Anda di halaman 1dari 3

Geografi dan Sejarah

Wilayah Afrika Urtara sekarang terdiri dari negara-negara berurutan dari barat-timur : Maroko,
Algeria, Tunisia, Libia. Wilayah di bagian utara Afrika berpantai utara Mediterania disebut Maghrib,
selain kesatuan geografis, juga mempunyai hubungan sejarah dan suku mayoritas bermukim di
wilayahnya. Aspek geografis dan sejarah Maghrib membuat perkembangan arsitektur juga cenderung
satu dengan lain terkait. Mesir di ujung timur Afrika utara secara goegrafis di tengah antara afrika utara
dan arab, di utara berpantai mediterania, disebalah timu laut merah, dapat dimasukan dalam wilayah
Arab, namun juga dapat dimasukan dalam wilayah Afrika utara. Mesir sejak dahulu berpusat
pemerintahan dan kebudayaan Islam di Kairo telah dibahas bab terdahulu, karena sejarah dan
geografisnya lebih dekat dengan Arab.

Sebelum Islam

Penduduk asli wilayah Afrika Utara atau Maghrib adalah suku Barbar (berbers,Barbari). Tercatat
dalam sejarah orang-orang dari Phoenecia, wilayah pantai ujung timur Laut Mediterania (sekarang Siria
dan Israel) pada 1100an SM., dating ke Tunisia. Pada 800an SM., orang Phoenecia-Tyre membangun
kota Kartago (Chartage) deakt dengan Kota Tunis sekarang di Tunisia, menjadi pusat kekuasaan dan
perdagangan meluas pengaruhnya hingga Algeria, di mana terjadi percampuran budaya Barbar –
Phoenecia.

Orang-orang Kartaginia (Carthaginians) dan Yunani saling berperang cukup lama dan berturut-
turut, terutama di Sisilia. Peperengan berakhir setelah dating kekuatan ke tiga yaitu Romawi. Jaman
kejayaan Chartage berakhir, jatuh ke tangan Roma pada Perang Phoenic berlangsung dari 264 SM.,
diakhiri Perang Phoenic III pada 146M. setelah dibangun kembali Kartago menjadi pusat kekuasaan
Romawi. Dominasi Roma berakhir pada 493, Tunisia jatuh ke tangan orang-orang Vandal (perusak),
higga kemudian dikuasai Imperium Byzantine.
Jaman Islam awal dan sesudahnya

Mesir sebelur Islam menjadi bagian dari kekuasaan Romawi di wilayah timur. Higga jatuh ke
tangan Persia abad VII. Tahun 642 dapat ditaklukan oleh suatu kelompok pasukan Arab dengan
membawa bendera Islam. Orang-orang Arab melanjutkan pengembangan wilayah kekuasaan ke arah
barat melintasi wilayah Afrika Utara sepanjang Afrika-Mediterania. Perluasan kekuasaan di ikuti dengan
pindahnya sebagian besar penduduk, dari Kristen menjadi Islam.

Wilayah Maghrib Barat setelah Islam masuk, tercatat dalam sejarah di bawah kekuasaan
beberapa dinasti masing-masing dibagi dalam periode: Idrisiyah (789-926), rustamiyah (777-909),
Almoraviyah (1056-1147), Almohayah (1130-1269), Mariniyah (1196-1465), Sa’dian (1511-1659) dan
‘Alawiyah (1631-?).. Adapun wilayah Timur Maghrib, tebagi dalam enam periode: Aglabiyah (800-909),
Fatimiyah (909-1171), Ziriyah (972-1148), Hammadiyah (1015-1152), Hafsiyah (1228-1574) dan Ottoman
(1516-1830)

Pengaruh Islam-Spanyol di Afrika Utara

Afrika urtara dan spanyol terletak dalam benua berbeda masing-masing Afrika dan Eropa,
namun keduanya secara geografis sangat dekat. Kedua daratan hanya di pisahkan beberapa puluh
kilometer oleh Selat Gibraltar. Oleh karena itu sejarah kedua wilayah itu tidak terpisahkan satu dengan
lain. Monumen jaman muslim awal dibangun pada abad IX di Maghrib dengan beberapa ciri dekorasi
dan elemen-elemen arsitektural Abbsiyah dan Umayah-Spanyol. Meskipun kedua dinasti tersebut tidak
secara langsung berkuasa di Afrika Utara, namun corak, gaya dan budayanya cukup berpengaruh di
wilayah itu.

