Dalil Aqli Dan Naqli Dalam Ilmu Tauhid
Dalil Aqli Dan Naqli Dalam Ilmu Tauhid
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas izin dan kehendak-Nya, kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Dalil Aqli dan Naqli.
Makalah ini disusun sebagai tugas Pendidikan Agama Islam. Dalam
penyelesaian makalah ini, tidak sedikit halangan dan rintangan yang dihadapi,
namun berkat pertolongan Allah SWT, usaha, kerja keras, ketekunan dan kesabaran
serta bantuan dari berbagai pihak dapat diatasi.
Sebagai manusia biasa, kami menyadari makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan yang memiliki banyak kekurangan dan kesalahan. Namun semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam mengkaji kebenaran suatu perkara dan kesahihannya, atau di dalam
menentukan bahwa sesuatu itu benar, dapat dipercayai dan diyakini, atau ketika kita
ingin menetapkan dasar pijakan suatu perkara yang kita ucapkan dan kerjakan, kita
memerlukan adanya bukti-bukti, tanda-tanda atau petunjuk-petunjuk yang sah dan
akurat, sehingga kebenaran, kesahihan dan keyakinan itu dapat ditunjukan dan
dibuktikan, dan sekaligus kita dapat memberantas keragu-raguan dan rasa was-was
yang mungkin tertanam di dalam hati kita, juga dapat dijadikan pijakan yang kokoh
di dalam mengerjakan suatu perkara tersebut.
Di dalam hal ini, para ulama Islam telah menentukan dua landasan pokok
yang harus di pegang oleh setiap Muslim di dalam hal-hal tersebut diatas, yaitu
Naqli dan 'aqli. Dimana kedua landasan tersebut merupakan pijakan yang dipakai
oleh mereka, khususnya, ketika mengungkap dan membuktikan kebenaran-
kebenaran dan memantapkan keteguhan dalam berkeyakinan yang ada di dalam
ruang lingkup disiplin ilmu Tauhid atau akidah, dan ketika mengistinbath
(mengambil dalil-dalil) dan menetapkan hukum-hukum perkara-perkara yang ada di
dalam ruang lingkup disiplin ilmu fikih, serta ketika menafsirkan al-Qur'an.
Untuk itu, pemakalah akan mencoba membahas kedua landasan pokok
tersebut agar kita selaku umat islam dapat mengetahui dan memahami naqli dan
'aqli, serta dapat mempergunakannya di dalam keber-agama-an kita sehari-hari, baik
yang ada kaitannya dengan keimanan maupun amal perbuatan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi, Maksud dan Keutamaan Naqli dan 'Aqli di dalam Syari'at Islam
1. Naqli
Naqli menurut bahasa adalah dari ( )نقل الشيءyakni mengambil sesuatu dari
satu tempat ke tempat lain, dan ( )َنَق َلة احلديثyakni mereka yang menuliskan hadist-
hadist dan menyalinkannya dan menyandarkannya kepada sumber-sumbernya.
Dikatakan pada dalil-dalil dari Al-qur'an dan hadist: dalil naqli. Oleh karena
itu naqli secara istilah identik dengan dalil-dalil yang di nukil atau di ambil dari
Kitab Allah yang Maha Mulya dan dari sunnah yang suci atau dalil-dalil yang
diriwayatkan kepada kita oleh naqalah al-hadist dan perawi-perawi1.
Diantara landasan utama ditetapkannya al-Qur'an dan sunnah sebagai dalil
naqli oleh para ulama adalah sebuah hadist Rasulullah saw:
2
كتاب اهلل وسنة نيب:تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما متسكتم هبما
Artinya: "Telah aku tinggalkan dua perkara, yang apabila kalian berpegang
kepada keduanya maka kalian tidak akan tersesat: Kitab Allah (al-Qur'an) dan
Sunnah Nabi-Nya".
Namun ketika naqli dihubungkan dengan ilmu tafsir maka disebut tafsir bi
al-manqul atau bi al-ma'tsur, yaitu penafsiran al-Qur'an yang disandarkan kepada
riwayat-riwayat yang sahih secara tertib, atau dengan cara menafsirkan al-Qur'an
dengan al-Qur'an atau menafsirkannya dengan as-Sunnah atau menafsirkannya
dengan riwayat-riwayat yang di terima dari para sahabat atau para tabi'in 3, seperti
penafsirannya At-Thabari dan Ibnu Katsir.
