Anda di halaman 1dari 24

Solusi Deret Bagi Persamaan Diferensial, Fungsi-Fungsi Orthogonal

1. Barisan dan Deret


Barisan merupakan urutan dari suatu anggota-anggota himpunan berdasarkan suatu
aturan tertentu. Setiap anggota himpunan diurutkan pada urutan/suku pertama, kedua, dan
seterusnya. Untuk menyatakan urutan/suku ke-n dari suatu barisan dinotasikan U n .
Barisan juga dapat didefinisikan sebagai fungsi dari bilangan asli atau fungsi yang
domainnya himpunan bilangan asli. Sehingga, U n = f (n) .

Barisan Tak Berhingga; U n = u1 , u 2 , u3 ,..., u n ,... adalah suatu fungsi n yang daerah
definisinya adalah himpunan bilangan bulat positif. Suatu barisan U n disebut terbatas jika
terdapat bilangan-bilangan P dan Q sedemikian sehingga P  U n  Q untuk semua nilai.
2n + 1
Sebagai contoh, 3/2, 5/4, 7/6, . . ., , . . . terbatas, karena untuk semua nilai n ,
2n
1  U n  2; tetapi 2, 4, 6, …, 2n,… tidak terbatas.

Suatu Barisan U n disebut tidak menyusut (nondecreasing) jika u1  u 2  u3  ...,  u n  ... .

Suatu Barisan U n disebut tidak bertambah (nonincreasing) jika u1  u 2  u3  ...,  u n  ... .

= , , ,, dan U n = (2n − (−1) n ) = 3,3,7,7 , merupakan contoh


n2 1 4 9
Contoh Barisan U n =
n +1 2 3 4
barisan tidak menyusut.

= 1, , , ,  , dan U n = (− n) = −1,−2,−3,, adalah contoh barisan tidak


1 1 1 1
Contoh barisan U n =
n 2 3 4
bertambah.

 
Suatu barisan U n disebut konvergen ke bilangan tertentu s sebagai limit, lim U n = s  , jika
 n→+ 
untuk setiap bilangan positif  , bagaimanapun kecilnya terdapat bilangan positif m
sedemikian sehingga bilamana n  m, maka s − U n   . Jika barisan mempunyai limit
maka barisan disebut barisan konvergen, jika tidak mempunyai limit maka disebut barisan
divergen.
Deret Tak Berhingga
Deret adalah penjumlahan suku-suku dari suatu barisan. Penjumlahan suku-suku dari
barisan tak berhingga

U
n =1
n = u1 +u 2 + u 3 +  + u n +  (1)
Disebut deret tak berhingga. Pada setiap deret terdapat suatu barisan penjumlahan parsial
yang sesuai: U 1 = u1 , U 2 = u1 + u 2 , U 3 = u1 + u 2 + u3 , U n = u1 + u 2 + u3 +  + u n +  .

Jika lim U n = U , jumlah berhingga, maka deret (1) disebut konvergen dan U disebut
n →

jumlahnya. Jika lim U n tidak ada, maka deret (1) disebut divergen. Suatu deret divergen
n →

karena lim U n =  atau karena n bertambah dan berkurang tanpa mendekati suatu limit.
n →

Beberapa sifat-sifat penting pada deret tak hingga.



1
1. Deret n
n =1
p
konvergen jika p  1, dan divergen jika p  1.

2. Jika U n konvergen dan Vn  U n , maka V n konvergen.


3. Jika  U n konvergen maka U n konvergen.
4. Jika  U n divergen, dan Vn  U n maka V n divergen.
5. Deret  U n dengan U n = f (n)  0, konvergen atau divergen bergantung kepada
 M

 f ( x) dx = lim  f ( x) dx ada atau tidak ada. Biasa disebut tes integral.


1
M →
1

6. Deret U
n =1
n divergen jika lim U n  0, tetapi jika lim U n = 0, deret bisa konvergen
n→ n→

atau tidak konvergen.


U n +1
7. Andaikan bahwa lim
n → U
= r maka deret U n konvergen jika r  1, dan divergen
n

jika r  1. Dikenal dengan tes rasio.

1.1 Baris Aritmatika

Baris aritmatika merupakan baris yang nilai setiap sukunya didapatkan dari suku
sebelumnya melalui penjumlahan atau pengurangan dengan suatu bilangan b. Selisih
antara nilai suku-suku yang berdekatan selalu sama yaitu b. Sehingga:

Sebagai contoh baris 1, 3, 5, 7, 9, merupakan baris aritmatika dengan nilai:

b = (9 – 7) = (7 – 5) = (5 – 3) = (3 – 1) = 2
Untuk mengetahui nilai suku ke-n dari suatu barisan aritmatika dapat diketahui dengan
mengetahui nilai suku ke-k dan selisih antar suku yang berdekatan (b). rumusannya berikut
ini:

Jika yang diketahui adalah nilai suku pertama dan selisih antar sukunya (b), maka
nilai k = 1 dan nilai adalah:

1.2 Deret Aritmatika

Deret aritmatika adalah penjumlahan suku-suku dari suatu barisan aritmatika. Penjumlahan
dari suku-suku petama sampai suku ke-n barisan aritmatika dapat dihitung sebagai:

atau sebagai:

Jika hanya diketahui nilai a dalalah suku pertama dan nilai adalah suku ke-n, maka nilai
deret aritmatikanya adalah:

Persamaan tersebut bisa dibalik untuk mencari nilai suku ke-n menjadi:

Sehingga diperoleh .

