Meli Muchlian

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 7

Analisis Trend Risiko Bencana Tanah Longsor di Indonesia

M. Muchlian 1*, L. Honesti 2 dan A. Roza3


1,2,3
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Institut Teknologi Padang
*
Corresponding author: melimuchlian@itp.ac.id

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah menganalisi tren bencana tanah longsor di Indonesia dari tahun 2012 sampai
dengan 2021. Data yang digunakan bersumber dari BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Indonesia) dari tahun 2012 sampai dengan 2021. Data dianalisis menggunakan metode regresi linier.
Parameter yang ditinjau adalah jumlah kejadian bencana tanah longsor, jumlah korban jiwa dan hilang,
jumlah rumah dan infrastuktur yang rusak. Berdasarkan pengolahan data diperoleh trend jumlah kejadian
bencana tanah longsor setiap tahunnya mengalami peningkatan. Sebagian besar kasus diakibatkan oleh
faktor kondisi cuaca dengan curah hujan yang tinggi ataupun durasi hujan yang lama, keadaan topografi
lereng, dan tingginya populasi penduduk di daerah berlereng atau perbukitan. Perbandingan jumlah
korban akibat bencana tanah longsor setiap tahunnya kecil dari 1 (satu), artinya tidak semua kejadian
menimbulkan korban jiwa. Trend data jumlah korban jiwa setiap tahunnya menurun bisa artikan bahwa
telah terjadi peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana. Trend jumlah rumah rusak
tidak terlihat ada peningkatan atau penurunan. Minimal terdapat 3 (tiga) rumah yang rusak dalam setiap
kejadian bencana tanah longsor. Hal ini menjelaskan bahwa masih banyaknya masyarakat yang bermukim
di daerah rawan bencana tanah longsor. Perbandingan jumlah jembatan yang rusak setiap tahunnya sangat
kecil sekali, minimal 0,03 dan maksimal 0,08, artinya tidak semua kejadian tanah longsor mengakibatkan
kerusakan jembatan. Trend jumlah jembatan yang rusak meningkat setiap tahunnya, menunjukkan bahwa
fungsi jembatan sebagai penghubung kelancaran transportasi dan ekonomi masyarakat ikut terganggu.
Peningkatan kesadaran masyarakat dan dukungan pemerintah terhadap efek bencana tanah longsor bisa
dilakukan dengan melaksanakan manajemen bencana, sosialisasi dan regulasi yang tepat.

Kata kunci: Tanah longsor, trend, Indonesia

ABSTRACT
The purpose of this study is to analysis at the landslides trend in Indonesia from 2012 to 2021. The
sourced data from BNPB (Indonesian National Disaster Management Agency), 2012 to 2021. The linear
regression method was used in its analysis. The study parameters were the number of landslides, the
number of dead and missing, and the number of houses and damaged infrastructure. Based on data
processing, the number of landslides trend every year has increased. A common cause of landslides was a
high rainfall or longtime rain duration, slope topography, and high population. The comparison of the
victim's number due to landslides every year is smaller than 1 (one), meaning that not all incidents cause
fatalities. The fatalities number trend decreasing every year, meaning there has been an increase in
community capacity for disasters. The damaged house number trend does not appear to be increasing or
decreasing. There are at least 3 (three) houses damaged in every landslide. This explains that there are
still many people who live in areas prone to landslides. The number of damaged bridges ratio to landslide
events is minimal, with a minimum of 0.03 and 0.08 for maximum, meaning that not all landslide events
cause bridge damage. The number of damaged bridges trend increasing every year, indicating that the
function of bridges as a connector for smooth transportation and the economic community is also
disrupted. They increased the public awareness and government support for landslides effects doable by
implementing appropriate disaster management, socialization and regulations.

Keywords: landslide, trend, Indonesia

563
1. PENDAHULUAN
Tanah longsor adalah bencana yang disebabkan oleh interaksi kompleks dari beberapa
faktor, termasuk proses dinamis, variabel kondisi tanah dan gangguan antropogenik [1],
[2]. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki dua musim yaitu musim hujan
dan musim kemarau yang membuat potensi bencana tanah longsor akibat tingginya
curah hujan menjadi hal yang tidak dapat dihindari. Sepanjang tahun 2021 bencana
tanah longsor di Indonesia menduduki posisi ketiga setelah banjir dan puting beliung
dengan total sebanyak 369 kejadian [3].