Al-qur'an ( )القرآنadalah kitab suci umat Islam yang secara bahasa merupakan
masdar (kata benda) dari kata kerja ( قراءة – قرآنًا- )قرأ, yang berwazan ُفْعالن. Allah swt
berfirman:
1 Muhammad Amaan Bin Ali Al-Jaamii, Al-'aqlu Wa An-Naqlu 'Inda Ibni Rusydi, Al-
maktabah Asy-Syamilah, h. 3.
2 Malik Bin Anas, Al-Muwaththa, Muassasah Zaaid bin Sulthan Aal nahyaan, 2004, jil. 5, h.
1323.
3 Mochammad Asrukin, Tafsir al-Qur'an: Sebuah Tinjauan Pustaka, Makalah, h. 5.
َفِإَذا َقَر ْأَناُه َفاَّتِبْع ُقْر آَن.إَّن َعَلْيَنا ْمَجَعُه وَقُر آَنُه
Artinya: "Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di
dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai
membacakannya maka ikutilah bacaannya itu".
Adapun secara istilah adalah kalam Allah, yang diturunkan kepada
Muhammad saw, yang membaca setiap hurufnya adalah ibadah. Atau secara
lengkapnya adalah kalam Allah yang bermukjizat, diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw melalui perantaraan Malaikat Jibril dalam bahasa Arab,
diriwayatkan secara mutawatir dan membaca setiap hurufnya adalah ibadah,
bermula dari surah al-Fatihah dan berakhir dengan surah an-Naas4.
Oleh karena itu al-Quran merupakan Kitab Suci umat Islam yang
keotentikannya tidak diragukan lagi; baik dari segi asal-usulnya, turunnya,
riwayatnya, ayat-ayatnya, dst. sehingga umat Islam menjadikanya sebagai sumber
utama dalam mempelajari, memahami, dan menjalankan ajaran (syariat) Islam juga
dalam mengambil dalil-dalil mengenai perkara-perkara atau permasalahan-
permasalahan yang ada kaitannya dengan keimanan dan amal ibadah mereka.
Sedangkan sunnah ( )السنةsecara bahasa bermakna ()السيرة الحسنة أو القبيحة: jalan
hidup yang baik atau jelek, juga bermakna ()الطريقة: jalan.
Adapun secara istilah sunnah memiliki beberapa definisi, diantaranya:
1. Sunnah menurut muhadditsun (ahli hadits) adalah apa yang disandarkan
kepada Rasulullah saw dari segi perkataan atau perbuatan atau pengakuan
atau sifat akhlak (peribadi) dari permulaan diutusnya sampai wafatnya.
2. Sunnah menurut ulama usul adalah perkataan-perkataan Rasulullah saw dan
perbuatan-perbuatannya serta pengakuan-pengakuannya yang diriwayatkan
kepada kita dengan periwayatan yang sahih.
Sunnah Rasul saw adalah sumber rujukan umat Islam kedua setelah al-
Qur'an, dimana kedudukannya dalam Islam adalah sesuatu yang tidak dapat
diragukan kerana terdapat penegasan yang banyak di dalam al Quran tentang sunnah
tersebut, bahkan di dalam beberapa tempat sunnah disebutkan bersamaan dengan al
Kitab ataupun al Quran, dan disebutkan juga ketaatan terhadap Rasulullah saw
setelah ketaataan kepada Allah swt. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan di dalam
4 http//id.wikipedia/wiki/Al-Qur'an, 11 September 2023
firman-Nya seperti:“Dan taatilah Allah dan RasulNya, jika kamu adalah orang-
orang yang beriman”. Dan firman-Nya:“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang
mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan
RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang
lain bagi urusan mereka”. Juga firman-Nya:“Apa yang diberikan Rasul kepada
kamu, maka ambillah ia, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah”5.
Dengan penegasan al Quran di atas, jelaslah bahawa sunnah tidak dapat
dipisahkan penggunaannya di dalam segala hal yang berkaitan dengan Islam.
