2a - Kelompok 7 (MPBW Dipesisir)
2a - Kelompok 7 (MPBW Dipesisir)
A. PENGERTIAN
1. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah
Manajemen penyakit berbasis wilayah (MPBW) mencakup upaya
pengendalian kasus penyakit disuatu wilayah tertentu bersama pengendalian
berbagai faktor risiko yang dilakukan secara terintegrasi. Upaya tersebut dapat
dilakukan secara prospektif dan retrospektif. Upaya prospektif mengutamakan
pengendalian faktr risiko penyakit terintegrasi dengan upaya pencarian dan
penatalaksanaan kasus penyakit tersebut. Upaya retrospektif mengutamakan
penatalaksanaan penyakit tertentu terlebih dahulu yang terintegrasi dengan
pengendalian faktor risiko penyakit tersebut atau direncakan secara serentak. Hal
tersebut ditandai dengan perencanaan dan alokasi sumber daya yang juga
dilakukan secara terintegrasi. (Achmadi, 2009)
Faktor risiko penyakit pada dasarnya adalah semua faktor yang berperan
dalam kejadian suatu penyakit di tingkat individu dan tingkat masyarakat. Berbagai
variabel lingkungan dan penduduk yang mencakup perilaku hidup sehat merupakan
faktor risiko utama penyakit. Dengan demikian, penyehatan lingkungan dan
pemberdayaan masyarakat merupakan upaya utama pengendalian berbagai faktor
risiko penyakit di dalam satu wilayah tertentu. Dalam suatu wilayah, MPBW harus
dirancang berdasarkan eviden yang dikumpulkan secara periodik, sistematik dan
terencana dan dilaksanakan oleh ”tim terpadu” kesehatan. Bagaikan suatu orkestra,
tim terpadu tersebut disatu pihak terdiri dari kumpulan pemain yang mahir
memainkan alat musik, dilain pihak tim tersebut memiliki kesamaan visi berupa
lagu yang sama dalam satu kesatuan orkestra. Tim tersebut bisa merupakan
pimpinan dan/atau staf dinas kesehatan yang bermitra dengan para dokter di rumah
sakit, seluruh staf kesehatan di puskesmas, LSM bidang kesehatan, dinas-dinas non
kesehatan dalam lingkungan pemda, serta masyarakat.
Dengan demikian, MPBW merupakan kerja sama yang harmonis antara para
dokter di unit pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit dan petugas
kesehatan masyarakat. Dalam menghadapi penyakit yang sama, kedua kelompok
tersebut harus menyamakan visi dan persepsi, penyakit yang dianggap prioritas
adalah penyakit yang ada atau endemik di suatu wilayah tertentu. Pelaksana
manajemen tidak harus kepala dinas kesehatan, dokter di rumah sakit dan petugas
Klinik Sanitasi di puskesmas, merupakan bagian dari orkestra yang harus
mempunyai visi yang sama, serta berpikir dan bertindak mengendalikan penyakit
tertentu dalam satu wilayah.
2. Wilayah Pesisir
Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara darat dan laut yang
bagian lautnya masih dipengaruhi oleh aktivitas daratan, seperti sedimentasi dan
aliran air tawar, dan bagian daratannya masih dipengaruhi oleh aktivitas lautan
seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin (Ketchum, 1972).
GESAMP1 (2001) mendefinisikan wilayah pesisir sebagai wilayah daratan
dan perairan yang dipengaruhi oleh proses biologis dan fisik dari perairan laut
maupun dari daratan, dan didefinisikan secara luas untuk kepentingan pengelolaan
sumber daya alam. Sehingga deliniasi wilayah pesisir ini dapat berbeda tergantung
dari aspek administratif, ekologis, dan perencanaan.
Definisi wilayah pesisir seperti yang sudah dijelaskan memberikan suatu
pengertian bahwa ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan
mempunyai kekayaan habitat yang tinggi dan beragam, serta saling berinteraksi
antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga
merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Lebih
lanjut, umumnya kegiatan pembangunan, secara langsung maupun tidak langsung,
dapat berdampak buruk bagi ekosistem pesisir. Karakteristik umum wilayah laut
dan pesisir adalah sebagai berikut.
a. Pesisir merupakan kawasan yang strategis karena memiliki topografi yang
relatif mudah dikembangkan dan memiliki akses yang sangat baik (dengan
memanfaatkan laut sebagai “prasarana” pergerakan).
b. Pesisir merupakan kawasan yang kaya akan sumber daya alam, baik yang
terdapat di ruang daratan maupun ruang lautan, yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan manusia.
B. PENYAKIT DI WILAYAH PESISIR
1. Malaria
Malaria merupakan penyakit umum terjadi di daerah pesisir. Wilayah pesisir
pantai memiliki potensi yang sangat besar menjadi tempat perindukan yang sangat
sesuai dengan bionomik vector malaria. Malaria merupakan penyakit endemis atau
hiperendemis yang tersebar diseluruh dunia, terutama pada daerah tropis maupun
subtropic.
