benda

tersebut serta bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerugian

yang terjadi. Konsumen yang merasa haknya dilanggar bisa mengadukan

dan memproses perkaranya secara hukum di Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen (Rusmawati, 2013: 9).

Transaksi melalui media sosial instagram sebagaimana mana

yang dikenal dengan istilah kontrak elektronik yaitu “Perjanjian para

pihak yang dibuat melalui sistem elektronik”. Sistem elektronik yang

menjadi media pembuatan kontrak yaitu serangkaian perangkat dan

prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan,

mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan,


mengirimkan dan/atau menyebarkan informasi elektronik. Perbedaan

kontrak elektronik dengan kontrak pada umumnya ialah kontrak

elektronik dibuat melalui sistem elektronik, sedangkan kontrak pada

umumnya dibuat tidak melalui sistem elektronik. Kontrak elektronik

merupakan kontrak tidak bernama yang pembuatannya diwujudkan

melalui perbuatan hukum berupa transaksi elektronik yang dilakukan

oleh para pihak. Apabila dicermati materi-materi dalam UUPK cukup

banyak mengatur perilaku pelaku usaha sehingga dapat dipahami bahwa

kerugian yang diderita konsumen barang atau jasa merupakan perilaku

licik pelaku usaha sehingga dalam hal ini perilaku tersebut harus

dikenakan sanksi yang setimpal hal tersebut sudah dijabarkan dalam

UUPK (Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen).

Kasus jasa titip pernah dialami oleh Inka Prastika seorang

mahasiswi fakultas hukum Universitas Ahmad Dahlan, Inka pernah

mengalami ketidaksesuaian barang ketika menggunakan jasa titip bekasi-

grobogan, setelah barang tersebut diterimanya ternyata baju yang

diperkirakan ukuran M adalah ukuran standar orang indonesia yang

berarti ukuran tersebut standar untuk tubuh orang Indonesia, namun

dalam hal ini ternyata baju ukuran M yang diterimanya adalah ukuran

internasional yang mana sangat oversize untuk ukuran orang Indonesia.

Hal inilah yang membuat Inka merasa kecewa dan terbatasnya informasi
yang diberikan pelaku jasa titip sehingga inka mengalami

ketidaksesuaian barang yang diterimanya (Inka Prastika, 2022).

Kasus serupa pernah dialami oleh Nopika Starina seorang

mahasiswi pariwisata yang sedang menempuh pendidikan di sekolah

tinggi ilmu pariwisata, nopika mengungkapkan bahwa dirinya pada saat

itu di kalimantan barat sekitar tahun 2019 memesan parfum the body

shop vanilla melalui jasa titip yang berada di Jakarta, sampai akhirnya

parfum tersebut datang di kalimantan barat namun tidak sesuai dengan

wangi yang sama pada saat pertama kali berkunjung di Jakarta dan

membeli parfum tersebut. Kemudian, nopika melakukan komplain

kepada jasa titip tersebut namun, jasa titip tersebut tetap mengatakan

bahwa parfum tersebut original dan asli dibuktikan dengan barcode.

Nopika menduga bahwa parfum tersebut tidak lulus quick response

berbentuk seperti barcode tetapi dengan tampilan lebih ringkas (Nopika

SG, 2022).

Kasus penipuan jasa titip barang elektronik juga banyak memakan

korban yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Kasus penipuan

tersebut pertama kali mencuat dari unggahan akun instagram

@korbanpenipuantita. Para korban kasus penipuan jasa titip barang

elektronik tersebut kebanyakan ibu rumah tangga yang ingin

mendapatkan penghasilan dari penjualan mereka. Namun, para korban

dari berbagai negara malah merugi hingga puluhan miliar. Salah satu

korban penipuan jasa titip barang elektronik merugi hingga sebesar 1,8
miliar rupiah yang terdiri dari 370 unit airfryer, 1.600 unit chopper, dan

1.400 unit rice cooker. Barang-barang tersebut merupakan pesanan dari

para

reseller

untuk

kembali

mereka

jual.

Hingga

saat ini

pelaku

tersebut

sudah

ditetapkan

dalam daftar pencarian orang DPO (Muhammad Isa Bustomi, 2022).


Gambar 1.1 akun penipuan di instagram yang dibuat oleh para korban.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis ini adalah metode kajian

pustaka. Penelitian kajian pustaka merupakan sejumlah metode dengan

mengumpulkan data dan informasi ilmiah, berupa teori-teori, metode atau

pendekatan yang pernah berkembang dan telah didokumentasikan dalam

buku, jurnal, naskah, catatan, rekaman sejarah, dokumen-dokumen dan lain

lain yang terdapat di perpustakaan (Pohan, 2012: 81).