Bencana tanah longsor terhadap suatu wilayah akan berdampak buruk terhadap
lingkungan alam dan manusia seperti kerusakan sarana fisik, terganggunya siklus
hidrologi dan ekosistem, jatuhnya korban jiwa pada manusia, serta berdampak terhadap
ekonomi dan sosial [4]. Tanah longsor yang dipicu oleh curah hujan dapat
mengakibatkan korban jiwa dan kerugian materi yang besar di daerah pegunungan
berpenduduk padat dan akan semakin meningkat jika populasi penduduk pada atau
dekat lereng bukit terus meningkat [5]. Risiko bencana termasuk tanah longsor akan
menjadi beban yang besar jika terjadi di wilayah negara-negara berkembang karena
risiko individu dan properti masing-masing adalah dua dan tiga kali lebih besar dari
pada yang dialami negara-negara OECD (Organisation for Economic Co-operation and
Development) [6], [7].

Terdapat banyak metoda yang dapat dilakukan dalam hal pengurangan risiko bencana
tanah longsor seperti metode struktural (stabilitas lereng, drainase, vegetasi dan penahan
lereng) [8], [9], metode nonstruktural (peringatan dini, perencanaan penggunaan lahan,
rute pelarian, manajemen keadaan darurat) [10], [11] atau kedua metode digunakan
bersamaan. Dalam beberapa kondisi, penanganan nonstruktural lebih banyak dilakukan
karena lebih mudah dalam pengaplikasiannya dan pertimbangan keuangan [5], [12].

Tujuan penelitian ini adalah melihat tren bencana tanah longsor di Indonesia dari tahun
2012 sampai dengan 2021. Parameter yang dijadikan acuan adalah jumlah korban jiwa
dan hilang, jumlah rumah yang rusak dan infrastuktur yang rusak. Dalam hal ini dapat
dilihat nantinya apakah metoda-metoda pengurangan risiko bencana tanah longsor di
Indonesia telah diaplikasikan dengan baik.
2. METODE
Data bencana tanah longsor yang digunakan pada penelitian ini bersumber dari BNPB
(Badan Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia) [3] dengan rentang waktu yang
digunakan adalah dari tahun 2012 sampai dengan 2021. Analisis data menggunakan
metode statistik regresi linier. Parameter yang ditinjau dalam penelitian ini adalah
jumlah kejadian bencana tanah longsor, jumlah korban jiwa dan hilang, jumlah rumah
yang rusak dan infrastuktur yang rusak. Tren tahunan yang terbentuk dianalisis
berdasarkan konsep pengurangan resiko dan bagaimana manajemen bencana tanah
longsor yang telah dilaksanakan.

564
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Indonesia merupakan negara dengan risiko bencana yang tinggi di mana faktor iklim
dan cuaca mendominasi lebih dari 90%. Kejadian bencana yang mendominasi tersebut
adalah bencana hidrometeorologi yang salah satunya adalah tanah longsor. Tabel 1
memaparkan jumlah bencana hidrometeorologi dalam rentang 2012 sampai 2021 di
Indonesia, tanah longsor berada pada urutan ketiga setelah banjir dan puting beliung [3].

Tabel 1. Data bencana di Indonesia rentang 2012-2021


Tahun
Bencana 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Banjir 593 761 610 531 825 980 883 790 1518 651
Puting beliung 545 503 618 571 663 887 1137 1390 1484 490
Tanah longsor 287 294 598 502 599 850 642 726 1152 369
Kebakaran hutan dan lahan 49 41 102 46 178 96 536 757 618 163

1400

1200
1152
1000
850
800
Jumlah Kejadian

726
600 598 599 642
502
400 369
287 294
200

0
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Tahun

Gambar 1. Jumlah kejadian bencana tanah longsor di Indonesia rentang tahun 2012-
2021

Berdasarkan data jumlah kejadian bencana tanah longsor di Indonesia selama rentang
tahun 2012 sampai 2021, trend jumlah kejadian bencana tanah longsor setiap tahunnya
mengalami peningkatan walaupun sebaran data tidak linier (Gambar 1). Tahun 2020
adalah data jumlah bencana tanah longsor terbanyak. Jika ditelusuri berdasarkan data
perprovinsi, maka pada tahun 2020 tersebut data tertinggi bersumber dari provinsi Jawa
Barat dan Jawa Tengah dengan masing-masing sebanyak 407 dan 457 kejadian. Tahun
2021 jumlah kejadian bencana tanah longsor mengalami penurunan yang drastis, namun
di sisi lain bencana non alam Covid-19 menduduki posisi teratas untuk jumlah korban
jiwa yang diakibatkannya dan jumlah korban jiwa dari semua bencana pada tahun 2021
adalah yang paling tinggi.