1.3 Sisipan Baris Aritmetika

Jika hendak membuat sebuah baris aritmatika dengan telah diketahui nilai suku pertama (a)
dan suku terakhirnya (p), dapat disisipkan sejumlah bilangan diantara keduan bilangan
tersebut. Sejumlah bilangan (q buah) tersebut menjadi suku-suku baris aritmatika dan
memiliki selisih antar suku beredekatan (b). Baris aritmatika tersebut memiliki jumah suku q
+ 2 dan diurut berupa:

a, (a + b), (a + 2b), (a + 3b), …, (a + q.b), (a + (q+1)b)


Diketahui bahwa suku terakhir:

(a + (q+1)b) = p

Maka, nilai b dapat ditentukan sebagai:

Misalkan a= 1 dan p = 9, jika disisipkan 3 bilangan diantara a dan p, maka baris bilangan
aritmatikanya adalah:

▪ Nilai q = 3
▪ Jumlah suku = q + 2 = 3 + 2 = 5

▪ Baris aritmatika : 1, 3, 5, 7, 9

1.4 Suku Tengah

Jika barisan aritmatika memiliki jumlah suku ganjil, maka memiliki suku tengah. Suku
tengah baris aritmatika adalah suku ke- . Jika diselesaikan dalam rumus
, maka nilai suku tengah didapatkan:

1.5 Barisan Geometri


Baris geometri adalah baris yang nilai setiap sukunya didapatkan dari suku sebelumnya
melalui perkalian dengan suatu bilangan r. Perbandinganatau rasio antara nilai suku
dengan nilai suku sebelumnya yang berdekatan selalu sama yaitu r. Sehingga:

Sebagai contoh baris 1, 2, 4, 8, 16, merupakan baris geometri dengan nilai

Untuk mengetahui nilai suku ke-n dari suatu barisan geometri dapat diketahui dengan
mengetahui nilai suku ke-k dan rasio antar suku yang berdekatan (r). Rumusannya berikut
ini:
Jika yang diketahui adalah nilai suku pertama dan rasio antar sukunya (r), maka
nilai k = 1 dan nilai adalah:

1.6 Deret Geometri


Deret geometri adalah penjumlahan suku-suku dari suatu barisan geometri. Penjumlahan
dari suku suku petama sampai suku ke-n barisan geometri dapat dihitung sebagai:

Atau sebagai:

Jika hanya diketahui nilai a adalah suku pertama dan nilai Un adalah suku ke-n, maka nilai
deret aritmatikanya adalah:

dengan syarat 0 < r < 1.

Atau:

dengan syarat r> 1.

Persamaan tersebut bisa dibalik untuk mencari nilai suku ke-n. Cara memperolehnya sama
dengan deret aritmatika yaitu:

1.7 Sisipan Deret Geometri


Jika hendak membuat sebuah baris geometri dengan telah diketahui nilai suku pertama (a)
dan suku terakhirnya (p), dapat disisipkan sejumlah bilangan diantara keduan bilangan
tersebut. Sejumlah bilangan (q buah) tersebut menjadi suku-suku baris geometri dan
memiliki rasio antar suku beredekatan (r). Baris tersebut memiliki banyak suku q + 2 dan
diurutkan menjadi:

a, ar, ar2, ar3, …,arq, ar(q+1)


Dimana suku terakhir tersebut:
Sehingganilai r dapat ditentukan sebagai:

1.8 Deret Geometri Tak hingga


Suatu deret geometri dapat menjumlakan suku-sukunya sampai menuju tak hingga. Apabila
deret geometri menuju tak hingga dimana , maka deret ini dapat dijumlah menjadi:

Atau sebagai :

Deret geometri tak hingga terdiri dari 2 jenis yaitu konvergen dan divergen. Deret geometri
tak hingga bersifat konvergen jika penjumlahan dari suku-sukunya menuju atau mendekati
suatu bilangaan tertentu. Sedangkan bersifat divergen jika penjumlahan dari suku-sukunya
tidak terbatas. Nilai deret geometri tak hingga dapat diperoleh dengan mengunakan limit.
Sebelumnya diketahui bahwa nilai deret geometri adalah:

Dimana terdapat unsur didalam perhitungannya yang terpengaruh jumlah suku n.


Jika , maka untuk menentukan nilai dapat menggunakan limit yaitu:

dengan syarat -1 < r < 1.

Dan:

dengan syarat r < -1 atau r > 1.

Kemudian hasil limit tersebut dapat dimasukan kedalam perhitungan deret sebagai:

dengan syarat -1 < r < 1

Dan:
dengan syarat r < -1 atau r > 1.

Contoh Soal Barisan dan Deret Aritmatika/Geometri dan Pembahasan


1. Contoh Soal Deret Aritmatika
Suatu deret aritmatika memiliki suku ke-5 sama dengan 42, dan suku ke-8 sama dengan
15. Jumlah 12 suku pertama deret tersebut adalah?

Pembahasan:

▪ Diketahui bahwa , , maka dapat digunakan rumus :

▪ Dimana:

▪ Sehingga:

▪ Diperoleh:

2. Contoh Soal Deret Geometri


Jika jumlah 2 suku pertama deret geometri adalah 6 dan jumlah 4 suku pertama adalah 54.
Memiliki rasio positif. Maka tentukan jumlah 6 suku pertama deret tersebut!