Swellengrebel pada tahun 1900an melakukan studi di Kawasan pantai utara
Surabaya dan diperoleh hasil dari 740 nyamuk dari spesies nyamuk yang
berkembang di air payau, terdapat 69 yang terinfeksi malaria. Sedangkan 634
spesies nyamuk yang berkembang di air tawar hanya terdapat 3 nyamuk yang
teridentifikasi terinfeksi malaria. Hal tersebut mengindikasikan bahwa habitat yang
sesuai dengan bionomic vector malaria adalah di air payau. Beberapa penelitian
terkait menyebutkan nyamuk yang memiliki potensi terbesar menjadi vector
penularan penyakit malaria adalah nyamuk Anopheles sundaicus.
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang
penularannya melalui gigitan nyamuk dengan kandungan penyebab penyakit
tersebut. Seseorang yang mengidap gangguan ini akan mengalami gejala berupa
demam, menggigil, hingga berkeringat yang terjadi setelah parasit menginfeksi
tubuh. Nyamuk penyebab malaria ini biasanya akan menggigit seseorang pada
waktu petang hingga subuh. Gejala dari penyakit ini dapat berkembang paling
cepat setelah enam hari hingga beberapa bulan setelah gigitan tersebut terjadi.
Penting untuk mendapatkan pengobatan dini agar tidak menyebabkan beberapa
komplikasi yang fatal, seperti anemia, gagal ginjal, hingga koma.
Maka dari itu, penting untuk mengetahui beberapa daerah yang masih dalam
zona merah dari malaria. Salah satu daerah rawan malaria tersebut adalah wilayah
timur Indonesia. Semua orang yang berkunjung ke daerah tersebut penting untuk
selalu waspada terhadap penyakit yang disebabkan oleh gigitan dari nyamuk
Anopheles betina tersebut.
b. Akses
Akses dapat mempengaruhi frekuensi kunjungan ditempat pelayanan
kesehatan, makin dekat jarak tempat tinggal dengan pusat pelayanan kesehatan
makin besar jumlah kunjungan di pusat pelayanan tersebut, begitu pula
sebaliknya, makin jauh jarak tempat tinggal dengan pusat pelayanan kesehatan
makin kecil pula jumlah kunjungan di pusat pelayanan kesehatan tersebut.
Akses masyarakat atau transportasi masyarakat Pesisir ke lokasi
pelayanan kesehatan sangat mempengaruhi pemanfaatan atau tidak
dimanfaatkannya pelayanan kesehatan terutama Puskesmas. Pelayanan
kesehatan yang lokasinya terlalu jauh dari tempat tinggal baik jarak secara fisik
maupun secara finansial tentu tidak mudah dicapai. Dengan demikian akses baik
berupa jarak maupun transportasi yang di butuhkan dari tempat tinggal ke pusat
pelayanan kesehatan sangat mempengaruhi tingkat permintaan pelayanan
kesehatan dan jika akses serta sulitnya transportasi dari tempat tinggal yang jauh
dari unit pelayanan kesehatan maka semakin besar untuk tidak memanfaatkan
pelayanan kesehatan. (Karman, 2016).
c. Kepercayaan
Kepercayaan masyarakat Pesisir terhadap mantra yang dibuat oleh dukun
mempunyai kekuatan tersendiri dalam penyembuhan penyakit. Masyarakat
Pesisir masih percaya akan hal-hal mistis seperti penyakit yang datang dari roh-
roh makhluk halus sehingga upaya yang dilakukan dalam menyembuhkan
penyakit tersebut adalah melakukan pengobatan dengan menggunakan dukun.
Mereka yakin bahwa dukun mampu menyembuhkan penyakit tersebut dengan
mantra atau ramuan-ramuan tertentu, sementara untuk sarana kesehatan berupa
Puskesmas mereka tidak percaya akan mampu menyembuhkan penyakit yang
disebabkan oleh makhluk halus tersebut. (Saptaputra, Syawal. 2016).
Achmadi UF. Manajemen penyakit berbasis wilayah. Jakarta: UI Press; 2008. Fikriani,
Afifah. 2015. Pembangunan Kesehatan Masyarakat di Wilayah Pesisir Pantai.
Scribd.com:1-2
Dr. Yonvitner, S.Pi, M.Si. Handoko Adi Susanto, S.Pi., M.Sc., D.Sc. Dr. Ernik
Yuliana, S.Pi., M.T. Pengertian, Potensi, dan Karakteristik Wilayah Pesisir. Modul
Lautetu, L. M., Kumurur, V. A., & Warouw, F. (2019). Karakteristik permukiman
masyarakat pada kawasan pesisir Kecamatan Bunaken. Spasial, 6(1), 126-136.
Dyah Wulan S.R.Wardani, N. A. (2016). Hubungan Antara Faktor Individu dan Faktor
Lingkungandengan Kejadian Malaria. Majority, 5(1), 86–91.
https://doi.org/https://juke.kedokteran.uni la.ac.id/index.php/majority/article/view/9
86
Mustafa. (2018). Penggunaan Kelambu Berinsektisida dan Kawat Kasa Dengan
Kejadian Malaria di Kelurahan Sangaji. Media Publikasi Promosi Kesehatan
Indonesia, 1(3), 93–98