Terdapat beberapa faktor penyebab bencana tanah longsor yaitu faktor geologi, faktor
morfologi, faktor fisik dan faktor manusia [13]. Goenadi [14] mengelompokkan faktor
pemicu bencana tanah longsor atas dua bagian yaitu faktor statis dan faktor dinamis.
Yang tergolong dalam faktor dinamis pemicu bencana tanah longsor adalah curah hujan
dan penggunaan lahan. Untuk kasus bencana tanah longsor yang terjadi di Indonesia,
sebagian besar diakibatkan oleh faktor dinamis itu yaitu kondisi cuaca dengan curah
hujan yang tinggi ataupun durasi hujan yang lama, keadaan topografi lereng yang
curam, dan tingginya populasi penduduk di daerah berlereng atau perbukitan.

565
Bencana tanah longsor akan mengakibatkan korban jiwa yang biasanya terjadi pada
daerah permukiman, wilayah pertanian dan perkebunan yang berada di sekitar atau pada
jalur longsoran. Peningkatan jumlah populasi, masalah ekonomi, ekspansi persebaran
penduduk pada daerah perbukitan dan alih fungsi lereng vegetasi lahan yang tidak
terelakkan lagi membuat jumlah korban jiwa dan materi akibat longsor selalu ada. Jika
dilihat pada Gambar 2, perbandingan jumlah korban akibat kejadian bencana longsor
setiap tahunnya memiliki nilai yang kecil dari 1 (satu). Nilai ini memberikan penjelasan
bahwa tidak semua kejadian bencana tanah longsor yang terdata di Indonesia
menimbulkan korban jiwa.

Mengacu pada definisi bencana berdasarkan UU No.24 tahun 2007, di mana bencana
adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis [15]. Di sisi lain
UNISDR yang menggunakan kalimat bahwa masyarakat yang terdampak tidak bisa
mengatasinya dengan kemampuannya sendiri [16]. Berdasarkan grafik yang dipaparkan
pada Gambar 2 terlihat bahwa trend jumlah bencana tanah longsor yang meningkat
berkebalikan dengan trend data jumlah korban jiwa yang menurun. Hal ini
menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi
bencana.
1152
1100

900
850
Jumlah

700 726
642
598 599
500 502
354 y = -8,9697x + 18262 369
300 287 294 R² = 0,1553
190 174 186 163 179
100 119 121 123 137
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Tahun
Jumlah kejadian Korban Jiwa
Linear (Jumlah kejadian) Linear (Korban Jiwa)
Gambar 2. Trend jumlah korban jiwa akibat bencana tanah longsor di Indonesia rentang
tahun 2012-2021

Bencana tanah longsor akan mengancam semua sarana fisik yang berada di lereng,
lembah atau jalur longsoran. Massa longsoran dalam bentuk timbunan material akan
merusak jalur transportasi, perumahan penduduk dan serta fasilitas lainnya. Berdasarkan
trend jumlah rumah rusak akibat bencana tanah longsor di Indonesia rentang tahun
2012-2021 (Gambar 3) terlihat tidak ada perubahan trend yang terbentuk. Perbandingan
jumlah rumah yang rusak akibat kejadian bencana tanah longsor setiap tahunnya
minimal terdapat 3 (tiga) rumah yang rusak dalam setiap kejadian. Hal ini menjelaskan
bahwa masih banyaknya masyarakat yang memilih tetap bermukim di daerah rawan
bencana tanah longsor dengan alasan faktor psikologis, sosial ekonomi dan kultural historis.
Kerugian ekonomi berupa rumah rusak atau tertimbun tersebut hanya sebagian kecil

566
yang diasuransikan pemiliknya. Hal inilah yang menyebabkan banyak masyarakat harus
tetap bertahan dan terpaksa bergantung pada bantuan pemerintah pasca kejadian
bencana.