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini

adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan normatif empiris.

Penelitian hukum normatif empiris merupakan penelitian hukum

mengenai penggunaan unsur-unsur hukum normatif yang kemudian

didukung serta ditambahkan dengan data atau unsur empiris, dalam

penelitian normatif empiris ini juga tentang implementasi ketentuan

hukum normatif (Undang-Undang) dalam tindakannya disetiap peristiwa

hukum tertentu yang terjadi di lingkungan masyarakat (Soemitro, 2010:

154). Pendekatan hukum normatif empiris bertujuan memperoleh


pengetahuan secara empiris melalui terjun langsung ke objeknya yaitu

mengetahui bagaimana perlindungan konsumen yang dirugikan dalam

jasa titip online melalui instagram.

2. Sumber Data

Sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder. Penelitian

ini menggunakan data primer dan data sekunder :

a. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek

penelitian, peneliti memperoleh data atau informasi langsung dengan

menggunakan instrumen-instrumen yang telah ditetapkan. Data

primer dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan-

pertanyaan penelitian. Data primer dianggap lebih akurat, karena

data ini disajikan secara terperinci (Indriantoro Supomo, 2010: 79).

Penelitian ini jawaban data primer diperoleh dari hasil wawancara

dari konsumen jasa titip online yakni mahasiswi Universitas Ahmad

Dahlan atas nama Inka Prastika dan mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu

Pariwisata atas nama Nopika Starina.

b. Data sekunder yaitu bahan hukum yang diperoleh dari buku, jurnal,

hasil penelitian dan kegiatan ilmiah lainnya. Sumber data dalam

penelitian ini diperoleh secara tidak langsung atau data yang

dikumpulkan oleh peneliti dari sumber-sumber yang telah ada, data

ini digunakan untuk mendukung informasi primer yang telah

diperoleh yaitu dari bahan pustaka, literatur, penelitian terdahulu,

buku dan lain sebagainya (Hasan, 2002: 58).


1) Bahan Hukum Primer merupakan bahan hukum yang terdiri atas

peraturan perundang-undangan yang terkait dengan

permasalahan yang akan ditulis, yaitu:

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

1945;

b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen;

c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;

d) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2) Bahan Hukum Sekunder yakni bahan hukum untuk memberikan

penjelasan lebih lanjut mengenai bahan hukum primer yang

sudah tersedia, yaitu:

a) Buku-buku

b) Jurnal

c) Skripsi

d) Tesis

e) Hasil penelitian

f) Pendapat hukum (Doktrin)

g) Internet

3) Bahan Hukum Tersier, yaitu pelengkap yang sifatnya

memberikan petunjuk terhadap bahan hukum yang menjelaskan


bahwa bahan hukum primer dan sekunder dikategorikan sebagai

bahan-bahan non hukum, seperti :

a) Kamus Besar Bahasa Indonesia.

b) Kamus Hukum.

c) Kamus Bahasa Inggris.

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan

informasi yang dibutuhkan dalam suatu penelitian. Metode pengumpulan

data dalam penelitian ini dilakukan dengan berbagai cara berikut:

1) Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan proses

wawancara. Wawancara yang dilakukan baik dengan terstruktur

maupun tidak terstruktur dengan menyiapkan pertanyaan yang sesuai

dengan permasalahan maupun pertanyaan yang sesuai dengan alur

pembicaraan (Sugiyono, 2011: 137). Semua data yang telah

dikumpulkan disusun secara sistematis agar mempermudah proses

analisis.

2) Metode pengumpulan data sekunder dalam hal ini penulis

melakukan studi dokumen (library research) atau studi kepustakaan

dengan cara mengumpulkan serta mempelajari, membaca, dan

menelaah data yang terdapat di peraturan perundang-undangan,

tulisan hukum dengan tema serupa yang memiliki permasalahan

yang akan diteliti serta berbagai sumber bacaan referensi seperti


buku, jurnal, dan laporan penelitian (Suharsimi Arikunto, 2006:

158).

