Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

“MANAJEMEN PENYAKIT BERBASIS WILAYAH (MPBW) DI PESISIR”

Disusun Oleh : Kelompok 7 (Tingkat 2A)


Anggota Kelompok :
1. Aisyah Putri Nabila 4. Madu Sarah Fadhilah
2. Bintan Bariqna 5. Rangga Pranata
3. Cita Retno Wulandari 6. Reza Pricilla Pramaditha

Dosen Pembimbing : Lissa Ervina,S.Kep.,MKM

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU


PROGRAM STUDI PROMOSI KESEHATAN
PROGRAM SARJANA TERAPAN
TAHUN AJARAN 2022/2023
MANAJEMEN PENYAKIT BERBASIS WILAYAH DI PESISIR

A. PENGERTIAN
1. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah
Manajemen penyakit berbasis wilayah (MPBW) mencakup upaya
pengendalian kasus penyakit disuatu wilayah tertentu bersama pengendalian
berbagai faktor risiko yang dilakukan secara terintegrasi. Upaya tersebut dapat
dilakukan secara prospektif dan retrospektif. Upaya prospektif mengutamakan
pengendalian faktr risiko penyakit terintegrasi dengan upaya pencarian dan
penatalaksanaan kasus penyakit tersebut. Upaya retrospektif mengutamakan
penatalaksanaan penyakit tertentu terlebih dahulu yang terintegrasi dengan
pengendalian faktor risiko penyakit tersebut atau direncakan secara serentak. Hal
tersebut ditandai dengan perencanaan dan alokasi sumber daya yang juga
dilakukan secara terintegrasi. (Achmadi, 2009)
Faktor risiko penyakit pada dasarnya adalah semua faktor yang berperan
dalam kejadian suatu penyakit di tingkat individu dan tingkat masyarakat. Berbagai
variabel lingkungan dan penduduk yang mencakup perilaku hidup sehat merupakan
faktor risiko utama penyakit. Dengan demikian, penyehatan lingkungan dan
pemberdayaan masyarakat merupakan upaya utama pengendalian berbagai faktor
risiko penyakit di dalam satu wilayah tertentu. Dalam suatu wilayah, MPBW harus
dirancang berdasarkan eviden yang dikumpulkan secara periodik, sistematik dan
terencana dan dilaksanakan oleh ”tim terpadu” kesehatan. Bagaikan suatu orkestra,
tim terpadu tersebut disatu pihak terdiri dari kumpulan pemain yang mahir
memainkan alat musik, dilain pihak tim tersebut memiliki kesamaan visi berupa
lagu yang sama dalam satu kesatuan orkestra. Tim tersebut bisa merupakan
pimpinan dan/atau staf dinas kesehatan yang bermitra dengan para dokter di rumah
sakit, seluruh staf kesehatan di puskesmas, LSM bidang kesehatan, dinas-dinas non
kesehatan dalam lingkungan pemda, serta masyarakat.
Dengan demikian, MPBW merupakan kerja sama yang harmonis antara para
dokter di unit pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit dan petugas
kesehatan masyarakat. Dalam menghadapi penyakit yang sama, kedua kelompok
tersebut harus menyamakan visi dan persepsi, penyakit yang dianggap prioritas
adalah penyakit yang ada atau endemik di suatu wilayah tertentu. Pelaksana
manajemen tidak harus kepala dinas kesehatan, dokter di rumah sakit dan petugas
Klinik Sanitasi di puskesmas, merupakan bagian dari orkestra yang harus
mempunyai visi yang sama, serta berpikir dan bertindak mengendalikan penyakit
tertentu dalam satu wilayah.