Pembahasan:

▪ Diketahui bahwa:

Pembahasan:

▪ Diketahui bahwa:
dan

▪ Jika kedua persamaan disubstitusikan :

Dan

▪ Sehingga :

3. Contoh Soal Geometri Tak Hingga

Jika maka jumlah deret geometri tak hingga adalah?

Pembahasan 3:

▪ Diketahui bahwa:
atau

▪ Ditentukan ratio deretnya adalah:


▪ Maka jumlah deretnya dengan mensubstitusi adalah:
4. Tentukan limit barisan; 0.2, 0.22, 0.222, 

Penyelesaian.

Suku ke-n dari barisan dapat kita tulis seperti berikut.

2 2 2 2 2  1 1 1 
Un = + 2 + 3 +  + n = 1 + + 2 +  + n −1 .
10 10 10 10 10  10 10 10 

1 1 1
Misalkan S = 1 + + 2 +  + n −1 (1)
10 10 10
1 1 1 1 1
maka S= + 2 +  + n −1 + n (2)
10 10 10 10 10
kemudian persamaan (1) dikurangkan persamaan (2) menghasilkan

9 1 10  1 
S = 1 − n atau S = 1 − n 
10 10 9  10 

2 1  2
Sehingga suku-n dari barisan menjadi U n = 1 − n  dan untuk n → , U n → .
9  10  9

1 1 1 1
5. Selidikilah kekonvergenan dari 1 − 2
+ 2 − 2 + 2 + .
2 3 4 5
Penyelesaian. Deret harga mutlak dari deret di atas adalah

1 1 1 1
1+ 2
+ 2 + 2 + 2 +  , dan menurut sifat pertama ( p = 2) dari deret maka
2 3 4 5
deret adalah konvergen. Juga berdasarkan sifat yang ketiga, kita dapat nyatakan bahwa deret di
atas adalah konvergen.

x x2 x3 x4 x5
6. Tunjukkan bahwa deret − + − + − . konvergen untuk − 1  x  1.
12 2 2 32 4 2 5 2

xn
Penyelesaian. Suku ke-n dari deret adalah U n = (−1) n −1 , kemudian
n2

U n +1 n2
lim = lim x = x.
n → U n → ( n + 1) 2
n

Menurut sifat ke -7, deret akan konvergen jika x  1, yaitu − 1  x  1 dan divergen untuk
x  1. Untuk x = 1 , yaitu x = 1, kita tidak dapat mengambil kesimpulan.

1 1 1 1 1
Untuk x = 1, deret berbentuk 2
− 2 + 2 − 2 + 2 − , merupakan konvergent mutlak
1 2 3 4 5
−1 1 1 1 1
Untuk x = −1, deret berbentuk 2
− 2 − 2 − 2 − 2 −  , merupakan deret konvergen.
1 2 3 4 5
Sehingga deret di atas konvergen pada interval − 1  x  1.

2. Metoda Deret Kuasa


Persamaan diferensial linier homogen berordo n yang koefisiennya konstanta dapat diselesaikan
melalui metode aljabar dan solusinya berupa fungsi elementer. Akan tetapi jika koefisien-koefisiennya
bukan konstanta namun bergantung pada x seperti persamaan Bessel, Legendre, dan persamaan
Hipergeometrik maka solusinya berupa bentuk deret kuasa atau deret pangkat.

Bentuk umum deret kuasa adalah


a
m =0
m ( x − x0 ) m = a0 + a1 ( x − x0 ) +a2 ( x − x0 ) 2 +  (1)

dengan a0 , a1 , a2 , adalah konstanta yang disebut koefisien deret, x 0 juga berupa konstanta yang
disebut pusat, sedangkan x adalah peubah. Jika x0 = 0 maka diperoleh sebuah deret kuasa dalam x
yaitu

a
m =0
m x m = a 0 + a1 x +a 2 x 2 + a3 x 3 +  (2)

Di dalam bagian ini diasumsikan semua peubah dan konstanta adalah bilangan riil.

Catatan.

Deret Taylor.

f (a)
f ( x) = f (a) + f (a)( x − a) + ( x − a) 2 + 
2!
f ( n ) (a) f ( n +1) (c n +1 )
+ ( x − a) n + ( x − a) n +1
n! (n + 1)!

Deret Maclaurin

f (0)
f ( x) = f (0) + f (0)( x) + ( x) 2 + 
2!
( n +1)
f ( n) (0) f (c n +1 )
+ ( x) n + ( x) n +1
n! (n + 1)!

Contoh Deret Maclaurin.



1
1. =  xm = 1+ x + x2 +
1 − x m =0

xm x2 x3
2. ex =  = 1+ x + + +
m =0 m! 2! 3!

x 2m x2 x4 x6
3. cos x =  (−1) m = 1− + − +
m =0 (2m)! 2! 4! 6!

x 2 m+1 x3 x5 x7
4. sin x =  (−1) m = x− + − +
m =0 (2m + 1)! 3! 5! 7!