4. Analisis Data

Data yang telah terkumpul dianalisis dengan cara deskriptif

kualitatif yaitu data diperoleh disajikan secara deskriptif dan dianalisis

secara kualitatif, kemudian data penelitian diklasifikasikan sesuai dengan

permasalahan peneliti. Hasil klasifikasi data selanjutnya disistematiskan

dan dianalisis untuk dijadikan dasar dalam mengambil kesimpulan secara

deduktif. Penalaran deduktif merupakan jenis penarikan kesimpulan yang

dilakukan bertolak dari hal yang umum ke hal yang khusus atau

penyimpulan konklusinya dimaksudkan sebagai penegasan atas apa yang

telah tersirat sebelumnya (Afandi, 2016: 12).

Daftar Pustaka

Buku
Abdul Halim Barkatullah. (2010). Hak-Hak Konsumen. Bandung: Nusa Media.

Adrian, S. (2008). Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan


Konsumen. Bogor: Ghalia Indonesia.

Ahmad Miru. (2013). Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di


Indonesia. Jakarta: Cet.2, Rajawali Press.

Ahmadi, M. (2004). Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Raja Grafindo


Persada.
Atmadja, I. D. & Budiartha, I. (2018). Teori-Teori Hukum. Malang: PT. Citra
Intrans Selaras.

Indriantoro, Nur. & Bambang Supomo. (2002). Metodologi Penelitian Bisnis.


Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Janus, S. (2010). Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: Citra


Aditya Bakti.

Nasution, Az. (2011). Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Diadit Media.

Praditya. (2008). Penyelesaian Sengketa Konsumen. Jakarta: Garuda.

Soerjono, S. (2007). Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: PT. RajaGrafindo


Persada.

Susanto, Happy. (2008). Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan. Jakarta :


Transmedia Pustaka.

Sutedi, A. (2008). Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan


Konsumen. Bogor: Ghalia Indonesia.

Jurnal
Abuyazid Bustomi. (2018). Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Kerugian
Konsumen”. Jurnal Ilmu Hukum Vol 16 (2).

Alpheratz Uzhma, F. (2022). Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang


Melakukan Penggunaan Jasa Titip Barang Secara Online. Jurnal Ilmu
Hukum, No 2 (3).

Ambar, W. & Nani, I. (2014). E-Commerce dalam Perspektif Perlindungan


Konsumen. Jurnal Ekonomi & Bisnis. Vol. 1 (2).

Atika, R. & Madani, M. (2013). Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap


Jual Beli Online Melalui E-Commerce atas ketidaksesuaian Barang yang
diterima. Jurnal Ilmu Hukum. Vol. 7 (2).

Fathanudien & Anthon. (2015). Pertanggungjawaban Terhadap Konsumen Atas


Iklan-Iklan Yang Menyesatkan Di Era Globalisasi. Unifikasi Jurnal Ilmu
Hukum. Vol. 8 (2).

Jamal, T. F., & Priyana, P. (2021). Perlindungan Konsumen Pengguna Investasi


Ilegal Vtube Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan. Wajah Hukum. Vol. 5 (1).
Heru, S. & Shabur, M. (2015). Implementasi E-Commerce Sebagai Media
Penjualan Online. Jurnal Administrasi Bisnis. Vol. 29 (1).

I Nyoman. (2022). Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat Cacat


Produk Pada Saat Produksi Ditinjau Dari Undang-Undang No.8 Tahun
1999. Jurnal Interpretasi Hukum Vol. 3, No. 1.

Indira, P. & I gusti. (2022). Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Titip
Online. Kertha Negara : Jurnal Ilmu Hukum Vol 7 No.10.

Norma Sari. (2017). Analisis Dampak Perjanjian Trans Pacific Partnership (TPP)
Terhadap Perlindungan Konsumen Obat Di Indonesia.” Prosiding
Konferensi Nasional Kewarganegaraan III P-ISSN 2598:597.

Rusmawati, D. (2013). Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Transaksi E-


Commerce. Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 7 (2).

Peraturan Perundang-Undangan
Undang–Undang Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan


Konsumen.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi


dan Transaksi Elektronik

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Skripsi dan Disertasi


Nur Wijaya. (2020). Perlindungan Hukum Konsumen Layanan Jasa Titip Online
Terhadap Cacat Barang yang Diterima. (Skripsi, Universitas Sriwijaya,
Palembang, Indonesia).

Website
Muhammad Isa Bustomi. Kasus penipuan jasa titip diungkap. Diakses pada 14
Juli 2022 dari
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/07/14/18214321/viral-kasus-
penipuan-jastip-diungkap-di-akun-korbanpenipuantita-ini?page=all

Anda mungkin juga menyukai