2. Wilayah Pesisir
Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara darat dan laut yang
bagian lautnya masih dipengaruhi oleh aktivitas daratan, seperti sedimentasi dan
aliran air tawar, dan bagian daratannya masih dipengaruhi oleh aktivitas lautan
seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin (Ketchum, 1972).
GESAMP1 (2001) mendefinisikan wilayah pesisir sebagai wilayah daratan
dan perairan yang dipengaruhi oleh proses biologis dan fisik dari perairan laut
maupun dari daratan, dan didefinisikan secara luas untuk kepentingan pengelolaan
sumber daya alam. Sehingga deliniasi wilayah pesisir ini dapat berbeda tergantung
dari aspek administratif, ekologis, dan perencanaan.
Definisi wilayah pesisir seperti yang sudah dijelaskan memberikan suatu
pengertian bahwa ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan
mempunyai kekayaan habitat yang tinggi dan beragam, serta saling berinteraksi
antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga
merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Lebih
lanjut, umumnya kegiatan pembangunan, secara langsung maupun tidak langsung,
dapat berdampak buruk bagi ekosistem pesisir. Karakteristik umum wilayah laut
dan pesisir adalah sebagai berikut.
a. Pesisir merupakan kawasan yang strategis karena memiliki topografi yang
relatif mudah dikembangkan dan memiliki akses yang sangat baik (dengan
memanfaatkan laut sebagai “prasarana” pergerakan).
b. Pesisir merupakan kawasan yang kaya akan sumber daya alam, baik yang
terdapat di ruang daratan maupun ruang lautan, yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan manusia.
B. PENYAKIT DI WILAYAH PESISIR
1. Malaria
Malaria merupakan penyakit umum terjadi di daerah pesisir. Wilayah pesisir
pantai memiliki potensi yang sangat besar menjadi tempat perindukan yang sangat
sesuai dengan bionomik vector malaria. Malaria merupakan penyakit endemis atau
hiperendemis yang tersebar diseluruh dunia, terutama pada daerah tropis maupun
subtropic.
Swellengrebel pada tahun 1900an melakukan studi di Kawasan pantai utara
Surabaya dan diperoleh hasil dari 740 nyamuk dari spesies nyamuk yang
berkembang di air payau, terdapat 69 yang terinfeksi malaria. Sedangkan 634
spesies nyamuk yang berkembang di air tawar hanya terdapat 3 nyamuk yang
teridentifikasi terinfeksi malaria. Hal tersebut mengindikasikan bahwa habitat yang
sesuai dengan bionomic vector malaria adalah di air payau. Beberapa penelitian
terkait menyebutkan nyamuk yang memiliki potensi terbesar menjadi vector
penularan penyakit malaria adalah nyamuk Anopheles sundaicus.
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang
penularannya melalui gigitan nyamuk dengan kandungan penyebab penyakit
tersebut. Seseorang yang mengidap gangguan ini akan mengalami gejala berupa
demam, menggigil, hingga berkeringat yang terjadi setelah parasit menginfeksi
tubuh. Nyamuk penyebab malaria ini biasanya akan menggigit seseorang pada
waktu petang hingga subuh. Gejala dari penyakit ini dapat berkembang paling
cepat setelah enam hari hingga beberapa bulan setelah gigitan tersebut terjadi.
Penting untuk mendapatkan pengobatan dini agar tidak menyebabkan beberapa
komplikasi yang fatal, seperti anemia, gagal ginjal, hingga koma.
Maka dari itu, penting untuk mengetahui beberapa daerah yang masih dalam
zona merah dari malaria. Salah satu daerah rawan malaria tersebut adalah wilayah
timur Indonesia. Semua orang yang berkunjung ke daerah tersebut penting untuk
selalu waspada terhadap penyakit yang disebabkan oleh gigitan dari nyamuk
Anopheles betina tersebut.