Andaikan y = a
m =0
m x m = a 0 + a1 x +a 2 x 2 + a3 x 3 +  (3)

merupakan solusi umum untuk suatu persamaan diferensial, dan kita sisipkan deret ini dan deret yang
diperoleh melalui pendiferensialan suku demi suku,

y  =  mam x m −1 = a1 + 2a 2 x + 3a3 x 2 +  (4)
m =1


y  =  m(m − 1)a m x m − 2 =2a 2 + 3.2.a3 x + 4.3 x 4 x 2 +  (5)
m=2

dan seterusnya, ke dalam persamaan semula. Selanjutnya kita kumpulkan x yang berpangkat sama dan
kita samakan jumlah koefisien masing-masing x itu dengan nol, mulai dengan suku konstanta, suku yang
mengandung x, suku yang mengandung x 2 , dan seterusnya. Sehingga kita dapat menentukan koefisien
yang belum diketahui di dalam persamaan (3) secara berturut-turut.

Contoh 1. Selesaikan persamaan diferensial

y  + y = 0.

Penyelesaian. Dengan mensubstutusikan persamaan persamaan (3) dan (5) kedalam persamaan
diferensial (soal), kita memperoleh

(2a 2 + 3.2.a3 x + 4.3x 4 x 2 + ) + (a0 + a1 x + a 2 x 2 + a3 x 3 + ) = 0.

Setelah suku-suku x yang berpangkat sama dikumpulkan, maka

(2a 2 + a 0 ) + (3.2.a3 + a1 ) x + (4.3x 4 + a 2 ) x 2 +  = 0,


dengan menyamakan koefisien-koefisien dengan nol, kita memperoleh

a0 a a a
a2 = − , a3 = − 1 , a4 = − 2 = 0 ,,
2! 3! 4.3 4!
dengan a 0 dan a1 adalah bilangan sebarang. Maka solusi umum persamaan diferensial di atas adalah

a0 2 a1 3 a0 4 a1 5
y = a0 + a1 x − x − x + x + x +
2! 3! 4! 5!
dapat ditulis dalam bentuk
 x2 x4   x3 x5 
y = a0 1 − + − +  + a1  x − + − + 
 2! 4!   3! 5! 

atau y = a0 cos x + a1 sin x.

Contoh soal. Terapkan metoda deret kuasa untuk menyelesaikan persamaan diferensial berikut.

1. y − y = 0 jawaban y = a0 e x
2. xy  − 3 y = 6 jawaban y = −2 + a 0 x 3

3. (1 − x 2 ) y  = xy jawaban ( )
y = a0 1 + x 2 + x 4 +  =
a0
1− x2
.

3. Fungsi Bessel
Persamaan diferensial

x 2 y  + xy  + ( x 2 − v 2 ) y = 0 (6)
dengan v adalah bilangan nyata yang diketahui. Persamaan (6) dikenal dengan persamaan Bessel
berorde v dengan solusi berbentuk

y ( x) =  a k x k + r a0  0 (7)
k =0

Dengan mensubstitusikan persamaan (7) dan turunanya ke persamaa (6) menghasilkan


2k +v

(−1) k  x
y ( x) = a 0 2 (v + 1)
v
  (8)
k = 0 k! (v + k + 1)  2 

dengan menghilangkan factor skala a0 2 v (v + 1) kita memperoleh solusi fungsi Bessel jenis pertama
orde-v:

(−1) k
v  2k
 x  x
J v ( x) =  
2
  
k = 0 k! (v + k + 1)  2 
(9)

Dengan mengganti v menjadi –v kita memperoleh solusi fungsi Bessel jenis pertama orde-v , yaitu
−v 
(−1) k
2k
 x  x
J −v ( x) =  
2
  
k = 0 k! ( −v + k + 1)  2 
(10)

Kedua deret persamaan (9) dan (10) konvergen untuk semua x. Persamaan (9) dan (10) dapat ditulis

 1 1 
J v ( x) = x v  − v+2
x 2 +  (11)
 (v + 1)2 (v + 2)2
v

 1 1 
J −v ( x) = x −v  −v
− −v + 2
x 2 +  (12)
 (−v + 1)2 (−v + 2)2 
Solusi umum persamaan Bessel adalah

y( x) = AJ v ( x) + BJ −v ( x) (13)
dengan A dan B adalah konstanta.

Dari persamaan (11) dan (12) kita memperoleh

2 2
J 1 / 2 ( x) = sin x dan J −1 / 2 ( x) = cos x (14)
x x
Jika v adalah bilangan bulat n, maka
2k +n
(−1) k  x 

J n ( x) =    (15)
k = 0 k!( k + n)!  2 

dengan (v + k + 1) = (n + k + 1) = (n + k )!. Sehingga

x2 x4 x6
J 0 ( x) = 1 − + − +
2 2 2 4 (2!) 2 2 6 (3!) 2

x x3 x5 x7
J 1 ( x) = − 3 + 5 − 7 +
2 2 2! 2 2!3! 2 3!4!
dan
2k −n

(−1) k  x 
J − n ( x) =    (16)
k = 0 k!( k − n)!  2 

Dari persamaan (15) dan (16) kita memperoleh

J − n ( x) = (−1) n J n ( x) (17)

Persamaan (15) dan (16) tidak bebas linier sehingga keduanya tidak menyusun suatu basis
solusi. Untuk memperoleh solusi yang bebas linier jika v bilangan bulat adalah sebagai berikut:

1. Untuk n = 0, persamaan Besselnya berbentuk


xy  + y  + xy = 0 (18)

dengan bentuk solusi:



y 2 ( x) = J 0 ( x) ln( x) +  C k x k (19)
k =1

dengan mensubstitusikan y 2 dan turunannya ke persamaan (18) kita memperoleh

2 4
 x  1 1  x
y 2 ( x) = J 0 ( x) ln( x) +   − 1 +  2  
+ (20)
 2   2  (2!)  2 
yang mana y2 ( x) dinotasikan Y0 ( x), disebut fungsi Neumann orde nol.
2. Untuk n = 1,2,3,  solusinya berbentuk
2 k −n
2  x   1  n −1 (n − k − 1)! x 
Yn ( x) =  +   n −    
  2
ln J ( x )
  2  k =0 k! 2
(21)
1  (−1) k  (k ) +  (k + n)  x  
2k +n