Sehingga fungsi sunnah di dalam Islam, diantaranya:
1. Penguat dan penyokong hukum-hukum yang terdapat di dalam al-Quran
seperti dalam perkara pensyariatan shalat, puasa dan haji.
2. Penghurai dan pentafsir ayat-ayat al-Quran yang umum seperti
memperjelaskan mengenai tata cara perlaksanaan shalat, kaedah jual beli,
menunaikan zakat dan haji dan sebagainya yang mana perkara-perkara
tersebut hanya disebutkan secara umum oleh al-Quran.
3. Menjadi keterangan tasyri’ yaitu menentukan sesuatu hukum yang tidak
disebutkan di dalam al-Quran seperti dalam hal memakan haiwan yang
ditangkap oleh hewan pemburu terlatih seperti anjing yang mana buruan
tersebut terdapat kesan dimakan oleh hewan pemburu terlatih tadi dan kesan
tersebut menunjukkan bahwa hewan pemburu tadi menangkap buruan untuk
dirinya sendiri. Di dalam al-Quran hanya dibenarkan memakan buruan yang
ditangkap oleh hewan pemburu terlatih. Maka dalam hal ini, hadith
menerangkan bahawa buruan yang mempunyai kesan dimakan oleh hewan
pemburu adalah haram dimakan.
4. Menasakhkan hukum yang terdapat di dalam al Quran. sebagian ulama
berpandangan bahawa hadith yang dapat menasakhkan hukum al Quran itu
mestilah sekurang-kurangnya bertaraf Mutawatîr, Masyhûr ataupun
Mustafhîdh.
5. Menerangkan mengenai ayat yang telah dinasakh dan ayat mana yang telah
dimansukhkan.
2. 'Aqli
5 QS. Al-Hasyr: 7.
Kata 'aqli secara bahasa berasal dari kata bahasa Arab ()عق^^ل: akal yang
mempunyai beberapa makna, di antaranya: ()الدية: denda, ()الحكمة: kebijakan, dan (
)حسن التصرف: tindakan yang baik atau tepat6.
Secara istilah akal memiliki beberapa definisi diantaranya:
1. Cahaya nurani, yang dengannya jiwa bisa mengetahui perkara-perkara yang
penting dan fitrah.
2. Aksioma-aksioma rasional dan pengetahuan-pengetahuan dasar yang ada pada
setiap manusia.
3. Kesiapan bawaan yang bersifat instinktif dan kemampuan yang matang.
Akal merupakan bagian dari indera dan insting yang ada dalam diri manusia
yang memiliki sifat berubah-rubah, yakni bisa ada dan bisa hilang. Hal ini
sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah saw dalam salah satu sabdanya: "...dan
termasuk orang gila sampai ia kembali berakal".
Dan akal merupakan indera yang diciptakan oleh oleh Allah swt dengan
kelebihan diberikannya muatan tertentu berupa kesiapan dan kemampuan yang dapat
melahirkan sejumlah aktivitas pemikiran yang berguna bagi kehidupan manusia
yang telah dimuliakan Allah swt, sebagaimana dalam firman-Nya: "Dan
sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di
daratan dan di lautan".
Oleh karena itu, syari’at Islam telah memberikan nilai dan urgensi yang amat
tinggi terhadap akal manusia, sebagaimana dapat dilihat pada beberapa point berikut
ini:
1. Allah mengkhususkan penyampain kalam-Nya hanya kepada orang yang
berakal, karena hanya mereka yang dapat memahami agama dan syariat-Nya.
Allah swt berfirman: "…dan merupakan peringatan bagi orang-orang yang
mempunyai akal".
2. Syarat utama yang harus ada dalam diri manusia untuk dapat menerima taklif
(beban kewajiban) dari Allah swt yang berkenaan dengan hukum-hukum
syari’at Islam adalah akal. Oleh karena itu ketika ia kehilangan akalnya
dikarenakan gila misalnya, maka ia tidak tidak menerima taklif itu.