2. Identifikasi Masyarakat Pesisir Mengenai Penyakit Malaria


a. Konstruksi rumah dalam bentuk dinding rumah dengan komposisi dinding
rumah berbahan kayu dan bambu memiliki risiko lebih tinggi terinfeksi malaria
dibandingkan konstruksi rumah dengan dinding rumah yang terbuat dari batu
bata. Rumah dengan dinding yang terbuka misalnya dinding rumah yang
menggunakan kayu, bambu ataupun dinding rumah batu memiliki celah untuk
nyamuk keluar masuk yang memperbesar risiko pemilik rumah terkena penyakit
malaria (Hakim, 2016)
b. Mayoritas masyarakat di daerah pesisir ini memiliki pekerjaan yang
mengharuskan bekerja dari pagi hingga sore, sehingga waktu di malam hari
dimanfaatkan untuk berkumpul bersama keluarga di sekitar rumah ataupun
berkumpul dengan tetangga. Aktivitas untuk keluar rumah pada malam hari
akan sangat berisiko mendapatkan gigitan nyamuk Anopheles Sp. karena
masyarakat keluar rumah pada malam hari umumnya tidak menggunakan
repellent padahal repellent menjadi salah satu solusi untuk masyarakat yang
ingin beraktivitas pada malah hari jika berada di daerah endemis malaria
c. Penduduk yang memiliki rumah dengan ventilasi yang tidak memasang kawat
kasa akan mempunyai risiko kejadian malaria dibandingkan rumah yang
memasang kasa pada ventilasi.
d. Masih banyak orang yang tinggal berdekatan dengan kebun, rawa, dan
pepohonan yang dapat menjadi sarang nyamuk. Hal tersebut dapat
meningkatkan risiko dari malaria yang melalui gigitan nyamuk.
e. Selain itu, faktor udara yang lebih panas saat malam hari juga dapat
memengaruhi risiko tersebut. Faktanya, warga di daerah tersebut enggan
menggunakan kelambu yang dapat mencegah nyamuk menggigit karena akan
menghalangi angin agar tidur lebih nyenyak. Padahal, kelambu mempunyai
kandungan insektisida yang dapat membunuh nyamuk saat tersangkut jaringnya

3. Pelayanan Kesehatan Di Wilayah Pesisir


Kegiatan pelayanan kesehatan yang dapat ditemukan di wilayah pesisir yaitu
berupa Puskesmas. Puskesmas merupakan organisasi yang bergerak di bidang
pelayanan jasa kesehatan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan mutu
sumber daya manusia, harapan hidup, kesejahteraan keluarga dan masyarakat, serta
mempertinggi derajat kesehatan masyarakat akan pentingnya hidup sehat. Selain
itu, pelayanan kesehatan lainnya ialah kegiatan Posyandu (Rusdin, Megawati.
2015).
4. Peran Layanan Kesehatan Bagi Masyarakat Pesisir
Peran layanan kesehatan yang ada di masyarakat pesisir ini ternyata masih
saja kurang ditanggapi oleh masyarakat, hal ini dapat dilihat dari tidak adanya
antusias dari masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan dengan baik,
yang juga terlihat dari kurangnya minat masyarakat untuk mengunjungi posyandu.
Sehingga tenaga kesehatan yang bertugas harus mendatangi rumah warga yang
akan mendapatkan pelayanan kesehatan.
Hal ini merupakan salah satu bukti adanya sikap acuh masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan yang diberikan. Hal ini banyak di pengaruhi dengan sikap
masyarakat pesisir yang enggan ke pelayanan kesehatan berkaitan denagan tradisi
dan adat istiadat yang masih di pegang erat oleh kebanyakan masyarakat yang
bertempat tinggal di daerah sekitaran pesisir dan pendapatan masyarakat yang tidak
menentu juga masih menjadi salah satu alasan masyarakat untuk tidak
menggunakan layanan kesehatan yang terdapat di daerah tempat tinggal mereka.
Sehingga pemanfaatan pelayanan kesehatan pada masyarakat pesisir masih
sangat kurang di bandingkan masyarakat perkotaan khsususnya pada masyarakat
pesisir. Selain itu, juga tampak bahwa pencarian pengobatan oleh Masyarakat
Pesisir masih sangat kurang di bandingkan dengan masyarakat perkotaan hal ini
banyak di pengaruhi dengan sikap masyarakat pesisir yang enggan ke pelayanan
kesehatan berkaitan denagan tradisi dan adat istiadat yang masih di pegang erat
oleh kebanyakan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah sekitaran pesisir dan
pendapatan masyarakat yang tidak menentu juga masih menjadi salah satu alasan
masyarakat untuk tidak menggunakan layanan kesehatan yang terdapat di daerah
tempat tinggal mereka. Sehingga pemanfaatan pelayanan kesehatan pada
masyarakat pesisir masih sangat kurang di bandingkan masyarakat perkotaan.
(Karman, 2016)