−    
2 k =0 k!(k + n)! 2 
1 1 1
dimana  (0) = 0, dan  (k ) = 1 + + +  + , untuk k  1,  = 0.5772157 (konstanta
2 3 k
Euler). Persamaan (21) dikenal dengan fungsi Bessel jenis kedua orde n. Sedangkan
Y− n ( x) = (−1) n Yn ( x) (22)
Solusi umum persamaan Bessel jika v = n = 0,1,2,  adalah
y( x) = AJ n ( x) + BYn ( x) (23)
Untuk semua v didefinisikan
(cos v ) J v ( x) − J −v ( x)
Yn ( x) = (24)
sin v
Untuk v → n (n = 0,1,2, ) persamaan (24) menghasilkan persamaan (21). Untuk semua v
maka solusi persamaan Bessel adalah

y( x) = AJ v ( x) + BYn ( x) (25)
dengan A dan B adalah konstanta.

RUMUS-RUMUS. Hasil- hasil di bawah ini berlaku untuk semua n.

2n
1. J n +1 ( x) = J n ( x) − J n −1 ( x)
x
2. J n ( x) =
1
J n−1 ( x) − J n+1 ( x)
2
3. xJ n ( x) = nJ n ( x) − xJ n−1 ( x)
4. xJ n ( x) = nJ n−1 ( x) − nJ n ( x)

5.
d n
dx
 
x J n ( x) = x n J n −1 ( x)

6.
d −n
dx
 
x J n ( x) = − x − n J n +1 ( x)

1
7. J n ( x )  n x n , n = 0, 1, 2, 
2 n!
2
8. Untuk x → 0, J n ( x)  cos( x −  n ) , n = 0, 1, 2, 
x
2
 ln x n=0
9. Yn ( x)  
− 2 (n − 1)! 1
n
n = 1,2,
  xn
2
10. Untuk x → , Yn ( x)  sin( x −  n ) , n = 0, 1, 2, 
x
dengan  n = (2n + 1) / 4.

3.1 Fungsi Bessel Dimodifikasi

Bentuk persamaan diferensial

x 2 y  + xy  + (− x 2 − v 2 ) y = 0 (26)
untuk v bilangan bulat n maka persamaan (26) dapat ditulis sebagai

x 2 y  + xy  + (− x 2 − n 2 ) y = 0 (27)

Misalkan t = ix atau x = −it , dimana i = − 1 maka persamaan (27) menjadi

t 2Y  + tY  + (t 2 − n 2 )Y = 0 (28)
dengan y ( x) = y (−it )  Y (t ). Sehingga solusi umum persamaan (28) adalah Y (t ) = AJ n (t ) + BYn (t )
atau

y( x) = AJ n (ix ) + BYn (ix ) (29)


merupakan solusi umum persamaan (27). Dari persamaan (15) dapat ditulis
2k +n 2k +n

(−1) k  ix  
1  x
J n (ix ) =    =i 
n
  (30)
k = 0 k!( k + n)!  2  k = 0 k!( k + n)!  2 

kita dapat memasukkan i n ke dalam A (karena konstanta) dan tinggallah nilai riil yaitu

 2k +n
1  x
I n ( x) = i − n J n (ix ) =    (31)
k = 0 k!( k + n)!  2 

yang dikenal sebagai fungsi Bessel dimodifikasi jenis pertama orde n. Sedangkan Yn (ix ) adalah fungsi
Bessel dimodifikasi jenis kedua orde n, yaitu


K n ( x) = i n +1 J n (ix ) + iYn (ix ) (32)
2
Dengan demikian diperoleh
x2 x4 x6
I 0 ( x) = 1 + + + +
2 2 2 4 (2!) 2 2 6 (3!) 2

dan

 x  x2  1 x  1 1 x
4 6
K 0 ( x) = − ln +   I 0 ( x) + (1) 2 2 + 1 +  4 + 1 + +  6 +
 2   2  2 (2!)  2 3  2 (3!)
2 2
2 (1!)
Sebagai solusi umum persamaan (27) adalah

y( x) = AI n ( x) + BK n ( x) (33)
dimana A dan B adalah suatu konstanta.

RUMUS-RUMUS
n
1  x
1. I n ( x)    n = 0, 1, 2, 
n!  2 
− ln x n=0

2. K n ( x)   (n − 1)!  2  n
   n = 1,2,
 2  x
1
3. Untuk x → 0, I n ( x)  ex , n = 0, 1, 2, 
2x

4. Untuk x → , K n ( x)  e −x , n = 0, 1, 2, 
2x

3.2 Reduksi Persamaan ke Persamaan Bessel

Bentuk persamaan

d  a dy 
x  + bx y = 0
c
(34)
dx  dx 
dengan a, b, dan c adalah bilangan riil, dapat ditransformasikan ke persamaan Bessel dengan
transformasi kedua variabel (dependent y dan independent x ). Karena variabel berpangkat pada
persamaan (34) adalah x, maka dapat dilakukan perubahan variabel x, y ( x ) ke t , u (t ) dengan
t = Ax B , u = xC y, dan menghitung A, B, dan C sehingga persamaan yang baru bergantung
pada u (t ) adalah persamaan Bessel.