9000
8000 7917
7000
6000
Jumlah

5000
4516
4000
3114 3238 3460
3000
2000 2300
1494 1758
1000 1346
850 1152 1462
598 502 599 642 726 369
0 287 294
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Tahun
Jumlah kejadian Rumah rusak Linear (Rumah rusak)

Gambar 3. Trend jumlah rumah rusak akibat bencana tanah longsor di Indonesia rentang
tahun 2012-2021

Infrastruktur yang ditinjau dalam penelitian ini adalah jembatan yang rusak akibat tanah
longsor. Walaupun perbandingan jumlah jembatan yang rusak akibat kejadian bencana
tanah longsor setiap tahunnya sangat kecil sekali minimal 0,03 dan maksimal 0,08
jembatan yang rusak, artinya tidak semua kejadian tanah longsor mengakibatkan
kerusakan jembatan. Trend jumlah jembatan yang rusak akibat bencana tanah longsor
juga meningkat setiap tahunnya (Gambar 4), menunjukkan bahwa fungsi jembatan
sebagai penghubung kelancaran transportasi dan ekonomi masyarakat ikut terganggu.
Jika sebuah jembatan rusak akibat bencana maka masyarakat korban bencana akan
semakin kesulitan memperoleh akses bantuan. Waktu untuk pemulihan akibat
bencanapun akan menjadi lebih lambat.

80
Jumlah Infrastruktur rusak

70 71
64
60
50
40 41 42
35 34
30 29
20 22
14 15
10
0
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Tahun

Gambar 4. Trend jumlah jembatan yang rusak akibat bencana tanah longsor di
Indonesia rentang tahun 2012-2021

Trend kejadian bencana tanah longsor yang meningkat setiap tahunnya selama ini
terfokus pada tanggap darurat dan pemulihan. Dalam hal ini kegiatan pengurangan

567
risiko dan kesiapsiagaan terhadap bencana perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan
kesadaran masyarakat dan dukungan pemerintah terhadap efek bencana tanah longsor
bisa dilakukan dengan melaksanakan manajemen bencana, sosialisasi dan regulasi yang
tepat.

4. KESIMPULAN
Indonesia merupakan negara dengan risiko bencana tanah longsor yang cukup tinggi.
Berdasarkan data jumlah kejadian bencana tanah longsor di Indonesia selama rentang
tahun 2012 sampai 2021, trend jumlah kejadian bencana tanah longsor setiap tahunnya
mengalami peningkatan walaupun sebaran data tidak linier. Sebagian besar kasus
bencana tanah longsor yang terjadi di Indonesia diakibatkan oleh faktor dinamis berupa
kondisi cuaca dengan curah hujan yang tinggi ataupun durasi hujan yang lama, keadaan
topografi lereng yang curam, dan tingginya populasi penduduk di daerah berlereng atau
perbukitan.
Perbandingan jumlah korban akibat kejadian bencana longsor setiap tahunnya memiliki
nilai yang kecil dari 1 (satu) yang artinya tidak semua kejadian bencana tanah longsor
yang terdata di Indonesia menimbulkan korban jiwa. Trend jumlah bencana tanah
longsor yang meningkat berkebalikan dengan trend data jumlah korban jiwa yang
menurun. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan kapasitas masyarakat
dalam menghadapi bencana. Trend jumlah rumah rusak akibat bencana tanah longsor
tidak terlihat ada peningkatan atau penurunan. Perbandingan jumlah rumah yang rusak
akibat kejadian bencana tanah longsor setiap tahunnya minimal terdapat 3 (tiga) rumah
yang rusak dalam setiap kejadian. Hal ini menjelaskan bahwa masih banyaknya
masyarakat yang memilih tetap bermukim di daerah rawan bencana tanah longsor dengan
alasan faktor psikologis, sosial ekonomi dan kultural historis. Perbandingan jumlah
jembatan yang rusak akibat kejadian bencana tanah longsor setiap tahunnya sangat kecil
sekali minimal 0,03 dan maksimal 0,08 jembatan yang rusak, artinya tidak semua
kejadian tanah longsor mengakibatkan kerusakan jembatan. Trend jumlah jembatan
yang rusak akibat bencana tanah longsor juga meningkat setiap tahunnya, menunjukkan
bahwa fungsi jembatan sebagai penghubung kelancaran transportasi dan ekonomi
masyarakat terganggu. Peningkatan kesadaran masyarakat dan dukungan pemerintah
terhadap efek bencana tanah longsor bisa dilakukan dengan melaksanakan manajemen
bencana, sosialisasi dan regulasi yang tepat.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1] M. T. J. Terlien, “The determination of statistical and deterministic hydrological