5. Cara Menangani Masalah Kesehatan Dan Mencegah Penyakit Yang Terjadi


Pada Masyarakat Pesisir
a. Meningkatkan Pengetahuan Atau Pemahaman Masyarakat Pesisir
Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (over behavior). Karena jika seseorang tidak mengetahui
tentang sebuah objek, maka objek tersebut tidak akan menarik bagi seseorang.
Begitu juga halnya dengan pemanfaatkan pelayanan kesehatan khususnya
Puskesmas dan Posyandu.
Pengetahuan tentang puskesmas dapat mempengaruhi perilaku
masyarakat di dalam pemanfaatan pelayanan puskesmas untuk memeriksa
kesehatannya. Pengetahuan sangat penting peranannya dalam memberikan
wawasan terhadap bentuk sikap, yang selanjutnya akan diikuti oleh tindakan
dalam memilih pelayanan kesehatan yang diyakini kemampuannya.
Tingkat pengetahuan mempunyai pengaruh terhadap penggunaan
puskesmas, apabila masyarakat tidak mengetahui tentang manfaat puskesmas,
maka masyarakat memandang tidak penting untuk memanfaatkan pelayanan
kesehatan yang disediakan. (Sakka, Ambo. 2016)

b. Akses
Akses dapat mempengaruhi frekuensi kunjungan ditempat pelayanan
kesehatan, makin dekat jarak tempat tinggal dengan pusat pelayanan kesehatan
makin besar jumlah kunjungan di pusat pelayanan tersebut, begitu pula
sebaliknya, makin jauh jarak tempat tinggal dengan pusat pelayanan kesehatan
makin kecil pula jumlah kunjungan di pusat pelayanan kesehatan tersebut.
Akses masyarakat atau transportasi masyarakat Pesisir ke lokasi
pelayanan kesehatan sangat mempengaruhi pemanfaatan atau tidak
dimanfaatkannya pelayanan kesehatan terutama Puskesmas. Pelayanan
kesehatan yang lokasinya terlalu jauh dari tempat tinggal baik jarak secara fisik
maupun secara finansial tentu tidak mudah dicapai. Dengan demikian akses baik
berupa jarak maupun transportasi yang di butuhkan dari tempat tinggal ke pusat
pelayanan kesehatan sangat mempengaruhi tingkat permintaan pelayanan
kesehatan dan jika akses serta sulitnya transportasi dari tempat tinggal yang jauh
dari unit pelayanan kesehatan maka semakin besar untuk tidak memanfaatkan
pelayanan kesehatan. (Karman, 2016).

c. Kepercayaan
Kepercayaan masyarakat Pesisir terhadap mantra yang dibuat oleh dukun
mempunyai kekuatan tersendiri dalam penyembuhan penyakit. Masyarakat
Pesisir masih percaya akan hal-hal mistis seperti penyakit yang datang dari roh-
roh makhluk halus sehingga upaya yang dilakukan dalam menyembuhkan
penyakit tersebut adalah melakukan pengobatan dengan menggunakan dukun.
Mereka yakin bahwa dukun mampu menyembuhkan penyakit tersebut dengan
mantra atau ramuan-ramuan tertentu, sementara untuk sarana kesehatan berupa
Puskesmas mereka tidak percaya akan mampu menyembuhkan penyakit yang
disebabkan oleh makhluk halus tersebut. (Saptaputra, Syawal. 2016).