Misalkan t =  b x 1 /  , u = x − v /  y, (35)
persamaan (34) menjadi persamaan Bessel orde v,

d 2u du
t 2
2
+t + (t 2 − v 2 )u = 0 (36)
dt dt
2 1− a
Jika dipilih  = dan v = (37)
c−a+2 c−a+2
dengan c − a + 2  0 , dan Z v dinotasikan sebagai solusi persamaan (36), kemudian mengambil
persamaan (32) ke dalam u (t ) = Z v . Maka solusi persamaan (34) menjadi

(
y ( x) = x v /  Z v  b x 1 /  ) (38)

Jika b  0, maka Z v dinotasikan J v dan Yv , dan jika b  0, maka Z v dinotasikan I v dan K v .

Contoh . Tentukan solusi umum persamaan diferensial berikut dalam fungsi Bessel.

1. x 2 y  + xy  + ( x 2 − 4) y = 0.

Penyelesaian. Dari persamaan (6) dan persamaan (25) diperoleh;

v = n = 2, maka y( x) = AJ 2 ( x) + BY2 ( x), A dan B adalah konstanta.

2. xy  + y  + xy = 0. 0  x  .
Penyelesaian. Dari persamaan (6) dan persamaan (25) diperoleh;

v = n = 0, maka y( x) = AJ 0 ( x) + BY0 ( x), A dan B adalah konstanta.

3. y  + 3 x y = 0. 0  x  .
Penyelesaian. Dengan membandingkan soal dengan (34) diperoleh;

d  a dy 
 + bx y = 0 → x y  + ax y  + bx y = 0, maka diperoleh a = 0, b = 3, c = 1 / 2, dan dari
a −1
x
c a c

dx  dx 
persamaan (37) didapat;

2 4 1 2
= = , v= = , maka solusi umum persamaan di atas (persamaan
(1 / 2 − 0 + 2) 5 (1 / 2 − 0 + 2) 5
38) adalah

4   4  4 
y ( x) = x 1 / 2 Z 2 / 5  3x 5 / 4  = x  AJ 2 / 3  3x 5 / 4  + BY2 / 5  3 x 5 / 4 
5   5  5 
A dan B adalah konstanta.

4. xy  + y  + 4 xy = 0 , 0  x  .

Penyelesaian. Seperti soal no.3 diperoleh a = 1, b = 4, c = 1,  = 1, v = 0, sehingga solusi umum


persamaan diferensial di atas adalah

y( x) = Z 0 (2 x) = AJ 0 (2 x) + BY0 (2 x).
5. xy  + 3 y  + y = 0 , 0  x  .

3 1
Penyelesaian. Persamaan dapat ditulis dalam bentuk; y  + y  + y = 0 , dengan membandingkan
x x
persamaan

d  a dy 
 + bx y = 0 → x y  + ax y  + bx y = 0, kemudian membagi dengan x diperoleh
a −1
x
c a c a

dx  dx 

a
y  +
y  + bx c − a y = 0, sehingga diperoleh a = 3, b = 1, c − a = −1 → c = 2,
x
2 1− 3
= = 2, v = = −2, dan mengikuti persamaan (37) didapat;
(2 − 3 + 2) (2 − 3 + 2)
maka solusi umum persamaan di atas (persamaan 38) adalah

( )  ( x ).
y ( x) = x −2 / 2 Z − 2 2 1x1 / 2 = x −1 Z − 2

1
6. xy  + y  + y =0, 0  x  .
4
Penyelesaian. Dari soal diperoleh a = 1, b = 1 / 4, c = 0,  = 2, v = 0, sehingga solusi umum
persamaan diferensial di atas adalah

y( x) = Z 0 x1 / 2 = AJ 0 ( x ) + BY0 ( x ).

7. ( xy ) − 5x 3 y = 0.

Penyelesaian. Dari soal diperoleh a = 1, b = −5, c = 3,  = 1 / 2, v = 0, sehingga solusi umum


persamaan diferensial di atas adalah

1   5 2  5 2
y ( x) = x 0 Z 0  − 5 x 2  = AI 0  x  + BK 0  x .
2   2   2 
SOAL-SOAL LATIHAN FUNGSI BESSEL
Tentukan solusi umum persamaan Bessel berikut.

1
1. x 2 y  + xy  + (4 x − ) y = 0. jawaban y ( x) = AJ 1 / 4 ( x ) + BY1 / 4 ( x ).
2 2

2. x 2 y  − 3xy  + 4( x 2 − 3) y = 0. 
jawaban y( x) = x 2 AJ 2 ( x 2 ) + BY2 ( x 2 ) . 
3. x 2 y  +
1
4
3
( x + ) y = 0.
4
jawaban y( x) = 
x AJ1 / 2 ( x ) + BY1 / 2 ( x ) . atau 

y ( x) = x1 / 4 A* sin( x ) + B * cos( x ) . 
 1 1 
4. y  + x 2 y = 0. jawaban y ( x) = x  AJ 1 / 4 ( x 2 ) + BY1 / 4 ( x 2 ).
 2 2 

 1 1 
5. y  + k 2 x 2 y = 0. jawaban y ( x) = x  AJ 1 / 4 ( kx 2 ) + BY1 / 4 ( kx 2 ).
 2 2 

6. x 2 y  + y  + k 2 xy = 0. jawaban y( x) = AJ 0 (kx) + BY0 (kx).