landslide-triggering thresholds,” Environmental Geology, vol. 35, no. 2–3, pp.
124–130, Aug. 1998, doi: 10.1007/s002540050299.
[2] J. Zhou, P. Cui, and X. Yang, “Dynamic process analysis for the initiation and
movement of the Donghekou landslide-debris flow triggered by the Wenchuan
earthquake,” Journal of Asian Earth Sciences, vol. 76, pp. 70–84, Oct. 2013, doi:
10.1016/j.jseaes.2013.08.007.
[3] BNPB, “Data Informasi Bencana Indonesia,” 2021. https://dibi.bnpb.go.id/
(accessed Dec. 16, 2021).

568
[4] P. Supriyono, Seri pendidikan pengurangan risiko bencana tanah longsor.
Yogyakarta: ANDI, 2014.
[5] N. Sultana and S. Tan, “Landslide mitigation strategies in southeast Bangladesh:
Lessons learned from the institutional responses,” International Journal of
Disaster Risk Reduction, vol. 62, p. 102402, Aug. 2021, doi:
10.1016/j.ijdrr.2021.102402.
[6] N. Boccard, “Analysis of trends in disaster risk,” International Journal of Disaster
Risk Reduction, vol. 53, p. 101989, Feb. 2021, doi: 10.1016/j.ijdrr.2020.101989.
[7] “High risks, low insurance penetration – a dilemma in many Asian countries |
Munich Re Topics Online,” munichre.com. https://www.munichre.com/topics-
online/en/economy/insurance-markets/high-risk-low-insurance-penetration-asia-
2018.html (accessed Mar. 24, 2022).
[8] A. W. Azeze, “Assessments of Geotechnical Condition of Landslide Sites and
Slope Stability Analysis Using Limit Equilibrium Method around Gundwin Town
Area, Northwestern Ethiopia,” no. Query date: 2022-02-14 14:38:07, 2020, doi:
10.21203/rs.3.rs-20574/v1.
[9] A. Chakraborty and D. Goswami, “Three-dimensional (3D) slope stability analysis
using stability charts,” International Journal of Geotechnical Engineering, vol. 15,
May 2018, doi: 10.1080/19386362.2018.1465743.
[10] P. K. Motsi, L. Mapekula, D. Kalumba, and C. Chibvura, “Slope Stability
Monitoring and Early-Warning System for Kariba Dam South Bank Slope,” in
Geo-Congress 2019, Philadelphia, Pennsylvania, Mar. 2019, pp. 86–95. doi:
10.1061/9780784482070.009.
[11] T. Abeykoon, C. Gallage, B. Dareeju, and J. Trofimovs, “Real-Time Monitoring
and Wireless Data Transmission to Predict Rain-Induced Landslides In Critical
Slopes,” Australian Geomechanics Society, vol. 53 (3), p. 26, 2018.
[12] A. Aitsi-Selmi and V. Murray, “The Sendai framework: disaster risk reduction
through a health lens,” Bull. World Health Organ., vol. 93, no. 6, pp. 362–362,
Jun. 2015, doi: 10.2471/BLT.15.157362.
[13] A. S. Muntohar, Tanah Longsor. LP3M UMY, 2010.
[14] S. Goenadi, Konservasi lahan terpadu daerah rawan bencana longsoran di
Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta: laporan penelitian hibah
bersaing XI/1 perguruan tinggi. Lembaga Penelitian, Universitas Gadjah Mada,
2003.
[15] P. Republik Indonesia, UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Jakarta, 2007.
[16] U. Nations, 2009 UNISDR terminology on disaster risk reduction. 2009. Accessed:
Feb. 24, 2022. [Online]. Available: https://www.undrr.org/publication/2009-
unisdr-terminology-disaster-risk-reduction

569

Anda mungkin juga menyukai