6. Pendekatan Promosi Kesehatan Dalam Menangani Penyakit Malaria Di


Wilayah Pesisir
a. Pendekatan Edukasi Pendidikan
Pencegahan yang dilakukan melalui tindakan terhadap manusia. Yang
meliputi:
1) Edukasi merupakan faktor terpenting yang harus diberikan kepada setiap
pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis malaria.
Materi penting yang harus disampaikan adalah cara penularan malaria,
risiko penularan malaria, pengenalan gejala dan tanda malaria, pengobatan
malaria, dan upaya menghilangkan tempat perindukan.
2) Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini melalui penyuluhan kepada
masyarakat tentang cara pencegahan malaria.
3) Proteksi pribadi untuk menghidari gigitan nyamuk dengan menggunakan
pakaian lengkap, tidur menggunakan kelambu, memakai obat penolak
nyamuk, menghindari

b. Pendekatan Yang Berpusat Pada Klien


Pendekatan ini berdasar pada hubungan seimbang antara profesi
kesehatan dengan klien. Profesi kesehatan memberi bimbingan, dukungan dan
dorongan agar klien dapat membuat pilihan. Tujuannya adalah bekerjasama
dengan klien agar dapat membantu mereka mengidentifikasi apa yang ingin
mereka ketahui dan lakukan, memilih dan membuat keputusan sesuai dengan
kepentingan dan keinginan mereka. Klien dianggap sejajar, yakni mempunyai
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berkontribusi serta mempunyai
hak mutlak untuk mengontrol tujuan kesehatan mereka sendiri.
Sebagai contoh pada masyarakat yang hidup di daerah endemi malaria,
dengan tingginya angka kejadian penyakit malaria tersebut masyarakat
diharapkan dapat mengidentifikasi apa yang ingin mereka ketahui dan
kerjakan berkaitan dengan kondisi tersebut, dan sebagainya. Peran promotor
kesehatan bertindak sebagai fasilitator untuk membantu masyarakat
mengidentifikasi kebutuhan mereka agar memperoleh pengetahuan dan
keterampilan sesuai dengan masalah kesehatan yang mereka temui.
Pemberdayaan diri masyarakat/klien merupakan sentral dari tujuan pendekatan
berpusat pada klien.

c. Pendekatan Perubahan Sosial


Pendekatan ini memberikan nilai penting bagi hak demokrasi untuk
mengubah masyarakat agar mempunyai komitmen pada kesehatan. Orang-
orang yang menerapkan pendekatan ini dapat melakukan aksi politik atau
sosial untuk mengubah lingkungan fisik dan sosial yang mendukung
kesehatan.
Adapun tujuannya adalah melakukan perubahan pada lingkungan fisik,
sosial, dan ekonomi, supaya mendukung lingkungan yang dapat meningkatkan
derajat kesehatan. Lingkungan fisik yang dimaksud misalnya air, tanah, dan
udara, apabila salah satu dari lingkungan fisik tersebut tercemar maka dapat
menimbulkan dampak bagi kesehatan. Gerakan perubahan yang dapat
dilakukan adalah dengan membangun kerja sama diantara seluruh lapisan
masyarakat agar dapat bersama – sama menjaga kebersihan lingkungan,
melakukan gerakan 3M,dan memperthankan perilaku hidup bersih dan sehat.
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi UF. Manajemen penyakit berbasis wilayah. Jakarta: UI Press; 2008. Fikriani,
Afifah. 2015. Pembangunan Kesehatan Masyarakat di Wilayah Pesisir Pantai.
Scribd.com:1-2
Dr. Yonvitner, S.Pi, M.Si. Handoko Adi Susanto, S.Pi., M.Sc., D.Sc. Dr. Ernik
Yuliana, S.Pi., M.T. Pengertian, Potensi, dan Karakteristik Wilayah Pesisir. Modul
Lautetu, L. M., Kumurur, V. A., & Warouw, F. (2019). Karakteristik permukiman
masyarakat pada kawasan pesisir Kecamatan Bunaken. Spasial, 6(1), 126-136.
Dyah Wulan S.R.Wardani, N. A. (2016). Hubungan Antara Faktor Individu dan Faktor
Lingkungandengan Kejadian Malaria. Majority, 5(1), 86–91.
https://doi.org/https://juke.kedokteran.uni la.ac.id/index.php/majority/article/view/9
86
Mustafa. (2018). Penggunaan Kelambu Berinsektisida dan Kawat Kasa Dengan
Kejadian Malaria di Kelurahan Sangaji. Media Publikasi Promosi Kesehatan
Indonesia, 1(3), 93–98

Anda mungkin juga menyukai