7. 4 y  + 9 xy = 0. jawaban y( x) =  
x AJ1 / 3 ( x 3 / 2 ) + BY1 / 3 ( x 3 / 2 ) .
−1 −1
8. xy  + 3 y  − xy = 0. jawaban y( x) = Ax I1 ( x) + Bx K1 ( x).
−1 −1
9. xy  + 3 y  − 4 xy = 0. jawaban y ( x) = Ax I 1 (2 x) + Bx K1 (2 x).

10. 4 xy  + 4 y  + y = 0. jawaban y( x) = AJ 0 ( x ) + BY0 ( x ).

jawaban y( x) = x A sin x + B cos x.


−1
11. xy  + 2 y  + xy = 0.

12. y  + e 2 x y = 0. jawaban y ( x) = AJ 0 (e ) + BY0 (e ).


e x
4. Persamaan Legendre.
Bentuk persamaan Legendre adalah

(1 − x 2 ) y  − 2 xy  + n(n + 1) y = 0 (1)
dengan n  R. Sebarang solusi bagi persamaan (1) dinamakan fungsi Legendre. Dengan
mensubstitusikan

y =  am x m (2)
m =0

dan turunannya ke persamaan (1) dan melambangkan n( n + 1) = k diperoleh


  
(1 − x 2 )  m(m − 1)a m x m − 2 − 2 x  mam x m −1 + k  a m x m = 0
m=2 m =1 m =0

atau
   

 m(m − 1)am x m−2 −  m(m − 1)am x m − 2 mam x m + k  am x m = 0


m=2 m=2 m =1 m =0

Dapat diuraikan menjadi

2.1.a 2 + 3.2.a3 x + 4.3.a 4 x 2 +  + ( s + 2)( s + 1)a s + 2 x s + 


− 2.1.a 2 x 2 −  − s ( s − 1) x s − 
− 2.1.a1 x − 2.2.a 2 x 2 − 2.s.a s x s − 
k .a 0 + k .a1 .x + k .a 2 .x 2 +  + k .a s .x s +  = 0

Persamaan di atas hanya dipenuhi jika jumlah koefisien setiap pangkat x haruslah nol, sehingga;

2a2 + k.a0 = 0 koefisien x 0

6a3 + (−2 + k ).a1 = 0 koefisien x 1

Secara umum untuk s = 2, 3, 

(s + 2)( s + 1)a s + 2 + − s(s − 1) − 2s + k a2 = 0

atau

s( s + 1) − k
as+2 = as ( s = 0, 1, 2, ) (3)
( s + 2)( s + 1)
Persamaan (3) mengucapkan setiap koefisien dalam koefisien kedua yang mendahuluinya, kecuali a 0
dan a1 yang dibiarkan tetap sebagai sebarang konstanta. Maka diperoleh

k 2−k (6 − k ) k
a2 = − a 0 , a3 = a1 , a 4 = a 0 dan seterusnya, sehingga diperoleh solusi
2! 3! 4!
umum persamaan (1) adalah

 k (6 − k )k 4 (20 − k )(6 − k )k 6 
y ( x) = a0 1 − x 2 − x − x − 
 2! 4! 6! 
 2 − k 3 (12 − k )( 2 − k ) 5 
+ a1  x + x + x +  (4)
 3! 5! 
= a0 y1 ( x) + a1 y 2 ( x)

Kedua deret terakhir ini konvergen untuk − 1  x  1. Karena y1 ( x) mengandung hanya x berpangkat
genap, sedangkan y2 ( x) mengandung hanya x berpangkat ganjil, dan rasio y1 ( x) / y2 ( x) tidak
konstan, maka y1 ( x) dan y2 ( x) tidak sebanding, hal ini berarti bahwa keduanya adalah solusi yang
bebas linier.

Persamaan Legendre sering berupa bilangan bulat tidak negatif. Dalam hal demikian, ruas kanan
persamaan (3) bernilai nol jika s = n, sehingga a n+ 2 = 0, an+ 4 = 0, an+6 = 0, . Akibatnya, jika n
genap maka y1 ( x) tereduksi menjadi sebuah polinom berderajat n. Jika n ganjil maka y2 ( x) tereduksi
menjadi sebuah polinom berderajat n.

Persamaan (3) dapat juga ditulis dalam bentuk

( s + 2)( s + 1)
as = − as+2 , ( s  n − 2) (5)
(n − s)( n + s + 1)
dan koefisien yang tidak nol dinyatakan dalam koefisien a n dari x yang berpangkat tinggi. Koefisien a n
mula-mula masih sebarang. Biasanya diambil a n = 1 untuk n = 0 dan

(2n)! 1.3.5..(2n − 1)
an = n 2
= n = 1. 2. (6)
2 (n!) n!

Untuk s = n − 2, n − 4,  dari persamaan (5)

n(n − 1) n(n − 1)( 2n)! n(n − 1)2n(2n − 1)( 2n − 2)!


a n−2 = − an = − =−
2(2n − 1) 2(2n − 1)2 (n!)
n 2
2(2n − 1)2 n n(n − 1)! n(n − 1)( n − 2)!