Perkembangan arsitektur di kedua wilayah menjadi unik, dari Afrika Utara Islam berkembang ke
Spanyol, terjadi pencampuran budaya, seni dan arsitektur di mana pengaruh Barat cukup dominan.
Pencampuran tersebut membentuk arsitektur dengan corak baru, tersendiri dank has. Ketika Islam
terdesak, keluar dari Spanyol kekuatan kaum muslim kembali ke Afrika Utara, arsitektur khas
pencampuran Barat/Spanyol-Islam tersebut menjadi banyak pengaruhnya di Afrika Utara. Meskipun
kekhalifahan Cordoba telah runtuh pada 1031, kemudian pusat kekuasaan berpindah ke Maroko,
pengaruh budaya, seni dan arsitektur Islam-Spanyol di wilayah Afrika Utara masih sangat kuat. Pengaruh
tersebut juga tidak berkurang ketika orang-orang Kristen banyak menguasai kembali wilayah-wilayah di
Spanyol, yang tadinya dikuasai para raja, khalifah atau amir.

Almoraviyah dan Almohayah saling bertentangan, namun kekuasaa keduanya bersama memberi
warna tersendiri dalam perkembangan arsitektur di Spanyol maupun di Afrika Utara berupa bentuk
campuran Isalm-Barat. Pola arsitektur khas ditinggalkan kedua penguasa tersebut diturunkan dari
Umayah-Barat, , karena pengaruh Umayah yang cukup besar pula paa masa penguasa sesudahnya baik
oleh para amir, maupun para sultan. Kedua penguasa baik Amohayah maupun Almoraviyah pernah
berpusat pemerintahan di Marrakesh, Maroko di kai pegunungan Atlas, sehigga kedua kota menjadi
kota metropolitan. Setelah terdesak dan dikalahkan oleh orang-orang Kristen-Spanyol, Marrakesh
kembali menjadi ibu kota dan pula menjadi pusat kebudayaan termasuk seni dan arsitektur dari
wilayahnya yaitu sebagian besar di wilayah Afrika Utara (maghrib)

Dari aspek geografis, politik, pemerintahan dan kekuasaan, yang semuanya aspek penentu
peerkembangan budaya sebelum abad XI wilayah Maghrib sangat terbuka terhadap pengaruh budaya
Islam-Spanyol, Budaya Umayah-Spanyol sangat besar pengaruhnya tersebut, disebarkan oleh para
seniman Spanyol berkarya di seluruh wilayah kekuasaan penguasa, baik raja ataupun amir, karena di
dorong oleh kondiisi politik dan ekonomi wilayah.

Jiwa dan kemampuan seni orang 0orang Islam-Spanyol, tinggi, sama dengan dalam bidang
politik. Para arsitek jama Umayah-Spanyol kemudian diturunkan pada jaman Almohayah abad XII,
mengambil danmenerapkan elemen-elemen dan bentuk arsitektu barat masa sebelumnya seperti
misalnya klasik-Romawi, Kristen Awal, Byzantine dan lain-lain diterapkan sangat baik dan berhasil untuk
arsitektur masjid.

Mesjid dengan asitektur Hypostyle, simetris dengan jalur di tengah dibentuk oleh dereta kolom
sejajar dangan arah kiblat, kemudian tegak lurus dengan deretan melintang di depan dinding mihrab
membentuk huruf T merupakan ciri dari pencampuran tersebut, seperti misalnya pada masjid kordoba
(mulai dibangun 758)). Masjid-mesjid dengan deretaan tempat sembahyang melintang tegak lurus arah
kiblat dan haram atau serign disebut hypostyle hall, penuh dengan kolom Carinthiane-Romawi dari
masjid Agung Kordoba adalah contoh representative dari hasil karya mereka. Pada jaman Aglabiyah
orang membanun masjid Agung Kairoan (dimulai 836), juga merupakan bagian dari proses
perkembangan arsitektur yang sama dengan di Kordoba. Kedua masjid tersebut di atas akan
dikemukakan pada bagian berikut.

Setelah batu-batu utuh sebelumnya mudah didapatkan untuk kolom memenuhi haram mulai
berkurang, orang Maghrib mulai menggunakan pilar konstruksi bata pada ruang sembahyang utama
dalam masjid. Banyak masjid dibangun pada masa Tuluniyah dan Fatimiyah merupakan garis merah
menghubungkan antara Abbasiyah-timur (Arab dan sekitarnya) dengan Maghrib sebagai contoh dari
gejala ini adalah Mesjid Ibn Tulun (876-879) dari jaman Tuluniyah Fatamayah dengan Mesjid Dulaf
(860an) di Samarra. Kemudian konstruksi pilar luar biasa besarnya model masjid jaman Abbsiyah.,
mendasarkan tradisi oriental dibuat tidak terlalu besar pada masjid-mesjid di Maghrib. Ukuran kolom
yang sudah di perkecil ini lau dipakai sebagai standar dalam membangun masjid-mesjid pada jaman
Almohaya.

Anda mungkin juga menyukai