Rasulullah saw bersabda: "Pena (catatan pahala dan dosa) diangkat
7 M. Aly Ash-Shobuniy, At-Tibyan fi Ulum al-Qur’an, (Beirut: Alam al-Kutub, 1985), h. 67.
1. Contoh Penggunaan Naqli dan 'Aqli dalam Bidang Tauhid, yang Ada
Kaitannya dengan Iman Kepada Kitab-Kitab Allah Swt
a) Dalil Naqli:
Al-Qur’an:
َو اَّلِذ يَن ُيْؤ ِم ُنوَن َمِبا ُأْنِز َل ِإَلْيَك َو َم ا ُأْنِز َل ِم ْن َقْبِلَك َو ِباآْل ِخ َر ِة ُه ْم ُيوِقُنوَن
Artinya: "Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah
diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu,
serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat".
(أن تؤمن باهلل ومالئكته وكتبه ورسله واليوم اآلخر وتؤمن بالقدر خريه: قال.فأخربين عن اإلميان
)وشره
Artinya: "Beritahukan aku tentang Iman. Lalu beliau bersabda: "Engkau
beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-
rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik
maupun yang buruk".
b) Dalil 'Aqli:
Allah swt 'Alimun (Maha Tahu) bahwa manusia adalah makhluk yang dha’if
(lemah). Sedangkan Allah SWT adalah Tuhan yang Rahman (Maha Pengasih) dan
Rahim (Maha Penyayang). Atas hal itulah Allah swt berkehendak memberikan
bimbingan kepada manusia agar tetap menjadi makhluk paling mulia di sisi-Nya
dengan memberikan pedoman berupa kitab suci lengkap dengan uswah hasanah
(contoh tauladan) yang berupa seorang Nabi dan Rasul.
2. Contoh Penggunaan Naqli dan 'Aqli Dalam Bidang Fikih, yang Ada
Kaitannya dengan Larangan Nikah Mut'ah
a) Dalil Naqli:
Al-Qur’an:
ِج ِه ِإ ِل ِج ِه ِف
َّال على َأْز َو ا ْم َأْو َم ا َم َلَك ْت َأَمْياُنُه ْم. والذين ُه ْم ُفُر و ْم َح ا ُظوَن
Artinya: "Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap
isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki".
«يا أيها الناس إين كنت: ما رواه ابن ماجة أن رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم حّر م املتعة فقال
ما رواه مالك عن الزهري بسنده عن علي كرم اهلل وجهه أن رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم هنى
b) Dalil 'Aqli:
Sesungguhnya nikah mut'ah itu tidak dimaksudkan untul apa-apa kecuali
hanya untuk memenuhi syahwat, tidak pula dimaksudkan untuk beranak cucu,
memelihara anak-anak yang semua itu merupakan maksud dari pernikahan, maka
mut'ah itu mirip dengan zina dari segi maksud untuk memenuhi syahwat saja dan
mengeluarkan air mani.
3. Contoh penggunaan naqli dan 'aqli dalam bidang tafsir, yang ada
kaitannya dengan penafsiran ayat pertama dari surat Al-Insyiqaaq
(terbelah), yaitu berbunyi: ( ِإَذ ا الَّسَم اُء اْنَش َّقْتApabila langit terbelah)
a) Tafsir bi al-manqul (bi al-ma'tsur):
Al-Alusi menafsirkan ayat ini dengan ayat lain dan dengan menyandarkan
kepada pwriwayatan-periwayatan, sebagaimana ia sebutkan di dalam tafsirnya,
yaitu:
"()إذا السماء انشقت: "Apabila langit terbelah" yakni ()بالغمام: berawan (berkabut
putih), seperti yang di riwayatkan Ibnu Abas, yang diikuti oleh Al-Farra da Az-Zujaj
di dalam "Al-Bahr" dan ia menguatkannya dengan firman Allah: (ويوم تشّقُق السماء
)بالغمام: "Dan (ingatlah) hari (ketika) langit pecah belah mengeluarkan kabut putih",
maka al-Qur'an sebagiannya menafsirkan sebagian yang lain, dan dikatakan bahwa
langit itu terbelah karena kedahsyatan hari kiamat, sebagaiman firman Allah: (وانشقت
)السماء فهي يومئذ واهية: "Dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi
lemah".. dan Ibnu Hatim telah meriwayatkan dari Ali karramallahu wajhah
bahwasanya langit terlepas dari galaksi, dan didalam atsar (riwayat sahabat)
disebutkan bahwa hal itu (langit terbelah itu) menunjukan terbukanya pintu
langit...".