(2n − 2)!
=−
2 ( n − 1)! (n − 2)!
n

(n − 2)( n − 3) (2n − 4)!


a n−4 = − a n−2 = n
4(2n − 3) 2 2!(n − 2)!(n − 4)!
dan seterusnya, secara umum bila n − 2m  0, kita memperoleh

(2n − 2m)!
a n − 2 m = (−1) m (7)
2 m!(n − m)!(n − 2m)!
n

Solusi yang dihasilkan bagi persamaan diferensial Legendre dinamakan polinom Legendre berderajat n
dan dilambangkan Pn (x), dari persamaan (7) kita memperoleh

M
(2n − 2m)!
Pn ( x) =  (−1) m x n−2 m
m =0 2 m!(n − m)!(n − 2m)!
n

(2n)! n (2n − 2)!


= x − n x n −2 + −  (8)
n
2 (n!) 2
2 1!(n − 1)!(n − 2)!
dengan M = n / 2 atau (n − 1) / 2 bergantung pada yang mana yang bulat. Dengan demikian kita
memperoleh

1
P0 ( x) = 1, P1 ( x) = x, P2 ( x) = (3 x 2 − 1)
3
1 1 1
P3 ( x) = (5 x 3 − 3x), P4 ( x) = (35 x 4 − 30 x 2 + 3), P4 ( x) = (63x 5 − 70 x 3 + 15 x)
2 8 8
dan seterusnya.

Dengan menerapkan teorema Binomial pada ( x − 1) , mendiferensialkan sebanyak n kali suku demi
2 n

suku dan membandingkan dengan persamaan (8) kita memperoleh

1 d n ( x 2 − 1) n
Pn ( x) = (9)
2 n n! dx n
dikenal dengan formula Rodriques.

Teorema binomial adalah;

n n n n


(a + b) n =  a n +  a n −1b +  a n −2 b 2 +  +  b n
0 1  2 n
maka

p( p − 1) 2 p( p − 1)( p − 2) 3
(1 + v) p = 1 + pv + v + v + (10)
2! 3!
= 1 − t (2 x − t )
1 −1 / 2
sehingga fungsi , dengan v = −t ( 2 x − t ) dan p = −1 / 2 dapat kita
1 − 2 xt + t 2

ekspansikan mengikuti persamaan (10) menjadi

1 1 1 3 1 3 5
= 1 + t (2 x − t ) + . t 2 (2 x − t ) 2 + . . t 3 (2 x − t ) 3 + 
1 − 2 xt + t 2 2 2 4 2 4 6
dan koefisien dari t n dapat diekspansikan menjadi

1.3.5..(2n − 1) 1.3.5..(2n − 3)( n − 1)


(2 x) n − (2 x) n − 2
2.4.6..2n 2.4.6..(2n − 2)
1.3.5..(2n − 5)( n − 2)( n − 3)
+ (2 x) n − 4 − 
2.4.6..(2n − 4)2!

atau dapat ditulis

(2n)! n (2n − 2)!


x − n x n −2 + − 
n
2 (n!) 2
2 1!(n − 1)!(n − 2)!

sehingga dapat dinyatakan



1
=  Pn ( x)t n (11)
1 − 2 xt + t 2 n =0

1
dan fungsi dinamakan fungsi pembangkit polinom Legendre.
1 − 2 xt + t 2
2n + 1 n
Contoh. Buktikan Pn +1 ( x) = xPn ( x) − Pn −1 ( x).
n +1 n +1
Penyelesaian.

Dari persamaan (11) kedua ruas didiferensialkan terhadap t, kita memperoleh

x −t 

(1 − 2 xt + t )
2 3/ 2
= 
0
nPn ( x)t n−1

kemudian mengalikan kedua ruas dengan (1 − 2 xt + t ) kita memperoleh


2

x−t 
=  (1 − 2 xt + t 2 )nPn ( x)t n −1
1 − 2 xt + t 2 n =0

 

 ( x − t ) P ( x)t
n =0
n
n
=  (1 − 2 xt + t 2 )nPn ( x)t n −1
n =0

    

 xPn ( x)t n −  Pn ( x)t n+1 =  nPn ( x)t n−1 −  2nxPn ( x)t n +  nPn ( x)t n+1
n =0 n =0 n =0 n =0 n =0
n
persamaan koefisien dari t masing-masing ruas adalah;

xPn ( x) − Pn−1 ( x) = (n + 1) Pn+1 ( x) − 2nxPn ( x) + (n − 1) Pn−1 ( x)


atau
2n + 1 n
Pn +1 ( x) = xPn ( x) − Pn −1 ( x). (terbukti)
n +1 n +1
Dikenal sebagai rukus rekursi Bonnet.

Soal-soal Latihan Fungsi Legendre.


1. Mengikuti persamaan (8), tunjukkan bahwa untuk n = 1, buktikan

(a) Pn (− x) = (−1) n Pn ( x) (b) Pn (− x) = (−1) n +1 Pn ( x)

2. Mengikuti persamaan (9) dan menginteralkan bagian demi bagian sebanyak n kali, tunjukkan
bahwa
1
2
P ( x)dx = n = 0, 1, 2, 
2
,
2n + 1
n
−1

3. Misalkan A1 dan A2 adalah dua titik di dalam ruang seperti pada gambar di bawah ini, dengan
menggunakan persamaan (11), tunjukkan bahwa
m
1 1 1 
r 
= =  Pm (cos  ) 1 
r r1 + r2 − 2r1 r2 cos  r2
2 2
m =0  r2 

A2

r2
r

O  r1 A1

Anda mungkin juga menyukai